POV VIVINamaku Viviana Lestari sepupu dari Reyhan, sejak kecil aku menaruh hati padanya. Setiap ke rumahnya yang bak istana membuat hatiku berdebar-debar. Keluarga sultan yang sederhana. Reyhan yang selalu ada ketika diminta bantuan.Seiring berjalan waktu, perasaanku ke Reyhan semakin tumbuh, tapi Reyhan tak sekali pun melirikku apalagi menyukaiku. Ketika kuliah pun aku berusaha mengambil jurusan yang sama dengannya agar melihatnya setiap saat. Namun, Reyhan tipe setia cinta pertama dan terakhirnya adalah Nadhine Azzahra seorang mahasiswa kedokteran yang mengambil jurusan Spesialis Bedah Umum. Gadis ayu yang cerdas dan wajahnya sangat cantik."Vi, boleh minta tolong?" tanya Reyhan waktu itu."Minta tolong apa, Mas?" tanyaku. Jujur, aku bahagia hanya berada di sampingnya."Jadilah tunangan bohonganku," ucap Reyhan."Ma
Aku segera mundur teratur mencoba mengatur debaran di dada ini. Rachel juga ikut mundur."Kenapa kak?" tanya Rachel."Ada tamunya dokter Vivi, Dek.""Oh ... kita tunggu di sana aja, yuk, kak," ucap Rachel sambil menunjuk tempat duduk di samping ruangan dokter Vivi.Mencoba untuk berbaik sangka, meski debaran di dada ini tak bisa disembunyikan. Tak berselang lama Reyhan keluar dengan dokter Danang."Ternyata abang toh tamunya dokter Vivi di dalam," ucap Rachel dengan polosnya."Sejak kapan sampai ... kok tidak beri kabar?" Reyhan terlihat canggung melihatku."Sejak tadi,
"Jangan ada ditutupi, sayang. Cukup lama untukku menunggumu, jangan sampai ada luka dihatimu.""Aku cemburu, Sayang," ucapku membuat Reyhan semakin memelukku dengan erat."Maafkan abang, Sayang. Tak ada yang bisa mengisi hati ini selain dirimu." Ish, kami sebucin ini"Sayang orang kira kita lagi berantem, ini air mata malu dilihat banyak orang.""Tunggu Abang, ya, jangan kemana-mana.""Kita mau shoping sayang, Rachel sudah menungguku di mobil.""Oke, abang tunggu di rumah. Kabari abang, ya." Reyhan semakin memperat pelukannya.Aku sangat mencintaimu, Han! Akan kuperjuangkan dirimu sebagai istrimu!***Akhirnya kami jalan-jalan, rencananya Rachel mencari baju untuk pergi ke kondangan dokter Nida. Rachel juga memilihkan gamis cantik untuk kugunakan. Tak lupa kami cuci muka juga ke salon, senang sekali rasanya memiliki seorang adik yang perhatian sekali, bahkan Rachel tak canggung sama sekali. Setelah
Andra terlihat sangat bahagia begitu juga dengan keluarganya. Luar biasa sekali keluarga mantan ini, lalu bagaimana dengan Naura yang ditinggal? Wah, sepertinya permainan ini semakin seru. Dari jauh Mamanya Andra tersenyum puas, seperti mendapatkan emas runtuh, tapi raut wajah dokter Nida benar-benar seperti tidak siap menikah, rona kesedihan nampak padahal make up yang digunakan sangat cantik sekali. Dokter Nida memiliki paras yang cantik dan kulit putih langsat. Bisa dikatakan Andra dan dokter Nida adalah pasangan yang serasi. "Mi, bukannya pengantin laki-laki itu yang bertamu pada saat papanya Naura ke rumah." Rachel sepertinya lebih penasaran. "Dan itu ...? Bukannya keluarga mantan meresahkan," sambung Rachel lagi. "Wah, baru mami perhatikan sepertinya Ayah juga tidak tahu jika laki-laki it
"Bagaimana, nyonya yang baru kaya dengan kejutan kami," ucap Laras."Alhamdulillah akhirnya dokter Andra tidak duda lagi," jawabku."Yang jelas Istri Andra lebih kaya daripada suamimu itu," sambung Jihan."Alhamdulillah, tidak ada hubungannya sama sekali denganku." Jawabanku membuat Jihan semakin panas, tanpa memedulikannya aku santai mengambil makanan."Jangan sombong, lah, baru saja menjadi nyonya." Ah, sepertinya tidak perlu diladenin karena tujuan mereka ingin mencari masalah.Sedang asyik mengambil makanan sambil mendengar ocehan dari mantan ipar, beberapa teman mami mendekatiku. Dengan tanpa sopan dia menghalau Jihan dan Laras, lucu sekali melihat mereka diasingkan."Wah ini istrinya dokter Reyhan, ya," ucap salah satu dari mereka. Jihan dan Laras mereka belakangi. Jangan ditanya wajah mereka seperti apa!"Iya, Bu. Saya Nadhine," jawabku."Masya Allah cantik sekali, cocok ja
"Kasihan Vivi, Rei, dia sangat mencintaimu," ucap mamanya Vivi.Wajah mamanya dokter Vivi seperti memelas, dadaku bergemuruh kenapa juga sampai orang tuanya melamar Reyhan, apa segitu besar cintanya Vivi ke Reyhan sampai nekat melakukan aksi bunuh diri. Benar-benar aku tidak habis pikir. Bagaimana tidak? Dokter Vivi yang menemaniku akad nikah, benar-benar diluar nalar jika Vivi seperti ini."Maaf om, tante, saya sudah menganggap Vivi seperti adik saya sendiri. Dan om tahu saya baru saja menikah," ucap Reyhan dengan mantap."Iya, kami paham, tapi mengertilah kondisinya bagaimana keadaan Vivi jika dia mau bunuh diri." Mamanya Vivi seperti menuntut bahwa ini semua kesalahan dari Reyhan."Harusnya tante juga paham perasaan saya yang sangat m
"Saya yang tidak mampu tante, ini bukan masalah materi, tapi masalah hati Rei yang tidak ingin menyakiti apalagi menduakan istri Rei!" nampaknya Reyhan sudah mulai emosi, semakin diladenin orang tuanya dokter Vivi semakin menjadi-jadi."Aku sangat berharap agar Mbak Yu sadar bahwa adil itu bukan dilihat dari materi, mencintai pasangan dengan tidak menyakiti itu juga sangat adil!" Mami menjawab dengan terlihat emosi.Suasana makin tegang, karena Reyhan seperti tersangka pada aksi bunuh diri dokter Vivi. Seolah-olah yang terjadi pada Vivi adalah perbuatan Reyhan. Papanya cerita jika Vivi sampai ingin menusuk nadinya karena Reyhan tidak berkunjung ke rumah sakit hari ini. Ah, segitu parah, kah, cintanya dokter Vivi sampai membuat aksi yang sangat nekat.Ayah mulai mendinginkan suasana, tak ingin terlalu lama dalam suasana
"Jadi, Andra dan Nak Nadhine itu korban dendam cinta lama bersemi kembali," ucap Ayah. "Kirain saudaraan Ayah, bikin merinding saja," sambung Reyhan. "Bukaan, jauh sekali pikiran kalian." Ayahnya Reyhan malah tersenyum. "Terus memang benar, Yah. Ibu saya masih hidup?" tanyaku yang masih kepo dengan masalah ini. "Tidak benar, Nak. Ibumu sudah meninggal dunia tak berselang lama ayahnya Andra juga meninggal, jadi Ayahnya Andra sangat mencintai ibumu, meski sudah menikah mereka masih mencari ibumu, tapi mereka tidak berjodoh. Itu yang membuat mamanya Andra seperti orang gila ingin membalas dendam dengan ibumu bahkan semua keluargamu. Anak perempuannya sekarang hasil dari pernikahan kedua mamanya Andra dan mereka bercerai, gaya hidup mamanya Andra tinggi dan mereka memang orang mampu. Kakeknya Andra
Masuk trimester ketiga kondisi Nadhine semakin berbeda. Bukan hanya kaki, tapi tangan dan wajahnya juga bengkak. Hari ini dia memintaku untuk mengajaknya ke pantai. Pantai dekat kampung halamannya. "Sayang, jika aku tiada nanti. Berjanjilah untuk selalu bahagia." Ucapan itu mungkin sudah sekian ratus kali Nadhine ucapkan ketika bersamaku. Di bibir pantai aku duduk dengannya. Kami bernostalgia tentang cinta kami dan kenangan di kedokteran. Sesekali dia tertawa, tapi justru aku yang terluka. Aku seperti bersama dengan orang yang akan pergi jauh. Pergi selama-lamanya. "Han, wasiat dokter Andra lebih baik dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Rumahnya kembalikan saja ke adik-adiknya yang lebih berhak. Kudengar mereka ngontrak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kalau uangnya mungkin bisa dibuatkan sebuah yayasan penderita jantung. Agar kebaikannya mengalir terus menerus." Aku hanya mengangguk, meski setiap kata yang terucap dari Nadhine membuatku hancur.***Aku bahkan tak tenang kerja
***Menjelang melahirkan bahkan aku tak bisa tidur malam lagi. Kaki yang bengkak ini membuatku sulit untuk berjalan. Badanku mulai terasa berat, nafasku bahkan sudah tak beraturan. Namun, aku sadar diri sebisa mungkin tak ingin membuat Reyhan panik. Aku sudah berusaha seperti wanita hamil lainnya banyak gerak menjelang melahirkan."Sayang diam saja, jangan terlalu banyak gerak.""Harus banyak gerak sayang, biar dedek sehat dan bunda kuat." Reyhan hanya tersenyum. Namun, kutahu dia lebih panik dariku menjelang persalinan"Sehat-sehat ya, dedek dan bunda." Dia memegang dan mencium perutku."Sayang kenapa tidak kerja?" tanyaku heran melihatnya belum siap 
Hari semakin hari kehamilanku terasa berat. Aku sudah resign dari rumah sakit. Mudah lelah dan sering sesak nafas membuatku tidak nyaman. Namun, tak menyurutkanku untuk menghadirkan buah hati ini. Jika waktuku tiba ada anak yang menjadi penyemangat Reyhan nanti. Kujalani semua ini dengan ikhlas dan berharap semua kebaikan bertumpu kepada kami.Reyhan terus memenuhi segala keinginanku. Aku bukannya tak mau dia merasakan apa yang kurasakan, tapi setiap melihatku Reyhan selalu menangis, entah apa yang ditakutkannya. Bahkan Reyhan tidak akan tidur jika aku belum tidur aku dibuat seperti bayi. Dijaga dan dirawat sebaik mungkin padahal aku tahu dia sangat capek bekerja dari pagi."Apanya yang sakit?""Gak ada, sayang. Bunda sama calon dedek sehat." Aku berusaha untuk selalu tersenyum, tapi guratan kesedihan dalam diri Reyhan tak bisa disembunyikan. Bahkan aku tak mengeluh sedikit pun di depannya. Ini kare
Satu tahun kemudian ....Entah mengapa hari ini badanku terasa lemas sekali, ingin rebahan saja. Ada rasa mual yang mendera. Apa aku magh? Setiap makanan yang masuk langsung aku muntahin."Sayang kenapa pucat?" tanya Reyhan yang panik baru pulang kerja. Aku hari ini tidak masuk kerja, biasanya kami selalu pulang bersamaan, Reyhan takut jika aku pulang sendiri."Iya, sayang, pusing.""Ayo tidur dulu." Aku menggeleng, tidur pun tak enak soalnya."Kenapa?""Capek tidur, rasanya mual." Aku berlari ke kamar mandi untuk muntah-muntah lagi.Oek ... oek ...oek Ya Allah capek sekali rasanya muntah-muntah terus dari pagi. Reyhan terlihat panik, karena dari pagi memang aku hanya lemas saja tidak sampai muntah-muntah."Sayang ....""Kenapa sayang?"Semua pelayan terlihat panik melihatku yang muntah-muntah. Bagaimana tidak? Aku pucat dari pagi tidak ada makanan yang bisa masuk, mual dan muntah menjadi satu."Sayang mau makan apa?" tanya Reyhan."Pengen mangga muda, sayang. Dari pagi mangga muda it
"Lagi buka apa, sayang?" Reyhan tiba-tiba masuk menanyakan amplop yang akan kubuka."Ini, sayang. Bukannya ini punyaku?" tanyaku yang penasaran."Iya, sayang itu punyamu." Reyhan nampak tenang, tidak ada gelagat yang mencurigakan. Aku membuka isi amplop itu, tapi semua hasil normal tak ada yang harus kukhawatirkan. Itu berarti aku masih punya kesempatan untuk hamil."Han ....""Iya, sayang, kenapa?""Aku khawatir rahimku bermasalah?" Reyhan mengenggam tanganku, dia duduk dibawah renjang sementara posisiku di atas ranjang. Dalam kelembutan dia menatapku seperti merasakan kegalauan yang kualami."Allah itu mengikuti prasangka hamba-Nya. Kita harus berprasangka baik agar semua yang kita harapkan berakhir baik. Abang bersyukur masih bisa melihatmu dan berada didekatmu, sayang." Aku seperti merasakan kode bahwa sebenarnya akan sulit bagi kami memiliki anak."Aku hanya ingin membuatmu bahagia, Han.""Melihat senyummu saja sudah anugerah yang luar biasa bagiku, sayang. Tidak mudah bagi kit
Tak terasa sudah sampai di rumah, mami sudah siap salat magrib. Sementara Rachel belum pulang dari rumah sakit, pasti sangat macet di jalan. "Alhamdulillah kalian sudah sampai," ucap mami. "Mana Rachel, Mi? Apa dia balik lagi ke rumah sakit setelah makan siang tadi?" tanya Reyhan yang belum melihat adik manisnya. "Belum pulang, paling macet di jalan. Iya tadi adikmu balik, dia menggerutu tidak kuat jadi direktur di rumah sakit." Aku hanya senyum-senyum mendengar mami cerita. "Bawa apa, Nak?" tanya mami yang melihatku membawa amplop besar. Reyhan menjelaskan ke mami, hasil pertemuanku dengan Jihan dan Laras. "Ujian dan musibah terkadang membuat orang semakin dewasa, ya, Rey." Ayah ikut bergabung bersama kami. "Kalian mandi, ya, udah mau magrib," ucap mami. Kami mengangguk dan bersiap ke kamar, suara deru mobil Rachel memasuki halaman rumah. Dia pasti belum tahu akan dipinang oleh dok
"Boleh kami berbicara, Nad?" tanya Laras. Aku menoleh ke Reyhan menanyakan kode apakah aku boleh atau tidak. Reyhan mengangguk. Kami sepakat untuk berbicara sebentar mengingat ada acara di rumah. Penampilan Laras dan Jihan saat ini sangat jauh sebelum aku kecelakaan. Tidak tahu bagaimana nasib mantan mama mertua. "Maafkan kami, Nad." Laras memulai pembicaraan. "Mama sudah meninggal dunia," sambung Jihan. "Innalillahiwainnailaihi roji'un." "Kami tidak memiliki biaya untuk pengobatan mama, setelah mas Andra meninggal mama depresi, kami mencoba untuk membawanya keluar negeri. Ternyata mama mengalami kanker rahim stadium akhir. Nyawanya tidak tertolong hingga meninggal satu bulan yang lalu." Jihan dengan detail menceritakan kejadian yang menimpanya. Aku dan Reyhan hanya menjadi pendengar setia.
"Nak, laki-laki dewasa itu biasnya belajar dari pengalaman. Asal Nadhine tahu saja Ayah itu sangat mencintai mami sampai pernah menjadi orang jahat, ternyata setelah enam tahun kemudian, kami dipertemukan dengan ayah kalian yang begitu dewasa dalam kondisi mami janda. Bahkan dia rela mengambil spesialis bedah agar bisa bersama mami. Jodoh selalu datang di waktu yang tepat meski butuh waktu yang lama. Makanya kalau lihat Reyhan seperti melihat ayah waktu muda dulu mencintai mami sampai waktu yang tak terbatas." Mami sangat menghayati sekali menceritakan masa lalunya sambil meneteskan air mata."Saat ini nak Nadhine harus percaya bahwa Reyhan tulus menyanyangimu agar transfer cinta kalian menyatu. Hindari pikiran yang dapat merusak hubungan dan perasaan kalian. Apalagi penyakit jantung tidak boleh stress." Aku mengangguk dan membalas pelukan mami. Mami mertua yang luar biasa dihatiku.Kalimat terakhir yang membuatku terenyuh adalah pernyataan mami bahwa yang
Reyhan sangat setia merawatku di rumah. Tiga hari ini dia minta cuti untuk tidak bekerja. Dia bahkan membuat jadwal untukku mengkonsumsi obat. Dia tak ingin waktu hilang bersamaku walau sedetik pun. Makanan pun semuanya di steril dulu olehnya. Ada beberapa makanan yang tidak dianjurkan untuk penderita jantung. Reyhan sangat hati-hati. Semua pelayan bahkan di berikan pengarahan dulu agar makanan yang kumakan harus benar-benar sesuai. Kami hanya senyum-senyum melihat tingkah Reyhan yang mengalahkan perawat rumah sakit."Abang, kak Nadhine udah sembuh. Dibuat kayak gitu bikin sakit beneran." Seperti biasa Rachel menganggu Reyhan yang sedang menyuapiku. Bahkan Reyhan tak pernah absen menyuapiku makan selama di rumah."Kalau jomlo mana tahu hal demikian." Rachel justru tertawa, aku hanya senyum-senyum melihat si abang yang memang berlebihan bapernya.Kondisiku memang masih lemah meski badan terasa segar.