“Dari mana kau!” bentak Alex saat Stela Wen baru saja masuk kamar.
Karena sudah merasa lelah, Stela Wen hanya menghela napas dan melengos. Alex lantas mendekat dan meraih tangan Stela Wen.“Aku tanya, kenapa kau diam saja?”Stela Wen menepis dan berdecak. “Bukankah kau sendiri yang tidak mau bicara? Kenapa sekarang kau bertanya?”Alex menguatkan rahang lalu terdengar helaan napas. “Aku minta maaf,” katanya kemudian.Stela menoleh dan menatap diam wajah sang suami. “Untuk apa?”“Semuanya.” Alex meraih tangan Stela hingga posisinya saling berhadapan.Yang namanya wanita memang tidak bisa dipungkiri jika menyangkut soal perasaan. Jika masih ada rasa cinta, memandang wajah pun langsung mulai luluh.“Apa kau mengakui tentang perselingkuhanmu dengan Emma?” tanya Stela.Alex melepas genggaman tangan, lalu mundur dan duduk di tepian ranjang. Stela yang awalnya sudah mulai luluh, kini kembali merasakan kecewa. Apalagi racauan kedua orang itu saat di atas ranjang hampir setiap hari melintas di pikiran Stela.“Kenapa diam?” Stela mengamati dengan jeli. “Kau tidak mau mengakui hal itu?”Alex mendongak dan membalas tatapan Stela Wen. “Aku tidak berniat melakukan hal itu. Aku hanya sedang stres dengan pekerjaan kantor, dan Emma selalu datang menghibur.”Napas Stela mulai sesak mendengar penjelasan Alex yang begitu santai. Stela baru teringat kalau Alex dan Emma memang bekerja dalam satu perusahaan. Dan mungkin inilah awal mereka semakin dekat.“Apa aku termasuk membuatmu stres?” tanya Stela Wen kemudian.“Apa maksudmu?”Stela merasakan tubuhnya mulai terasa panas. Dia matanya mulai berkedut-kedut menahan air mata.“Kau sampai mencari hiburan di luar sana, padahal kau memiliki istri di rumah. Kau terhibur oleh perlakuan Emma, itu artinya kau sudah tidak tertarik dengan istrimu sendiri.”“Siapa bilang!” Alex berdiri. “Tentu saja aku tertarik padamu. Kau adalah istriku.”Stela tersenyum getir lalu membuang muka. “Sudahlah, jangan mengelak. Kalau kau mencintai Emma, katakan saja. Toh dia mantan kekasihmu kan? Aku ini hanya wanita yang dijodohkan denganmu.”Alex merasa iba melihat raut wajah Stela yang sendi. Bagaimana ia bisa menikah dengan Stela, memang karena sebuah perjodohan. Dulu, ibunya yang memaksakan untuk menikahi Stela. Padahal saat itu sudah Jelas kalau Alex sudah memiliki kekasih.Karena terus didesak oleh sang ibu, akhirnya Alex setuju menikah dengan Stela Wen. Meski awalnya tidak ada rasa, tapi kemudian rasa cinta muncul saat usia pernikahan sekitar dua bulan lebih.Semua terasa indah hingga tiba-tiba beberapa bulan terakhir setelah satu tahun pernikahan, Alex mulai menjauh. Semua seperti ada jarak yang saat itu Stela tidak tahu apa penyebabnya.“Besok aku akan membawa Emma kemari.”Belum juga mengakui tentang hubungan gelap bersama Emma, perkataan Alex membuat Stela kebingungan.“Apa maksudmu?”Meski ada rasa sesal, tapi Alex akhirnya bicara sesuai permintaan Emma waktu itu.“Maaf membuatmu kecewa, tapi sudah waktunya aku jujur.”Stela hanya tertegun diam mendengarkan penjelasan Alex yang mungkin akan membuat hati terluka.“Kau tahu kekasihku saat kita dijodohkan adalah Emma, kan?”Ya, memang benar, Stela tahu itu. Keduanya bersahabat dan mulai renggang karena perjodohan itu. Namun, ini bukanlah kesalahan Stela sepenuhnya. Semua karena perjanjian kedua orang tua. Saat itu terjadi, Emma memutuskan untuk pergi ke luar negeri.“Lalu?” Stela menatap Alex dan membutuhkan penjelasan yang lebih panjang.“Aku tidak bisa memilih. Jika Emma tidak muncul, mungkin aku tidak akan teringat masa lalu kita lagi. Tapi tiba-tiba Emma datang dan itu membuatku merasa senang.”Pengakuan itu membuat Stela tersenyum getir. Jadi semua ini tentang cinta lama kembali bersemi? Benarkah begitu? Ah, Stela sungguh ingin marah.“Kalau begitu, kau harus memilih. Aku atau Emma?” Stela mundur satu langkah, tapi bola matanya masih tajam menatap Alex.“Sudah aku katakan, aku tidak bisa memilih.” Alex membuang muka. “Orang tua Emma sudah tahu dengan hubungan ini. Mereka memintaku untuk segera menikahi Emma.”Mata Stela membelalak sempurna. Ini adalah berita yang benar-benar membuat raganya terasa dihantam ombak besar. Menikah? Alex? Lalu aku bagaimana? Stela Wen tidak terasa sudah menitikkan air mata.“Lalu aku bagaimana?” lirih Stela Wen.Alex maju lalu memeluk Stela, “Kau tetap menjadi istriku. Aku juga mencintaimu.”“Shit!” umpat Stela yang langsung mendorong tubuh Alex.“Kalau kau memang mencintaiku, kau tidak akan berselingkuh!” tekan Stela.Alex tidak berkata lagi. Ia hanya mendesah lalu meninggalkan Stela di kamar tersebut. Alex memutuskan untuk tidur di kamar lain.“Tega sekali kau ...” Stela terduduk di bawah ranjang. Ia memeluk ke dua lututnya lalu menyembunyikan wajah yang sudah banjir air mata.Satu tahun pernikahan, haruskah berakhir seperti ini? Stela Wen sungguh sangat kecewa.“Kau kenapa?” tanya Angela saat Alex hendak masuk ke kamar tamu. “Tidak tidur dengan istrimu.”Alex urung membuka pintu dan beralih duduk di sofa ruang tengah. Angela juga ikut duduk.“Bertengkar?” tanya Angela.Alex mendesah lalu menyandarkan kepala pada sandaran sofa. “Aku bingung mengenai Emma.”“Jadi, kau sungguh akan menikahinya?”Alex duduk tertegak lagi dan menatap serius ke arah Angela. “Dari mana kau tahu tentang ini?”“Aku sudah lama tahu tentang perselingkuhanmu. Jadi tidak perlu terkejut begitu.”“Apa ibu juga tahu?”“Tentu saja,” jawab Angela enteng.“Dia tidak marah?”Angela menggeleng. “Untuk apa marah? Sepertinya ibu lebih suka kau menikah dengan Emma. Untuk saat ini Stela Wen yang katanya keturunan keluarga kaya dari Hongkong, ternyata sudah bangkrut. Jadi untuk apa dipertahankan?”“Apa maksudmu?” Alex tidak mengerti.“Apa kau tidak tahu kenapa Ibu menikahkanmu dengan Stela?”“Tentu karena ibu dan keluarga Stela dekat.”Angela sontak tertawa mendengar jawaban dari Alex.“Mana begitu.” Angela masih tertawa. “Ibu menjodohkan kalian berdua karena keluarga Stela waktu itu masih kaya raya. Tapi setelah mendengar keluarga Stela bangkrut, ibu dan aku jadi membenci Stela. Selain dia tidak hamil-hamil, dia juga sudah tidak bisa diharapkan lagi.”“Jahat sekali mereka padaku!” tidak sengaja mendengar pembicaraan itu, Stela Wen nampak marah. Ia mengepalkan kedua tangan dengan kuat lalu beranjak pergi ke kamar lagi.Jika bukan karena mendadak merasa haus, mungkin Stela Wen tidak tahu mengenai kebusukan ibu mertuanya. Ternyata kebaikan mereka selama ini hanya tersumpal oleh kekayaan saja. Cih! Tidak jauh seperti layar drama.“Aku tidak menyangka kalian jahat padaku!” Stela membanting pintu kamar cukup keras.Sementara dua orang di bawah, tidak tahu kalau pembicaraan mereka sudah didengar oleh Stela Wen.“Kau buat Stela tidak lepas meski kau mau menikahi Emma. Jujur saja aku masih ingin Stela di sini.”“Caranya?”***Suasana di ruang makan kali ini tidak sepi seperti biasanya. Tuan David dan Nyonya Jane kini tengah kembali ke negaranya untuk menengok sang putra. Jika mereka berdua senang, tidak untuk Peter. Ia tahu apa tujuan ke dua orang tuanya datang.“Ibu akan suka jika kau menikah dengan Lizy,” kata Jane sambil mengunyah makanan.“Ayah juga setuju,” sambung David.Peter meletakkan sendok di atas piring lalu meneguk minumannya hingga hampir habis. Dalam benaknya, ia malas sekali jika membicarakan tentang wanita itu.“Apa kalian tidak tahu bagaimana perbuatan Lizy?” tanya Peter.David dan Jane saling pandang sesaat.“Apa maksudmu?” tanya Jane.“Ibu mau menikahkanku dengan Lizy, tapi ibu belum tahu seperti apa perlakuan dia di luar sana. Apa ibu mau putra ibu ini menderita?” Peter bergantian menatap wajah ayah dan ibunya.David tersenyum tipis usai menghela napas. “Kalau menurutmu Lizy memang tidak baik, maka kenalkan wanitamu sendiri pada ayah dan ibu.”Jane mengangguk setuju.Peter be
“Kapan kita akan bercinta di rumahmu?” tanya Emma sambil mengusap dada Alex yang tak tertutup sehelai benang pun.“Sebentar lagi, Sayang,” jawab Alex sambil memiringkan badan.Keduanya masih terbaring di atas ranjang. Di balik selimut yang tebal, kini keduanya sama sekali tidak memakai apa pun. Bercinta di belakang sang istri, sepertinya sudah menjadi rutinitas untuk Alex.Setiap Emma merayu, Alex tidak akan bisa menolak. Tampilannya yang feminim, tentu sangatlah menggairahkan. Setiap kali Emma bertemu dengan Alex, ia selalu mengenakan pakaian yang sedikit terbuka. Rok span di atas lutut, lalu dipadukan dengan T-sirt yang ketat pula. Belum lagi bibirnya yang merona, pasti mengundang setiap pria untuk segera mengecup dan melumat habis.“Apa kau juga hebat saat bersama Stela?” tanya Emma.Emma hanya ingin memancing dan melihat reaksi Alex.Alex terdiam. Ia seperti menimang jawaban yang pas. Pertanyaan dari Emma sangat sensitif karena memang itu seharusnya menjadi masalah pribadi.
Peter kembali dengan membawa paperbag berisi snak ringan. Ia masuk ke dalam rumah langsung disambut dua pelayan yang tadi mengepel lantai atas.“Ada apa?” tanya Peter.“Itu, Tuan.” Kedua pelayan bingung dan saling sikut.Peter menaikkan satu alisnya. “Itu apa?”“No-Nona Stela menangis.”Peter spontan berdecak dan berlari menaiki anak tangga. Ia terlihat cemas jika sudah menyangkut tentang Stela Wen. Pasalnya, tadi saat Peter meninggalkannya ke supermarket, Stela sudah terlihat lebih tenang, kalau dia menangis lagi pasti karena teringat suaminya itu.Benar saja, saat Peter membuka pintu kamar, Stela terlihat sedang duduk dengan kedua kaki terlipat. Rambutnya yang panjang terlihat menutupi wajahnya yang menunduk. Pundaknya naik turun sesenggukan karena tangis.“Kau menangis lagi?” Peter mendekat.Stela Wen mendongakkan wajah. Sungguh wajah cantik itu terlihat begitu kacau. Peter meletakkan belanjaannya di atas meja dekat ranjang, lalu ia duduk di hadapan Stela.“Apa kau mau ber
Pagi menjelang, Stela Wen terbangun dengan mata membengkak. Tubuhnya masih lemas karena semalam tidak makan apa pun. Sambil mencoba membuka matanya yang berat, Stela meregangkan badannya ke kanan dan ke kiri bergantian.“Astaga!”Saat Stela menyibakkan selimut, ia baru tersadar kalau dari semalam ia tidur tidak memakai baju. Kejadian malam itu seperti terulang kembali, hanya bedanya kali ini Stela Wen masih mengenakan pakaian dalam.“Semalam aku ngapain?” Stela mencengkeram ujung selimut di depan dada.“Kau sudah bangun?”Suara berat itu mengejutkan Stela Wen. Ia sampai terkesiap dan sedikit mundur hingga ke sudut ruangan.Peter berjalan mendekat“Maaf yang semalam,” kata Stela lirih. “Sepertinya aku sudah mengacaukan ranjangmu.” Stela melirik pakaiannya yang masih tergeletak di atas lantai.Peter angkat bahu dan sama sekali tidak menoleh. Ia berjalan ke arah lemari handuk. Usai mengambilnya, Peter segera masuk ke dalam kamar mandi.Ketika pria itu sudah tak terlihat, Stela W
Alex meninggalkan Emma di ruang tamu bersama Angela, sementara dirinya menyusul Stela masuk ke kamar.“Aku sedang bicara, kenapa kau pergi?” salak Alex sesampainya di kamar.Stela Wen mendesah dan menurunkan tangan yang semula hendak menggulung rambutnya. “Sudah kuberi alasan tadi, kan?”Saat Alex mendekat, Alex menyadari ada sesuatu yang terjadi pada Stela Wen. Terlihat dari wajah masam dan kedua mata yang membengkak.“Kau kenapa?” tanya Alex kemudian.“Tidak apa-apa,” jawab Stela sambil menepis telapak tangan Alex yang hendak menyentuh wajahnya.“Kenapa wajahmu pucat masam begitu?”“Bukan urusanmu!”“Stela!” hardik Alex tiba-tiba. Stela sampai membelalak kaget. “Kau jangan membuatku marah!” imbuh Alex lagi.Stela mengeraskan rahang menahan amarah. Siapa di sini yang bersalah dan siapa yang ujung-ujungnya marah-marah?“Untuk apa kau peduli denganku, ha?” tanya Stela. “Bukankah sudah ada Emma?”Alex terdiam sesaat. Ia sendiri sejujurnya pulang larut semalam. Ia mendadak emo
Meski tahu kalau Stela Wen adalah istri sah Alex, tetap saja Emma merasa cemburu. Hatinya terasa sakit saat memergoki Alex tengah memeluk Stela. Karena merasa jengkel, selama perjalanan Emma terus memasang wajah cemberut.“Sudahlah, jangan cemberut begitu,” kata Alex. “Kau kelihatan jelek kalau begitu.”Emma menoleh cepat sambil menajamkan pandangan. “Oh, jadi maksudmu Stela yang cantik.”“Bukan begitu. Maksudku, kau juga cantik, tapi jangan memasang wajah masam begitu.”“Kau akan segera menikahiku, tapi kau masih tetap saja tergoda olehnya,” sungut Emma.“Kata siapa?” tepis Alex. “Kalau aku tertarik padanya, aku tidak mungkin setiap malam bersamamu.”Emma terdiam membebarkan kalimat Alex. Memang, hampir setiap malam Emma selalu ditemani Alex sebelum menjelang tidur. Akhir-akhir ini Alex pulang hanya untuk mandi, tidur dan makan saja. Sebagai sosok suami, harus Alex tahu kalau Stela juga menginginkan sebuah sentuhan.Semua perdebatan berakhir setelah sampai di depan gedung apar
"Siapa wanita tadi?" tanya Stela. Peter yang sedang menikmati pasta lantas mendongak. "Hanya teman." Stela mencebik bibir lalu menunduk. "Tapi kenapa dia kelihatan marah saat kau bilang aku kekasihmu? "Nanti kau juga tahu," sahut Peter enteng. "Tidak tahu juga tidak apa." Stela buru-buru menghabiskan makanannya. Begitu piringnya sudah kosong, Stela mendorongnya ke tengah lalu segera meneguk minumannya sampai habis. "Aku sudah selesai," kata Stela sambil meletakkan kembali gelasnya di atas meja. "Sebaiknya aku pergi." "Hei!" Peter meraih tangan Stela hingga terduduk lagi. "Memang siapa yang sudah mengizinkamu pergi?" "Tidak ada, tapi aku ingin pergi. Aku sudah kenyang." Stela melengos dan melenggak begitu saja keluar dari restoran. Peter yang belum mau kehilangan Stela, segera berlari menyusul. "Aku antar kau pulang." Stela Wen berdecak sebal begitu tahu langkahnya masih dibuntuti oleh Peter. Selain sudah stres menghadapi kehidupan bersama suami, di luar sini Stela harus berh
Ibu dan anak tersebut kini sudah duduk di ruang tengah. Mereka duduk mengobrol sambil menunggu ayah pulang. Jika memang ayah bekerja di pekebunan, harusnya dia sudah kembali."Ini sudah hampir malam, kenapa ayah belum pulang?" tanya Stela heran.Setahu Stela, yang namanya bekerja diperkebunan hanya sampai siang saja. Biasanya setelah memantau buah masak atau belum ayah akan pulang. Toh di sana juga ada pekerja lain."Hari ini ayahmu mengantar anggur dan apel ke perusahaan," ujar Janete."Apa diperusahaan kakek?"Janete mengangguk."Em, mereka sudah berbaikan?" Stela bertanya meski awalnya ragu.Janete tersenyum lalu meraih kue kering yang ada di atas piring. "Mereka memang tidak ada masalah." sahut Janete diikuti satu gigitan kue kering itu ke dalam mulut.Stela melipat bibir dan mengerutkan dahi. "Bukankah mereka berdua sedang ada sedikit kesalahpahaman sejak beberapa bulan lalu?"Wajah Stela berubah merengut. "Kakek juga sama sekali tidak menghubungiku sampai detik ini. Dia
Hari pernikahan pun datang. Stela dan Peter sudah siap dibimbing sang Pendeta untuk mengucapkan ikrar janji suci. Acara digelar dengan sederhana yang hanya menghadirkan pihak keluarga dan tamu bisnis saja.Dari balik kain putih berbahan tutu, Peter bisa melihat wajah Stela yang dirias begitu cantik. Sederhana dan terlihat elegan di padukan dengan gaun putih yang menutupi kedua kaki."Kau sangat cantik," kata Peter. Di balik kain tersebut, Stela hanya tersenyum.Detik berikutnya, pengucapan ikrar janji pun terlontar. Pemasangan cincin bergantian dan riuh tepuk tangan mulai terdengar. Mereka berdua kini sudah sah menjadi sepasang suami istri.Rasa bahagia dan haru, dirasakan semua orang yang hadir. Kedua orang tua Stela dan Peter mereka bahkan sampai tidak sadar menitikkan air mata."Selamat untuk kalian berdua." Kata Jane serasa memeluk mereka berdua.Mereka yang lain pun bergantian memberi ucapan selamat.Pagi berlalu meninggalkan acara sakral yang kini sudah beralih ke rumah s
Bill tidak pernah main-main dengan perkataannya. Menyangkut pelecehan pada Stela, semua bukti sudah ada dan Alex harus berakhir hidup di jeruji besi sesuai dengan ketentuan dari pengadilan. Asal keluarga aman, Bill rela melakukan apa saja.Satu tahun Bill diam tanpa berkomunikasi dengan putri dan cucunya, tak lain karena hanya sekedar ingin membuktikan bahwa keluarga Alex memang buruk. Belum lagi keburukan masa lalunya dengan Muchtar. Semua ada jalan cerita masing-masing."Kau sudah merasa tenang sekarang, bukan?" tanya Peter sambil menunduk menyusuri wajah Stela yang kini sedang bersandar di pundaknya. "Aku akan terus menjagamu sampai kapanpun."Stela mendongak dan tersenyum. "Terima kasih kau sudah datang dalam kehidupanku."Sesaat keduanya terdiam menikmati pemandangan air danau yang jernih nan tenang. Hanya sedikit bergelombang saat beberapa daun kering berjatuhan tertiup angin.Sudah lama Stela tidak berkunjung ke tempat ini. Tiada yang berubah selain bertambah terasa nyaman
"Kau baik-baik saja?" tanya Louis dengan napas masih memburu usai menghajar Alex.Berdiri di samping mobilnya, Stela masih sesenggukan sambil mencengkeram kerah bajunya dengan kuat. Sementara Alex sudah melesat pergi dalam keadaan babak belur."Sebaiknya aku antar kau pulang."Stela terpaksa meninggalkan mobilnya di jalan, ia ikut mobil Louis. Setidaknya bersama Louis lebih aman saat ini. "Di mana rumahmu?" tanya Louis sebelum melajukan mobilnya."Putar balik, rumahku ada di jalan sana," jawab Stela lemas.Louis sesekali melirik Stela yang tengah bersandar sambil memandangi ke luar jendela. Wajahnya masih masam dan ada raut kecemasan.Mobil Louis sudah masuk ke pekarangam rumah Stela sekitar pukul tuju malam. Stela yang masih tertegun, bahkan tidak sandar kalau mobil sudah berhenti di halaman rumah. Pikiran Stela masih melayang-layang teringat akan perbuatan Alex yang begitu keji.Louis turun lebih dulu. Ia memutari mobil lalu berpindah ke pintu samping di mana ada Stela yang
Stela tentunya sangat penasaran dengan apa yang kakek dan keluarga Peter bicarakan, Setela obrolan terakhir dirumah saat makan siang. Saat beberapa menit hampir masuk ke kompleks perumahan, Stela berhenti dulu di pom bensin. Baru saja hendak turun dari mobil, ponsel di dalam tas berdering. Pintu yang sudah terbuka sebagian pun Stela tutup kembali."Nomor siapa ini?" Wajah Stela berkerut heran. Seseorang menelpon tapi nomor tersebut tidak terdaftar di kontaknya."Halo, siapa ini?" sapa Stela kemudian."Temui aku di restoran cepat saji.""A-Angela?" pekik Stela."Tidak usah kaget begitu, aku hanya ingin bicara denganmu."Sambungan terputus, Stela urungkan niat pergi ke toilet dan segera putar balik."Untuk apa dia bertemu denganku?" batin Stela.Tidak mau berpikiran yang macam-macam, Stela terus melajukan mobilnya hingga akhirnya sampai di tempat yang dituju.Setelah mencangklong tasnya, Stela pun bergegas turun dari mobil. Di depan sana, di tempat restoran cepat saji, sepertin
Sepulangnya dari tempat Peter, Stela menceritakan semuanya pada ibu dan kakeknya. Tepat jam makan siang, mereka mengobrolkannya di meja makan, tapi tanpa ada Bowen karena dia sedang sibuk mengurusi panen perkebunannya . Untuk Bill, tentu merasa senang dan langsung setuju jika Stela menikah dengan Peter. Namun, sebagai Ibu yang sempat membuat Stela menderita, Janete tidak langsung mengatakan setuju."Apa kau yakin, Sayang?" tanya Janete khawatir."Belum tahu, ibu," sahut Stela usai meneguk air putih. "Aku hanya merasa nyaman saat bersama Peter.""Kalau kau minta pendapat kakek, tentu saja Kakek setuju," timbruk Bill yang lebih dulu selesai menghabiskan makan siangnya. "Kakek sudah lama mengenal keluarga Peter."Janete kembali ikut bicara. "Bukan ibu tidak merestui, ibu hanya tidak ingin kau sakit hati lagi."Kalimat Janete membuat Stela merasa ragu. Meski selama ini Stela tahu Peter usil, tapi dia sangat baik. Hanya saja, tiada yang tahu bagaimana tentang isi hatinya. Bisakah Pete
Emma kembali dengan tangan hampa. Percuma saja berdebat dengan Louis kalau memang Emma juga bersalah dalam ini. Mulanya Emma pikir Louis mencintainya, tapi saat melihat murka dan penjelasan Louis, ya, menang semua hanya permainan belaka. Tidak jauh berbeda seperti saat pertama Emma kembali pada Alex.Sudah sampai di rumah, ruangan nampak sepi. Lampu-lampu juga sudah dimatikan. Ketika masuk ke dalam kamar, Alex masih belum ada di sana. Emma yakin Alex masih berada di kamar lantai dua.Hati rasanya dongkol, tapi Emma tidak berani berbuat apa-apa saat ini. Jika mendekat, Alex mungkin saja akan kembali mengamuk.Di tempat Louis, Chloe sudah keluar dari persembunyiannya. Wajahnya masih terlihat masam seperti saat pertama tadi baru ke sini."Kau sudah tahu alasan kenapa aku bersama Emma kan?" kata Louis coba menjelaskan.Chloe tersenyum kecut. "Jika semua atas nama dendam, apa harus sampai kau bercinta dengannya?""A,aku …" Louis mendadak diam."Katakan saja kau menikmati saat itu,"
Alex menjauh dari Emma untuk sesaat. Di kamarnya yang dulu saat masih beristrikan Stela, Alex tengah merenungi semuanya. Hidupnya sudah hancur, ia kehilangan Stela, perusahaan, ia juga sudah dikhianati istri barunya yaitu Emma. Meski Emma berkata sebuah penyesalan, tapi Alex sudah terlanjur sakit hati."Mungkin ini yang kau pernah rasakan dulu," gumam Stela. "Kau pasti marah, kecewa padaku saat itu. Dan bodohnya, aku baru menyadarinya saat ini."Seperti bukan seorang pria perkasa, Alex jatuh tersungkur di bawah ranjang sambil menangkup kepala. Ia tidak tahan lagi jika terus menahan air matanya. Air mata itu kini mengalir dengan derasnya sampai berjatuhan membasahi kedua lututnya yang menekuk."Aku sungguh bodoh!" sesal Alex. "Andai saja kita masih bersama, aku tidak akan sekacau ini."Cekleeek!Terdengar suara pintu terbuka secara perlahan. Alex sungguh tidak peduli, ia masih tertunduk memeluk kedua lututnya sambil menangis.Perlahan, May melangkah mendekat dengan tatapan iba da
Peter pergi dengan mengendarai mobil Stela, tadi mobilnya sudah ia titipkan pada Glen sebelum pergi. Karena Peter tengah emosi dengan wajah cukup babak belur, tentunya Stela tidak mengizinkan Stela menyetir.Sampai di rumah Peter, Stela turun lebih dulu dari mobil. Ia berlari memutari mobil lalu membukakan pintu untuk Peter."Ayo turun," kata Stela begitu pintu sudah terbuka."Terima kasih," sahut Peter sambil meringis menyentuh ujung bibirnya.Stela yang melihat Peter merasa kesakitan ikut mengerutkan wajah hingga mendesis kecil."Apa sakit sekali?" tanya Stela sambil menuntun lengan Peter.Peter menggeleng.Sampai di dalam, Stela memanggil Nora untuk mengambilkan air es dan handuk kecil. Sementara itu, Stela menuntun Peter membawa ke kamar di atas."Kenapa harus bertengkar?" tanya Stela sambil membantu Peter duduk di tepi ranjang.Peter masih terlihat nyengir menahan perih di ujung bibirnya dan bagian perut yang sempat kena pukul juga."Dia yang memulai," ujar Peter. "Aku
Sementara di tempat lain, Stela kini sudah sampai di rumah sang mantan suami lagi. Ia terpaksa datang kembali hanya untuk mengambil barang pribadinya yang tertinggal. Jika bukan karena itu, Stela sudah enggan menginjakkan kaki di rumah ini lagi.Karena pintu luar tidak tertutup, Stela masuk begitu saja hanya dengan mengucap kata "Permisi". Biar bagaimanapun juga, Stela sudah tidak ada hak lagi di rumah ini, jadi mau mengambil apa pun harus lebih dulu menunggu penghuni rumah muncul.Dan sesuai dugaan Stela, pastilah yang muncul wanita gila itu alias si Emma. Tidak mau bertengkar, Emma langsung mengatakan apa tujuannya datang ke sini."Kau sengaja kan!" seloroh Emma sambil mendorong dada Stela."Aku datang hanya ingin mengambil ponselku saja. Kau tidak usah khawatir, setelah ini aku langsung pergi.""Enak saja!" sungut Emma. "Kau sudah sengaja meninggalkan ponselmu supaya Alex tahu kan?"Stela mengerutkan dahi karena tidak paham. "Apa maksudmu?""Jangan pura-pura tidak tahu kau!"