Setelah menikmati makan pagi bersama, Jasmine dan Leon tampak berbincang serius di taman belakang Mansion.
Juga ada si bocil Rose dan Sean yang menemani tunangan kecilnya itu, bermain boneka santet.
"Jadi, apa rencana mu selanjutnya?" tanya Jasmine, datar.
"Hm? Rencana apa maksudmu?" Leon pasang tampang bodoh minta diinjek.
"Berhentilah berpura-pura bodoh, atau akan ku buat kau benar-benar menjadi idiot!" Jasmine yang kesal buang muka, menatap Sean dan si bocil Rose yang memang berjarak agak jauh.
Leon tersenyum. "Tempramen mu ini, ah..., benar-benar tak berubah. Tapi aku menyukainya." goda Leon lagi sambil menenggak jus jeruk nya.
Jasmine tak menimpali ucapan Leon, hanya mata tajamnya saja yang melirik sekilas ayah dari putrinya itu.
"Menikah! Mari kita menikah." imbuh Leon sembari tersenyum.
Jasmine kaget setengah mati, mata indahnya melotot tak percaya dengan apa yang di dengar telinganya.
"Sinting!" maki Jas
Pagi itu, di Mansion Leon. Tampak Tiger dan si bocil Ken sedang menikmati sarapan mereka bersama. "Kak, kau mendapatkan undangan dari Ghost?" tanya Leon yang tiba-tiba muncul sembari membenahi kancing tangan, kemejanya. "Hm? Undangan apa? Aku belum mendapatkannya." jawab Tiger, santai. "Ku dengar, Ghost sedang mengadakan pertemuan tertutup di Cassino Rain malam nanti. Sepertinya mereka sedang merencanakan pelebaran sayap di Negara ini." jelas Leon sambil menyuapi mulutnya dengan sepotong sandwich. "Hah, begitu kah. Mereka sungguh berani. Tapi memang tak ku pungkiri, setahun terakhir ini saja kelompok itu benar-benar berkembang dengan pesat. Sesuai nama organisasinya, Setan!" imbuh Tiger, santai. "Ghost? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu?" Ken yang sejak tadi hanya menyimak, ikut bicara. Tiger dan Leon kemudian menatap Ken tanpa kata. "Em, apa yang kalian bicarakan ini, Ghost yang sama dengan Ghost Hacker dunia hitam yang
“Jika kau tak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, aku mungkin tak akan percaya, bahkan jika itu Mommy yang mengatakannya sendiri!” gumam si bocil Rose sembari mengikat rambut panjangnya di depan cermin.Di tutupnya kembali, rambut indah itu dengan tudung Hoodie yang masih di pakainya. Dan bola mata si bocil Rose kini benar-benar membulat sempurna.“Tidak salah lagi. Aku harus memeriksanya sendiri!” batin si bocil Rose yang merasa bentuk wajahnya secara keseluruhan memang sangat mirip dengan Kenzo. Bisa di katakan, Kenzo adalah versi pria dari paras cantiknya.Sementara itu, di Mansion Leon. Kenzo yang duduk terdiam di halaman belakang Mansion, tampak sedang memikirkan sesuatu. Sambil menikmati secangkir coklat panas di tangannya, Kenzo terus menatap hampa rerumputan hijau di halaman taman.“Sedang apa kau, apa yang kau lihat sampai kau mengabaikan panggilanku?” tanya Sean memudarkan lamunan si bocil Rose.
Di sudut pertigaan gang yang masih di area toko buku.Tampak seorang gadis berambut panjang yang diikat kucir kuda, memakai topi sedang merintih kesakitan. Tak berapa lama, muncul seorang anak laki-laki yang seumuran dengannya membawa sebongkah es batu dan plastik kelcil berisi obat-obatan."Hm," Kenzo menyodorkan barang bawaanya.Si bocil Rose mendongak dengan wajah kesal. Meski begitu, tetap saja di raihnya barang pemberian kenzo, meski dengan kasar."Berhenti menatapku dengan mata seperti itu, aku tak menyukainya." ucap kenzo sembari duduk lesehan di sebelah si bocil Rose."Cih!" Si bocil Rose melirik tajam, sosok Kenzo disampingnya."Bisa tak? Sini," Kenzo yang melihat si bocil Rose kerepotan mengompres tangan kanannya membantu dengan cueknya.Si bocil Rose pasang tampang ogah-ogahan tapi menurut saja.Kenzo dan si bocil Rose tak berbicara sepatah katapun untuk beberapa saat. Kedua bocah itu hanya terdiam tanpa menatap satu
Ceklek!Sean membuka kamar si bocil Rose, dilihatnya tunangan kecil itu sedang ketawa ketiwi dari balik selimut yang menutup seluruh badannya.Sean mendekati ranjang si bocil Rose, penasaran."Apa sesuatu yang menarik ada di dalam situ?" tanya Sean, datar.Tapi tak ada jawaban dari tunangan kecilnya itu. Sean mulai tak sabaran. Di tariknya selimut yang menjadi cangkang si bocil Rose. Sontak si bocil cantik itu kaget setengah mati. Gerakan reflek, karena merasa terancam nyaris membuat wajah tampan Sean memar tujuh turunan. Beruntung si bocil Rose yang bersiap menghantam wajah Sean dengan kakinya, berhenti gerak tepat waktu.Sean tak bergeming di sisi ranjang, berkedip dengan pelan seolah tak ada yang terjadi dan semua baik saja. Sementara si bocil Rose yang dengan posisi satu kakinya siap menghantam wajah Sean dan satu kaki lagi menopang tubuh mungilnya, bergerak lambat menarik telapak kaki lancangnya yang sejajar dengan wajah tunangannya itu. Si bo
Si bocil Rose dan Sean akhirnya sampai di sekolah mereka diantar supir Sean. Hari itu adalah hari pertama Sean bersekolah di tempat yang sama dengan si bocil Rose.Sean dan si bocil Rose jalan berdampingan memasukki kawasan sekolah Elite, para anak orang kaya.Dan benar saja, ketampanan Sean yang bag ukiran Dewa Yunani versi mini, berhasil membuat puluhan pasang mata menatapnya, kagum. Sepanjang perjalanan, murid yang berpapasan dengan Sean, secara otomatis akan terbius dengan pesona Sean yang sungguh menawan.Sean biasa saja, karena tatapan seperti itu, adalah makanan hari-hari baginya saat di tempat umum. Tapi tidak demikian dengan si bocil Rose.Entah apa yang dirasakannya, yang pasti, perasaannya saat ini ingin marah dan mengamuk saja. Wajah cantiknya mulai cemberut. Sesekali manik emeraldnya melirik tajam ke arah Sean. Sean yang tak mengerti, cuek saja. Toh si bocil Rose memang sering menatapnya seperti itu."His!" si bocil Rose menghentakkan
Di karenakan Sean lebih tua dari si bocil Rose dan Kenzo yang sekolah melalui jalur Akselerasi, membuat kedua bocah tampan itu duduk di kelas yang sama. Kelas senior, dua tingkat di atas si bocil Rose yang masih duduk di kelas 2.Sebenarnya, sekolah yang kini dihuni tiga anakkan monster itu, bukanlah sekolah biasa. Sekolah itu adalah sekolah Elite, tempat para Genius saling adu kecerdasan. IQ dan EQ para siswa nya pun tak main-main. Jelas harus diatas rata-rata anak normal baru bisa menjadi murid disana. Tapi tidak melulu sesulit itu kok, asal orang tua berduit, maka semua akan mudah tergantung nominalnya. Ha ha ha....Sean dan Kenzo memasuki kelas mereka. Suasana kelas dengan murid yang hanya 15 ekor itu, terasa begitu tegang. Ya bagaimana tidak! Dengan 10 murid murid laki-laki yang ketampanannya jelas jauh di bawah Kenzo dan Sean, membuat 5 pasang mata elang itu seperti hendak menelan Kenzo dan Sean hidup-hidup.Maklum, kalah saing ya gitu! Ha ha
Di sekolah Elite tempat si bocil Rose dan Sean, Kenzo belajar.Bunyi bel jam istrirahat berbunyi. Semua siswa dengan teratur, berhambur keluar ruang kelas. Tak terkecuali Sean dan Kenzo. Dua bocah tampan itu berjalan angkuh dengan satu tangannya masuk ke kantong celana.Sean berjalan cuek mendahului Kenzo. Kenzo tak acuh dengan keberadaan Sean. Lagi, lagi dan lagi. Puluhan pasang mata kembali menyorot kedua sosok anak baru itu. Sepanjang perjalanan, Sean dan Kenzo benar-benar mencuri perhatian murid lain yang kebanyakan adalah seorang wanita.Sampailah Sean dan Kenzo di depan pintu ruang kelas si bocil Rose."Sudah selesai?" tanya Sean sesaat setelah mendekati meja si bocil Rose.Si bocil Rose yang sedang beberes mejanya,mendongak. "Hm? Sean?" ucapnya polos.Sean tak menjawab. Hanya menatap datar si bocil Rose. Dan si bocil Rose yang sudah terbiasa dengan sikap dingin Sean, biasa saja."Sudah, mau ke kantin ya?""Hm," jawab sin
Di sebuah taman yang tak jauh dari mansion Jasmine. Tampak si bocil Rose dan Sean sedang duduk sambil marahan. Lebih tepatnya Sean yang marah sich. "Ya, kau ini kenapa? Kau cemburu kah?" tanya si bocil Rose, polos. Sean melirik tajam tunangan kecilnya. "Iya!" jawab Sean sambil melotot kesal. "Oh," si bocil Rose hanya ber "Oh" ria kemudian menatap santai penjual es krim keliling yang tak jauh dari tempat mereka duduk. Sean cukup terkejut dengan jawaban tunangan kecilnya. Sean melirik lagi wajah cantik si bocil Rose tak terlihat tak merasa berdosa itu. Si bocil Rose yang sadar Sean sedang sedang menatap kesal padanya, pura-pura cuek dan tak butuh. "Mau kemana?" tanya Sean cepat. Si bocil Rose rupanya angkat bokong dan hendak berjalan entah kemana. "Beli es krim, mau?" tawar si bocil Rose polos. "Mau, yang coklat!" ucap Sean badas dengan tak tau malu. Si bocil Rose menyembunyikan senyuman gelinya. "Menggemaskan sek
"Oh, kalian pulang," Jasmine yang sedang duduk santai ditemani Leon menatap kedatangan dua bocah berparas elok, Sean dan si bocil Rose. "Hai Dad, kau tidak bekerja?" si bocil Rose menghampiri Leon sembari mencium pipi kanan kiri di Daddy. "Bekerja, tentu saja Daddy bekerja. Kalo tak kerja, bagaimana bisa Daddy memberikan yang terbaik untuk dua bidadari di hadapan Daddy ini," Leon melirik sekilas Jasmine yang cuek bebek kemudian mencoel pipi chubby si bocil Rose. Jasmine pura-pura tuli. "Ayo ke atas. Kau bau. Kau harus mandi dan istirahat." Sean yang sejak tadi menatap tak senang pada Leon meraih tangan si bocil Rose dengan wajah dinginnya. Si bocil Rose hanya tersenyum, meski tau kondisi sebenarnya yang mana Sean sedang cemburu buta. Sambil berjalan cepat meninggalkan Leon dan Jasmine yang berduaan di ruang keluarga. "Oh ayolah, kami anak dan ayah. Kau tak harus menunjukkan hal ini terlalu je
"Oh, kalian pulang," Jasmine yang sedang duduk santai ditemani Leon menatap kedatangan dua bocah berparas elok, Sean dan si bocil Rose. "Hai Dad, kau tidak bekerja?" si bocil Rose menghampiri Leon sembari mencium pipi kanan kiri di Daddy. "Bekerja, tentu saja Daddy bekerja. Kalo tak kerja, bagaimana bisa Daddy memberikan yang terbaik untuk dua bidadari di hadapan Daddy ini," Leon melirik sekilas Jasmine yang cuek bebek kemudian mencoel pipi chubby si bocil Rose. Jasmine pura-pura tuli. "Ayo ke atas. Kau bau. Kau harus mandi dan istirahat." Sean yang sejak tadi menatap tak senang pada Leon meraih tangan si bocil Rose dengan wajah dinginnya. Si bocil Rose hanya tersenyum, meski tau kondisi sebenarnya yang mana Sean sedang cemburu buta. Sambil berjalan cepat meninggalkan Leon dan Jasmine yang berduaan di ruang keluarga. "Oh ayolah, kami anak dan ayah. Kau tak harus menunjukkan hal ini terlalu je
Di sebuah taman yang tak jauh dari mansion Jasmine. Tampak si bocil Rose dan Sean sedang duduk sambil marahan. Lebih tepatnya Sean yang marah sich. "Ya, kau ini kenapa? Kau cemburu kah?" tanya si bocil Rose, polos. Sean melirik tajam tunangan kecilnya. "Iya!" jawab Sean sambil melotot kesal. "Oh," si bocil Rose hanya ber "Oh" ria kemudian menatap santai penjual es krim keliling yang tak jauh dari tempat mereka duduk. Sean cukup terkejut dengan jawaban tunangan kecilnya. Sean melirik lagi wajah cantik si bocil Rose tak terlihat tak merasa berdosa itu. Si bocil Rose yang sadar Sean sedang sedang menatap kesal padanya, pura-pura cuek dan tak butuh. "Mau kemana?" tanya Sean cepat. Si bocil Rose rupanya angkat bokong dan hendak berjalan entah kemana. "Beli es krim, mau?" tawar si bocil Rose polos. "Mau, yang coklat!" ucap Sean badas dengan tak tau malu. Si bocil Rose menyembunyikan senyuman gelinya. "Menggemaskan sek
Di sekolah Elite tempat si bocil Rose dan Sean, Kenzo belajar.Bunyi bel jam istrirahat berbunyi. Semua siswa dengan teratur, berhambur keluar ruang kelas. Tak terkecuali Sean dan Kenzo. Dua bocah tampan itu berjalan angkuh dengan satu tangannya masuk ke kantong celana.Sean berjalan cuek mendahului Kenzo. Kenzo tak acuh dengan keberadaan Sean. Lagi, lagi dan lagi. Puluhan pasang mata kembali menyorot kedua sosok anak baru itu. Sepanjang perjalanan, Sean dan Kenzo benar-benar mencuri perhatian murid lain yang kebanyakan adalah seorang wanita.Sampailah Sean dan Kenzo di depan pintu ruang kelas si bocil Rose."Sudah selesai?" tanya Sean sesaat setelah mendekati meja si bocil Rose.Si bocil Rose yang sedang beberes mejanya,mendongak. "Hm? Sean?" ucapnya polos.Sean tak menjawab. Hanya menatap datar si bocil Rose. Dan si bocil Rose yang sudah terbiasa dengan sikap dingin Sean, biasa saja."Sudah, mau ke kantin ya?""Hm," jawab sin
Di karenakan Sean lebih tua dari si bocil Rose dan Kenzo yang sekolah melalui jalur Akselerasi, membuat kedua bocah tampan itu duduk di kelas yang sama. Kelas senior, dua tingkat di atas si bocil Rose yang masih duduk di kelas 2.Sebenarnya, sekolah yang kini dihuni tiga anakkan monster itu, bukanlah sekolah biasa. Sekolah itu adalah sekolah Elite, tempat para Genius saling adu kecerdasan. IQ dan EQ para siswa nya pun tak main-main. Jelas harus diatas rata-rata anak normal baru bisa menjadi murid disana. Tapi tidak melulu sesulit itu kok, asal orang tua berduit, maka semua akan mudah tergantung nominalnya. Ha ha ha....Sean dan Kenzo memasuki kelas mereka. Suasana kelas dengan murid yang hanya 15 ekor itu, terasa begitu tegang. Ya bagaimana tidak! Dengan 10 murid murid laki-laki yang ketampanannya jelas jauh di bawah Kenzo dan Sean, membuat 5 pasang mata elang itu seperti hendak menelan Kenzo dan Sean hidup-hidup.Maklum, kalah saing ya gitu! Ha ha
Si bocil Rose dan Sean akhirnya sampai di sekolah mereka diantar supir Sean. Hari itu adalah hari pertama Sean bersekolah di tempat yang sama dengan si bocil Rose.Sean dan si bocil Rose jalan berdampingan memasukki kawasan sekolah Elite, para anak orang kaya.Dan benar saja, ketampanan Sean yang bag ukiran Dewa Yunani versi mini, berhasil membuat puluhan pasang mata menatapnya, kagum. Sepanjang perjalanan, murid yang berpapasan dengan Sean, secara otomatis akan terbius dengan pesona Sean yang sungguh menawan.Sean biasa saja, karena tatapan seperti itu, adalah makanan hari-hari baginya saat di tempat umum. Tapi tidak demikian dengan si bocil Rose.Entah apa yang dirasakannya, yang pasti, perasaannya saat ini ingin marah dan mengamuk saja. Wajah cantiknya mulai cemberut. Sesekali manik emeraldnya melirik tajam ke arah Sean. Sean yang tak mengerti, cuek saja. Toh si bocil Rose memang sering menatapnya seperti itu."His!" si bocil Rose menghentakkan
Ceklek!Sean membuka kamar si bocil Rose, dilihatnya tunangan kecil itu sedang ketawa ketiwi dari balik selimut yang menutup seluruh badannya.Sean mendekati ranjang si bocil Rose, penasaran."Apa sesuatu yang menarik ada di dalam situ?" tanya Sean, datar.Tapi tak ada jawaban dari tunangan kecilnya itu. Sean mulai tak sabaran. Di tariknya selimut yang menjadi cangkang si bocil Rose. Sontak si bocil cantik itu kaget setengah mati. Gerakan reflek, karena merasa terancam nyaris membuat wajah tampan Sean memar tujuh turunan. Beruntung si bocil Rose yang bersiap menghantam wajah Sean dengan kakinya, berhenti gerak tepat waktu.Sean tak bergeming di sisi ranjang, berkedip dengan pelan seolah tak ada yang terjadi dan semua baik saja. Sementara si bocil Rose yang dengan posisi satu kakinya siap menghantam wajah Sean dan satu kaki lagi menopang tubuh mungilnya, bergerak lambat menarik telapak kaki lancangnya yang sejajar dengan wajah tunangannya itu. Si bo
Di sudut pertigaan gang yang masih di area toko buku.Tampak seorang gadis berambut panjang yang diikat kucir kuda, memakai topi sedang merintih kesakitan. Tak berapa lama, muncul seorang anak laki-laki yang seumuran dengannya membawa sebongkah es batu dan plastik kelcil berisi obat-obatan."Hm," Kenzo menyodorkan barang bawaanya.Si bocil Rose mendongak dengan wajah kesal. Meski begitu, tetap saja di raihnya barang pemberian kenzo, meski dengan kasar."Berhenti menatapku dengan mata seperti itu, aku tak menyukainya." ucap kenzo sembari duduk lesehan di sebelah si bocil Rose."Cih!" Si bocil Rose melirik tajam, sosok Kenzo disampingnya."Bisa tak? Sini," Kenzo yang melihat si bocil Rose kerepotan mengompres tangan kanannya membantu dengan cueknya.Si bocil Rose pasang tampang ogah-ogahan tapi menurut saja.Kenzo dan si bocil Rose tak berbicara sepatah katapun untuk beberapa saat. Kedua bocah itu hanya terdiam tanpa menatap satu
“Jika kau tak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, aku mungkin tak akan percaya, bahkan jika itu Mommy yang mengatakannya sendiri!” gumam si bocil Rose sembari mengikat rambut panjangnya di depan cermin.Di tutupnya kembali, rambut indah itu dengan tudung Hoodie yang masih di pakainya. Dan bola mata si bocil Rose kini benar-benar membulat sempurna.“Tidak salah lagi. Aku harus memeriksanya sendiri!” batin si bocil Rose yang merasa bentuk wajahnya secara keseluruhan memang sangat mirip dengan Kenzo. Bisa di katakan, Kenzo adalah versi pria dari paras cantiknya.Sementara itu, di Mansion Leon. Kenzo yang duduk terdiam di halaman belakang Mansion, tampak sedang memikirkan sesuatu. Sambil menikmati secangkir coklat panas di tangannya, Kenzo terus menatap hampa rerumputan hijau di halaman taman.“Sedang apa kau, apa yang kau lihat sampai kau mengabaikan panggilanku?” tanya Sean memudarkan lamunan si bocil Rose.