Pagi ini Jean memutuskan untuk mencari Jason yang tak kunjung pulang ke rumah. Jean memang terbiasa tak melihat putra nya tersebut, namun ia juga memiliki perasaan khawatir. Watt yang masih tertinggal di dalam rumah pun berlari mengejar Jean yang sudah berada di mobil. Jean berdecak sebal saat melihat Watt yang sedang berlari tergopoh-gopoh ke arahnya. Jean segera turun dari mobil dan menghampiri Watt.
"Aku ingin mencarinya sendiri!" Tegas Jean.
Watt menggaruk tengkuknya. "Tapi kau tidak punya SIM."
Jean mengambil dompetnya, lalu mengeluarkan kartu berukuran persegi panjang. Jean dengan bangga menunjukan kartu itu ke depan wajah Watt.
"Bagaimana bisa seorang detektif tidak memiliki kartu SIM?"
Watt yang nampaknya tak mau berada di rumah itu sendiri pun mencoba mencari alasan lain. "Bagaimana jika tulang belakangmu bermasalah lagi?"
Jean mengernyitkan daJason mengemudikan mobilnya tanpa tujuan. Sama sekali tak ada tempat yang ingin dia kunjungi selain rumah Lusiana. Ia sangat ingin mempertanyakan kebenaran dengan yang ada di video tersebut. Jason memang mencintai Lusiana, namun cinta nya seperti bertepuk sebelah tangan. Jason sudah sangat berusaha untuk menjaga Lusiana dengan baik. Tapi ternyata Lusiana membalasnya dengan sangat menyakitkan.Jason menepikan mobilnya di depan sebuah rumah makan yang pernah di datangi nya bersama Lusiana. Lewat dinding kaca, Jason dapat melihat kursi yang menjadi tempat duduknya. Lalu Jason mengingat bagaimana dirinya di tolak. Bersamaan dengan itu, ingatan tentang video yang di beritahu oleh Eliza terus mengiris hatinya.Jason segera memasuki rumah makan itu. Seperti manusia normal lainnya, Jason memesan makanan lalu duduk di kursi yang kosong. Saat dia ingin duduk di kursi yang terletak menempel dengan dinding, tubuhnya seakan memaksa nya duduk di kur
Jean memejamkan matanya yang sudah mulai terasa berat. Sejak pagi hingga sore hari, Jason sama sekali tak menunjukan batang hidungnya di rumah tersebut. Jean melirik Watt yang sedang tertidur di lantai. Mungkin Jean juga harus segera tidur karena semalam tadi dia sama sekali tak tidur. Jean pun memutuskan untuk tidur di lantai yang agak jauh dari posisi Watt. Saat Jean baru saja menempelkan telinga nya di lantai, tiba-tiba Jean seperti merasakan ada suara gaduh. Jean pun segera bangkit dari tidurnya untuk mencari dari mana asal kegaduhan tersebut.Dapur menjadi tempat pertama yang dicurigai menjadi asal kegaduhan itu. Jean berjalan perlahan dengan tangan yang sudah mengepal. Siapapun yang terlihat olehnya, akan segera ia pukul. Namun saat ia tiba di dapur, sama sekali tak ada tanda-tanda kegaduhan. Semua barang masih ada di tempatnya masing-masing, kecuali gelas yang sudah di pakainya beberapa menit yang lalu.Jean berjalan menuju wastafel u
Lusiana hendak menemui ayahnya yang ada di ruangan sebelum pulang. Matahari sudah hampir terbenam, ia harus segera kembali ke rumah sakit. Sebelum kembali, ia harus menanyakan kebenaran Jason di tangkap. Lusiana mengetuk pintu ruangah ayahnya. Saat Holland sudah memberi perintah untuk masuk, Lusiana segera masuk ke dalam ruangan tersebut. Lusiana mencari tempat duduk yang paling dekat dengan ayahnya. Setelah itu Lusiana mulai memulai perbincangan."Apa benar dia memukuli pelayan?" Tanya Lusiana.Holland yang masih berada di kursi kebanggaannya itu pun mengangguk. "Pelayan itu sedang kritis.""Iya, aku yang menangani pasien itu." Ujar Lusiana.Holland menganggukan kepalanya. "Lalu?""Berapa lama dia akan di penjara?" Tanya Lusiana.Holland berdeham cukup lama. Lalu ia mengedikan bahu nya seolah tak mengetahui apapun. Lusiana pun mendekati kursi ayahnya, lalu m
Pagi ini Jason masih tak bisa tidur. Ia tetap duduk di dalam sel nya sambil memikirkan rencana selanjutnya. Jason mengambil pulpen yang ada di saku celana nya. Jason memang selalu membawa pulpen, mengingat pekerjaannya sebagai dosen yang kapan pun di hampiri mahasiswa. Jason menggambar sesuatu di lantai. Salah satu polisi yang melihatnya pun merasa curiga. Jason mengangkat kepalanya saat merasakan kehadiran polisi tersebut."Apa yang sedang kau lakukan?" Tanya polisi tersebut.Jason sedikit menggeser tubuhnya agar polisi itu dapat melihat apa yang dilakukannya. Polisi itu dapat melihat gambar Jason yang ada di lantai. Polisi itu pun bergegas pergi saat melihat gambar Jason yang biasa saja, sama sekali tak ada yang mencurigakan. Saat polisi itu sudah menjauh, Jason kembali meneruskan gambarnya. Ia menggambar garis yang saling terhubung, lalu memberinya huruf.Polisi itu masih terus mengawasi gerak-gerik
Siang ini, Franco sudah tiba di San Francisco. Dia di hubungi oleh Lion untuk segera kembali, karena ayahnya yang secara misterius menghilang. Franco dengan cepat mendatangi kediaman ayah dan ibu nya. Kondisi rumah masih sama seperti saat terakhir kali ia tinggalkan. Hanya saja terlihat sangat sepi. Franco membunyikan bel rumah tersebut. Lebih dari 3 kali Franco menekan tombol itu, namun pintu itu sama sekali tak terbuka. Franco mendorong pintu tersebut, ternyata pintu itu tak di kunci. Franco pun melangkah perlahan masuk ke dalam rumah itu."Ibu?" Panggil Franco.Sangat hening, hingga suara nya seakan menggema. Franco melangkahkan kakinya menuju kamar ibu nya, jika saja sang ibu sedang tertidur di kamarnya. Namun saat ia tiba di kamar ibu nya, ia tak menemukan apapun selain kamar yang berantakan. Franco pun menjadi sangat cemas dengan ibu nya. Lalu saat ia hendak keluar dari kamar ibu nya, selembar kertas melayang entah dari mana. Franco pu
Keanna memutuskan pergi ke rumah Eliza untuk membicarakan kematian dari pria yang ada di rumahnya. Walau waktu sudah hampir tengah malam, namun Keanna tetap mengendarai mobilnya di temani dengan Nancy. Keanna sudah tak begitu mengingat jalan ke rumah Eliza, maka dari itu ia mengajak Nancy pergi bersama nya. Ditambah lagi keamanan perumahan tempatnya tinggal sedang tak begitu baik. Ia jadi sedikit cemas jika meninggalkan Nancy sendiri dirumahnya.Selama perjalanan, mereka sama sekali tak berbincang. Nancy sibuk dengan ponselnya, sedangkan Keanna sibuk menyetir mobilnya. Setelah cukup lama mengemudi, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah besar yang terlihat sangat tua. Nancy yang menyadari mobil itu berhenti pun mengalihkan pandangannya dari ponsel."Benar, ini rumahnya." Ujar Nancy.Setelah itu Nancy dan Keanna keluar dari mobil. Nancy berjalan terlebih dahulu menuju rumah itu, sedangkan Keanna mengikuti dari belakan
Hari sudah berganti menjadi pagi, matahari kembali menunjukan sinarnya tanpa ragu. Jason yang biasanya masih berada di kasurnya, kini sudah berada di meja makan. Jason terlihat sedang memakan roti panggang nya sambil memandangi ponsel. Ia sedang mengamati pergerakan dari walikota melalui ponselnya. Saat ini pak walikota sedang berada di kantornya. Jason melirik arloji yang melingkar di tangannya."Jika dia tiba pukul 8.00 a.m, maka dia akan pulang pukul 4.00 p.m." Gumam Jason pelan.Jason terdiam sejenak. "Jika aku berangkat pukul 3.45 p.m, maka aku bisa tiba di dekat kantornya pada pukul 4.00 p.m."Jason menganggukan kepalanya beberapa kali, kemudian ia dengan cepat menghabiskan roti yang ada di meja makan tersebut. Jean dan Watt yang pulang ke rumah tengah malam itu nampak belum bangun. Jason sengaja tak membangunkan mereka, karena jika di bangunkan pasti membuat keributan.Selain mengikuti walikot
Jean dan Watt mengendarai mobilnya ke arah Taman Evergreen. Jean sebenaenya tak mengetahui lokasi tersebut, namun untungnya ada Watt yang seperti google maps. Watt terus memandu perjalanan sambil bermain game di ponselnya. Entah sudah berapa lama dia selalu bermain game yang ada di ponselnya tersebut. Hal itu kadang membuat fokus Watt menjadi terbagi."Setelah ini ke arah mana?" Tanya Jean.Watt masih terus fokus pada ponselnya. "Kanan."Sedetik kemudian Watt mengalihkan pandangannya ke jalan. "Sepertinya aku salah, harusnya ke kiri."Jean yang sudah terlanjur berbelok ke kanan pun hanya bisa mendengus sebal. Jika sudah terlanjur berbelok, mereka baru bisa memutar balik di jalur yang di perbolekan. Jarak untuk memutar balik kurang lebih masih 1 KM."Sudahi bermain game nya." Ujar Jean.Watt berdeham. "Sebentar lagi aku akan mengakhirinya."