Hari itu, Lovy terlihat begitu cantik dan menawan dengan gaun pernikahan. Renda dan ornamen bunga cantik berwarna putih, senada dengan sepatu serta kelambu yang menghiasi kepalanya. Rambut Lovy disanggul ke atas dengan jepit bunga-bunga indah berwarna putih. Memperlihatkan lehernya yang jenjang dan kedua pundak tak terbalut kain. Gaun pengantin dengan penutup buah dada berbentuk lengkungan love seperti namanya. Memperlihatkan keanggunan dari seorang wanita yang sudah dewasa. Wajah cantik Lovy dirias dan membuatnya bak bidadari yang turun dari khayangan, ditakdirkan untuk mencintai Sean seorang. Di sisi lain, ruang ganti mempelai pria. Sean terlihat gugup dan berulang kali mencoba menenangkan jantungnya yang meletup-letup seperti popcorn sedang di-oven. Marcus memandangi kawannya yang sebentar lagi keluar menuju altar. Ia menahan senyum melihat tingkah kawannya yang berulang kali membenarkan setelan agar terlihat menawan di hari spesialnya itu. "Meskipun kau berdandan seperti
Setelah pernikahan yang berlangsung meriah itu, Lovy terlihat sangat kelelahan karena menjamu semua tamu undangan seharian. Ia tak menyangka jika resepsi pernikahan yang dihadiri oleh sebagian besar kawan di kepolisian Sean dan rekan bisnis Tuan Wilver, membuatnya sedikit iri.Hanya segelintir tamu yang datang dari rekan kerja Elda dan juga dirinya. Lovy yang tak memiliki kawan itupun merasa sedih dan tak sadar jika Sean memperhatikannya sedari tadi. Sean melihat rona wajah kebahagiaan dari isterinya itu seakan tenggelam bersama datangnya rembulan."Ada apa, Sayang? Kenapa kau murung?" tanya Sean seraya mendatangi Lovy yang duduk di pinggir ranjang, masih mengenakan gaun pengantin.Lovy tertegun saat Sean sudah berjongkok di depannya. Pria tampan itu memegang kedua tangannya lembut dengan tatapan syahdu."Tak ada, hanya saja ... kau dikelilingi oleh banyak orang yang peduli padamu. Sangat terasa rasa solidaritas kalian," jawab Lovy lirih tersenyum tipis.Sean menyadari jika hanya sedi
Lovy sampai mencengkeram lengan Sean karena aksi panas mereka malam itu. Ia yang awalnya lelah karena seharian menyambut tamu, seakan lenyap setelah mendapatkan sensasi baru dalam pengalaman hidupnya. Sean tak menyangka jika Lovy bisa bertahan di malam pertamanya. Ia yang melihat Lovy menikmati setiap sodokan yang diberikannya, semakin semangat menggempur tanpa harus menahannya lagi. "Hah, ingin coba posisi lain?" tanya Sean. Lovy mengangguk. Kini Sean menarik tangan sang istri dan meletakkan di tengkuknya. Dudukan Lovy dirapatkan dalam pangkuan Sean dengan Junior masih tertelan penuh di dalam sana. Wanita cantik itu menatap mata suaminya dalam. Ia mulai menyadari jika Sean sungguh tampan. Lovy yang sebelumnya masih malu dan canggung jika bertatapan dengan detektif itu, kini tidak lagi. Lovy malah meraba wajah dan menelusuri tiap jengkalnya. Sean memegang pinggul Lovy dan membiarkan isterinya yang cantik itu mengagumi dirinya. "Kenapa kau bisa begitu tampan, Sean?" tanya Lovy lir
Lovy yang sudah selesai membersihkan diri, segera berpakaian. Ia yang biasanya hanya mengenakan celana dalam dan kaos tanpa penutup tempurung ketika akan tidur, malam itu ragu karena ada Sean di sana. Padahal pria itu adalah suaminya.Ia yang belum pernah tidur bersama lelaki lain sebelumnya kecuali tidur secara berkelompok ketika menjalankan misi gabungan dengan tentara lainnya menjadi gugup. Lovy malah mondar-mandir di samping ranjang sembari menggigit ujung jarinya.Meski ia sudah melakukan malam pertama, tetapi ia masih kikuk dengan hal tersebut. Jantung Lovy kembali berdebar. Ia duduk perlahan memunggungi Sean mencoba menangkan diri karena masih belum terbiasa dengan keadaan ini.Namun, tiba-tiba, sebuah tangan kekar melingkar di perutnya. Lovy terkejut dan menoleh. Ia mendapati Sean tersenyum dengan mata terpejam di mana suaminya itu masih tak berbusana."Kenapa kau bangun? Hmm, kau wangi. Apa kau mandi, Sayang?" tanya Sean sembari mengendus aroma feminim dari tubuh sang isteri
Akhirnya, mentari pagi telah menunjukkan sinarnya. Pagi itu, Lovy mandi bersama dengan Sean. Saling menggosok punggung dan menyempatkan untuk olah raga panas dalam bath tub setelah semalam tertunda. Setelahnya, Lovy terlihat sibuk mengepak seluruh perlengkapan mereka ke dalam beberapa koper besar karena akan check out dari hotel usai sarapan.Sean membantu Lovy berkemas. Mereka lalu keluar dari kamar pukul 8 pagi dan langsung menuju ke mobil untuk memasukkan koper terlebih dahulu sebelum sarapan."Sudah semua, Sayang?" tanya Sean saat menutup pintu bagasi belakang mobilnya."Ya. Aku rasa sudah semua," jawab Lovy sembari menutup pintu samping kemudi tempat ia akan duduk menemani Sean nanti.Sean merangkul pinggul Lovy dengan mesra begitupula sebaliknya. Saat mereka berdua berjalan bersama dengan penuh romantisme, tiba-tiba Lovy menoleh karena mengenali suara seseorang yang dikenalinya."Lovy!" teriaknya.Lovy menghentikan langkahnya seketika begitu pula dengan Sean. Mata Lovy sampai me
Lovy duduk berseberangan dengan Sean di ruang makan hotel tersebut. Terlihat Sean belum menyentuh sarapan yang sudah tersaji di depannya karena menunggu penjelasan dari sang istri. Hal serupa juga terjadi pada Lovy yang gugup. Bedanya, ia sudah menghabiskan setengah jus jeruk untuk mengurangi ketegangannya."Ceritakan jika kau sudah siap. Waktu cuti pernikahanku satu minggu, Sayang," ucap Sean dengan malas.Jantung Lovy berdebar kencang. Ia tak pernah merasa gugup seperti ini sebelumnya."Baiklah. Sebelumnya, aku minta maaf jika sikapku tadi membuatmu tak nyaman saat bersama Matt," jawab Lovy merasa bersalah.Sean diam saja, masih menunggu penjelasan berikutnya."Alasan kenapa Matt tak hadir dipernikahan kita karena setahuku dia dipenjara. Bisa dibilang ia berandalan. Oleh karena itu, saat dia tiba-tiba muncul di depanku, aku senang karena ia sudah bebas," ucap Lovy tersenyum paksa."Dipenjara?" tanya Sean dengan kening berkerut."Ya. Semenjak ia tahu jika Lea menikah lagi dengan Haro
Lovy terkejut karena Sean berdiri di belakangnya menatap tajam. Jantung Lovy berdebar kencang tak karuan. Ia mencoba bersikap senormal mungkin. "Kenapa kau masih sibuk dari tadi, Sayang? Kau tak lelah? Tidurlah ...." ucap Sean dengan wajah lesu menahan kantuk. Lovy lega karena ternyata Sean tak mencurigainya. Ia mengangguk dan mengganti pakaiannya dengan lebih santai karena sudah di rumah. "Eits, peraturan baru. Tak boleh memakai pakaian dalam saat bersamaku. Tidak boleh," ucap Sean sembari memegangi tangan Lovy yang akan mengambil celana dalam baru. "Kenapa?" tanya Lovy heran. "Aku suka yang instan. Plug and play," jawabnya genit. Lovy terkekeh. Ia tak menyangka jika Sean benar-benar ahli dalam merayu. Sean menarik Lovy dalam pelukan dan membuatnya jatuh di tubuh bagian atasnya itu. "Kau juga. Tak boleh memakai pakaian dalam saat bersamaku di rumah," balas Lovy. Sean terkekeh saat Lovy menyipitkan mata. Sean lalu bangun dengan Lovy masih dalam pelukannya. Lovy lalu du
Penerbangan selama hampir 10 jam, tentu saja membuat Lovy dan Sean lelah. Lovy yang sengaja meninggalkan Inggris agar lupa dengan kenangan buruk selama ia tinggal di negara itu, kini malah harus menginjakkan kakinya lagi ke kota London. Sean sudah tertidur lelap, sedangkan Lovy duduk diam menyaksikan film action yang ia putar dari fasilitas maskapai di bangkunya. Lovy menonton layar 11 inch itu tanpa berkedip, seperti terseret melintasi waktu dan ikut dalam adegan menegangkan tersebut. "Lovy, kau ditakdirkan untuk menjadi seorang eksekutor. Yes, eksekutor kematian. Itulah jalan hidupmu dan kau takkan pernah bisa kabur dari kutukanmu itu," ucap seorang lelaki memakai seragam tentara, sedang membungkukkan tubuhnya menatap Lovy tajam yang didudukkan pada sebuah kursi, diikat pergelangan tangan dan kakinya. "Wow, kau sangat hebat. Aku iri padamu. Kau cantik, pintar dan sangat berbakat. Jadi ... apa kau mau berteman denganku? Aku hanya seorang agent biasa. Hai, aku Debra," ucap seora
Lovy bersama keluarga besar Lea terbang ke Ithaca pagi itu. Terlihat Lovy murung sedari tadi karena tak menyangka jika neneknya akan tewas mengenaskan karena orang suruhan Tuan Wilver.Mereka tiba siang itu dan langsung menuju ke tempat pemakaman. Suasana pemakaman tak seramai almarhum Tuan Wilver karena hanya datang segelintir orang termasuk keluarga Lea.Lovy menahan air matanya saat peti jenazah neneknya dimasukkan ke liang lahat dan mulai ditimbun tanah. Matthew tak pernah melihat Lovy sesedih ini karena ia terlihat seperti begitu kehilangan dan terpuruk.Selesai pemakaman, Lovy dan lainnya mendatangi rumah Elda yang kini tak lagi di tempati. Nia, wanita yang pernah diselamatkan oleh Lovy dan dibimbing untuk pergi ke Ithaca untuk tinggal sementara waktu bersama Elda dan pada akhirnya bekerja untuk Lea, sudah ada di kediaman Elda bersama beberapa anak buah Lea.Lovy tertegun saat melihat Nia sudah jauh berbeda tak seperti saat ia bertemu dengannya dulu. Nia menyambutnya dan mengaja
Tak terasa, pagi sudah menjelang. Lovy masih tertidur pulas di kamarnya, tetapi suasana di ruang keluarga sudah terlihat ramai oleh anak buah Harold. Terlihat Lea sedang mengobrol serius dengan suaminya."Ada apa?" tanya Matthew tiba-tiba.Sontak, hal itu mengejutkan semua orang yang ada di sana karena tak menyadari kedatangan putra Lea yang seperti hantu."Matt? Matthew? Kau 'kah itu?" tanya Lea keheranan sampai berkerut kening."Mengerikan. Kau bahkan sampai lupa jika aku adalah anakmu," gerutu Matthew di hari yang masih menunjukkan pukul 7 pagi.Harold dan Lea saling memandang. Harold berbisik di telinga Lea dan wanita itupun mengangguk paham."Kau terlihat tampan, Matt, tak seperti berandalan. Apa yang mengubahmu?" tanya Lea bernada menyindir."Jangan mulai. Sebaiknya, kau katakan apa yang terjadi? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Matthew ketus.Lea dan Harold tersenyum menghela napas. Mereka sudah paham dengan sifat dan perilaku pria yang sebenarnya berwajah tampan itu. Harold m
VROOM!!Lovy bahkan menyempatkan melambaikan tangan kepada satpam penjaga di pos yang membukakan portal tempat parkir mobil. Lovy melajukan mobil barunya dengan kecepatan penuh dan pandangan lurus ke depan. Matthew bisa merasakan amarah dan ketegangan dalam diri Lovy."Mm, Lovy ....""Diam. Jangan katakan apapun," ucap Lovy menunjukkan telunjuknya tepat di wajah Matthew."Oke. Hanya saja, kita mau ke mana? Jika kau tak keberatan, bagaimana kalau ke bandara? Pesawat pribadiku ada di sana," jawab Matthew gugup karena Lovy berkendara layaknya pembalap.Lovy diam saja, tapi ia langsung membanting setir. Matthew yang tahu jika Lovy sedang marah itupun diam karena tak mau dilempar dari mobil. Matthew akhirnya menyadari jika Lovy sedang membawanya ke bandara."Tinggalkan saja mobilnya, nanti aku akan meminta anak buahku membawanya ke Kansas," ucap Matthew menyarankan, tetapi Lovy diam saja tanpa ekspresi di wajah.Matthew menghela napas. Ia diam selama perjalanan hingga akhirnya mereka tiba
Lovy segera masuk ke lift dan menuju ke lantai 4. Dengan napas menderu, ia mendatangi ruangan tempatnya bekerja di mana ruangan milik Tuan Wilver juga berada di sana. Sean yang panik karena lift tak kunjung datang, nekat menaiki tangga dengan tergesa karena takut jika ayahnya tewas di tangan istrinya yang sedang gelap mata itu. Sean berlari sekuat tenaga dengan napas tersengal dari lantai satu menuju ke lantai 4 secepat yang ia bisa. TING!Pintu lift terbuka dan Lovy melihat sekitar yang gelap karena kantor libur hari itu. Lovy melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong karena pikiran dan hatinya kini berkecamuk. Ia menggenggam senjata milik Matthew di tangan kanannya dengan mantap.Lovy melangkahkan kakinya perlahan memasuki ruangan tempat biasa ia duduk dengan Bob dan Isabel. Ia melihat lampu di ruangannya menyala, tetapi tak ada orang. Pintu juga tak dikunci dan Lovy cukup mendorongnya untuk bisa masuk ke dalam.Namun, ia mendengar ada orang berbincang di dalam ruangan Tuan Wilve
Semua orang di ruangan itu tertegun dengan jantung berdebar dan kepanikan melanda."Jangan diam saja! Kita harus segera ke Ithaca!" pekik Matthew yang membuat Lovy dan Sean tersadar dari keterkejutan mereka.Sean segera membangunkan Lovy yang masih gemeteran dan menangis. Mereka bergegas pergi meninggalkan apartment. Terlihat Matthew berjalan di depan dan menghubungi seseorang untuk mengurus sesuatu.Dua bodyguard Matthew segera menyiapkan mobil saat mereka bertiga kini menunggu di lobi. Namun, saat dua bodyguard Matthew sedang berjalan tergesa mendekati mobil dan salah satu lelaki itu menyalakan kunci pembuka jarak jauh, tiba-tiba ....PIP! PIP!DWUARRRR!!"Oh my God!" pekik Sean terkejut dan langsung memeluk Lovy erat.Dua bodyguard Matthew terpental dan menghantam mobil yang berada di dekat mereka. Matthew terkejut dan langsung menarik senjata dari balik pinggangnya. "Kembali ke dalam cepat!" teriak Matthew yang mengajak Sean dan Lovy masuk ke dalam.Mereka bertiga bergegas kembal
Lovy mengelus punggung Sean lembut dan mengajaknya duduk di kursi meja makan. Mereka berdua duduk bersebelahan di depan Matthew yang terlihat masih menikmati makanan di depannya. "Biar kutebak. Ini masakanmu, ya, Lovy sayang? Kenapa kau tak pernah memasak untukku?" tanya Matthew cemberut. "Sudah kubilang jangan memanggil istriku sayang!" teriak Sean lantang yang mengejutkan semua orang di ruangan itu. Matthew menghentikan makan dan menatap Sean yang memandanginya penuh emosi. "Oke ... baiklah. Jadi begini maksud kedatanganku, Lovy sayang ...." BRAKK!! "Keparat kurang ajar! Kemari kau, biar kuhajar wajahmu dan kulempar dari jendela rumahku!" Lovy terkejut karena Sean sampai menggebrak meja dan langsung berdiri. Namun, saat Sean akan mencengkeram baju Matthew, dua bodyguard lelaki itu langsung memegangi kedua tangan Sean kuat. Matthew tertawa terbahak dan terlihat begitu gembira. "Matthew! Jika kau sungguh menghargai persahabatan kita di masa lalu, jangan membuatku kecewa denga
Pagi itu, mereka bersiap terbang dengan pesawat komersil menuju ke Portland. Lovy dan Sean sudah duduk dengan nyaman di bangku masing-masing. Lovy terlihat gugup karena ia khawatir jika nanti akan bermimpi buruk lagi dan mengejutkan semua penumpang."Kenapa? Kau takut jika mengamuk lagi? Jangan khawatir, Sayang. Kau akan baik-baik saja. Kau sudah menceritakan ketakutanmu padaku. Seharusnya, mimpi buruk itu tak lagi mengusikmu," ucap Sean menenangkan sembari memegang salah satu tangan Lovy erat."Jika datang kembali?" tanyanya gugup."Aku akan mengatakan pada semua orang jika kau habis menonton film horor dan terbawa sampai mimpi," jawab Sean santai dan Lovy spontan tertawa kecil.Sean balas tertawa karena ia sudah yakin jika istrinya pasti memikirkan hal itu kembali. Lovy mengangguk dan tak masalah jika Sean harus membuat skenario seperti yang ia katakan agar tak menimbulkan kepanikan para penumpang.Ternyata, ketakutan Lovy dan Sean tak terjadi. Mereka tiba di Portland dengan selamat
Terlihat Lovy mulai terbiasa dengan gaya ranjang Sean. Lovy juga mulai bisa melakukan gaya lainnya yang membuat sang suami makin mabuk kepayang.nLovy sudah tak terlihat kikuk lagi saat menggoyangkan pinggulnya kuat hingga Sean tak berhenti mengerang. Malah Lovy yang terlihat paling bersemangat ketika Sean mengajaknya bertarung di ranjang penuh peluh dan kenikmatan. Tampak Lovy seperti paling menyukai ketika Sean menyodokkan miliknya dari belakang. Lovy bisa bertahan hingga waktu yang lama dan tak berhenti meremas kuat Junior di dalam sana. Namun, Sean yang malah kuwalahan karena ia merasa daging panjangnya dipijat enak di dalam sana, hingga seluruh tubuhnya menegang dan kakinya terasa lemas. "Sayang, kenapa kau belum keluar juga?" keluh Sean sampai keningnya berkerut karena Lovy tak berhenti menekan miliknya hingga tertelan semua di dalam sana. "Kau lelah?" ledeknya. "Kali ini kuakui, yes ... hah, aku sudah tak sanggup lagi, Sayang," rintih Sean dengan wajah sudah memerah tak bis
Mereka berdua yang kelelahan setelah bertarung panas di ranjang, tertidur lelap dengan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Mereka kini menyadari jika berada di sarang MI6. Kejadian buruk bisa menimpa mereka kapan saja dan keduanya pun semakin waspada.Meskipun demikian, Lovy dan Sean tetap harus melanjutkan honeymoon di negara itu meski mata mereka tak berhenti mengawasi sekitar untuk melihat siapapun yang dirasa mencurigakan, bahkan mungkin dianggap ancaman.Mereka mendatangi Istana Kensington yang memiliki taman di dalamnya. Taman ini ditata dengan sangat indah dan rapi. Ada sebuah kolam yang menenangkan dan menyejukkan serta dikelilingi oleh berbagai macam jenis bunga. Lovy dan Sean tak henti-hentinya mengabadikan moment indah ini dalam jepretan kamera hingga keduanya merasa malu sendiri."Aku seperti orang tak tahu diri," ucap Sean terkekeh melihat wajahnya dalam foto yang terlihat begitu gembira dengan senyum lebar dalam tiap foto.Lovy sampai tertawa terbahak karena melihat