Siang ini, Franco sudah tiba di San Francisco. Dia di hubungi oleh Lion untuk segera kembali, karena ayahnya yang secara misterius menghilang. Franco dengan cepat mendatangi kediaman ayah dan ibu nya. Kondisi rumah masih sama seperti saat terakhir kali ia tinggalkan. Hanya saja terlihat sangat sepi. Franco membunyikan bel rumah tersebut. Lebih dari 3 kali Franco menekan tombol itu, namun pintu itu sama sekali tak terbuka. Franco mendorong pintu tersebut, ternyata pintu itu tak di kunci. Franco pun melangkah perlahan masuk ke dalam rumah itu.
"Ibu?" Panggil Franco.
Sangat hening, hingga suara nya seakan menggema. Franco melangkahkan kakinya menuju kamar ibu nya, jika saja sang ibu sedang tertidur di kamarnya. Namun saat ia tiba di kamar ibu nya, ia tak menemukan apapun selain kamar yang berantakan. Franco pun menjadi sangat cemas dengan ibu nya. Lalu saat ia hendak keluar dari kamar ibu nya, selembar kertas melayang entah dari mana. Franco pu
Keanna memutuskan pergi ke rumah Eliza untuk membicarakan kematian dari pria yang ada di rumahnya. Walau waktu sudah hampir tengah malam, namun Keanna tetap mengendarai mobilnya di temani dengan Nancy. Keanna sudah tak begitu mengingat jalan ke rumah Eliza, maka dari itu ia mengajak Nancy pergi bersama nya. Ditambah lagi keamanan perumahan tempatnya tinggal sedang tak begitu baik. Ia jadi sedikit cemas jika meninggalkan Nancy sendiri dirumahnya.Selama perjalanan, mereka sama sekali tak berbincang. Nancy sibuk dengan ponselnya, sedangkan Keanna sibuk menyetir mobilnya. Setelah cukup lama mengemudi, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah besar yang terlihat sangat tua. Nancy yang menyadari mobil itu berhenti pun mengalihkan pandangannya dari ponsel."Benar, ini rumahnya." Ujar Nancy.Setelah itu Nancy dan Keanna keluar dari mobil. Nancy berjalan terlebih dahulu menuju rumah itu, sedangkan Keanna mengikuti dari belakan
Hari sudah berganti menjadi pagi, matahari kembali menunjukan sinarnya tanpa ragu. Jason yang biasanya masih berada di kasurnya, kini sudah berada di meja makan. Jason terlihat sedang memakan roti panggang nya sambil memandangi ponsel. Ia sedang mengamati pergerakan dari walikota melalui ponselnya. Saat ini pak walikota sedang berada di kantornya. Jason melirik arloji yang melingkar di tangannya."Jika dia tiba pukul 8.00 a.m, maka dia akan pulang pukul 4.00 p.m." Gumam Jason pelan.Jason terdiam sejenak. "Jika aku berangkat pukul 3.45 p.m, maka aku bisa tiba di dekat kantornya pada pukul 4.00 p.m."Jason menganggukan kepalanya beberapa kali, kemudian ia dengan cepat menghabiskan roti yang ada di meja makan tersebut. Jean dan Watt yang pulang ke rumah tengah malam itu nampak belum bangun. Jason sengaja tak membangunkan mereka, karena jika di bangunkan pasti membuat keributan.Selain mengikuti walikot
Jean dan Watt mengendarai mobilnya ke arah Taman Evergreen. Jean sebenaenya tak mengetahui lokasi tersebut, namun untungnya ada Watt yang seperti google maps. Watt terus memandu perjalanan sambil bermain game di ponselnya. Entah sudah berapa lama dia selalu bermain game yang ada di ponselnya tersebut. Hal itu kadang membuat fokus Watt menjadi terbagi."Setelah ini ke arah mana?" Tanya Jean.Watt masih terus fokus pada ponselnya. "Kanan."Sedetik kemudian Watt mengalihkan pandangannya ke jalan. "Sepertinya aku salah, harusnya ke kiri."Jean yang sudah terlanjur berbelok ke kanan pun hanya bisa mendengus sebal. Jika sudah terlanjur berbelok, mereka baru bisa memutar balik di jalur yang di perbolekan. Jarak untuk memutar balik kurang lebih masih 1 KM."Sudahi bermain game nya." Ujar Jean.Watt berdeham. "Sebentar lagi aku akan mengakhirinya."
Jason melirik arloji nya, waktu sudah lewat dari 20 menit. Jika mengikuti ucapannya, maka Walikota sudah bisa ia bunuh saat ini juga. Namun Jason ingin lebih bermain-main sebentar. Jason sedikir membuka pintu, sama sekali tak ada tanda kehadiran Franco. Jason yang mulai bosan pun memutuskan untuk membawa Walikota ke rumahnya. Hanya rumahnya lah tempat bermain yang paling menyenangkan.Jason kembali memukul kepala Walikota yang mulai sadar dengan sepatunya. Walikota itu akhirnya kembali tak sadarkan diri. Kemudian Jason memasukannya ke dalam sebuah koper besar. Setelah tiba di dalam mobil, Jason membuka koper tersebut agar Walikota itu bisa bernafas. Jason melajukan mobilnya dari kawasan tempat tinggal Walikota menuju rumahnya.Selama di perjalanan, ponsel Walikota itu selalu berdering tanpa henti. Akhirnya Jason yang sudah mulai kehilangan kesabaran itu pun melempar ponsel itu ke tengah jalan. Kini mereka tak akan bisa melacak keberadaan Wal
Jason mengendarai mobilnya menuju ke rumah sakit. Ia sudah tidak sabar untuk melihat kondisi Lusiana saat ini. Namun mungkin saja Lusiana belum sadar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Seperti nya jalan kali ini tak berpihak padanya. Jalan yang semula terasa luang sekali, kini berubah jadi jalan yang di padati oleh kendaraan roda empat.Jason mengetuk-ngetukan jarinya di setir mobil dengan perasaan risau. Sudah lebih dari 10 menit ia terjebak di tengah padatnya jalan. Jason meraba sakunya, namun ia tak menemukan ponselnya. Jason baru teringat bahwa ponselnya ada di kamar. Ia ingin menghubungi Lusiana dengan ponsel Watt, namun ia tak mengingat nomor Lusiana. Jason menyesali kapasitas otaknya yang tak lebih dari 1GB itu."Jika tahu begini, aku tak akan menghabiskan waktu itu mencari kedua orang tua itu!" Gumam Jason dengan jengkel.Jason menghela nafasnya, ia sangat kesal dengan keadaan seperti ini. Kendaraannya han
Jason membawa Franco ke dalam mobilnya dengan paksa. Jason mengikat lengan Franco menggunakan kawat karena ia sama sekali tak menemukan tali saat dalam perjalanan. Jason juga mengeluarkan stun gun dari saku nya untuk berjaga-jaga jika Franco melawan. Jason berulang kali memukuli wajah Franco dengan menggunakan tangannya atau sebuah benda tumpul seperti pemukul Baseball. Mobil Mercedes Benz sewaan ayahnya itu menjadi saksi bisu bagaimana kejamnya Jason terhadap Franco."Kau yang membunuh Keanna?" Tanya Jason.Franco tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. Sedetik itu juga sebuah pukulan keras melayang di bawah Franco. Namun nampaknya pukulan itu sama sekali tak membuatnya jera, ia sama sekali tak mau mengakui perbuatannya."Seperti nya akan sangat membuang kesabaran untuk membuat mu mengakuinya." Gumam Jason."Bagaimana jika aku bertanya langsung pada pak Walikota yang terhormat?" Lanjutnya.&n
Jason yang baru saja kembali itu berusaha mencari keberadaan Lusiana. Wanita itu tak ada di kamarnya, hanya ada satu tempat yang pasti di kunjungi olehnya. Tempat itu adalah ruang jenazah. Jason segera melangkahkan kakinya dengan cepat ke ruang jenazah. Pintu ruangan itu sedikit terbuka, menandakan ada seseorang di dalam sana. Jason melangkah secara perlahan, lalu sedikit mengintip ke dalam ruangan tersebut.Jason melihat sosok Lusiana yang sedang terduduk lemas di lantai. Bahunya terlihat bergetar, pasti Lusiana sedang menangis saat ini. Jason masih terus mengamati wanita itu dari pintu. Mata Jason secara tiba-tiba melebar saat Lusiana mengangkat tangannya ke udara. Jason dapat melihat sebuah garpu di tangan wanita tersebut. Ia bergerak dengan sangat cepat menuju wanita itu dan menahan tangannya. Jason dapat melihat Lusiana yang sedang terpejam perlahan mulai membuka matanya. Jason mengambil garpu yang ada di tangan Lusiana, lalu melemparnya ke sembarang
Pagi ini Jean dan Watt masih berada di rumah Tangan Kanan. Jean tidur dengan nyenyak, namun tidak dengan Watt yang selalu tak mendapat tempat tidur. Jean berjalan di tengah hamparan rumput hijau halaman rumah Tangan Kanan. Watt mengikutinya dengan mata yang masih terasa berat. Jean mengedarkan pandangannya ke segala arah. Ia berusaha mencari keberadaan Tangan Kanan yang sejak pagi tak terlihat."Jean, apa kita sebaiknya kembali ke rumah Jason?" Tanya Watt.Jean mengedikan bahunya. "Aku bahkan tak punya uang."Watt merogoh sakunya, ia membenarkan tentang tak punya uang. Mereka memang melarikan diri tanpa membawa apapun. Mereka bahkan meninggalkan Lusiana bersama orang-orang mencurigakan tersebut. Mereka mungkin harus segera minta maaf pada Lusiana.Jean dan Watt berjalan keluar dari rumah besar itu. Mereka berniat pergi ke rumah sakit dengan berjalan kaki karena tak punya uang.
Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean
Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it
Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"
Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut."Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 
Sudah lebih dari 5 menit tapi Franco masih terlalu jauh untuk mencapai tangga. Waktu sudah menunjukan pukul 3 p.m. Jason merasakan perutnya terasa sakit. Ia sama sekali belum memakan apapun selama pulang dari rumah sakit. Jason pun berjalan melewati Franco yang masih berusaha melarikan diri dengan cara melata seperti ular. Jason menghembuskan nafasnya pelan saat berada di samping Franco. Kemudian ia segera menaiki anak tangga itu dengan cepat meninggalkan Franco di ruang bawah tanah itu bersama anggota tim alpha yang sudah tewas.Jason keluar dari pintu yang ada di belakang kulkas. Ia segera menghampiri Lusiana yang sedang berdiri memandangi lantai yang bolong. Jason tersenyum manis pada Lusiana, namun Lusiana hanya menatapnya sekilas."Maafkan aku." Ujar Jason.Lusiana mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"Jason menarik sudut bibirnya. "Aku tak menjawab pertanyaan itu. Sekarang
Franco dan tim alpha yang baru masuk ke rumah Holland itu pun terkejut setelah menonton siaran ulang. Mereka yang mengira Walikota berada disini pun akhirnya memilih untuk segera pergi ke rumah Jason. Tujuan utama mereka hanyalah menyelamatkan Walikota. Jean dan Tangan Kanan yang semula panik kini mulai bisa menghembuskan nafasnya dengan lega. Franco dan tim alpha itu sudah pergi dari rumah tersebut. Seandainya tidak ada siaran langsung itu, mungkin Franco dan tim alpha akan memeriksa bangunan tersebut. Lalu mereka akan menemukan ketiga orang yang sudah di bunuh oleh Jason.Diluar gedung, Franco bersama tim alpha itu sedang menyusun strategi. Mereka harus menyelamatkan Walikota dan menangkap Jason. Franco mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari sakunya. Lalu Franco menggambarkan sesuatu."Kita semua ada 8 orang, kita akan bagi menjadi 4 kelompok. Aku akan datang dari arah gerbang depan. Lalu kelompok 2 dan 3 akan masuk lewat
Jason mengambil ponselnya, lalu ia beranjak ke kamarnya. Di dalam kamarnya, ia melihat walikota yang sedang meringsut di kasurnya. Jason masuk ke kamarnya, lalu mengunci pinter tersebut. Walikota itu sangat panik saat melihat Jason sudah ada di dalam bersama nya. Jason meletakan ponselnya di atas meja yang bisa menangkap seluruh kamarnya. Kemudian Jason mengenakan topeng yang pernah di beli nya sewaktu kecil. Setelah menggunakan topeng, Jason menekan layar ponselnya. Jason melambaikan tangannya ke kamera saat siaran langsung di mulai."Selamat siang semuanya." Sapa Jason sambil melambaikan tangannya.Jason dapat melihat banyak sekali komentar, tapi ia tak bisa membacanya karena jarak yang cukup jauh. Jason sedikit menggeser tubuhnya agar para penonton bisa melihat walikota yang sedang ketakutan."Aku tidak akan menyakiti pak walikota. Aku hanya akan menanyakan beberapa hal padanya." Ujar Jason.
Jean merasa sangat resah saat ini. Sudah lebih dari 2 jam saat Jason memutuskan untuk menjemput Franco dan Walikota. Seharusnya ia menembak mati Jason saat diminta. Namun rupanya ia sama sekali tak bisa menyingkirkan iblise kecil itu. Jadilah kini ia yang sangat resah karena Jason tak kunjung kembali. Hanya ada dua kemungkinan saat ini. Kemungkinan pertama Jason tertangkap, lalu kemungkinan kedua Jason mati di tempat. Jean menghela nafasnya dengan kasar. Ia menatap Tangan Kanan yang tengah fokus memakan sesuatu di mangkuk. Jean pun menarik mangkuk itu dan mengambil alihnya."Itu punya ku." Ujar Tangan Kanan.Jean mengedikan bahunya. "Mengalah dengan yang lebih tua."Tangan Kanan hanya bisa mendengus pelan menatap mie instan nya yang sudah habis tak tersisa di makan oleh seniornya tersebut. Tangan Kanan bangkit dari kursi nya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Ia lupa jika d
"Kau pernah menjadi sopir Holland?" Tanya Jason.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Ia baru saja memberitahu Jason tentang masa lalunya. Asal usul keluarga nya dan bagaimana dia bisa mengenal Jean. Sebenarnya pertemuannya dengan Jason saat itu memang sudah di rencanakan bersama Jean. Tangan Kanan sengaja menemui Jason yang masih kecil itu untuk berteman dengannya."Lalu mengapa kau di undang ke permainan?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengedikan bahunya. "Mungkin dia takut rahasianya terbongkar."Jason menganggukan kepalanya, itu bisa jadi alasan yang sangat masuk akal. Pasti Holland sangat takut rahasia besarnya terbongkar oleh Tangan Kanan."Apa Holland pernah membunuh seseorang?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengangguk. "Aku pernah di perintahkan untuk mengubur seorang wanita yang di jadikan eksperimen olehnya."