Pagi ini Jason terbangun di dalam kamarnya. Entah bagaimana dia bisa berada di kamarnya. Seingatnya, kemarin ia dan Lusiana hanya berada di ruang tamu. Saat Jason tengah menemani wanita itu makan, ia di beri sesuatu. Namun Jason masih tak dapat mengingat apa yang di berikan oleh Lusiana. Jason memaksakan tubuhnya untuk bangkit, namun kepalanya terasa sangat berat.
Jason memegangi kepalanya. "Ah sial... obat tidur."
Jason menggelengkan kepalanya berulang kali untuk menghilangkan rasa pusingnya. Lalu ia berjalan menuju ruang bawah tanah dengan kepala yang terasa pusing. Namun ia melihat pintu di ruang bawah tanah itu terbuka. Lampu di sekitarnya juga menyala, itu artinya ada seseorang di dalam ruangan tersebut. Jason segera membuka jalan menuju ke ruang rahasianya yang berada di bawah ruangan tersebut.
Jason menuruni anak tangga melingkar itu dengan cepat tanpa takut terjatuh. Kemudian pemandangan pertama yang ia lihat ada
Pagi ini Jean memutuskan untuk mencari Jason yang tak kunjung pulang ke rumah. Jean memang terbiasa tak melihat putra nya tersebut, namun ia juga memiliki perasaan khawatir. Watt yang masih tertinggal di dalam rumah pun berlari mengejar Jean yang sudah berada di mobil. Jean berdecak sebal saat melihat Watt yang sedang berlari tergopoh-gopoh ke arahnya. Jean segera turun dari mobil dan menghampiri Watt."Aku ingin mencarinya sendiri!" Tegas Jean.Watt menggaruk tengkuknya. "Tapi kau tidak punya SIM."Jean mengambil dompetnya, lalu mengeluarkan kartu berukuran persegi panjang. Jean dengan bangga menunjukan kartu itu ke depan wajah Watt."Bagaimana bisa seorang detektif tidak memiliki kartu SIM?"Watt yang nampaknya tak mau berada di rumah itu sendiri pun mencoba mencari alasan lain. "Bagaimana jika tulang belakangmu bermasalah lagi?"Jean mengernyitkan da
Jason mengemudikan mobilnya tanpa tujuan. Sama sekali tak ada tempat yang ingin dia kunjungi selain rumah Lusiana. Ia sangat ingin mempertanyakan kebenaran dengan yang ada di video tersebut. Jason memang mencintai Lusiana, namun cinta nya seperti bertepuk sebelah tangan. Jason sudah sangat berusaha untuk menjaga Lusiana dengan baik. Tapi ternyata Lusiana membalasnya dengan sangat menyakitkan.Jason menepikan mobilnya di depan sebuah rumah makan yang pernah di datangi nya bersama Lusiana. Lewat dinding kaca, Jason dapat melihat kursi yang menjadi tempat duduknya. Lalu Jason mengingat bagaimana dirinya di tolak. Bersamaan dengan itu, ingatan tentang video yang di beritahu oleh Eliza terus mengiris hatinya.Jason segera memasuki rumah makan itu. Seperti manusia normal lainnya, Jason memesan makanan lalu duduk di kursi yang kosong. Saat dia ingin duduk di kursi yang terletak menempel dengan dinding, tubuhnya seakan memaksa nya duduk di kur
Jean memejamkan matanya yang sudah mulai terasa berat. Sejak pagi hingga sore hari, Jason sama sekali tak menunjukan batang hidungnya di rumah tersebut. Jean melirik Watt yang sedang tertidur di lantai. Mungkin Jean juga harus segera tidur karena semalam tadi dia sama sekali tak tidur. Jean pun memutuskan untuk tidur di lantai yang agak jauh dari posisi Watt. Saat Jean baru saja menempelkan telinga nya di lantai, tiba-tiba Jean seperti merasakan ada suara gaduh. Jean pun segera bangkit dari tidurnya untuk mencari dari mana asal kegaduhan tersebut.Dapur menjadi tempat pertama yang dicurigai menjadi asal kegaduhan itu. Jean berjalan perlahan dengan tangan yang sudah mengepal. Siapapun yang terlihat olehnya, akan segera ia pukul. Namun saat ia tiba di dapur, sama sekali tak ada tanda-tanda kegaduhan. Semua barang masih ada di tempatnya masing-masing, kecuali gelas yang sudah di pakainya beberapa menit yang lalu.Jean berjalan menuju wastafel u
Lusiana hendak menemui ayahnya yang ada di ruangan sebelum pulang. Matahari sudah hampir terbenam, ia harus segera kembali ke rumah sakit. Sebelum kembali, ia harus menanyakan kebenaran Jason di tangkap. Lusiana mengetuk pintu ruangah ayahnya. Saat Holland sudah memberi perintah untuk masuk, Lusiana segera masuk ke dalam ruangan tersebut. Lusiana mencari tempat duduk yang paling dekat dengan ayahnya. Setelah itu Lusiana mulai memulai perbincangan."Apa benar dia memukuli pelayan?" Tanya Lusiana.Holland yang masih berada di kursi kebanggaannya itu pun mengangguk. "Pelayan itu sedang kritis.""Iya, aku yang menangani pasien itu." Ujar Lusiana.Holland menganggukan kepalanya. "Lalu?""Berapa lama dia akan di penjara?" Tanya Lusiana.Holland berdeham cukup lama. Lalu ia mengedikan bahu nya seolah tak mengetahui apapun. Lusiana pun mendekati kursi ayahnya, lalu m
Pagi ini Jason masih tak bisa tidur. Ia tetap duduk di dalam sel nya sambil memikirkan rencana selanjutnya. Jason mengambil pulpen yang ada di saku celana nya. Jason memang selalu membawa pulpen, mengingat pekerjaannya sebagai dosen yang kapan pun di hampiri mahasiswa. Jason menggambar sesuatu di lantai. Salah satu polisi yang melihatnya pun merasa curiga. Jason mengangkat kepalanya saat merasakan kehadiran polisi tersebut."Apa yang sedang kau lakukan?" Tanya polisi tersebut.Jason sedikit menggeser tubuhnya agar polisi itu dapat melihat apa yang dilakukannya. Polisi itu dapat melihat gambar Jason yang ada di lantai. Polisi itu pun bergegas pergi saat melihat gambar Jason yang biasa saja, sama sekali tak ada yang mencurigakan. Saat polisi itu sudah menjauh, Jason kembali meneruskan gambarnya. Ia menggambar garis yang saling terhubung, lalu memberinya huruf.Polisi itu masih terus mengawasi gerak-gerik
Siang ini, Franco sudah tiba di San Francisco. Dia di hubungi oleh Lion untuk segera kembali, karena ayahnya yang secara misterius menghilang. Franco dengan cepat mendatangi kediaman ayah dan ibu nya. Kondisi rumah masih sama seperti saat terakhir kali ia tinggalkan. Hanya saja terlihat sangat sepi. Franco membunyikan bel rumah tersebut. Lebih dari 3 kali Franco menekan tombol itu, namun pintu itu sama sekali tak terbuka. Franco mendorong pintu tersebut, ternyata pintu itu tak di kunci. Franco pun melangkah perlahan masuk ke dalam rumah itu."Ibu?" Panggil Franco.Sangat hening, hingga suara nya seakan menggema. Franco melangkahkan kakinya menuju kamar ibu nya, jika saja sang ibu sedang tertidur di kamarnya. Namun saat ia tiba di kamar ibu nya, ia tak menemukan apapun selain kamar yang berantakan. Franco pun menjadi sangat cemas dengan ibu nya. Lalu saat ia hendak keluar dari kamar ibu nya, selembar kertas melayang entah dari mana. Franco pu
Keanna memutuskan pergi ke rumah Eliza untuk membicarakan kematian dari pria yang ada di rumahnya. Walau waktu sudah hampir tengah malam, namun Keanna tetap mengendarai mobilnya di temani dengan Nancy. Keanna sudah tak begitu mengingat jalan ke rumah Eliza, maka dari itu ia mengajak Nancy pergi bersama nya. Ditambah lagi keamanan perumahan tempatnya tinggal sedang tak begitu baik. Ia jadi sedikit cemas jika meninggalkan Nancy sendiri dirumahnya.Selama perjalanan, mereka sama sekali tak berbincang. Nancy sibuk dengan ponselnya, sedangkan Keanna sibuk menyetir mobilnya. Setelah cukup lama mengemudi, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah besar yang terlihat sangat tua. Nancy yang menyadari mobil itu berhenti pun mengalihkan pandangannya dari ponsel."Benar, ini rumahnya." Ujar Nancy.Setelah itu Nancy dan Keanna keluar dari mobil. Nancy berjalan terlebih dahulu menuju rumah itu, sedangkan Keanna mengikuti dari belakan
Hari sudah berganti menjadi pagi, matahari kembali menunjukan sinarnya tanpa ragu. Jason yang biasanya masih berada di kasurnya, kini sudah berada di meja makan. Jason terlihat sedang memakan roti panggang nya sambil memandangi ponsel. Ia sedang mengamati pergerakan dari walikota melalui ponselnya. Saat ini pak walikota sedang berada di kantornya. Jason melirik arloji yang melingkar di tangannya."Jika dia tiba pukul 8.00 a.m, maka dia akan pulang pukul 4.00 p.m." Gumam Jason pelan.Jason terdiam sejenak. "Jika aku berangkat pukul 3.45 p.m, maka aku bisa tiba di dekat kantornya pada pukul 4.00 p.m."Jason menganggukan kepalanya beberapa kali, kemudian ia dengan cepat menghabiskan roti yang ada di meja makan tersebut. Jean dan Watt yang pulang ke rumah tengah malam itu nampak belum bangun. Jason sengaja tak membangunkan mereka, karena jika di bangunkan pasti membuat keributan.Selain mengikuti walikot
Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean
Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it
Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"
Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut."Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 
Sudah lebih dari 5 menit tapi Franco masih terlalu jauh untuk mencapai tangga. Waktu sudah menunjukan pukul 3 p.m. Jason merasakan perutnya terasa sakit. Ia sama sekali belum memakan apapun selama pulang dari rumah sakit. Jason pun berjalan melewati Franco yang masih berusaha melarikan diri dengan cara melata seperti ular. Jason menghembuskan nafasnya pelan saat berada di samping Franco. Kemudian ia segera menaiki anak tangga itu dengan cepat meninggalkan Franco di ruang bawah tanah itu bersama anggota tim alpha yang sudah tewas.Jason keluar dari pintu yang ada di belakang kulkas. Ia segera menghampiri Lusiana yang sedang berdiri memandangi lantai yang bolong. Jason tersenyum manis pada Lusiana, namun Lusiana hanya menatapnya sekilas."Maafkan aku." Ujar Jason.Lusiana mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"Jason menarik sudut bibirnya. "Aku tak menjawab pertanyaan itu. Sekarang
Franco dan tim alpha yang baru masuk ke rumah Holland itu pun terkejut setelah menonton siaran ulang. Mereka yang mengira Walikota berada disini pun akhirnya memilih untuk segera pergi ke rumah Jason. Tujuan utama mereka hanyalah menyelamatkan Walikota. Jean dan Tangan Kanan yang semula panik kini mulai bisa menghembuskan nafasnya dengan lega. Franco dan tim alpha itu sudah pergi dari rumah tersebut. Seandainya tidak ada siaran langsung itu, mungkin Franco dan tim alpha akan memeriksa bangunan tersebut. Lalu mereka akan menemukan ketiga orang yang sudah di bunuh oleh Jason.Diluar gedung, Franco bersama tim alpha itu sedang menyusun strategi. Mereka harus menyelamatkan Walikota dan menangkap Jason. Franco mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari sakunya. Lalu Franco menggambarkan sesuatu."Kita semua ada 8 orang, kita akan bagi menjadi 4 kelompok. Aku akan datang dari arah gerbang depan. Lalu kelompok 2 dan 3 akan masuk lewat
Jason mengambil ponselnya, lalu ia beranjak ke kamarnya. Di dalam kamarnya, ia melihat walikota yang sedang meringsut di kasurnya. Jason masuk ke kamarnya, lalu mengunci pinter tersebut. Walikota itu sangat panik saat melihat Jason sudah ada di dalam bersama nya. Jason meletakan ponselnya di atas meja yang bisa menangkap seluruh kamarnya. Kemudian Jason mengenakan topeng yang pernah di beli nya sewaktu kecil. Setelah menggunakan topeng, Jason menekan layar ponselnya. Jason melambaikan tangannya ke kamera saat siaran langsung di mulai."Selamat siang semuanya." Sapa Jason sambil melambaikan tangannya.Jason dapat melihat banyak sekali komentar, tapi ia tak bisa membacanya karena jarak yang cukup jauh. Jason sedikit menggeser tubuhnya agar para penonton bisa melihat walikota yang sedang ketakutan."Aku tidak akan menyakiti pak walikota. Aku hanya akan menanyakan beberapa hal padanya." Ujar Jason.
Jean merasa sangat resah saat ini. Sudah lebih dari 2 jam saat Jason memutuskan untuk menjemput Franco dan Walikota. Seharusnya ia menembak mati Jason saat diminta. Namun rupanya ia sama sekali tak bisa menyingkirkan iblise kecil itu. Jadilah kini ia yang sangat resah karena Jason tak kunjung kembali. Hanya ada dua kemungkinan saat ini. Kemungkinan pertama Jason tertangkap, lalu kemungkinan kedua Jason mati di tempat. Jean menghela nafasnya dengan kasar. Ia menatap Tangan Kanan yang tengah fokus memakan sesuatu di mangkuk. Jean pun menarik mangkuk itu dan mengambil alihnya."Itu punya ku." Ujar Tangan Kanan.Jean mengedikan bahunya. "Mengalah dengan yang lebih tua."Tangan Kanan hanya bisa mendengus pelan menatap mie instan nya yang sudah habis tak tersisa di makan oleh seniornya tersebut. Tangan Kanan bangkit dari kursi nya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Ia lupa jika d
"Kau pernah menjadi sopir Holland?" Tanya Jason.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Ia baru saja memberitahu Jason tentang masa lalunya. Asal usul keluarga nya dan bagaimana dia bisa mengenal Jean. Sebenarnya pertemuannya dengan Jason saat itu memang sudah di rencanakan bersama Jean. Tangan Kanan sengaja menemui Jason yang masih kecil itu untuk berteman dengannya."Lalu mengapa kau di undang ke permainan?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengedikan bahunya. "Mungkin dia takut rahasianya terbongkar."Jason menganggukan kepalanya, itu bisa jadi alasan yang sangat masuk akal. Pasti Holland sangat takut rahasia besarnya terbongkar oleh Tangan Kanan."Apa Holland pernah membunuh seseorang?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengangguk. "Aku pernah di perintahkan untuk mengubur seorang wanita yang di jadikan eksperimen olehnya."