Share

SN ~ 56

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2025-02-27 16:54:06
“Tahu jalan ke kamar, kan?” goda Atika setelah resepsi dan sesi foto keluarga terakhir selesai.

Nila yang sedang merapikan gaun setelah sesi foto, sontak menghentikan gerakannya. Wajahnya langsung memerah dan buru-buru menunduk untuk menyembunyikan rona di pipinya.

“Oia, Mama juga sudah pesankan snack untuk di kamar,” sambung Atika. “Siapa tahu tengah malam laper, kan?”

“Tik, sudah, Tik,” sahut Gavin dengan kekehannya. “Kasihan Djiwa. Nggak usah lagi ajak mereka ngobrol,” ucapnya sembari mengibas tangan pada sang menantu. “Pergilah sana, pergi.”

“Buruan buatin keponakan,” celetuk Mila yang sejak tadi bergelendot manja di lengan Kirana. Ia benar-benar berniat “mengambil” Kirana hanya untuk dirinya seorang, setelah Djiwa membawa Nila.

“Apa, sih!” Nila langsung melotot pada Mila. Gadis itu, ternyata memang suka mencari huru hara dengannya.

“Besok kalau capek, nggak usah ikut sarapan di resto,” lanjut Mila masih ingin menggoda Nila, yang wajahnya sudah bersemu tidak karuan. “Room service a
Kanietha

cut, cut, cut ... :))

| 60
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (25)
goodnovel comment avatar
Asaratun Komariyah
Wuuuuiiiiih.....jebbool wiis jebboool
goodnovel comment avatar
Akun Baru
Mba Beb....ini gimana ini....
goodnovel comment avatar
Linda Lie
Mila sengaja pengen dptkan Kirana cuma utk dia sendiri...Kasian juga Mila haus kasih sayang Djiwa pelan² yaa unboxing nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Setitik Nila   SN ~ 57

    “Kenapa mereka duduk di tempat lain?” Kirana mengerut dahi ketika melihat Mila duduk di meja lain bersama Atika dan Irsyad. Padahal, Kirana dan Mila pergi ke restoran untuk sarapan bersama-sama, tetapi gadis itu justru tidak bergabung dengannya.“Karena kita perlu bicara,” ucap Gavin.“Ohh ...” Kirana tertawa kecil. Mendadak merasa kikuk, karena kembali duduk berdua dengan Gavin. “Apa yang mau kita bicarakan?”“Tentang kita.”“Pak Gavin—”“Mas,” sela Gavin ingin Kirana mengubah panggilannya. “Harusnya jangan panggil pak lagi, karena kalau ada yang dengar, mereka bisa mikir yang lain-lain.”“Yaaa, masih aku usahakan,” ucap Kirana kemudian meminum jus jeruknya sebentar. “Karena masih nggak biasa.”“Dibiasakan, oke?”“Iya.”Gavin yang duduk di samping Kirana tersenyum lembut. “Jadi, apa sudah kamu pikirkan tentang pernikahan kita?”“Ohh ...” Kirana menggeleng pelan. “Pak Ga—"“Mas.”“Iya, Mas,” ucap Kirana segera meralat daripada harus berdebat mengenai panggilan tersebut. “Begini ... se

    Last Updated : 2025-02-27
  • Setitik Nila   SN ~ 58

    “Jalanmu, kok, beda, Mbak?” ledek Mila lalu tertawa lepas ketika Nila memberinya tatapan tajam. Bukannya berhenti, Mila justru kembali berceletuk. “Ih! Rambutnya juga belum kering bener itu. Hairdryer-nya rusak kali, ya, kebanyakan dipake.”“Awas kamu, ya!” ancam Nila kemudian duduk di sudut salah satu tempat tidur di kamar yang ditempati Kirana dan Mila. “Nanti, beneran aku bawain lakban buat ngelakban mulutmu itu.”“Sudah, sudah,” ujar Kirana yang hanya bisa tertawa melihat perdebatan tersebut. “Jangan godain mbakmu terus, La.”Nila lantas mendesis pada Mila, sebelum akhirnya beralih pada Kirana yang sedang memilah beberapa pakaian. Sementara Mila, hanya berbaring di tempat tidur sambil menontot televisi.“Jadi, nanti malam mama beneran nikah sama papa?” tanya Nila yang tidak puas mendengar pernyataan itu melalui telepon. Karena itulah, Nila datang ke kamar Kirana untuk memastikan semuanya.Nila bahkan harus menunggu selama tiga jam di kamarnya, karena Kirana dan Mila sedang pergi k

    Last Updated : 2025-02-28
  • Setitik Nila   SN ~ 59

    “Jadi, aku berangkat ke kantor sama pak Tejo,” ujar Mila memastikan lagi. “Terus Papa mau ke apartemen Mama dulu, sebelum ngantor.”“Betul!” jawab Gavin dengan wajah berseri-seri. “Ada surat-surat yang harus diambil dan diurus, karena pernikahannya harus segera didaftarkan, kan?”“Tapi, Mama mulai hari ini tinggal di rumah bareng kita, kan?” tanya Mila yang bertelungkup di tempat tidur. Ia melihat Kirana yang sedang sibuk memasukkan barang Gavin ke koper. Sementara itu, papanya hanya duduk santai di sofa sambil sesekali menatap ponselnya.Papanya itu, memang tidak pernah berubah. Tidak bisa apa-apa, kecuali bekerja dan mencari uang.“Harusnya begitu!” sambar Gavin. “Iya, kan, Ma? Harusnya, Mama mulai hari ini sudah tinggal sama Papa.”Mila terkikik geli mendengar panggilan Gavin pada Kirana. Sebenarnya, bertahun-tahun yang lalu hal ini juga pernah terjadi di kehidupan Mila, ketika keluarga mereka masih lengkap. Namun, yang membuat semua berbeda adalah, suasana yang ada kali ini terasa

    Last Updated : 2025-02-28
  • Setitik Nila   SN ~ 60

    “Home sweet home,” ucap Gavin seraya membukakan pintu rumahnya untuk Kirana. “Mulai sekarang, kamu yang jadi ratu di rumah ini.”Kirana terkekeh geli mendengar ucapan Gavin. “Nggak usah lebay.”“Aku nggak lebay,” ujar Gavin segera menggenggam tangan Kirana lalu mengajak sang istri memasuki kediamannya. Gavin menunjukkan semua ruangan yang ada di rumahnya satu per satu dan memperkenalkan pada pekerja yang ada di sana.Hingga sampailah mereka pada kamar utama. Kamar yang akan ditempati oleh Kirana mulai malam ini. “Dan ini kamar kita,” ujar Gavin setelah membuka pintu, lalu membawa Kirana masuk ke dalamnya. “Di depan sana kamar Mila,” tunjuknya pada kamar yang berada tepat berseberangan. “Selalu dikunci kalau orangnya pergi.”“Apa kamar Mila juga seluas ini?” Kirana sempat tercengang ketika memasuki kamar yang akan ditempatinya. Membandingkan dengan kamarnya di apartemen, yang pernah ditempati oleh Mila.“Kamar Mila lebih luas lagi dari ini,” ucap Gavin menarik tangan Kirana menuju walk

    Last Updated : 2025-02-28
  • Setitik Nila   SN ~ 61

    “Itu artinya, begitu masuk kerja nanti, saya langsung ajuin resign gitu, ya?” tanya Nila memastikan sambil menuruni satu anak tangga menuju kolam renang. Namun, ia hanya berakhir duduk di tangga tersebut, tidak menyusul Djiwa yang sudah berada di tengah-tengah.“Ya.”“Tapi harus nunggu pengganti dulu, baru bisa cabut.”“Iya.” Djiwa berenang mendekati Nila lalu duduk di anak tangga di bawah sang istri.“Waktu itu, Rachel mau ngajuin jadi sekred,” ucap Nila meletakkan kedua tangan di bahu Djiwa, lalu memijatnya perlahan. “Tapi, mbak Oliv juga disuruh nyari sama papa Gavin.”“Saya tahu masalah Oliv, tapi belum kalau Rachel.” Djiwa kemudian menyandarkan tubuh pada Nila. “Tapi, saya nggak setuju kalau Rachel yang jadi sekred, karena dia itu pusat gosip di Warta.”Nila terkekeh. Tidak jadi memijat Djiwa dan langsung mengalungkan kedua tangan pada leher pria itu.“Tapi saya belum dapat kerjaan lagi,” ujar Nila lalu mengecup pipi Djiwa sebentar. “Ada, sih. Tapi jadi reporter.”“Saya nggak setu

    Last Updated : 2025-03-01
  • Setitik Nila   SN ~ 62

    “Aku berangkat, Ma,” pamit Mila setelah menyalami mama dan papanya secara bergantian.Tanpa berlama-lama, ia segera berlari kecil menuju mobil yang sudah menunggu di depan. Masuk ke dalam, lalu melaju menuju kantor.“Kita harus ke dokter,” ujar Kirana saat menatap Gavin. “Secepatnya.”“Dokter?”“Dokter kandungan, Mas.” Kirana memukul pelan dada Gavin. “Aku sampe nggak mikir masalah hamil, kalau Mila tadi nggak tanya.”“Mila bercanda,” ujar Gavin menenangkan dan merangkul Kirana untuk masuk ke dalam rumah bersama-sama.“Ini bukan masalah bercanda atau nggak.” Kirana berhenti di ruang tamu, lalu melepas rangkulan Gavin. “Kita sudah berapa kali ... itu.”Gavin tertawa melihat wajah Kirana yang tiba-tiba merona. Usia mereka sudah tidak lagi muda, tetapi Kirana terlihat masih kikuk ketika membahas masalah intim mereka.“Mas, jangan tertawa,” protes Kirana menepuk dada Gavin. “Dengarin aku dulu,” ucapnya lalu menarik napas. “Aku belum menopause, kamu jelas masih bisa punya anak. Dan aku bar

    Last Updated : 2025-03-01
  • Setitik Nila   SN ~ 63

    “Jangan dipaksain,” ujar Djiwa melihat Nila masih menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah. “Aku sudah bilang, urusan bersih-bersih serahkan sama bibik. Kamu tinggal telpon ke rumah, nanti bibik yang datang ke sini karena aku biasa seperti itu.”“Daripada aku nganggur, Mas,” ujar Nila sambil menjemur pakaian yang sudah dicuci di halaman belakang rumah. “Ini juga cuma jemur, nggak ikut nyuci. Nanti, kalau sudah masuk kerja, aku pasti minta bibik ke sini buat bersih-bersih.”“Kamu bisa ngerjain aku,” ucap Djiwa sambil merentangkan kedua tangan. “Terserah mau diapain, aku pasrah.”Nila menahan tawa melihat suaminya yang hanya duduk di kursi plastik, di teras belakang. “Kalau ngerjain Mas Djiwa, sih, nggak ada habisnya.”“Dan nggak bakal habis.”“Itu dia,” ujar Nila lalu tertawa. “Yang ada capek.”“Kalau capek istirahat.”Nila mencebik sambil menjemur pakaian terakhirnya. Setelah selesai, ia menghampiri Djiwa lalu duduk di pangkuan sang suami tanpa sungkan lagi.“Mas, cariiin aku kerjaan c

    Last Updated : 2025-03-02
  • Setitik Nila   SN ~ 64

    “Tunggu sebentar, ya,” ucap Djiwa sambil berlalu melewati meja Nila. Langkahnya tergesa, masuk ke ruangannya untuk mematikan komputer. Setelah memastikan semua selesai, ia mengemasi laptopnya yang tergeletak di meja, lalu kembali keluar menemui sang istri.“Sudah, Mas?” tanya Nila sambil memangku tas kerjanya. Bersiap pulang, jika Djiwa sudah menyelesaikan semua pekerjaannya hari ini.“Sudah, ayo.” Djiwa mengulurkan tangan kanannya dan tanpa ragu, Nila segera meraihnya dan berdiri.Jemari mereka bertaut erat, saling memberi kehangatan dalam situasi dan status yang sudah berbeda. Bersama, mereka berjalan menuju lift, meninggalkan kantor yang selama ini menjadi tempat Nila berkarir.“Besok, aku resmi jadi pengangguran,” keluh Nila dengan nada bercanda, meskipun ada sedikit rasa berat yang tersembunyi di balik senyumnya.Djiwa menoleh ke arahnya, tersenyum hangat dan mencoba menenangkan. “Bukan pengangguran, tapi sedang memulai sesuatu yang baru. Jangan lupa, kamu akan jadi bos perusahaan

    Last Updated : 2025-03-02

Latest chapter

  • Setitik Nila   Bonchap~5

    Arif terpaku ketika melihat wanita yang duduk tenang di lobi. Tatapan mereka bersirobok dan Arif tahu ia tidak lagi bisa menghindar. Pagi ini juga, ia akan bicara empat mata dengan Deswita.“Mas Arif!”Langkah Arif semakin tertahan, ketika mendengar seseorang memanggilnya. Terlebih, ketika pemilik suara tersebut sudah berada di hadapannya.“Aku mau tanya, cowok yang kemarin di depan lift itu siapa?” Mila bertanya dengan terburu, penuh rasa penasaran.Mila memang sudah tahu nama dan identitas pria itu, tetapi yang belum terjawab adalah hubungannya dengan Arif.“Itu juga yang mau aku tanyakan,” kata Arif pada Mila yang tampak sedikit ngos-ngosan. “Tapi nanti. Karena aku ada urusan yang lebih penting.”“Sekarang.” Mila langsung mencekal lengan Arif sebelum pria itu sempat melangkah pergi. Tatapannya tajam dan menuntut. “Aku cuma mau tahu, dia ada hubungan apa sama kamu?”“Firman.” Arif menghela napas, menatap wanita yang masih duduk di tempatnya sejenak, lalu kembali mengalihkan pandanga

  • Setitik Nila   Bonchap~4

    Pada akhirnya, Mila harus menjalankan perusahaan barunya tanpa kehadiran Nila. Ia pun terpaksa mencari seorang karyawan baru, yang ditugaskan sebagai admin yang serba bisa. Selain itu, Mila juga merekrut satu staf tambahan, untuk menjaga kebersihan kantor dan bisa melakukan berbagai hal lainnya.Intinya, Mila tidak mau rugi. Setiap karyawan yang ia rekrut, harus bisa melakuan beberapa hal sekaligus.Untuk sementara, perusahaan kecilnya hanya berjalan dengan dua karyawan. Mila memilih untuk mengikuti saran Gavin, fokus pada perkembangan bisnisnya terlebih dahulu sebelum merekrut lebih banyak tenaga kerja.“Konten buat tiga hari ke depan sudah siap, Bu,” lapor Janice sambil menyembulkan kepala di ruangan Mila. “Bisa dicek dulu. Kalau oke, tinggal atur jadwal seperti biasa.”“Oke!” Mila mengacungkan ibu jarinya. “Aku kabari besok pagi. Dan berapa total sementara yang ikut kelas online raising money for kids kita besok malam?”“Total 97 orang.”“Cut di 100, ya,” pinta Mila. “Dan selebihny

  • Setitik Nila   Bonchap~3

    “Yaaa, nggak papa juga, sih.” Mila menggaruk kepala setelah mendengar perkataan Gavin.Papanya dan Djiwa kompak keberatan, jika Nila meneruskan pekerjaannya bersama Mila. Bukan apa-apa, Gavin hanya tidak ingin terjadi fitnah atau kesalahpahaman di kemudian hari, karena Arif bekerja di gedung dan lantai yang sama dengan Nila.Lebih baik mencegah, daripada terlanjur mengobati.“Itu artinya, aku harus cari orang buat gantiin mbak Nila,” sambung Mila sambil memikirkan beberapa hal.“Betul,” jawab Gavin. “Karena perusahaanmu itu masih baru, cari aja satu atau dua admin yang bisa handle semua sekaligus. Jangan maruk harus punya staff ini, staff itu, karena kamu belum tahu bagaimana perputaran uang di perusahaan. Pintar-pintar kamu, bagi jobdesk.”“Aku cari satu dulu,” kata Mila sudah memahami perkataan Gavin. “Nanti aku minta tolong sama tante Atika, buat cari orang sama mau konsul sekalian.”“Tapi, jangan bilang kalau Nila nggak jadi kerja karena Arif,” pinta Gavin yang hanya bisa duduk di

  • Setitik Nila   Bonchap~2

    Begitu melihat mobil yang biasa digunakan Mila berhenti di area drop-off lobi. Djiwa bergegas menghampiri dan membuka pintu penumpang belakang. Segera menunduk dan tersenyum lebar ketika melihat putrinya berada di pangkuan Nila.“Sama Papi dulu,” kata Djiwa mengambil alih Emma dari istrinya. “Ke ruanganku atau mau ke kafe?”“Ruangan Papi aja,” jawab Nila sembari keluar dan menutup pintu. Kemudian, ia menoleh pada Mila yang juga baru keluar dari pintu di seberangnya. “Kamu jadi datangin papa?”“Aku ke keuangan aja,” ujar Mila lalu melambai dan melewati keluarga kecil tersebut. Ia tidak ingin menyela kebahagiaan yang ada, karena itu Mila masuk ke dalam lobi dengan segera. “Kabari kalau sudah selesai.”“Pak Budiman baru aja pergi,” ujar Djiwa segera mengajak Nila masuk ke gedung. “Dia bawa cucunya ke sini. Anaknya almarhum.”“Berdua aja?” tanya Nila. “Pak Wahyu sama Anggun nggak ikut?”“Berdua aja.” Djiwa mengangguk. “Cuma berkunjung, ngajak Putra lihat-lihat. Dan kamu tahu, Putra itu mi

  • Setitik Nila   Bonchap~1

    “Aduw, aduw, incess-nya Ibuk tambah cantik.” Mila mencium gemas pipi gembil Emma berkali-kali, hingga bayi cantik itu tertawa geli di gendongannya.Mila memang sangat menyayangi satu-satunya keponakan yang dimilikinya saat ini. Setiap melihat baju atau aksesoris yang lucu, tanpa ragu ia akan membelinya untuk Emma.Bahkan, hampir semua baju yang dimiliki bayi itu, berasal dari Mila. Saking sayangnya, Mila tiba-tiba mengubah panggilannya menjadi ibu, tidak mau lagi dipanggil tante.“Nanti habis lihat kantor Ibuk sama mami, kita mampir ke toko oma, ya!” lanjut Mila segera berbalik pergi meninggalkan Nila yang baru keluar kamar mandi. “Aku tunggu di luar, Mbak. Buruan, tante Atika sudah otewe.”Nila tidak menjawab. Ia mematut diri di cermin lalu menghela kecil. Beberapa pakaiannya sebelum hamil sudah tidak muat, karena berat tubuhnya yang belum kunjung turun setelah melahirkan.Namun, apa mau dikata. Setelah melahirkan, porsi makan Nila juga bertambah karena menyusui. Ia jadi cepat lapar d

  • Setitik Nila   SN ~ 70

    “Pokoknya, nanti kalau anak kedua laki-laki, harus ada nama Papa nyelip di sana.” Gavin masih saja protes, karena ada gabungan nama Kirana dan Atika pada cucu pertamanya.Ternyata, Arana adalah gabungan dari nama Atika dan Kirana.Nila sudah malas membalas Gavin. Ia sudah bilang hanya akan memiliki satu anak saja, tetapi papanya tetap saja menyinggung perihal anak kedua. Lebih baik ia menghabiskan sarapannya dengan segera, setelah itu kembali ke kamar untuk mengASIhi Emma yang sedang berada di gendongan Gavin.Djiwa saja sampai harus bersabar menunggu giliran menggendong putrinya, ketika Gavin berada di rumah.Untuk sementara, Nila diminta tinggal di kediaman Gavin. Kirana tidak tega jika harus melepas putrinya yang baru melahirkan dan tiba-tiba harus mengurus bayi seorang diri.“Papa! Ayok ke belakang!” ajak Mila yang baru memasuki ruang makan. “Kita berjemur sama Emma.”Nila memangku wajah dengan satu tangan. Terus memakan sarapannya dan membiarkan kedua orang itu membawa Emma untuk

  • Setitik Nila   SN ~ 69

    Sambil menahan nyeri yang semakin kuat, Nila bersandar di dada Djiwa, meremas lengan suaminya seakan itu satu-satunya cara untuk menyalurkan rasa sakit yang mendera. Djiwa berdiri di samping ranjang rumah sakit, membiarkan istrinya berpegangan erat. sementara Kirana, duduk di belakang Nila untuk mengusap punggungnya.“Kalau sakitnya gini, anaknya satu aja,” lirih Nila masih sempat-sempatnya protes seraya menahan nyerinya kontraksi.Tatapan Djiwa bertemu dengan Kirana. Ketika wanita itu memberi anggukan, Djiwa segera merespons ucapan istrinya barusan.“Iya, satu aja,” ucap Djiwa dengan terpaksa. Saat ini, Djiwa tidak akan membantah, karena memahami bagaimana kondisi Nila.Mana tahu beberapa tahun lagi pemikiran istrinya bisa berubah dan ingin menambah anak lagi.“Sabar, ya,” ucap Kirana dengan telaten mengusap punggung putrinya untuk menenangkan. “Mama tahu, kamu pasti kuat.”“Apa Mama dulu juga kesakitan gini, waktu mau lahirin aku?” tanya Nila setelah merasa sakitnya mulai berangsur

  • Setitik Nila   SN ~ 68

    “Mas, aku gendut banget, ya?” tanya Nila saat berdiri di depan meja riasnya. Berbalik ke kiri dan ke kanan, melihat bentuk tubuhnya yang jauh berbeda seperti sebelum hamil. “Dari pipi sampai ke jempol kaki, bulet semua.”Djiwa baru membuka mulut, tetapi mengatupkannya kembali. Pertanyaan tersebut seperti bumerang. Apa pun jawaban yang nantinya Djiwa beri, akibatnya pasti akan kembali pada dirinya sendiri.“Mas, aku tanya loh,” ujar Nila berbalik dan melihat Djiwa menutup laptop lalu meletakkannya di nakas.“Ini sudah malam dan besok kita diminta datang ke wisuda Nila,” ujar Djiwa berusaha mengalihkan obrolan.“Justru karena mau datang ke wisuda, aku ngerasa—”“Yang terpenting itu, anak kita sehat,” sela Djiwa menyingkap selimut di sampingnya dan meminta sang istri berbaring di sebelahnya. “Masalah badan, nanti setelah lahiran kamu bisa ... yoga atau pilates.”“Anakku siapa yang jaga kalau aku pergi olahraga?” Nila berjalan perlahan menuju tempat tidur, tetapi hanya duduk bersandar pad

  • Setitik Nila   SN ~ 67

    “Kamu itu lebay, La,” ujar Nila geleng-geleng setelah mendengar pernyataan Kirana barusan. “Yang ada itu, wisuda baru ditemenin mama sama papa, bukan pas sidang. Kasihan tauk, Mama disuruh nunggu kamu sidang.”“Mama yang mau, kok.” Mila memeletkan lidah pada saudaranya. “Lagian nanti Mama aku bawain laptop, biar bisa nunggu sambil nonton sama ngemil.”“Harusnya jangan mau, Ma,” Nila beralih pada mamanya yang duduk santai di sofa panjang bersama Mila.Sejak pagi, Nila sudah berada di kediaman Gavin karena minta di antar ke rumah tersebut. Ada yang harus dibahas bersama Mila mengenai perusahaan, yang rencananya akan launching awal tahun depan.“Ihh, Mama aja nggak papa. Kok, kamu yang repot, sih, Mbak?” Mila mulai sewot, karena Nila terlalu banyak protes. Padahal, Kirana terlihat santai-santai saja.Nila menyeruput es susu vanilanya, sambil asyik menikmati rujak buah sendirian. Tidak ada yang menemani, karena mangga yang dibeli Kirana rasanya masam. Namun, Nila justru menikmatinya dengan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status