Pagi hari Stela Wen sudah tidak menjumpai sang suami di atas ranjang. Saat Stela duduk sambil meregangkan otot-otot di tubuhnya, saat itu ia melihat ada secarik kertas di atas nakas.(Aku harus berangkat pagi. Sampai bertemu nanti malam.)Bunyi tulisan itu membuat Stela mendecih. Stela tahu semalam suaminya tidak menemui wanita bernama Emma. Pasti ia buru-buru berangkat pagi karena akan segera menjumpainya."Hei kau!" Seseorang menggedor pintu kamar Stela cukup kuat. "Kenapa belum turun juga. Kau tidak tahu aku dan ibu sudah kelaparan!"Stela Wen melempar secarik kertas itu ke udara lalu mendengkus kesal. Hampir setiap pagi Stela harus dihadapkan dengan dua wanita nenek sihir yang sangat merepotkan.Dulu, Stela tidak terlalu mempermasalahkan semua. Selama Alex masih setia dan begitu perhatian, sikap acuh dari ipar dan ibu mertuanya Stela anggap sebagai masalah kecil. Toh mereka berteriak cuma menyuruh masak dan membersihkan rumah. Semua itu pekerjaan ringan bagi Stela, hanya sa
Stela Wen mengusap air matanya dengan cepat. Setelah itu ia meraih keranjang pakaian lagi dan membawanya ke belakang. Semalam dia diperlakukan seperti ratu, dan malam ini mendadak seperti orang asing yang berulah.Baru saja air matanya reda, Stela harus kembali menahan hatinya setelah tahu kalau Emma datang. Ia kemari bersama Angela. Stela tidak mau terlalu menggubris saat Emma sempat masuk ke ruang belakang dan meliriknya."Dia selalu datang akhir-akhir ini," gumam Stela.Sudah tidak melihat mereka berdua lagi, Stela kembali mengangkat keranjang dan hendak ia bawa ke dalam kamar. Sambil menunggu cucian berhenti berputar di dalam mesin, rencananya setelah ini Stela akan memasak.Ya, itu sudah menjadi pekerjaan sehari-hari."Hei, kau datang?" Alex segera meraih kedua pinggang Emma yang diam-diam muncul di belakangnya. "Aku nanti akan menjemputmu."Emma kini merangkulkan tangan pada leher Alex sambil tersenyum. "Aku tidak sengaja bertemu Angela, jadi aku ikut sekalian. Aku takut kau ber
"Ibu datang, kau malah pergi!" Jane berteriak cukup lantang saat Peter berlari begitu saja melewatinya."Maaf, Bu. Aku sedang buru-buru." Peter tetap berlari ke luar."Hei!" pekik David saar tubuhnya tidak sengaja di serempet Peter."Maaf, Ayah. Aku sedang buru-buru." Alasan sama yang Peter lontarkan pada ibunya.Dari ambang pintu, Jane dan David saling pandang lalu menatap mobil Peter yang sudah melaju."Ini sudah malam, dia itu mau kemana?" tanya David.Jane hanya angkat bahu lalu mengajak David masuk ke dalam rumah. Suasana di luar terlalu dingin."Mungkin dia mau bertemu Lizy," tebak David."Aku tidak yakin.""Kenapa?""Bukankah Peter sendiri yang bilang kalau dia tidak tertarik dengan Lizy?""Benar juga."Keduanya mengobrol ringan di ruang tengah. Mereka datang berniat untuk mengajak Peter makan malam, tapi malah dia pergi dengan buru-buru."Makan malam sudah siap, Tuan, Nyonya." Salah satu pelayan mendatangi mereka dan mempersilahkan hidangan makan malam yang sudah tersaji di at
Alex bangun lebih awal, ia merasa tenggorokannya begitu kering. Saat sudah mengangkat tubuhnya, Alex menguap lalu meregangkan otot tubuhnya. Setelah itu, Alex menoleh pada seonggok daging berselimut yang masih terlelap"Stela, bangunlah. Ambilkan aku minum, aku haus." Alex mengguncang pelan tubuh Stela.Tidak ada sahutan dari Stela hingga beberapa kali Alex coba bangunkan. Stela hanya melenguh dan justru menarik selimut hingga menutupi bagian kepala.Alex berdecak saat itu, tapi ia merasa tidak tega membangunkan Stela. Pada akhirnya Alex turun dari ranjang dan mengambil minum sendiri di dapur."Apa ini?" Alex berhenti di samping meja makan saat melihat ada kardus persegi empat."Pizza?" Satu alis Alex terangkat. "Siapa yang menaruh pizza di sini?" Sambil berpikir, Alex berjalan ke arah dispenser untuk mengambil air putih.Alex kembali dengan segelas air putih lalu duduk. Ia meneguk habis lalu mendesah. Setelah meletakkan gelasnya, Alex kembali menatap kardus pizza tersebut."Apa semal
Hampir setiap saat Stela Wen datang ke kantor Jacob dengan wajah murung. Wajah cantiknya selalu ditekuk dan sedikit terlihat kacau."Apa lagi?" tanya Jacob. "Duduklah sini."Stela Wen duduk lemas. Ia bersandar sementara Jacob sedang mengambil air putih di dekat meja kerjanya."Aku lelah …," kata Stela Wen.Jacob kembali membawa air putih. "Minumlah ini. Aku belum haus, sepertinya kau yang membutuhkan air."Stela Wen menerima segelas air putih itu dan meneguknya. Ia kemudian meletakkan di atas meja. "Aku hampir gila.""Soal Peter atau Alex?""Dua-duanya. Mereka sungguh membuatku stres!"Jacob duduk dengan menyilang kaki miring ke arah Stela. Ia memandangi Stela dan menghela napas sebelum berbicara."Aku dengar, Peter itu orang baik. Tidak ada riwayat keburukan yang dia lakukan selama ini. Soal kedekatan dengan seorang wanita pun jarang didengar. Mungkin dia hanya ingin mengajakmu berkenalan."Stela Wen mendelik sempurna. "Apa yang kau katakan? Jangan ngarang begitu.""Ini hanya tebakan
"Sebenarnya kau mengajakku kemana?" tanya Stela. Ia melangkah keluar dari istana Peter dengan susah payah karena harus mengimbangi langkah kakinya yang memakai sepatu hak tinggi. Belum lagi, Stela di repotkan dengan gaun yang menurutnya terlalu mewah hingga membuatnya merasa tidak nyaman."Diam dan tetap santai," kata Peter sembari membersilahkan Stela untuk segera masuk ke dalam mobil.Stela Wen berdecak sebal dan menghentakkan satu kakinya. Namun, hal yang dilakukannya itu justru membuat Stela sedikit terkilir hingga hampir terjatuh. Beruntung Peter segera menangkap dan memegang bagian pinggang Stela."Kau tak apa-apa?" Peter memastikan. Kini kedua mata mereka bertemu dan saling terdiam memandang."Em, aku baik-baik saja." Stela buru-buru melepaskan diri.Keduanya sama-sama salah tingkah dan panik sendiri. Stela tidak tahu kalau hanya sekedar bertukar pandangan sekejap dengan Peter bisa membuat jantungnya berdegup begitu kencang.Masih menahan rasa gugup, Stela pun segera masuk ke d
Stela Wen tidak tahu sedang berada di sebuah acara apa, yang jelas banyak para pejabat tinggi yang menghadiri acara tersebut. Stela beberapa kali bertanya pada Peter, tapi pria itu tidak memberi penjelasan.Di dalam toilet, Stela masih memandangi wajahnya sendiri yang terlihat bingung. Dia bertemu sahabat lama, lalu melihat sang suami datang bersama wanita lain."Kenapa bukan aku?" Stela bertanya pada dirinya sendiri.Ia tidak peduli dengan riasan di wajahnya. Setelah membasuh beberapa kali wajahnya dengan air kran, kemudian Stela beranjak keluar.Stela tidak kembali masuk ke acara pesta, melainkan beralih ke pintu lain yang terhubung dengan jalan keluar. Hal itu pun tidak mudah bagi Stela, ia harus beberapa kali bertanya pada penjaga di mana jalan keluarnya."Meriah sekali pesta ini?" bisik Emma sambil menarik lengan jas Alex.Alex tersenyum. "Tentu saja, ini acara orang-orang basar.""Selamat datang Tuan Alex." Peter datang mendekat membawa satu gelas di tangan kirinya dan satu gela
Pagi hari di kediaman Peter, Chloe sudah berdiri bersandar pada pintu ruang tamu. Kedua tangannya terlipat di depan dadanya sementara satu kakinya terangkat mendarat pada kusen pintu. Ia sedang menunggu seseorang untuk diinterogasi."Sedang apa, sayang? Kenapa menghalangi jalan?"Yang lebih dulu muncul ternyata Jane, dan tidak lama kemudian disusul David."Tidak ada apa-apa." Chloe menurunkan kakinya sambil cengengesan. "Kalian silahkan berangkat."David dan Jane saling pandang lalu melenggak tidak memperdulikan Chloe yang bertingkah aneh itu."Dagh, Ayah, Ibu." Chloe melambaikan tangan saat kedua orang tuanya masuk ke dalam mobil. "Hari ini aku di ru--""Awas!" Dari arah belakang Peter muncul dan langsung menyerempet tubuh Chloe. "Kau menghalangi jalanku tahu!""Eh, Eh!" Chloe segera meraih tangan Peter dan tidak memberi ijin untuk pergi. "Kita harus bicara dulu.""Ada apa!" teriak David dari balik kaca jendela mobil.Sambil mendorong paksa punggung Peter, Chloe balas berteriak. "Tid
Hari pernikahan pun datang. Stela dan Peter sudah siap dibimbing sang Pendeta untuk mengucapkan ikrar janji suci. Acara digelar dengan sederhana yang hanya menghadirkan pihak keluarga dan tamu bisnis saja.Dari balik kain putih berbahan tutu, Peter bisa melihat wajah Stela yang dirias begitu cantik. Sederhana dan terlihat elegan di padukan dengan gaun putih yang menutupi kedua kaki."Kau sangat cantik," kata Peter. Di balik kain tersebut, Stela hanya tersenyum.Detik berikutnya, pengucapan ikrar janji pun terlontar. Pemasangan cincin bergantian dan riuh tepuk tangan mulai terdengar. Mereka berdua kini sudah sah menjadi sepasang suami istri.Rasa bahagia dan haru, dirasakan semua orang yang hadir. Kedua orang tua Stela dan Peter mereka bahkan sampai tidak sadar menitikkan air mata."Selamat untuk kalian berdua." Kata Jane serasa memeluk mereka berdua.Mereka yang lain pun bergantian memberi ucapan selamat.Pagi berlalu meninggalkan acara sakral yang kini sudah beralih ke rumah s
Bill tidak pernah main-main dengan perkataannya. Menyangkut pelecehan pada Stela, semua bukti sudah ada dan Alex harus berakhir hidup di jeruji besi sesuai dengan ketentuan dari pengadilan. Asal keluarga aman, Bill rela melakukan apa saja.Satu tahun Bill diam tanpa berkomunikasi dengan putri dan cucunya, tak lain karena hanya sekedar ingin membuktikan bahwa keluarga Alex memang buruk. Belum lagi keburukan masa lalunya dengan Muchtar. Semua ada jalan cerita masing-masing."Kau sudah merasa tenang sekarang, bukan?" tanya Peter sambil menunduk menyusuri wajah Stela yang kini sedang bersandar di pundaknya. "Aku akan terus menjagamu sampai kapanpun."Stela mendongak dan tersenyum. "Terima kasih kau sudah datang dalam kehidupanku."Sesaat keduanya terdiam menikmati pemandangan air danau yang jernih nan tenang. Hanya sedikit bergelombang saat beberapa daun kering berjatuhan tertiup angin.Sudah lama Stela tidak berkunjung ke tempat ini. Tiada yang berubah selain bertambah terasa nyaman
"Kau baik-baik saja?" tanya Louis dengan napas masih memburu usai menghajar Alex.Berdiri di samping mobilnya, Stela masih sesenggukan sambil mencengkeram kerah bajunya dengan kuat. Sementara Alex sudah melesat pergi dalam keadaan babak belur."Sebaiknya aku antar kau pulang."Stela terpaksa meninggalkan mobilnya di jalan, ia ikut mobil Louis. Setidaknya bersama Louis lebih aman saat ini. "Di mana rumahmu?" tanya Louis sebelum melajukan mobilnya."Putar balik, rumahku ada di jalan sana," jawab Stela lemas.Louis sesekali melirik Stela yang tengah bersandar sambil memandangi ke luar jendela. Wajahnya masih masam dan ada raut kecemasan.Mobil Louis sudah masuk ke pekarangam rumah Stela sekitar pukul tuju malam. Stela yang masih tertegun, bahkan tidak sandar kalau mobil sudah berhenti di halaman rumah. Pikiran Stela masih melayang-layang teringat akan perbuatan Alex yang begitu keji.Louis turun lebih dulu. Ia memutari mobil lalu berpindah ke pintu samping di mana ada Stela yang
Stela tentunya sangat penasaran dengan apa yang kakek dan keluarga Peter bicarakan, Setela obrolan terakhir dirumah saat makan siang. Saat beberapa menit hampir masuk ke kompleks perumahan, Stela berhenti dulu di pom bensin. Baru saja hendak turun dari mobil, ponsel di dalam tas berdering. Pintu yang sudah terbuka sebagian pun Stela tutup kembali."Nomor siapa ini?" Wajah Stela berkerut heran. Seseorang menelpon tapi nomor tersebut tidak terdaftar di kontaknya."Halo, siapa ini?" sapa Stela kemudian."Temui aku di restoran cepat saji.""A-Angela?" pekik Stela."Tidak usah kaget begitu, aku hanya ingin bicara denganmu."Sambungan terputus, Stela urungkan niat pergi ke toilet dan segera putar balik."Untuk apa dia bertemu denganku?" batin Stela.Tidak mau berpikiran yang macam-macam, Stela terus melajukan mobilnya hingga akhirnya sampai di tempat yang dituju.Setelah mencangklong tasnya, Stela pun bergegas turun dari mobil. Di depan sana, di tempat restoran cepat saji, sepertin
Sepulangnya dari tempat Peter, Stela menceritakan semuanya pada ibu dan kakeknya. Tepat jam makan siang, mereka mengobrolkannya di meja makan, tapi tanpa ada Bowen karena dia sedang sibuk mengurusi panen perkebunannya . Untuk Bill, tentu merasa senang dan langsung setuju jika Stela menikah dengan Peter. Namun, sebagai Ibu yang sempat membuat Stela menderita, Janete tidak langsung mengatakan setuju."Apa kau yakin, Sayang?" tanya Janete khawatir."Belum tahu, ibu," sahut Stela usai meneguk air putih. "Aku hanya merasa nyaman saat bersama Peter.""Kalau kau minta pendapat kakek, tentu saja Kakek setuju," timbruk Bill yang lebih dulu selesai menghabiskan makan siangnya. "Kakek sudah lama mengenal keluarga Peter."Janete kembali ikut bicara. "Bukan ibu tidak merestui, ibu hanya tidak ingin kau sakit hati lagi."Kalimat Janete membuat Stela merasa ragu. Meski selama ini Stela tahu Peter usil, tapi dia sangat baik. Hanya saja, tiada yang tahu bagaimana tentang isi hatinya. Bisakah Pete
Emma kembali dengan tangan hampa. Percuma saja berdebat dengan Louis kalau memang Emma juga bersalah dalam ini. Mulanya Emma pikir Louis mencintainya, tapi saat melihat murka dan penjelasan Louis, ya, menang semua hanya permainan belaka. Tidak jauh berbeda seperti saat pertama Emma kembali pada Alex.Sudah sampai di rumah, ruangan nampak sepi. Lampu-lampu juga sudah dimatikan. Ketika masuk ke dalam kamar, Alex masih belum ada di sana. Emma yakin Alex masih berada di kamar lantai dua.Hati rasanya dongkol, tapi Emma tidak berani berbuat apa-apa saat ini. Jika mendekat, Alex mungkin saja akan kembali mengamuk.Di tempat Louis, Chloe sudah keluar dari persembunyiannya. Wajahnya masih terlihat masam seperti saat pertama tadi baru ke sini."Kau sudah tahu alasan kenapa aku bersama Emma kan?" kata Louis coba menjelaskan.Chloe tersenyum kecut. "Jika semua atas nama dendam, apa harus sampai kau bercinta dengannya?""A,aku …" Louis mendadak diam."Katakan saja kau menikmati saat itu,"
Alex menjauh dari Emma untuk sesaat. Di kamarnya yang dulu saat masih beristrikan Stela, Alex tengah merenungi semuanya. Hidupnya sudah hancur, ia kehilangan Stela, perusahaan, ia juga sudah dikhianati istri barunya yaitu Emma. Meski Emma berkata sebuah penyesalan, tapi Alex sudah terlanjur sakit hati."Mungkin ini yang kau pernah rasakan dulu," gumam Stela. "Kau pasti marah, kecewa padaku saat itu. Dan bodohnya, aku baru menyadarinya saat ini."Seperti bukan seorang pria perkasa, Alex jatuh tersungkur di bawah ranjang sambil menangkup kepala. Ia tidak tahan lagi jika terus menahan air matanya. Air mata itu kini mengalir dengan derasnya sampai berjatuhan membasahi kedua lututnya yang menekuk."Aku sungguh bodoh!" sesal Alex. "Andai saja kita masih bersama, aku tidak akan sekacau ini."Cekleeek!Terdengar suara pintu terbuka secara perlahan. Alex sungguh tidak peduli, ia masih tertunduk memeluk kedua lututnya sambil menangis.Perlahan, May melangkah mendekat dengan tatapan iba da
Peter pergi dengan mengendarai mobil Stela, tadi mobilnya sudah ia titipkan pada Glen sebelum pergi. Karena Peter tengah emosi dengan wajah cukup babak belur, tentunya Stela tidak mengizinkan Stela menyetir.Sampai di rumah Peter, Stela turun lebih dulu dari mobil. Ia berlari memutari mobil lalu membukakan pintu untuk Peter."Ayo turun," kata Stela begitu pintu sudah terbuka."Terima kasih," sahut Peter sambil meringis menyentuh ujung bibirnya.Stela yang melihat Peter merasa kesakitan ikut mengerutkan wajah hingga mendesis kecil."Apa sakit sekali?" tanya Stela sambil menuntun lengan Peter.Peter menggeleng.Sampai di dalam, Stela memanggil Nora untuk mengambilkan air es dan handuk kecil. Sementara itu, Stela menuntun Peter membawa ke kamar di atas."Kenapa harus bertengkar?" tanya Stela sambil membantu Peter duduk di tepi ranjang.Peter masih terlihat nyengir menahan perih di ujung bibirnya dan bagian perut yang sempat kena pukul juga."Dia yang memulai," ujar Peter. "Aku
Sementara di tempat lain, Stela kini sudah sampai di rumah sang mantan suami lagi. Ia terpaksa datang kembali hanya untuk mengambil barang pribadinya yang tertinggal. Jika bukan karena itu, Stela sudah enggan menginjakkan kaki di rumah ini lagi.Karena pintu luar tidak tertutup, Stela masuk begitu saja hanya dengan mengucap kata "Permisi". Biar bagaimanapun juga, Stela sudah tidak ada hak lagi di rumah ini, jadi mau mengambil apa pun harus lebih dulu menunggu penghuni rumah muncul.Dan sesuai dugaan Stela, pastilah yang muncul wanita gila itu alias si Emma. Tidak mau bertengkar, Emma langsung mengatakan apa tujuannya datang ke sini."Kau sengaja kan!" seloroh Emma sambil mendorong dada Stela."Aku datang hanya ingin mengambil ponselku saja. Kau tidak usah khawatir, setelah ini aku langsung pergi.""Enak saja!" sungut Emma. "Kau sudah sengaja meninggalkan ponselmu supaya Alex tahu kan?"Stela mengerutkan dahi karena tidak paham. "Apa maksudmu?""Jangan pura-pura tidak tahu kau!"