Share

SN ~ 36

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-19 20:41:09
“Ke rumah besok pagi, karena ada yang mau Mama omongin,” titah Atika dengan suara pelan, agar Nila yang sedang berada di dapur tidak mendengarnya.

“Ada masalah?” tanya Djiwa tidak jadi berdiri dari tempatnya untuk menyusul Nila.

“Pokoknya Mama mau bicara, besok,” ujar Atika tidak ingin dibantah.

“Oke.” Karena Atika tidak mau membahasnya malam ini, maka Djiwa akhirnya beranjak pergi. Menghampiri Nila yang berada di dapur seorang diri. “Bisa pakenya?”

“Bisa.” Nila meletakkan piring dan gelas kotor ke dalam mesin pencuci piring. “Waktu masih tinggal di apartemen yang lama, kami punya dishwasher. Mereknya sama.”

“Apartemen lama?” tanya Djiwa sambil mengambil sabun khusus cuci piring yang berada di bawah wastafel, lalu menyerahkannya pada Nila. “Jadi, sebelum tinggal di tempat yang sekarang, kamu pernah tinggal di apartemen lain?”

“Iya,” ujar Nila memasukkan sabun tersebut ke tempatnya, lalu menutup pintu mesin dan menyalakannya. “Apartemen yang lama kamarnya tiga, karena ada kakek sama nen
Kanietha

Udah lope-lopean

| 71
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (39)
goodnovel comment avatar
Lina Maryani
jd senyum sendiri...
goodnovel comment avatar
Zagat Raya
ini sangat Mulus...
goodnovel comment avatar
Najwa Khaira
si djiwa sudah jatuh cinta dari lama kayaknya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Setitik Nila   SN ~ 37

    “Sore minggu depan, ya.” Kirana harus memikirkan beberapa hal lebih dulu, perihal pertemuan dua keluarga yang diusulkan oleh orang tua Djiwa. “Kamu sudah yakin mau nikah sama pak Djiwa.”“Jangan manggil pak lagi, Ma,” pinta Nila segera meluruskn. “Bu Atika mintanya gitu. Tapi sabtu, bukan hari minggunya.”“Tapi kamu sudah yakin?” tanya Kirana sambil mengangkat telur dadar yang baru selesai ia goreng. Meniriskannya lebih dulu di oil pot. “Maksud Mama, kamu baru putus sama Arif, tapi sekarang justru mau nikah sama Djiwa.”“Yaaa ... mas Djiwa baik,” ucap Nila sambil memotong-motong puding buah yang dibawa Djiwa kemarin sore. “Di kantor juga nggak banyak macam. Orangnya lurus-lurus aja.”Seingat Nila memang seperti itu. Ia hampir tidak pernah mendengar gosip aneh mengenai Djiwa terkait perempuan.“Siap lahir batin?” tanya Kirana sambil kembali menuang kocokan telur ke dalam wajan panas dan suara desisnya langsung memenuhi dapur kecil itu.“Emm... siap, sih,” jawab Nila sambil mengunyah ma

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Setitik Nila   SN ~ 38

    “Pagi, La,” sapa Djiwa lebih dulu dan berhenti di sudut meja gadis itu.“Pagi, Pak Djiwa,” balas Nila tetap mempertahankan sikap formalnya, senyum kecil di wajahnya tak mampu menyembunyikan rasa bahagia yang menyelinap.“Jadi, kalau kalau di kantor panggilannya balik ke setelan awal.” Djiwa menahan senyum agar tetap terlihat formal seperti biasa. Ternyata, menjalin hubungan diam-diam seperti sekarang memiliki tantangan tersendiri.“Iya,” jawab Nila sambil meringis kecil. “Biar orang-orang nggak bikin gosip.”“Oke, nggak papa.” Telunjuk Djiwa mengetuk sudut meja Nila sambil melihat ke sekitar. Hanya untuk melihat, siapa saja yang pagi ini sudah ada di lantai redaksi. “Gimana ibumu? Sabtu sore jadi, kan?”“Jadi.”“Oke ...” Djiwa melepas napas lega. Semua rencana hampir menuju sempurna. Tinggal menunggu sabtu sore datang, kemudian langkah selanjutnya bisa dijalankan. Yakni, mempersiapkan acara pernikahan mereka. “Karena pertemuannya sore, bisa paginya ikut saya sebentar? Kita naik motor

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Setitik Nila   SN ~ 39

    “Kenapa kamu masuk dari depan, Mbak?” tanya Mila berbelok menghampiri Nila, yang masuk dari pintu utama lobi. Tidak langsung pergi menuju lift.“Aku naik ojek.”“Motormu kenapa?” Mila melihat ke sekitar, memastikan Djiwa tidak berada di lobi.“Lagi capek bawa motor,” ujar Nila beralasan. Ia berbelok ke meja resepsionis, karena Rachel baru melambai dengan tangan memegang setumpuk amplop.“Kalau gitu nanti pulang sama aku aja, ya,” ujar Mila mengikuti langkah Nila. Ia bisa sekalian mampir ke apartemen gadis itu dan bertemu Kirana.Nila tersenyum dan menggeleng. “Aku ... sebenarnya aku sudah ada janji sama teman. Makanya nggak bawa motor.”“Teman apa teman?” Rachel berceletuk dengan nada menggoda.“Dijemput pacar barumu, ya, Mbak?” sahut Mila menimpali. “Atau balikan sama yang kemarin?”“Astaga, kalian ini apa nggak punya kerjaan?” Nila geleng-geleng sambil melihat surat yang diserahkan Rachel, satu per satu dengan cepat. “Pagi-pagi sudah—”“Pagi.”“Pagi, Pak Gavin,” sapa Rachel lebih du

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Setitik Nila   SN ~ 40

    “Jaaadi, kenapa kami tiba-tiba diundang makan siang di hari kerja yang sibuk seperti sekarang?” Atika melihat buku menu, tetapi segera menutupnya. Ia lebih memilih menatap pelayan yang berdiri di sampingnya, lalu bertanya, “Mbak, apa yang paling mahal di sini?”“Serius, Ma?” tanya Irsyad melihat sang istri dan masih memegang buku menunya.“Serius dong,” jawab Atika lalu menatap sinis pada Gavin, tetapi dalam mode bercanda. “Dia belum ngajak kita makan-makan sejak jadi dirut di Warta. Betul, kan, Vin?”“Terserahmulah, Tik.” Gavin tidak mau ambil pusing dengan urusan menu yang akan dipesan Atika. “Pesanlah dulu. Setelah itu ada yang mau aku bicarakan sama kalian.”Tidak mau didera rasa penasaran yang berlarut-larut, Atika pun segera memesan menu makanan untuknya dan Irsyad sekaligus.“Jadi, apa yang mau kamu bicarakan?” tanya Atika setelah pelayan yang mencatat pesanan mereka pergi menjauh. “Sampai-sampai kami berdua diundang makan siang di sini?”“Sudah dapat izin dari Mila untuk nikah?

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Setitik Nila   SN ~ 41

    Djiwa tertegun. Alisnya bertaut dan menatap tidak percaya pada Nila. Namun, hati kecilnya sudah menebak akan hal tersebut beberapa waktu lalu. Andai saja Djiwa lebih jeli lagi, maka ia pasti sudah menyimpulkan hal ini sejak awal.Sesaat, Djiwa meraih botol air mineral yang ada di tengah meja. Membuka tutupnya dengan cepat, lalu meminumnya hingga separuh. Ia sedang meredam kesal sekaligus keterkejutan yang baru saja menghantam dengan telak.“Rambut waktu itu,” ucap Djiwa sambil menutup botol airnya dan kembali meletakkan di meja. “Untuk tes DNA?”“Betul,” jawab Nila kembali meraih tangan Djiwa setelah melepasnya sesaat. Ternyata Djiwa sudah menyadarinya, tetapi pria itu tidak bisa menebak-nebak apa tujuan Nila melakukan tes tersebut. “Maaf kalau belum bisa bicara dari kemarin-kemarin, karena ... saya waktu itu masih marah sama Pak Gavin.”Djiwa mengalihkan pandangan ke arah Gavin. Pria itu tampak sedang menikmati suasana yang baru terjadi dan sengaja membuat Djiwa semakin kesal. Namun,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Setitik Nila   SN ~ 42

    “Tunggu lima menit, baru Mas Djiwa masuk,” pinta Nila sembari membuka sabuk pengaman. “Jangan bareng, karena nanti ada yang curiga.”“Tapi kita sudah pernah masuk ke kantor bareng-bareng.” Bagi Djiwa, permintaan Nila barusan tidak masuk akal, karena mereka pernah melakukannya satu kali. “Waktu itu saya bawa motor, tapi sekarang, kan, enggak.” Nila meringis kecil. “Tiga menit, deh. Yang penting jangan sama-sama. Atau, tunggu saya ngelewatin pintu, baru Mas Djiwa masuk. Okeee?”“Oke,” ucap Djiwa tidak kuasa menolak, walaupun ia merasa permintaan Nila masih tidak masuk akal. “Dan bagaimana pulang nanti?”“Mas Djiwa ke mobil duluan,” ucap Nila sembari keluar dari mobil. “Setelah lima menit, baru saya nyusul ke basement.”“Hmm, pergilah,” ujar Djiwa sembari menggeleng.Sebenarnya, hubungan mereka tidak perlu lagi disembunyikan, karena kedua keluarga sudah memberi restu. Hanya tinggal mempertemukan kedua orang tua, lalu menentukan tanggal. Selesai sudah.Sementara itu, Nila bergegas menuj

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Setitik Nila   SN ~ 43

    “Kirana.” Gavin memanggil, ketika wanita itu sudah berada di luar toko. Sementara Jono, sedang menutup pintu harmonika yang berada di belakang Kirana.Gavin sengaja datang menemui Kirana di jam-jam toko akan tutup, agar pembicaraan mereka nantinya tidak terjeda dengan kedatangan pembeli.“Mau apa lagi?” Kirana memutar malas bola matanya dan bertolak pinggang di teras toko. Memandang Gavin yang berdiri lebih rendah dari posisinya. “Bukannya aku sudah—”“Aku mau bicara tentang anak kita.”Jono dan Yani sontak saling melempar pandangan penuh tanda tanya. Mereka terdiam dengan posisi masing-masing. Jono berhenti mendorong pintu, sementara Yani hanya bengong di belakang Kirana.“Papanya neng Nila hidup lagi, Bu?” celetuk Yani pelan, tanpa berpikir panjang.Kirana menghela dan menggeleng saat menatap Yani. “Udah pulang sana, keburu hujan,” ujarnya tanpa mau membahas celetukan karyawan wanitanya.“Aku sudah izinin kamu datang sabtu sore,” ucap Kirana sambil menuruni dua tangga teras ruko unt

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • Setitik Nila   SN ~ 44

    “Ini baru jam tiga,” protes Kirana saat baru membuka pintu dan melihat Gavin tersenyum di luar sana. “Mereka datang jam empat.”“Siapa tahu kamu butuh bantuan,” ucap Gavin lalu sedikit bergeser ke samping. “Aku juga bawa ... kue apa namanya, Us?”“Kue nampan, Pak,” jawab Darius yang sedang membawa beberapa boks makanan di tangannya. “Bapak juga beli cupcakes, roll cakes, sama dessert box. Jadi, bisa ditaruh di mana, Bu?”“Yan,” panggil Kirana buru-buru membantu Darius yang tampak kesusahan membawa beberapa boks sekaligus. Bahkan, tumpukan boks yang dibawanya hampir menutupi separuh dari wajahnya. “Tolong saya sebentar.”Sambil mengambil dua boks teratas yang dibawa Darius, Kirana menatap tajam pada Gavin. “Kenapa diam aja? Nggak bantu bawa?”Gavin menunjuk Darius tanpa rasa bersalah. “Dia bilang bisa bawa sendiri dan nggak butuh bantuan.”“Iya, Bu,” sambar Darius terburu. “Boksnya ringan-ringan semua. Nggak ada yang berat.”Yani yang sejak pagi sudah datang dan membantu Kirana, dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22

Bab terbaru

  • Setitik Nila   Bonchap~5

    Arif terpaku ketika melihat wanita yang duduk tenang di lobi. Tatapan mereka bersirobok dan Arif tahu ia tidak lagi bisa menghindar. Pagi ini juga, ia akan bicara empat mata dengan Deswita.“Mas Arif!”Langkah Arif semakin tertahan, ketika mendengar seseorang memanggilnya. Terlebih, ketika pemilik suara tersebut sudah berada di hadapannya.“Aku mau tanya, cowok yang kemarin di depan lift itu siapa?” Mila bertanya dengan terburu, penuh rasa penasaran.Mila memang sudah tahu nama dan identitas pria itu, tetapi yang belum terjawab adalah hubungannya dengan Arif.“Itu juga yang mau aku tanyakan,” kata Arif pada Mila yang tampak sedikit ngos-ngosan. “Tapi nanti. Karena aku ada urusan yang lebih penting.”“Sekarang.” Mila langsung mencekal lengan Arif sebelum pria itu sempat melangkah pergi. Tatapannya tajam dan menuntut. “Aku cuma mau tahu, dia ada hubungan apa sama kamu?”“Firman.” Arif menghela napas, menatap wanita yang masih duduk di tempatnya sejenak, lalu kembali mengalihkan pandanga

  • Setitik Nila   Bonchap~4

    Pada akhirnya, Mila harus menjalankan perusahaan barunya tanpa kehadiran Nila. Ia pun terpaksa mencari seorang karyawan baru, yang ditugaskan sebagai admin yang serba bisa. Selain itu, Mila juga merekrut satu staf tambahan, untuk menjaga kebersihan kantor dan bisa melakukan berbagai hal lainnya.Intinya, Mila tidak mau rugi. Setiap karyawan yang ia rekrut, harus bisa melakuan beberapa hal sekaligus.Untuk sementara, perusahaan kecilnya hanya berjalan dengan dua karyawan. Mila memilih untuk mengikuti saran Gavin, fokus pada perkembangan bisnisnya terlebih dahulu sebelum merekrut lebih banyak tenaga kerja.“Konten buat tiga hari ke depan sudah siap, Bu,” lapor Janice sambil menyembulkan kepala di ruangan Mila. “Bisa dicek dulu. Kalau oke, tinggal atur jadwal seperti biasa.”“Oke!” Mila mengacungkan ibu jarinya. “Aku kabari besok pagi. Dan berapa total sementara yang ikut kelas online raising money for kids kita besok malam?”“Total 97 orang.”“Cut di 100, ya,” pinta Mila. “Dan selebihny

  • Setitik Nila   Bonchap~3

    “Yaaa, nggak papa juga, sih.” Mila menggaruk kepala setelah mendengar perkataan Gavin.Papanya dan Djiwa kompak keberatan, jika Nila meneruskan pekerjaannya bersama Mila. Bukan apa-apa, Gavin hanya tidak ingin terjadi fitnah atau kesalahpahaman di kemudian hari, karena Arif bekerja di gedung dan lantai yang sama dengan Nila.Lebih baik mencegah, daripada terlanjur mengobati.“Itu artinya, aku harus cari orang buat gantiin mbak Nila,” sambung Mila sambil memikirkan beberapa hal.“Betul,” jawab Gavin. “Karena perusahaanmu itu masih baru, cari aja satu atau dua admin yang bisa handle semua sekaligus. Jangan maruk harus punya staff ini, staff itu, karena kamu belum tahu bagaimana perputaran uang di perusahaan. Pintar-pintar kamu, bagi jobdesk.”“Aku cari satu dulu,” kata Mila sudah memahami perkataan Gavin. “Nanti aku minta tolong sama tante Atika, buat cari orang sama mau konsul sekalian.”“Tapi, jangan bilang kalau Nila nggak jadi kerja karena Arif,” pinta Gavin yang hanya bisa duduk di

  • Setitik Nila   Bonchap~2

    Begitu melihat mobil yang biasa digunakan Mila berhenti di area drop-off lobi. Djiwa bergegas menghampiri dan membuka pintu penumpang belakang. Segera menunduk dan tersenyum lebar ketika melihat putrinya berada di pangkuan Nila.“Sama Papi dulu,” kata Djiwa mengambil alih Emma dari istrinya. “Ke ruanganku atau mau ke kafe?”“Ruangan Papi aja,” jawab Nila sembari keluar dan menutup pintu. Kemudian, ia menoleh pada Mila yang juga baru keluar dari pintu di seberangnya. “Kamu jadi datangin papa?”“Aku ke keuangan aja,” ujar Mila lalu melambai dan melewati keluarga kecil tersebut. Ia tidak ingin menyela kebahagiaan yang ada, karena itu Mila masuk ke dalam lobi dengan segera. “Kabari kalau sudah selesai.”“Pak Budiman baru aja pergi,” ujar Djiwa segera mengajak Nila masuk ke gedung. “Dia bawa cucunya ke sini. Anaknya almarhum.”“Berdua aja?” tanya Nila. “Pak Wahyu sama Anggun nggak ikut?”“Berdua aja.” Djiwa mengangguk. “Cuma berkunjung, ngajak Putra lihat-lihat. Dan kamu tahu, Putra itu mi

  • Setitik Nila   Bonchap~1

    “Aduw, aduw, incess-nya Ibuk tambah cantik.” Mila mencium gemas pipi gembil Emma berkali-kali, hingga bayi cantik itu tertawa geli di gendongannya.Mila memang sangat menyayangi satu-satunya keponakan yang dimilikinya saat ini. Setiap melihat baju atau aksesoris yang lucu, tanpa ragu ia akan membelinya untuk Emma.Bahkan, hampir semua baju yang dimiliki bayi itu, berasal dari Mila. Saking sayangnya, Mila tiba-tiba mengubah panggilannya menjadi ibu, tidak mau lagi dipanggil tante.“Nanti habis lihat kantor Ibuk sama mami, kita mampir ke toko oma, ya!” lanjut Mila segera berbalik pergi meninggalkan Nila yang baru keluar kamar mandi. “Aku tunggu di luar, Mbak. Buruan, tante Atika sudah otewe.”Nila tidak menjawab. Ia mematut diri di cermin lalu menghela kecil. Beberapa pakaiannya sebelum hamil sudah tidak muat, karena berat tubuhnya yang belum kunjung turun setelah melahirkan.Namun, apa mau dikata. Setelah melahirkan, porsi makan Nila juga bertambah karena menyusui. Ia jadi cepat lapar d

  • Setitik Nila   SN ~ 70

    “Pokoknya, nanti kalau anak kedua laki-laki, harus ada nama Papa nyelip di sana.” Gavin masih saja protes, karena ada gabungan nama Kirana dan Atika pada cucu pertamanya.Ternyata, Arana adalah gabungan dari nama Atika dan Kirana.Nila sudah malas membalas Gavin. Ia sudah bilang hanya akan memiliki satu anak saja, tetapi papanya tetap saja menyinggung perihal anak kedua. Lebih baik ia menghabiskan sarapannya dengan segera, setelah itu kembali ke kamar untuk mengASIhi Emma yang sedang berada di gendongan Gavin.Djiwa saja sampai harus bersabar menunggu giliran menggendong putrinya, ketika Gavin berada di rumah.Untuk sementara, Nila diminta tinggal di kediaman Gavin. Kirana tidak tega jika harus melepas putrinya yang baru melahirkan dan tiba-tiba harus mengurus bayi seorang diri.“Papa! Ayok ke belakang!” ajak Mila yang baru memasuki ruang makan. “Kita berjemur sama Emma.”Nila memangku wajah dengan satu tangan. Terus memakan sarapannya dan membiarkan kedua orang itu membawa Emma untuk

  • Setitik Nila   SN ~ 69

    Sambil menahan nyeri yang semakin kuat, Nila bersandar di dada Djiwa, meremas lengan suaminya seakan itu satu-satunya cara untuk menyalurkan rasa sakit yang mendera. Djiwa berdiri di samping ranjang rumah sakit, membiarkan istrinya berpegangan erat. sementara Kirana, duduk di belakang Nila untuk mengusap punggungnya.“Kalau sakitnya gini, anaknya satu aja,” lirih Nila masih sempat-sempatnya protes seraya menahan nyerinya kontraksi.Tatapan Djiwa bertemu dengan Kirana. Ketika wanita itu memberi anggukan, Djiwa segera merespons ucapan istrinya barusan.“Iya, satu aja,” ucap Djiwa dengan terpaksa. Saat ini, Djiwa tidak akan membantah, karena memahami bagaimana kondisi Nila.Mana tahu beberapa tahun lagi pemikiran istrinya bisa berubah dan ingin menambah anak lagi.“Sabar, ya,” ucap Kirana dengan telaten mengusap punggung putrinya untuk menenangkan. “Mama tahu, kamu pasti kuat.”“Apa Mama dulu juga kesakitan gini, waktu mau lahirin aku?” tanya Nila setelah merasa sakitnya mulai berangsur

  • Setitik Nila   SN ~ 68

    “Mas, aku gendut banget, ya?” tanya Nila saat berdiri di depan meja riasnya. Berbalik ke kiri dan ke kanan, melihat bentuk tubuhnya yang jauh berbeda seperti sebelum hamil. “Dari pipi sampai ke jempol kaki, bulet semua.”Djiwa baru membuka mulut, tetapi mengatupkannya kembali. Pertanyaan tersebut seperti bumerang. Apa pun jawaban yang nantinya Djiwa beri, akibatnya pasti akan kembali pada dirinya sendiri.“Mas, aku tanya loh,” ujar Nila berbalik dan melihat Djiwa menutup laptop lalu meletakkannya di nakas.“Ini sudah malam dan besok kita diminta datang ke wisuda Nila,” ujar Djiwa berusaha mengalihkan obrolan.“Justru karena mau datang ke wisuda, aku ngerasa—”“Yang terpenting itu, anak kita sehat,” sela Djiwa menyingkap selimut di sampingnya dan meminta sang istri berbaring di sebelahnya. “Masalah badan, nanti setelah lahiran kamu bisa ... yoga atau pilates.”“Anakku siapa yang jaga kalau aku pergi olahraga?” Nila berjalan perlahan menuju tempat tidur, tetapi hanya duduk bersandar pad

  • Setitik Nila   SN ~ 67

    “Kamu itu lebay, La,” ujar Nila geleng-geleng setelah mendengar pernyataan Kirana barusan. “Yang ada itu, wisuda baru ditemenin mama sama papa, bukan pas sidang. Kasihan tauk, Mama disuruh nunggu kamu sidang.”“Mama yang mau, kok.” Mila memeletkan lidah pada saudaranya. “Lagian nanti Mama aku bawain laptop, biar bisa nunggu sambil nonton sama ngemil.”“Harusnya jangan mau, Ma,” Nila beralih pada mamanya yang duduk santai di sofa panjang bersama Mila.Sejak pagi, Nila sudah berada di kediaman Gavin karena minta di antar ke rumah tersebut. Ada yang harus dibahas bersama Mila mengenai perusahaan, yang rencananya akan launching awal tahun depan.“Ihh, Mama aja nggak papa. Kok, kamu yang repot, sih, Mbak?” Mila mulai sewot, karena Nila terlalu banyak protes. Padahal, Kirana terlihat santai-santai saja.Nila menyeruput es susu vanilanya, sambil asyik menikmati rujak buah sendirian. Tidak ada yang menemani, karena mangga yang dibeli Kirana rasanya masam. Namun, Nila justru menikmatinya dengan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status