Lovy mendengar yang Sean katakan dengan kawannya, Marcus. Lovy yang pura-pura tidur itu cemas jika jati dirinya ketahuan. Dalam hatinya, ia meminta maaf kepada Patricia yang asli karena terpaksa menggunakan identitas dirinya.
Sean kembali menemani Lovy karena ia sangat mencemaskan keadaannya. Sean berencana untuk membawanya kembali ke Portland ketika Lovy sudah diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit.Tak lama, datang polisi setempat ke ruang Lovy dirawat. Sean dan Marcus dengan sigap menyambut kedatangan mereka dengan salam hormat."Halo, Sean. Aku detektif Stephen yang bertugas di kota ini. Kau bisa memanggilku Steve. Aku dan Marcus sudah saling mengenal serta melakukan penyelidikan selama kau berjaga di sini," ucap Steve sembari mengajak Sean bersalaman.Sean menyambut jabat tangan itu dengan mantap. Mereka bertiga berdiri dan menatap Lovy sekilas dari kejauhan lalu kembali fokus untuk saling memberikan informasi."Aku juga sudah mendaLovy terlihat gugup saat semua orang akhirnya tahu jika ia akan menikah dengan Sean. Lovy dipeluk oleh semua orang yang datang ke rumah Tuan Wilver. Banyak tamu yang diundang termasuk Sophia, Isabel dan Bob. Mereka menyambut kepulangan Lovy. Tuan Wilver menginginkan agar Lovy bekerja lagi di perusahaannya. Lovy duduk di ruang tengah di mana semua orang kini menatapnya saksama. "Ayolah, Lovy. Baru kali ini aku memohon kepada seseorang. Baru kali ini juga aku mengakui kemampuanmu dalam menyelesaikan pekerjaan. Aku kewalahan jadi ... kembalilah," ucap Isabel memelas. Semua orang terkejut karena Isabel sampai bisa berucap demikian di mana ia biasanya selalu bersikap dingin kepada semua orang. Lovy tersenyum. "Tapi ... sepertinya hanya kau dan Tuan Wilver yang menginginkanku kembali ke kantor. Bob dan Sophia cuek saja," jawab Lovy memonyongkan bibir. Dua orang itu terkejut dan malah salah tingkah. Tuan Wilver, Isa
Pagi itu, Sean mengantarkan Elda ke bandara ditemani oleh Lovy. Sebenarnya, Lovy ingin agar Elda bisa tinggal bersamanya di Portland, tetapi Elda menolak karena harus mengurusi bisnis pensiunannya yang berada di Ithaca. Lovy memahami hal tersebut dan merelakan kepergian sang nenek. Lovy memeluknya erat begitupula Elda. Mereka berdua harus menahan kerinduan hingga bisa bertemu lagi saat pernikahan nanti. Elda masuk ke boarding room sembari melambaikan tangan kepada pasangan itu. Lovy dan Sean balas melambai yang akhirnya pergi meninggalkan bandara. Sean menatap Lovy saksama yang tertunduk dan meremas ujung jaket jeans-nya entah apa yang dipikirkan."Kau baru akan masuk kerja minggu depan. Lalu, apa yang ingin kau lakukan hari ini, Sayang?" tanya Sean yang sudah tak memanggil nama Lovy lagi sejak gadis itu memutuskan untuk menikah dengannya.Lovy hanya mengangkat kedua bahunya. Sean tersenyum tipis. Ingin rasanya ia menghabiskan waktu dengan kekas
Hari itu, Lovy sudah siap pergi bekerja ke kantor Travel Agent milik Tuan Wilver. Sang ayah, Robinson juga menginvestasikan uang dan dedikasinya di perusahaan tersebut. Lovy langsung disambut meriah dan pelukan dari Sophia ketika ia masuk ke lobi kantor. Sean yang ikut mengantarkan disalami oleh banyak orang. Mereka memberikan selamat atas rencana pernikahan yang akan segera dilangsungkan. Sean tersipu malu begitu pula Lovy karena digoda oleh orang-orang. Terlebih, saat lelaki berwajah tampan itu akan pergi. "Tak ada pelukan perpisahan? Kalian ini sungguh kaku sekali," ledek Bob yang tiba-tiba muncul dari balik pintu masuk lobi dan sontak mengejutkan semua orang. "Ya, itu benar. Peluk! Peluk!" teriak semua orang dengan tepuk tangan dan beberapa karyawan wanita hanya tersipu malu menunggu adegan itu. Sean dan Lovy gugup seketika. Rasanya aneh saat disaksikan banyak orang dan malah diminta melakukannya secara terang-terangan. Jantung Sean berdebar kencang saat menatap Lovy di kejauh
Kabar Sean akan menikahi Lovy langsung tersebar luas di kantor Travel Agent Paradise dan kantor kepolisian tempat Sean bekerja. Lovy ditemani oleh Sophia untuk membeli gaun pengantin yang akan ia kenakan saat pesta pernikahan. Lovy dan Sean sepakat untuk mencari baju pengantin masing-masing dan saling memberikan kejutan saat menikah nanti. Lovy dan Sean sepakat ingin pernikahan dengan nuansa serba putih.Hari itu, saat libur kerja. Lovy dan Sophia pergi ke sebuah butik di mana Sophia dulu pernah ke sana sebelumnya. Lovy yang sudah mengetahui cerita masa lalu Sophia dengan Bob merasa bersalah. Ia mengajaknya ke butik yang mungkin akan membuat Sophia sedih karena teringat kenangan saat masa-masa yang seharusnya diliputi kebahagiaan oleh sahabatnya itu."Kita ke butik lainnya saja jika kau kurang nyaman berada di sini," ucap Lovy tak enak hati saat mereka sudah masuk ke dalam."Bicara apa kau ini? Santai saja, aku sudah melupakannya. Dia masa laluku dan aku sudah menguburnya dalam-dalam
Hari itu, Lovy terlihat begitu cantik dan menawan dengan gaun pernikahan. Renda dan ornamen bunga cantik berwarna putih, senada dengan sepatu serta kelambu yang menghiasi kepalanya. Rambut Lovy disanggul ke atas dengan jepit bunga-bunga indah berwarna putih. Memperlihatkan lehernya yang jenjang dan kedua pundak tak terbalut kain. Gaun pengantin dengan penutup buah dada berbentuk lengkungan love seperti namanya. Memperlihatkan keanggunan dari seorang wanita yang sudah dewasa. Wajah cantik Lovy dirias dan membuatnya bak bidadari yang turun dari khayangan, ditakdirkan untuk mencintai Sean seorang. Di sisi lain, ruang ganti mempelai pria. Sean terlihat gugup dan berulang kali mencoba menenangkan jantungnya yang meletup-letup seperti popcorn sedang di-oven. Marcus memandangi kawannya yang sebentar lagi keluar menuju altar. Ia menahan senyum melihat tingkah kawannya yang berulang kali membenarkan setelan agar terlihat menawan di hari spesialnya itu. "Meskipun kau berdandan seperti
Setelah pernikahan yang berlangsung meriah itu, Lovy terlihat sangat kelelahan karena menjamu semua tamu undangan seharian. Ia tak menyangka jika resepsi pernikahan yang dihadiri oleh sebagian besar kawan di kepolisian Sean dan rekan bisnis Tuan Wilver, membuatnya sedikit iri.Hanya segelintir tamu yang datang dari rekan kerja Elda dan juga dirinya. Lovy yang tak memiliki kawan itupun merasa sedih dan tak sadar jika Sean memperhatikannya sedari tadi. Sean melihat rona wajah kebahagiaan dari isterinya itu seakan tenggelam bersama datangnya rembulan."Ada apa, Sayang? Kenapa kau murung?" tanya Sean seraya mendatangi Lovy yang duduk di pinggir ranjang, masih mengenakan gaun pengantin.Lovy tertegun saat Sean sudah berjongkok di depannya. Pria tampan itu memegang kedua tangannya lembut dengan tatapan syahdu."Tak ada, hanya saja ... kau dikelilingi oleh banyak orang yang peduli padamu. Sangat terasa rasa solidaritas kalian," jawab Lovy lirih tersenyum tipis.Sean menyadari jika hanya sedi
Lovy sampai mencengkeram lengan Sean karena aksi panas mereka malam itu. Ia yang awalnya lelah karena seharian menyambut tamu, seakan lenyap setelah mendapatkan sensasi baru dalam pengalaman hidupnya. Sean tak menyangka jika Lovy bisa bertahan di malam pertamanya. Ia yang melihat Lovy menikmati setiap sodokan yang diberikannya, semakin semangat menggempur tanpa harus menahannya lagi. "Hah, ingin coba posisi lain?" tanya Sean. Lovy mengangguk. Kini Sean menarik tangan sang istri dan meletakkan di tengkuknya. Dudukan Lovy dirapatkan dalam pangkuan Sean dengan Junior masih tertelan penuh di dalam sana. Wanita cantik itu menatap mata suaminya dalam. Ia mulai menyadari jika Sean sungguh tampan. Lovy yang sebelumnya masih malu dan canggung jika bertatapan dengan detektif itu, kini tidak lagi. Lovy malah meraba wajah dan menelusuri tiap jengkalnya. Sean memegang pinggul Lovy dan membiarkan isterinya yang cantik itu mengagumi dirinya. "Kenapa kau bisa begitu tampan, Sean?" tanya Lovy lir
Lovy yang sudah selesai membersihkan diri, segera berpakaian. Ia yang biasanya hanya mengenakan celana dalam dan kaos tanpa penutup tempurung ketika akan tidur, malam itu ragu karena ada Sean di sana. Padahal pria itu adalah suaminya.Ia yang belum pernah tidur bersama lelaki lain sebelumnya kecuali tidur secara berkelompok ketika menjalankan misi gabungan dengan tentara lainnya menjadi gugup. Lovy malah mondar-mandir di samping ranjang sembari menggigit ujung jarinya.Meski ia sudah melakukan malam pertama, tetapi ia masih kikuk dengan hal tersebut. Jantung Lovy kembali berdebar. Ia duduk perlahan memunggungi Sean mencoba menangkan diri karena masih belum terbiasa dengan keadaan ini.Namun, tiba-tiba, sebuah tangan kekar melingkar di perutnya. Lovy terkejut dan menoleh. Ia mendapati Sean tersenyum dengan mata terpejam di mana suaminya itu masih tak berbusana."Kenapa kau bangun? Hmm, kau wangi. Apa kau mandi, Sayang?" tanya Sean sembari mengendus aroma feminim dari tubuh sang isteri
Lovy bersama keluarga besar Lea terbang ke Ithaca pagi itu. Terlihat Lovy murung sedari tadi karena tak menyangka jika neneknya akan tewas mengenaskan karena orang suruhan Tuan Wilver.Mereka tiba siang itu dan langsung menuju ke tempat pemakaman. Suasana pemakaman tak seramai almarhum Tuan Wilver karena hanya datang segelintir orang termasuk keluarga Lea.Lovy menahan air matanya saat peti jenazah neneknya dimasukkan ke liang lahat dan mulai ditimbun tanah. Matthew tak pernah melihat Lovy sesedih ini karena ia terlihat seperti begitu kehilangan dan terpuruk.Selesai pemakaman, Lovy dan lainnya mendatangi rumah Elda yang kini tak lagi di tempati. Nia, wanita yang pernah diselamatkan oleh Lovy dan dibimbing untuk pergi ke Ithaca untuk tinggal sementara waktu bersama Elda dan pada akhirnya bekerja untuk Lea, sudah ada di kediaman Elda bersama beberapa anak buah Lea.Lovy tertegun saat melihat Nia sudah jauh berbeda tak seperti saat ia bertemu dengannya dulu. Nia menyambutnya dan mengaja
Tak terasa, pagi sudah menjelang. Lovy masih tertidur pulas di kamarnya, tetapi suasana di ruang keluarga sudah terlihat ramai oleh anak buah Harold. Terlihat Lea sedang mengobrol serius dengan suaminya."Ada apa?" tanya Matthew tiba-tiba.Sontak, hal itu mengejutkan semua orang yang ada di sana karena tak menyadari kedatangan putra Lea yang seperti hantu."Matt? Matthew? Kau 'kah itu?" tanya Lea keheranan sampai berkerut kening."Mengerikan. Kau bahkan sampai lupa jika aku adalah anakmu," gerutu Matthew di hari yang masih menunjukkan pukul 7 pagi.Harold dan Lea saling memandang. Harold berbisik di telinga Lea dan wanita itupun mengangguk paham."Kau terlihat tampan, Matt, tak seperti berandalan. Apa yang mengubahmu?" tanya Lea bernada menyindir."Jangan mulai. Sebaiknya, kau katakan apa yang terjadi? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Matthew ketus.Lea dan Harold tersenyum menghela napas. Mereka sudah paham dengan sifat dan perilaku pria yang sebenarnya berwajah tampan itu. Harold m
VROOM!!Lovy bahkan menyempatkan melambaikan tangan kepada satpam penjaga di pos yang membukakan portal tempat parkir mobil. Lovy melajukan mobil barunya dengan kecepatan penuh dan pandangan lurus ke depan. Matthew bisa merasakan amarah dan ketegangan dalam diri Lovy."Mm, Lovy ....""Diam. Jangan katakan apapun," ucap Lovy menunjukkan telunjuknya tepat di wajah Matthew."Oke. Hanya saja, kita mau ke mana? Jika kau tak keberatan, bagaimana kalau ke bandara? Pesawat pribadiku ada di sana," jawab Matthew gugup karena Lovy berkendara layaknya pembalap.Lovy diam saja, tapi ia langsung membanting setir. Matthew yang tahu jika Lovy sedang marah itupun diam karena tak mau dilempar dari mobil. Matthew akhirnya menyadari jika Lovy sedang membawanya ke bandara."Tinggalkan saja mobilnya, nanti aku akan meminta anak buahku membawanya ke Kansas," ucap Matthew menyarankan, tetapi Lovy diam saja tanpa ekspresi di wajah.Matthew menghela napas. Ia diam selama perjalanan hingga akhirnya mereka tiba
Lovy segera masuk ke lift dan menuju ke lantai 4. Dengan napas menderu, ia mendatangi ruangan tempatnya bekerja di mana ruangan milik Tuan Wilver juga berada di sana. Sean yang panik karena lift tak kunjung datang, nekat menaiki tangga dengan tergesa karena takut jika ayahnya tewas di tangan istrinya yang sedang gelap mata itu. Sean berlari sekuat tenaga dengan napas tersengal dari lantai satu menuju ke lantai 4 secepat yang ia bisa. TING!Pintu lift terbuka dan Lovy melihat sekitar yang gelap karena kantor libur hari itu. Lovy melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong karena pikiran dan hatinya kini berkecamuk. Ia menggenggam senjata milik Matthew di tangan kanannya dengan mantap.Lovy melangkahkan kakinya perlahan memasuki ruangan tempat biasa ia duduk dengan Bob dan Isabel. Ia melihat lampu di ruangannya menyala, tetapi tak ada orang. Pintu juga tak dikunci dan Lovy cukup mendorongnya untuk bisa masuk ke dalam.Namun, ia mendengar ada orang berbincang di dalam ruangan Tuan Wilve
Semua orang di ruangan itu tertegun dengan jantung berdebar dan kepanikan melanda."Jangan diam saja! Kita harus segera ke Ithaca!" pekik Matthew yang membuat Lovy dan Sean tersadar dari keterkejutan mereka.Sean segera membangunkan Lovy yang masih gemeteran dan menangis. Mereka bergegas pergi meninggalkan apartment. Terlihat Matthew berjalan di depan dan menghubungi seseorang untuk mengurus sesuatu.Dua bodyguard Matthew segera menyiapkan mobil saat mereka bertiga kini menunggu di lobi. Namun, saat dua bodyguard Matthew sedang berjalan tergesa mendekati mobil dan salah satu lelaki itu menyalakan kunci pembuka jarak jauh, tiba-tiba ....PIP! PIP!DWUARRRR!!"Oh my God!" pekik Sean terkejut dan langsung memeluk Lovy erat.Dua bodyguard Matthew terpental dan menghantam mobil yang berada di dekat mereka. Matthew terkejut dan langsung menarik senjata dari balik pinggangnya. "Kembali ke dalam cepat!" teriak Matthew yang mengajak Sean dan Lovy masuk ke dalam.Mereka bertiga bergegas kembal
Lovy mengelus punggung Sean lembut dan mengajaknya duduk di kursi meja makan. Mereka berdua duduk bersebelahan di depan Matthew yang terlihat masih menikmati makanan di depannya. "Biar kutebak. Ini masakanmu, ya, Lovy sayang? Kenapa kau tak pernah memasak untukku?" tanya Matthew cemberut. "Sudah kubilang jangan memanggil istriku sayang!" teriak Sean lantang yang mengejutkan semua orang di ruangan itu. Matthew menghentikan makan dan menatap Sean yang memandanginya penuh emosi. "Oke ... baiklah. Jadi begini maksud kedatanganku, Lovy sayang ...." BRAKK!! "Keparat kurang ajar! Kemari kau, biar kuhajar wajahmu dan kulempar dari jendela rumahku!" Lovy terkejut karena Sean sampai menggebrak meja dan langsung berdiri. Namun, saat Sean akan mencengkeram baju Matthew, dua bodyguard lelaki itu langsung memegangi kedua tangan Sean kuat. Matthew tertawa terbahak dan terlihat begitu gembira. "Matthew! Jika kau sungguh menghargai persahabatan kita di masa lalu, jangan membuatku kecewa denga
Pagi itu, mereka bersiap terbang dengan pesawat komersil menuju ke Portland. Lovy dan Sean sudah duduk dengan nyaman di bangku masing-masing. Lovy terlihat gugup karena ia khawatir jika nanti akan bermimpi buruk lagi dan mengejutkan semua penumpang."Kenapa? Kau takut jika mengamuk lagi? Jangan khawatir, Sayang. Kau akan baik-baik saja. Kau sudah menceritakan ketakutanmu padaku. Seharusnya, mimpi buruk itu tak lagi mengusikmu," ucap Sean menenangkan sembari memegang salah satu tangan Lovy erat."Jika datang kembali?" tanyanya gugup."Aku akan mengatakan pada semua orang jika kau habis menonton film horor dan terbawa sampai mimpi," jawab Sean santai dan Lovy spontan tertawa kecil.Sean balas tertawa karena ia sudah yakin jika istrinya pasti memikirkan hal itu kembali. Lovy mengangguk dan tak masalah jika Sean harus membuat skenario seperti yang ia katakan agar tak menimbulkan kepanikan para penumpang.Ternyata, ketakutan Lovy dan Sean tak terjadi. Mereka tiba di Portland dengan selamat
Terlihat Lovy mulai terbiasa dengan gaya ranjang Sean. Lovy juga mulai bisa melakukan gaya lainnya yang membuat sang suami makin mabuk kepayang.nLovy sudah tak terlihat kikuk lagi saat menggoyangkan pinggulnya kuat hingga Sean tak berhenti mengerang. Malah Lovy yang terlihat paling bersemangat ketika Sean mengajaknya bertarung di ranjang penuh peluh dan kenikmatan. Tampak Lovy seperti paling menyukai ketika Sean menyodokkan miliknya dari belakang. Lovy bisa bertahan hingga waktu yang lama dan tak berhenti meremas kuat Junior di dalam sana. Namun, Sean yang malah kuwalahan karena ia merasa daging panjangnya dipijat enak di dalam sana, hingga seluruh tubuhnya menegang dan kakinya terasa lemas. "Sayang, kenapa kau belum keluar juga?" keluh Sean sampai keningnya berkerut karena Lovy tak berhenti menekan miliknya hingga tertelan semua di dalam sana. "Kau lelah?" ledeknya. "Kali ini kuakui, yes ... hah, aku sudah tak sanggup lagi, Sayang," rintih Sean dengan wajah sudah memerah tak bis
Mereka berdua yang kelelahan setelah bertarung panas di ranjang, tertidur lelap dengan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Mereka kini menyadari jika berada di sarang MI6. Kejadian buruk bisa menimpa mereka kapan saja dan keduanya pun semakin waspada.Meskipun demikian, Lovy dan Sean tetap harus melanjutkan honeymoon di negara itu meski mata mereka tak berhenti mengawasi sekitar untuk melihat siapapun yang dirasa mencurigakan, bahkan mungkin dianggap ancaman.Mereka mendatangi Istana Kensington yang memiliki taman di dalamnya. Taman ini ditata dengan sangat indah dan rapi. Ada sebuah kolam yang menenangkan dan menyejukkan serta dikelilingi oleh berbagai macam jenis bunga. Lovy dan Sean tak henti-hentinya mengabadikan moment indah ini dalam jepretan kamera hingga keduanya merasa malu sendiri."Aku seperti orang tak tahu diri," ucap Sean terkekeh melihat wajahnya dalam foto yang terlihat begitu gembira dengan senyum lebar dalam tiap foto.Lovy sampai tertawa terbahak karena melihat