Dimas menarik lengan Noah meminta penjelasan pada temannya. Apakah yang dimaksud oleh Oma Ina tadi Sheyza adiknya?Memang banyak didunia ini nama yang sama, tapi entah kenapa Dimas sangat yakin jika Sheyza yang dimaksud itu adalah adiknya."Sheyza? Dia??""Ya dia cewek yang gue ceritain sama Lo," sahut Noah cepat. "Oh iya, Lo bisa di sini dulu gue harus keluar cari Sheyza. Lo bisa temenin Oma dulu," Noah menepuk pelan pundak Dimas lalu berniat akan melangkahkan kakinya pergi. Namun, Dimas menahan tangannya.Noah menaikkan sebelah alisnya, menatap bingung temannya itu. "Kenapa?"Dimas merogoh saku celananya lalu mengambil dompet miliknya. Dimas mengambil sesuatu dari dalam dompet tersebut."Ini yang namanya Sheyza?" Tanya Dimas sambil menunjukkan sebuah foto dirinya bersama dengan Sheyza.Mata Noah awas lalu setelahnya melotot. "Lo? Lo, kok kenal sama Sheyza? Dan ini? Kok bisa foto sama Sheyza?""Dia orang yang Lo maksud?"Noah menganggukkan kepalanya. "Iya, dia orang yang gue ceritai
Sesampainya dirumah sakit yang kebetulan tidak jauh dari tempat itu, Noah langsung ditangani oleh seorang dokter. Sedangkan Sheyza dan Dimas duduk dibangku depan menunggu Noah.Hanya ada keheningan untuk beberapa saat, sebab mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sheyza masih terlalu syok dengan kemunculan Abangnya yang telah lama menghilang, rasanya masih kesal mengingat bagaimana perjuangan dirinya selama ini tanpa Dimas disampingnya. Harusnya Dimas ada di dekatnya, Dimas yang selalu berjanji padanya dan sang ibu untuk selalu menjadi garis terdepan melindungi mereka jika sesuatu terjadi, namun pria itu malah mengkhianati janjinya sendiri. Dimas pergi tanpa kabar, sama sekali tidak peduli pada dirinya dan sang ibu yang pada saat itu kondisinya sedang tidak baik-baik saja.Bukankah sama saja Dimas dengan seseorang yang Sheyza sebut ayahnya? Mereka bahkan memiliki wajah yang sama. Mereka juga bisanya lari dari tanggung jawab.Sheyza benci mengingat hal itu, apa lagi dirinya harus k
Nabila langsung menuju ke tempat yang telah dikirimkan oleh Ardi. Tadi Ardi sempat menghubungi Nabila menceritakan semua kejadian yang sempat Arzan ceritakan sebelumnya tentang Sheyza yang hampir terluka lagi karena ulah Anisa.Nabila yang kesal mendengar kabar itu langsung meminta Ardi mengirimkan alamat dimana Ardi tengah menangkap Anisa."Awas aja, kali ini gak akan aku biarkan kamu mengusik keluargaku lagi." Ucap Nabila sambil terus mengemudikan mobil miliknya.Beberapa menit setelahnya, Nabila telah sampai ditempat yang dimaksud oleh Ardi. Nabila langsung keluar dari dalam mobil lalu menghampiri Ardi dan beberapa orang bodyguard yang tengah menahan Anisa.Melihat perempuan itu, membuat Nabila muak sekali. Nabila langsung menyingsingkan lengan bajunya, beruntung Nabila mengenakan handsock, jadi aurat Nabila tidak terlihat sama sekali."Hei perempuan gila!" Pekik Nabila, matanya menyorot tajam ke arah Anisa yang masih memohon untuk dilepaskan.Ardi langsung menggaruk kepalanya yang
"Bang Ardi tau dimana bang Arzan sekarang? Bila mau ketemu sama mbak Sheyza, kangen sama mbak Sheyza." Ucap Nabila setelah keduanya membawa Anisa ke kantor polisi. "Tadi katanya Gus Arzan beliau ada dirumah sakit Indah, ini gak tau udah pulang apa belum." "Mbak Sheyza dibawa ke rumah sakit? Tapi tadi bukannya bang Ardi bilang Anisa gak sampai celakain mbak Sheyza? Jadi kok mbak Sheyza nya dibawa rumah sakit sih?" Tanya Nabila bingung. Ardi menghela nafasnya kasar, menurutnya Nabila ini tidak ada kalem-kalemnya padahal Nabila anaknya seorang kyai. Malah menurut Ardi, Nabila ini terkesan sangat bar-bar. Apa lagi saat melihat bagaimana tadi Nabila menampar pipi Anisa. Ardi yang laki-laki saja sampai syok hebat. "Hish bang Ardi jawab! Jangan melamun!" Sentak Nabila kesal. Ardi tergeragap, meringis saat melihat wajah kesal Nabila. "Maaf ning, emm itu yang terluka temennya mbak Sheyza. Kalau mbak Sheyza Alhamdulillah gak kenapa-kenapa. Katanya Gus Arzan, temen mbak Sheyza yang nolongin
Arzan lebih banyak merenungi dirinya didalam kamar, bahkan saat diajak makan oleh Nabila, Arzan sama sekali tidak mau datang ke meja makan. Nabila, kyai Rofiq dan ummi Zulfa yang melihat itu sedih luar biasa. Mereka tadi sudah mendengar jika Sheyza pergi bersama dengan abangnya. Mereka terkejut tapi juga tidak bisa melakukan apapun. Terlebih kyai Rofiq masih merasa bersalah dengan semua yang sudah terjadi. Semua salahnya. Andai kyai Rofiq tidak terlalu membela Anisa, andai kyai Rofiq bersikap adil kemarin, mungkin hubungan anak laki-lakinya dengan Sheyza tidak akan sampai seperti ini. Kyai Rofiq juga yang meminta Arzan untuk menjauhi Sheyza. Bahkan melarangnya untuk menemuinya barang sebentar saja. Anisa menipu keluarganya berkali-kali lipat, sampai dengan tega meracuni istrinya. Tidak disangka, perempuan sepolos Anisa bisa berbuat seperti itu.Kemarin kyai Rofiq masih bersabar dengan tidak menegur Anisa, biar bagaimanapun Anisa sudah dia anggap anak sendiri beberapa tahun ini. Tapi
"Ya ampun, ini enak banget Shey. Kamu pandai banget buat kuenya," Noah terus memuji kue bikinan Sheyza.Sheyza hanya meringis, mengangguk kaku saja tanpa berani menimpali berlebihan seperti biasanya karena Dimas abangnya telah menasehatinya. Dimas dengan keras melarang Sheyza terlalu dekat ataupun terlalu hamble pada Noah. Biar bagaimanapun Sheyza harus tau diri menjaga batasannya sebagai seorang perempuan yang telah memiliki suami."Sheyza memang pandai membuat kue, bahkan dulu sekolah dia mendapatkan juara saat ada perlombaan membuat kue." Timpal Dimas."Wah benarkah? Kalau begitu, bisa dong kita bekerjasama Shey. Aku juga rencananya mau buka toko kue. Kamu bisa masukin resep-resep kue enak kamu ini ke tokoku nanti," ujar Noah antusias. Kalau ada kesempatan kenapa tidak dipergunakan sebaik mungkin? Bisa jadi dengan ini Noah bisa lebih dekat dengan Sheyza.Sheyza tidak menjawab, dirinya menoleh ke arah Dimas yang masih tampak santai dan tenang melahap kue-kue bikinannya tadi."Gimana
"Ya ampun, ini enak banget Shey. Kamu pandai banget buat kuenya," Noah terus memuji kue bikinan Sheyza.Sheyza hanya meringis, mengangguk kaku saja tanpa berani menimpali berlebihan seperti biasanya karena Dimas abangnya telah menasehatinya. Dimas dengan keras melarang Sheyza terlalu dekat ataupun terlalu hamble pada Noah. Biar bagaimanapun Sheyza harus tau diri menjaga batasannya sebagai seorang perempuan yang telah memiliki suami."Sheyza memang pandai membuat kue, bahkan dulu sekolah dia mendapatkan juara saat ada perlombaan membuat kue." Timpal Dimas."Wah benarkah? Kalau begitu, bisa dong kita bekerjasama Shey. Aku juga rencananya mau buka toko kue. Kamu bisa masukin resep-resep kue enak kamu ini ke tokoku nanti," ujar Noah antusias. Kalau ada kesempatan kenapa tidak dipergunakan sebaik mungkin? Bisa jadi dengan ini Noah bisa lebih dekat dengan Sheyza.Sheyza tidak menjawab, dirinya menoleh ke arah Dimas yang masih tampak santai dan tenang melahap kue-kue bikinannya tadi."Gimana
Dimas yang melihat tingkah Noah membuatnya menggeram kesal, berani-beraninya temannya melakukan hal konyol seperti itu.Tidak ingin membuat keributan, Dimas langsung menarik lengan sang adik. Dia membawa tubuh mungil adiknya berdiri tepat disampingnya.Sedangkan Noah, mendengus tak suka. Lagi lagi Dimas menjauhkannya dari Sheyza."Maaf saya dan Sheyza tadi pergi keluar. Saya juga tidak lihat pesan kamu, karena baterai ponsel saya habis." Ucap Dimas memecahkan ketegangan disana."Tidak apa-apa nak, maaf ya jika saya dan Arzan datang kemari tiba-tiba sekali."Timpal kyai Rofiq, matanya mengembun hampir mengeluarkan cairan bening saat kedua bola matanya beradu tatap sebentar dengan pria yang dia ketahui Abang dari menantunya. Kyai Rofiq yakin seratus persen jika Dimas Aji anak sahabatnya. Wajahnya sangat persis dengan Arman.Dimas yang tersadar jika suami adiknya datang dengan pria paruh baya, langsung menghampiri pria paruh baya itu. Tangannya terulur dan langsung menyalami kyai Rofiq.K
Nabila menatapi Abangnya yang sibuk senyum-senyum sendiri, dirinya memutar otaknya bagaimana caranya agar sang Abang pergi dari ruangan yang ditempati olehnya ini. Karena dirinya tidak mau abangnya sampai melihat dirinya di datangi oleh seorang pria. Dirinya sangat tau seperti apa posesifnya sang Abang.Nabila menggigit bibir bawahnya dengan kuat. "Bang," panggil Nabila.Arzan menoleh. "Kenapa? Butuh sesuatu? Abang bisa ambilkan," ucap Arzan menoleh sebentar lalu pandangannya kembali lagi pada ponselnya yang masih hidup. Dirinya sibuk berbalas pesan dengan Sheyza.Nabila menggeleng. "Emm, Abang gak mau pulang aja?" Nabila bertanya dengan nada suara pelan hampir seperti berbisik."Apa? Apa? Abang gak denger yang kamu bilang. Coba suara kamu sedikit besar. Kamu udah kayak orang mau ngajak gosip aja ngomongnya pelan-pelan gitu," Nabila menghembuskan nafasnya kasar.Memberanikan diri. "Emm, Abang gak kangen sama si kembar? Udah beberapa jam Abang pergi, ummi sama Abah juga ada disini. Ab
"Astaghfirullah, siapa yang sudah tega melakukan hal ini sama Bila. Ya Allah," Ummi Zulfa memekik saat melihat kondisi Nabila yang tidak baik-baik saja. Apa lagi tadi dokter mengatakan jika ada beberapa luka memar yang ada disekitar tubuh putrinya. Mereka semua tak tau apa yang telah di alami oleh Nabila sampai seperti ini. Nabila sama sekali tidak bercerita apapun."Ummi tenang dulu," Arzan menangkap tubuh ummi Zulfa yang hampir limbung. "Sakit jantung ummi bisa kambuh kalau ummi gak tenang," timpal Arzan lagi.Ummi Zulfa menggeleng dengan air mata yang terus berlinang, sungguh melihat kondisi anak perempuannya tidak baik-baik saja seperti saat ini membuat hatinya hancur."Ummi tenang dulu. Dokter tadi udah periksa Bila, katanya Bila baik-baik aja. Sebentar lagi juga siuman," kata Arzan berusaha menenangkan sang ummi."Siapa yang sudah melakukan hal ini sama adik kamu, bang. Dari kapan adik kamu mengalami hal menyedihkan seperti ini? Dan kenapa Bila diam aja? Kenapa Bila gak pernah
Entah bagaimana perasaan Nabila sekarang, tapi yang jelas baru pertama kali ini dirinya merasakan perasaan aneh yang tiba-tiba muncul didalam dirinya."Ya Allah aku kenapa," monolog Nabila. Sejak meninggalkan ruangan pria itu tadi, Nabila tak berhenti tersenyum. Bahkan saat dosen menyampaikan materi kuliah, Nabila sama sekali tak mendengarnya.Brakk Tengah asik melamun, Nabila terlonjak kaget saat meja yang ditempati olehnya tiba-tiba digebrak oleh seseorang.Nabila mendongak, ternyata pelakunya adalah Sinta yang sudah berdiri didepannya sambil bersidekap dada bersama dengan antek-anteknya.Nabila meneguk ludahnya susah payah, apa lagi melihat wajah mereka yang sangat menyeramkan. Rasanya Nabila ingin kabur aja saat ini juga. Harusnya tadi Nabila pulang saja saat dosen selesai memberikan mata kuliah tadi, tapi karena terlalu larut akan perasaan anehnya, Nabila sampai lupa pada Sinta dan antek-anteknya yang bisa menggangunya kapan saja."Wuuu apa tuh," salah satu teman Sinta menunjuk
Ting[Masuk Nabila, saya tau kamu sudah ada didepan. Kamu mau saya bukain pintu dan menarik kamu? Dengan senang hati akan saya lakukan.]Nabila berkedip pelan membaca pesan yang baru saja masuk diponselnya itu. Baru saja dirinya membuka ponsel dan mendapati pesan dari pria aneh itu. Nabila menarik nafasnya untuk sesaat lalu membuangnya kasar. Tangannya terangkat mengetuk pintu berwarna cokelat di depannya ini.Tok tok tok"Masuk!"Suara itu langsung terdengar membuat Nabila mendengus dan langsung menarik hendle pintu dan masuk ke dalam ruangan itu."Jauh banget kayaknya ruangan saya ya. Ini sudah hampir tiga puluh menit kamu baru sampai. Padahal saya, hanya membutuhkan waktu satu menit saja untuk sampai disini." Sinis Noah matanya menyorot tajam ke arah Nabila."Saya berjalan,""Saya juga jalan, apa kamu pikir saya terbang sampai ke ruangan saya?"Nabila melengos, menggeram kesal. Berdebat dengan pria didepannya ini tidak akan ada ujungnya, yang ada dirinya akan capek sendiri."Waktu
"Namanya Nabila, gadis cantik yang katanya anak salah satu pemilik pondok pesantren dikota ini."Kening Noah berkerut samar, matanya yang sedang menatapi foto gadis cantik itu langsung teralih ke arah orang yang ada disampingnya."Anak kyai?"Pria itu mengangguk. "Tapi tidak ada yang tau siapa dan dimana letak pondok pasantren tersebut. Kehidupan Nabila juga selalu diprivasi. Nama ayah, nama ibunya, dan saudaranya semua tidak ada yang tahu. Beberapa kali para dosen bertanya juga pada rektor, tapi rektor tetap bungkam dan tidak mau menjawab.""Tapi yang saya tau, beberapa mahasiswi mengatakan jika Nabila ini adalah anak dari seorang kyai pemilik pondok pesantren." Ucap pria itu lagi.Noah terus berpikir keras, merasa penasaran kenapa mesti identitas serta keluarga gadis itu dirahasiakan."Kalau masalah pembullyan itu saya sama sekali tidak tau pak Noah. Saya juga taunya setelah bapak yang mengatakannya."Noah mengangguk. "Sedari dulu, kampus ini anti pembullyan. Bahkan kita beberapa k
Malam itu cuaca sedang tidak bersahabat, hujan mengguyur kota Jakarta. Angin berhembus kencang memenuhi ruangan karena jendela kamar itu dibuka lebar.Sheyza melamun didepan jendela kamar, sambil menatapi air hujan yang berjatuhan.Abyan dan Abyas sudah terlelap sedari tadi. Beruntung kedua bayi kembar itu tidak terlalu rewel, jadi Sheyza bisa menenangkan rasa sesak yang menggerogoti hatinya saat ini.Siapa yang tidak sakit hati melihat foto yang baru saja dikirim oleh nomor orang yang tak dikenal, apa lagi didalam foto itu suaminya hanya duduk berdua dengan seorang perempuan.Pikiran buruk pun terlintas didalam kepala Sheyza, apakah suaminya selingkuh? Tapi kenapa? Bukankah rumah tangga mereka baru saja baik-baik saja.Sheyza menghembuskan nafasnya kasar, melirik jam yang menggantung diatas dinding. Ini sudah pukul setengah sebelas malam, namun suaminya belum pulang.Dia melirik ponselnya yang menganggur. Arzan bahkan sama sekali tidak menghubunginya. Hal itu semakin membuat resah di
"Mas, Shey curiga deh, kayaknya ada sesuatu yang disembuyiin sama Bila." Sheyza menata sang suami yang sedang sibuk mengotak-ngatik ponselnya.Namun, Arzan terlalu fokus dan menghiraukan ucapan sang istri."Mas!"Sheyza mengguncang lengan sang suami, membuat Arzan terkesiap. "Eh a-pa sayang?"Sheyza mengerucutkan ujung bibirnya. "Mas kenapa sihh. Sibuk banget sama ponsel, padahal dari tadi Shey lagi ngomong loh, tapi mas cuekin aja." Gerutu Sheyza.Arzan menggaruk bagian kepalanya yang tak gatal. "Maaf sayang, mas tadi ngecek laporan dari Ardi," ucap Arzan. "Kamu tadi ngomong apa? Coba ulang lagi, mas beneran gak denger."Sheyza menghela nafasnya kasar, tidak biasanya suaminya seperti ini. Walaupun mengecek laporan, suaminya akan tetap mendengarkan dan tidak pernah mengabaikannya.Tapi Sheyza tetap maklumi, mungkin ini hal yang sangat penting hingga membuat suaminya seperti ini."Tadi Shey bilang, kalau Bila akhir-akhir ini kayak aneh gitu. Bila kayak nyembunyiin sesuatu mas. Shey gak
"Hari ini kamu harus ke kampus, Noah. Oma mau kamu sekarang yang hendle kampus milik kakek kamu," ucap Oma Ina.Noah menghela nafasnya kasar, padahal dirinya malas jika berurusan dengan kampus itu. Dirinya juga punya pekerjaannya sendiri, bukan seorang pengangguran."Jangan menolak, karena cepat atau lambat saat kamu telah menikah nanti kampus itu Oma pindah atas nama kamu. Jadi mulai sekarang belajarlah sampai kamu mendapatkan calon istri." Ucap Oma Ina lagi yang tidak ingin dibantah.Noah mengangguk saja, tanpa berniat mengatakan apapun.Sedangkan Ana yang ada diruangan itu geleng-geleng kepala, tak habis pikir dengan mamanya."Ma, universitas itu haknya kak Rofiq, bukan hak kita ma. Bahkan papa jelas-jelas nulis disurat wasiatnya. Kenapa mama malah mau balik nama atas Noah?" Protes Ana.Oma Ina melotot. "Kamu diam Ana! Tau apa kamu tentang surat wasiat itu?!! Yang kamu baca itu hanya karangan saja, bukan benar-benar yang ditulis oleh papa kamu. Saya tau sendiri bagaimana sifat suam
"Bagaimana bah, kenapa Arzan belum juga hubungi kita? Ini udah hampir jam 2," ummi Zulfa terus gelisah saat tidak mendapatkan kabar sama sekali dari sang putra. Dia sangat takut terjadi sesuatu pada anak gadisnya.Kyai Rofiq menghela nafasnya panjang. Ingin pergi mencari Nabila, tapi takut terjadi sesuatu pada sang istri mengingat ummi Zulfa memiliki riwayat penyakit jantung. "Ummi tenang dulu ya. Mungkin apa yang dibilang Arzan benar, bisa jadi ban mobil mereka bocor jadi mereka cari bengkel dulu."Ummi Zulfa menggeleng, "Kenapa sampai jam segini? Ini udah gak wajar bah. Kalau pun cari bengkel, mungkin jam sembilan saja sudah sampai dipondok. Tapi ini," tiba-tiba ummi Zulfa memegangi jantungnya yang terasa sesak.Kyai Rofiq langsung panik melihat itu. "Ummi tenang dulu. Jangan terlalu banyak pikiran." Kyai Rofiq menuntun sang istri menuju ke sofa yang ada diruangan itu."Duduk dulu. Biar Abah buatkan minuman untuk ummi,"Ummi Zulfa tidak menanggapinya, karena jantungnya benar-benar t