Jason terdiam di dalam taxi, diam-diam ia terus memperhatikan Lusiana. Mereka baru berpisah kurang lebih tiga hari, namun Jason seperti melihat sosok yang berbeda. Kini tatapan Lusiana terasa sangat dingin. Saat Jason berbicara pun Lusiana hanya menjawabnya dengan dehaman pelan. Mungkin seharusnya Jason tak menyelamatkannya agar wanita itu terus berbicara dengannya.
"Kau ingin pulang ke rumah?" Tanya Jason.
"Hm." Jawab Lusiana dengan mata yang terus menatap ke luar kaca mobil.
Jason menganggukan kepalanya beberapa kali, kemudian ia menuliskan alamat rumah Lusiana dan memberikannya pada sopir taxi tersebut.
"Hati-hati di jalan." Ujar Jason sambil tersenyum.
Jason memberikan sisa uangnya untuk membayar taxi tersebut. Lalu ia keluar dari mobil, ia dapat melihat Lusiana yang kini menatapnya dari dalam mobil. Jason lagi-lagi tersenyum hingga akhirnya taxi itu berlalu dari hadapannya. Jason menghela nafas
Jean kini sudah berada di Chicago, tepatnya di depan kediaman Jason yang tertutup rapat. Jean memerintahkan Watt untuk menunggu di luar, sedangkan ia akan mencoba memanjat pagar yang tak terlalu tinggi itu. Jean yang sudah berada di dalam pekarangan rumah itu, tak menemukan adanya mobil Jason. Jean pun melanjutkan melakukan pencarian ke dalam rumah Jason dengan cara membuka paksa pintu berpengaman tersebut. Terakhir kali ia datang, Jason masih menggunakan Fingers print. Namun kali ini Jason sudah menggantinya dengan fitur suara."Anak itu benar-benar membenci ku." Gumam Jean yang sudah berada di dalam rumah.Jean melihat semua nya masih tertata rapih. Hanya ada beberapa piring kotor yang selesai di gunakan untuk makan. Jean mengambil ponselnya yang mati, lalu menchargernya. Setelah itu Jean berlanjut ke kamar Jason yang tak terkunci. Sama sekali tak ada tanda kehadiran Jason di rumah tersebut. Karena tak ada Jason di rumah itu, Jean memutuskan untuk
Jason menatap peluru yang hampir tiba di depan wajahnya. Jason terus menatapnya, sampai tiba-tiba peluru itu jatuh tak cukup jauh darinya. Jason mengerjapkan matanya sesekali. Ia mengernyit bingung dengan posisi masih berada di kursi roda. Si penembak pun terlihat bingung melihat tembakannya yang tak mengenai apapun itu. Ia mengganti senjata nya lagi, lalu mulai menembak ke arah Jason tanpa membidiknya. Lagi-lagi peluru itu jatuh di tempat yang sama. Jason menepuk dahi nya frustasi. "Jaraknya terlalu jauh, bodoh!" Jason menggerakan kursi roda nya ke arah gerbang. Si penembak yang melihat Jason mulai mendekat pun segera mengemasi barangnya dan kabur menggunakan mobil yanh terparkir tak cukup jauh darinya. Jason memeriksa kotak surat yang ada di luar pagar. Namun tak ada apapun di dalam kotak surat. "Dia tidak berniat mengganggu keluarga ini...." Gumam Jason sambil tersenyum. "Tapi dia berniat membunuhku." &n
Jason mengambil sesuatu dari saku celana nya. Lusiana dapat melihat kotak merah yang ada di tangan pria tersebut. Seolah-olah sedang menyiapkan surprise, Jason menyembunyikan kotak itu di belakang tubuhnya. Jason meringis saat melihat Lusiana yang menatapnya seolah mengintrogasi."Apa kau mau menikah denganku?" Tanya Jason.Jason menggeser kursinya, lalu ia berlutut di depan Lusiana. Tangannya perlahan membuka kotak berwarna merah tersebut. Jason tersenyum hangat dengan mata yang tak lepas dari Lusiana."Mengapa kau ingin menikah denganku?" Tanya Lusiana.Lewat matanya, Jason mengisyaratkan Lusiana untuk mengambil cincin tersebut. Namun Lusiana tak kunjung menerima cincin tersebut. Akhirnya Jason menutup kembali kotak tersebut, lalu ia kembali duduk di kursi nya. Jason berdeham pelan sebelum memulai pembicaraannya."Sebenarnya aku akan segera mati." Ujar Jason dengan tenang.
Pada malam hari Jean dan Watt baru tiba di depan gerbang yang menjulang tinggi. Menurut alamat yang di berikan Jason, rumah ini adalah titik yang sangat tepat. Jean menekan bel yang ada di dinding samping gerbang tersebut. Tak lama kemudian keluar seorang gadis dari pintu rumah tersebut, gadis itu tak lain adalah Melly. Jean menyipitkan mata nya untuk melihat jelas siapa gadis tersebut. Jarak dari gerbang ke rumah itu memang cukup jauh, lebih dari 30 meter hingga rumah itu terlihat cukup kecil. Halaman yang begitu luas, pasti rumah ini dimiliki oleh seseorang yang berpengaruh.Setelah cukup lama memandangi gadis itu berjalan, akhirnya Jean dapat melihat wajah gadis tersebut dalam jarak 3 meter. Ternyata Jean sama sekali tak mengenali gadis tersebut. Jean menatap Watt yang sedang menatapnya bingung."Apa kita salah alamat?" Tanya Jean.Watt mengedikan bahunya. "Coba kau tanya saja."Saat sudah tiba di
"Kau sudah membaca nya?" Tanya Jean pada Jason. Jason menatap Jean dan berbalik tanya "Kau tahu aku kan?" Jean menghela nafasnya, lalu ia mengambil buku itu. Jean memberikan buku itu pada Watt. Jason segera mengantar mereka ke kamar tamu yang berada di samping kamarnya. Setelah mengantar kedua orang itu, Jason berjalan ke dalam kamarnya. Jason mengambil sebuah map yang ada di bawah bantalnya. Jason tertawa pelan saat melihat salinan buku tersebut. Jason sudah membaca buku itu dari awal sampai akhir. Bahkan Jason sudah membacanya lebih dari tiga kali. Selama ini Jean hanya mengetahui bahwa Jason sangat malas membaca. Namun seseorang yang malas, jika punya keinginan pasti akan menjadi sangat rajin. Saat ini Jason sedang sangat berkeinginan untuk mencari informasi tentang siapa saka orang yang dekat dengan ayahnya. Berkat buku itu, Jason sudah berhasil menemukan siapa saja orang yang berhubungan
"Seorang pria lanjut usia di temukan tewas di dalam salah satu rumah di kawasan perumahan elite."Jason yang sedang memakan sarapannya pun segera memuntahkannya kembali. Jason memantapkan pandangannya pada berita tersebut. Jason terus memperhatikan berita itu, hingga menampilkan alamat kejadian. Jason mengingat-ingat alamat tersebut. Lalu Jason teringat dengan Lusiana. Rumah itu tak cukup jauh dari rumah Lusiana."Aku harus segera kesana." Ujar Jason.Semua orang yang ada di meja makan sontak menatap Jason bersamaan. Jason yang merasa ditatap oleh semua orang yang ada disana pun langsung menaikan sebelah alisnya."Aku harus menemui Lusiana." Jelas Jason."Jangan berurusan dengannya." Cegah Tangan Kanan.Jason mengeluarkan kotak merah dari saku celananya. "Aku akan segera melamarnya. Maka dari itu aku harus memastikan calon istri ku baik-baik saja."&nb
"Apa kabar, tuan Holland?" Sapa Jason.Jason tersenyum melihat kedatangan Holland dan Franco. Namun sepertinya Holland dan Franco tidak senang melihat kehadirannya. Jason yang merasa sapaannya tak di gubris pun mengangguk kecewa. Ia berjalan mendekati Franco, lalu membetulkan dasi Franco yang sedikit miring."Sifat seseorang terlihat dari bagaimana dia berpakaian." Gumam Jason.Franco menatap Jason dengan tajam. "Apa maksud mu?"Jason memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. "Selesai. Sekarang letaknya sudah sejajar."Jason menepuk-nepuk bahu Franco. Lalu ia membungkukan tubuhnya sebagai bentuk hormat pada Holland. Sebelum kembali masuk ke dalam rumah tersebut, Jason menyempatkan diri berpesan pada Holland dengan berbisik ke telinga nya."Sebaiknya jangan memaksakan diri. Wajahnya sangat busuk sampai ulat itu sangat bergairah tinggal disana." Ujar Jason.
Sesaat sebelum pengintaian...Jean dan Watt berada di kamarnya yang cukup luas. Mereka duduk di lantai dengan laptop di depannya. Jean terus saja menggerakan jarinya di keyboard. Hingga akhirnya layar berwarna hitam, lalu muncul data pribadi seseorang. Ternyata Jean dan Watt sedang berusaha mencuri data dari Departemen Kepolisian Chicago. Berkat kepintaran Jean, kini mereka memiliki data lengkap anggota tim Delta dan juga Franco. Setelah itu mereka segera mencetak file itu dengan printer yang kebetulan ada di dalam kamar tersebut.Jean mengamati setiap data yang berhasil mereka cetak. Lalu Watt menunjukan tempat kelahiran Dave yang ternyata adalah kota Buford. Dave lebih tua tiga tahun dari Jason, artinya Dave pasti mengetahui kasus pembunuhan tersebut."Menurutmu apa alasan dia bergabung dengan pasukan khusus?" Tanya Jean.Watt yang kini mengambil alih laptop itu pun menoleh ke arah Jean yang masih
Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean
Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it
Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"
Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut."Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 
Sudah lebih dari 5 menit tapi Franco masih terlalu jauh untuk mencapai tangga. Waktu sudah menunjukan pukul 3 p.m. Jason merasakan perutnya terasa sakit. Ia sama sekali belum memakan apapun selama pulang dari rumah sakit. Jason pun berjalan melewati Franco yang masih berusaha melarikan diri dengan cara melata seperti ular. Jason menghembuskan nafasnya pelan saat berada di samping Franco. Kemudian ia segera menaiki anak tangga itu dengan cepat meninggalkan Franco di ruang bawah tanah itu bersama anggota tim alpha yang sudah tewas.Jason keluar dari pintu yang ada di belakang kulkas. Ia segera menghampiri Lusiana yang sedang berdiri memandangi lantai yang bolong. Jason tersenyum manis pada Lusiana, namun Lusiana hanya menatapnya sekilas."Maafkan aku." Ujar Jason.Lusiana mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"Jason menarik sudut bibirnya. "Aku tak menjawab pertanyaan itu. Sekarang
Franco dan tim alpha yang baru masuk ke rumah Holland itu pun terkejut setelah menonton siaran ulang. Mereka yang mengira Walikota berada disini pun akhirnya memilih untuk segera pergi ke rumah Jason. Tujuan utama mereka hanyalah menyelamatkan Walikota. Jean dan Tangan Kanan yang semula panik kini mulai bisa menghembuskan nafasnya dengan lega. Franco dan tim alpha itu sudah pergi dari rumah tersebut. Seandainya tidak ada siaran langsung itu, mungkin Franco dan tim alpha akan memeriksa bangunan tersebut. Lalu mereka akan menemukan ketiga orang yang sudah di bunuh oleh Jason.Diluar gedung, Franco bersama tim alpha itu sedang menyusun strategi. Mereka harus menyelamatkan Walikota dan menangkap Jason. Franco mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari sakunya. Lalu Franco menggambarkan sesuatu."Kita semua ada 8 orang, kita akan bagi menjadi 4 kelompok. Aku akan datang dari arah gerbang depan. Lalu kelompok 2 dan 3 akan masuk lewat
Jason mengambil ponselnya, lalu ia beranjak ke kamarnya. Di dalam kamarnya, ia melihat walikota yang sedang meringsut di kasurnya. Jason masuk ke kamarnya, lalu mengunci pinter tersebut. Walikota itu sangat panik saat melihat Jason sudah ada di dalam bersama nya. Jason meletakan ponselnya di atas meja yang bisa menangkap seluruh kamarnya. Kemudian Jason mengenakan topeng yang pernah di beli nya sewaktu kecil. Setelah menggunakan topeng, Jason menekan layar ponselnya. Jason melambaikan tangannya ke kamera saat siaran langsung di mulai."Selamat siang semuanya." Sapa Jason sambil melambaikan tangannya.Jason dapat melihat banyak sekali komentar, tapi ia tak bisa membacanya karena jarak yang cukup jauh. Jason sedikit menggeser tubuhnya agar para penonton bisa melihat walikota yang sedang ketakutan."Aku tidak akan menyakiti pak walikota. Aku hanya akan menanyakan beberapa hal padanya." Ujar Jason.
Jean merasa sangat resah saat ini. Sudah lebih dari 2 jam saat Jason memutuskan untuk menjemput Franco dan Walikota. Seharusnya ia menembak mati Jason saat diminta. Namun rupanya ia sama sekali tak bisa menyingkirkan iblise kecil itu. Jadilah kini ia yang sangat resah karena Jason tak kunjung kembali. Hanya ada dua kemungkinan saat ini. Kemungkinan pertama Jason tertangkap, lalu kemungkinan kedua Jason mati di tempat. Jean menghela nafasnya dengan kasar. Ia menatap Tangan Kanan yang tengah fokus memakan sesuatu di mangkuk. Jean pun menarik mangkuk itu dan mengambil alihnya."Itu punya ku." Ujar Tangan Kanan.Jean mengedikan bahunya. "Mengalah dengan yang lebih tua."Tangan Kanan hanya bisa mendengus pelan menatap mie instan nya yang sudah habis tak tersisa di makan oleh seniornya tersebut. Tangan Kanan bangkit dari kursi nya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Ia lupa jika d
"Kau pernah menjadi sopir Holland?" Tanya Jason.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Ia baru saja memberitahu Jason tentang masa lalunya. Asal usul keluarga nya dan bagaimana dia bisa mengenal Jean. Sebenarnya pertemuannya dengan Jason saat itu memang sudah di rencanakan bersama Jean. Tangan Kanan sengaja menemui Jason yang masih kecil itu untuk berteman dengannya."Lalu mengapa kau di undang ke permainan?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengedikan bahunya. "Mungkin dia takut rahasianya terbongkar."Jason menganggukan kepalanya, itu bisa jadi alasan yang sangat masuk akal. Pasti Holland sangat takut rahasia besarnya terbongkar oleh Tangan Kanan."Apa Holland pernah membunuh seseorang?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengangguk. "Aku pernah di perintahkan untuk mengubur seorang wanita yang di jadikan eksperimen olehnya."