“Anwar?” Gayatri tersenyum kecil menyambut tamunya. “Kamu kenal?” Eliot bertanya tidak nyaman dengan keramahan Gayatri pada Dokter tampan di hadapan mereka. “Teman sekolah, Anwar ... kenalkan ini suami aku,” jawab Gayatri ramah. Eliot menjabat tangan terulur Anwar, menyebutkan namanya. Sebelum akhirnya mereka membahas mengenai kondisi Gayatri. Sang dokter memeriksa hasil pemeriksaan di UGD, sebelum memeriksa secara langsung kondisi pasiennya. “Kehamilan ke dua ya? anak pertama usia berapa Gaya?” tanya dokter. “Enam belas tahun, aku tidak mengalami hal ini saat kehamilan anak pertama. Kali ini benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa,” terang Gayatri. Dokter memberikan beberapa pertanyaan, Gayatri dan Eliot bergantian menjawab. Setelah selesai pemeriksaan, Anwar memberikan lembar hasil Laboraturium pada perawat yang bersamanya. “Kita cek sampai besok ya, semoga
“Balas pesan siapa sampai senyum-senyum begitu?” tanya Eliot. Gayatri tengah menikmati segelas coklat hangat kala Eliot memasuki ruang keluarga selepas membersihkan diri sepulang bekerja. “Dokter kandungan aku,” jawab Gayatri. “Anwar? Mau apa dia kirim pesan sore-sore begini?” Eliot duduk di samping istrinya dan menjulurkan kepala mengintip isi layar ponsel Gayatri.Gayatri menoleh dan memberikan ponselnya pada Eliot yang rasa ingin tahunya begitu besar. Eliot membaca sekilas dan mengangguk kecil memberikan kembali ponsel sang istri sebelum menyugar rambut setengah basahnya.“Anwar sesenggang itu sampai bisa berhaha hihi ngomongin kandungan kamu?” Eliot bertanya santai dengan menumpukan satu kaki kanan ke kaki kiri dan bersandar nyaman pada punggung sofa yang mereka duduki.“Hanya menceritakan satu kasus seperti yang aku alami agar aku lebih hati-hati. Kamu bisa baca sendiri kalau aku hanya menimpali untuk menghargai efor
“Masih mau aku bantu tabok enggak, Ma?” bisik Pilar. “Iya, tabok sekali saja.” Gayatri menjawab dengan berbisik pula padahal jelas ia masih dirangkul pinggangnya oleh sang suami. “Papa sudah digigit tadi, masih sakit ini bahunya,” jawab Eliot. Pilar tertawa masih tetap mendaratkan cubitan pada lengan papanya yang langsung mengaduh kencang. “Papa kalau nyebelin terus aku yang akan gigit Papa sampai minta ampun. Mama itu Cuma cinta sama Papa sudah titik, enggak perlu menuduh macam.” Pilar melayangkan protesnya. “Astaga tua sekali bicaranya, anak siapa sih.” Eliot tertawa dengan mengacak rambut Pilar. “Iya Sayang, nanti Mama akan laporkan kamu ya kalau papa resek lagi. Sana istirahatlah, kami belum selesai bicara. Nanti turun untuk makan setelah istirahat ya, Sayang.” Gayatri mendaratkan kecupan pada Pilar yang bergelayut pada bahunya. Pilar mengangguk dan mening
“Sudah rapi sekali, Ma. Pagi-pagi ada pekerjaan?” Pilar bertanya saat melihat Gayatri sudah mengenakan pakaian rapi bahkan menutupi kemejanya dengan blazer coklat muda serta memoles wajah menjadi lebih segar. “Iya ada urusan sama agensi mengenai kontrak, Sayang. Sebentar lagi tante Rachel jemput, Kamu berangkat sama papa kan?” Gayatri menerima gelas yang diberikan Pilar berisi air putih hangat. “Iya sama papa, bawa minyak angin Ma takutnya mual nanti.” Pilar duduk di samping Gayatri untuk bersiap sarapan dengan seragam sekolah abu-abunya.Gayatri tersenyum membelai pipi Pilar. “Sudah Sayang, terima kasih ya. Kamu cepat sarapan.” Gayatri dijemput asistennya yang sampai saat ini belum mau menjadi asisten model siapa pun semenjak Gayatri memintanya untuk mendampingi model lain. Rachel bahkan mengatakan akan menjadi asisten Pilar saja nanti jika Pilar berniat menjeburkan diri ke dunia model seperti mamanya yang langsung Gayatri
“Kenapa tarik nafas terus?” Gayatri bertanya saat mendengar Rachel berkali-kali menarik nafas secara dramatis. “Gaya,” rengek Rachel. “Hem .... “ “Payah sekali enggak sih, hamil?” Rachel kembali menghela nafas, kini dengan menyentuh perut Gayatri dengan telunjuknya. Gayatri melotot dengan apa yang baru saja sahabatnya lakukan, ia menggenggam pergelangan tangan Rachel dan membuat sang sahabat membelai perutnya. Rachel tertawa paham jika ia sedikit menyentil ego sang model dunia. “Maaf Mama Gayatri,” kekeh Rachel. “Kamu pikir perut aku yang melendung ini barang apa sampai di towel begitu,” gerutu Gayatri. “Aku ngilu tahu, bukan maksud geli apa bagaimana. Seperti kencang sekali dan sakit,” ringis Rachel. “Enggak seperti itu, rahim dan perut kita itu elastis, Chel. Memang terlihat kencang tapi ya rasanya sama seperti perut biasanya. Saat hamil yan
“Aku sih punya banyak chanel ke sana, aku inginnya remaja dan dewasa. Karena aku punya anak gadis tentu saja,” kekeh Gayatri. “Ok ... hanya remaja cewek saja?” tanya Eliot. Rachel dan pilar mendengarkan dengan mata tertuju pada layar lebar di hadapan mereka duduk, saat pasangan di belakang mereka sedang mendiskusikan sebuah rencana jangka panjang. “Tante Rachel kalau om Zean sedang bekerja mendingan di sini saja temani mama sekalian bahas bisnis baru. Itu mama sama papa sedang diskusi.” Pilar berbisik pada Rachel yang memangku cookies keju pada stoples bening kaca. “Tante gabungnya kalau sudah jadi, mau jadi sponsor saja yang tetap dapat gajian,” jawab Rachel. Gayatri melempar punggung Rachel dengan bantalan sofa yang sedang ia peluk, menjadikan tawa Rachel lepas berderai-derai. “Aku bagian operasional saja, Gayatri. Kamu tahu aku sedang pusing,” kelakar Rachel.
“Hah?” Pilar melebarkan matanya. “Baru omongan-omongan rencana, belum terealisasikan karena kan eyang putri kamu meninggal enggak lama kemudian dan mama kamu berpisah dengan keluarganya untuk hidup sendirian. Jadi rencana itu menguap begitu saja, dan lagi astaga anak SMP sudah di jodohkan.” Eliot menggelengkan kepala tidak habis pikir dengan cara berpikir orang tua Gayatri. “Kan baru rencana seperti kata Papa, kok papa sewot? Papa cemburu ya karena buka Papa yang dijodohkan sama mama,” ledek Pilar. Gayatri melepas tawa puas sementara Eliot mencubit pipi Pilar gemas sekaligus tertawa rupanya memang seterbaca itu kekesalannya pada orang tua Zidan dan orang tua Gayatri. “Tapi tetap papa yang menang ya, Ma. Tanpa rencana perjodohan ternyata memang jodoh. Kalau sama om Zidan anaknya bukan aku pasti,” kikik Pilar. “Heh sembarangan.” Eliot melebarkan mata berpura-pura marah seraya mendaratkan keli
“Terima kasih ya sudah memotong cerita bagian pakde bude aku.” Eliot memeluk pinggang Gayatri lembut, membelai di sana. “Kalau aku cerita, nanti Pilar jadi benci. Aku enggak ingin Pilar menyimpan kebencian lagi, cukup sama aku saja sekali. Biarkan dia tahu jika keluarga papanya baik semua. Aku sudah ada kamu yang membela mati-matian saat dinyinyiri mereka.” Gayatri menepuk punggung tangan suaminya sekali. “Iya kamu sudah punya bodyguard, aku enggak akan diam saja saat ada yang menyenggol. Oh iya kamu sengaja enggak cerita ke Pilar bagaimana saat kita pacaran?” tanya Eliot. “Buat apa diceritakan astaga, walau kita pacaran juga enggak sampai macam-macam, tetap saja malu cerita sama anak. Ada-ada saja kamu ini,” kekeh Gayatri. Eliot menggelengkan kepala setelah membalik tubuh istrinya. Tertawa kecil saat mengingat sesuatu. “Kamu ingat kejadian di puncak enggak?” tanya Eliot. Ga
“Kangen sekali, aku enggak bisa meninggalkan mereka lagi ah Sayang. Bawa semuanya setiap perayaan aniversary kita.” Gayatri meletakan tasnya di bangku belakang sebelum mengenakan seatbeltnya. Mereka berdua meninggalkan hotel setelah satu malam menginap, Gayatri dibuat lepas kendali berkali-kali oleh Eliot dengan caranya memuja sang istri. Jika bukan karena kerinduan mendalamnya pada kedua anak merek, Gayatri tidak keberatan memperpanjang acara di hotel dengan banyak kejutan dari suaminya. Eliot memberinya hadiah jam tangan setelah memutuskan jam Gayatri tidak sengaja di tengah bangunan butik milik sang istri. “Baiklah Sayang, baiklah,” kekeh Eliot. “Aku kok payah sekali sampai meninggalkan kado buat kamu, Sayang. Mana aku juga yang menuduh kamu enggak ingat hari pernikahan kita. Kenapa kepikiran belikan aku jam ini? ini jam keluaran lawas dan sudah sangat susah dapatkannya. Aku sangat suka.” Gayatri mengamati pergelangan
Gayatri menggeliat pelan dan langsung membuka mata saat mendengar kata aduh dari samping tempatnya berbaring. “Maaf,” kekeh Gayatri setelah melihat siapa yang tidak sengaja ia gaplok. “Untung sayang,” gumam Eliot. “Sayang saja?” Gayatri meringsek ke dada polos suaminya. “Habis menggaplok wajah aku minta dibilang cinta?” Eliot rapikan rambut di kening Gayatri yang tenggelam dalam ceruk lehernya. “Gaploknya pakai cinta,” kekeh Gayatri. “Aduh aku digombali bangun tidur. Are you ok? aku sepertinya lepas kendali ya?” Eliot merangkum wajah mengantuk istrinya yang tersenyum memandang dirinya, didaratkan kecupan lembut pada kening, mata, hidung dan bibirnya. “Iya kamu menggila, but i’m ok. Hanya capek saja, sama lapar, sama ingin berendam sama ingin pijat.” Gayatri melepas tawa saat jawaban panjangnya membuat suami menghujani wajahnya dengan ciuman bertubi-tubi.
Gayatri melepas tawa lebar hanya beberapa detik saja, kemudian menjerit histeris saat Eliot bangun dari duduk dengan seringai menyeramkan. Eliot siap memakan dirinya hidup-hidup, Gayatri langsung mundur menjauh tanpa alas kakinya. “Eliot berhenti.” Gayatri sontak berlari penuh tawa, menjauh dari Eliot yang terus menyeringai lebar. “Kamu yang mulai Sayang, lihat? celana aku jadi sangat sempit.” Eliot menunjuk celana bahannya dan tawa Gayatri semakin menggema. “Kamu duluan yang mulai, kok malah menyalahkan aku. Lagian baru dibelai dikit sudah siap perang saja,” kelakar Gayatri. Eliot berjalan santai mendekati Gayatri yang heboh memintanya berhenti serta terus tertawa. Bahkan Gayatri menaiki ranjang dan melompatinya saat ia hampir tertangkap oleh tangan-tangan panjang suaminya. “Sayang kamu seram sumpah, berhenti,” kekeh Gayatri saat terjebak antara nakas dan ranjang dalam sekali lompat Eliot
“Kamu yakin, Sayang? tante Rachel kadang keluar kumatnya,” bisik Gayatri pada Pilar. “Tante Gayatri mendengar di sini, Mama Gaya,” sindir Rachel.Gayatri tertawa kecil. “Telepon Mama jika terjadi sesuatu ya, harusnya enggak perlu seperti ini juga.” “Enggak apa-apa Mama, aku juga lama enggak main ke tempat Tante Rachel. Apalagi Mahatma pertama kali. Ada sus juga ikut. Mama tenang saja, kalau adek menangis dijahili tante Chel nanti aku yang jewer,” kelakar Pilar. Rachel selesai menaikkan Mahatma ke carseat dan meminta Pilar segera naik juga. “Kamu takut anak-anak aku siksa ya, sudah senang-senang saja kalian. Eliot sedang jalan pulang katanya. Akan aku kembalikan anak-anak besok sore,” kelakar Rachel. “Kalau Pilar enggak apa-apa menginap lama juga tempat kamu. Yang bayi janganlah, enak saja,” kekeh Gayatri. “Buka kado dari aku, aku taruh di nakas kamu tadi sory menyelinap.” Ra
“Tambah Zean, kamu juga Chel. Dari pagi dia belum makan, Zean. Menangis mulu,” ledek Gayatri. “Jangan bocor deh,” gerutu Rachel. Gayatri dan Pilar yang menolak makan karena sedang bermain dengan adiknya tertawa mendengar gerutuan Rachel. “Baru mau tanya apa boleh tambah,” kekeh Zean. “Makanan banyak di luar, buat malu saja minta makan rumah orang.” Rachel menepuk paha Zean namun tetap mengisi kembali piring makan suaminya yang sudah kosong. “Rachel memang mulutnya kadang asal ceplos, Zean. Tapi kamu lihat kan tetap diambilkan makan lagi, mulut, hati sama kepala enggak sinkron dia,” kekeh Gayatri. “Iya memang, ngeselin tapi sayang. Aduh-aduh jangan dicubit, benar sayang kok.” Zean mengelus pahanya yang mendapat cubitan dari Rachel yang wajahnya merah karena ia bilang sayang. Gayatri dan suaminya kembali melepas tawa melihat bagaimana seorang Rachel yang ketus,
“Aku yang bawa mobilnya.” Gayatri mengambil kunci di tangan Rachel. Rachel mengangguk, duduk di samping kemudi setelah mengantarkan Alea pulang. Sepanjang perjalanan ia kembali menekuri gambar-gambar dari Alea, tersenyum mengagumi keterampilan tangan teman lama sahabatnya. “Chel ... mau aku antar pulang apa mau gendong Mahatma?” tanya Gayatri. “Gendong Mahatma tentu saja, aku malas pulang. Biarkan saja Zean makan indomie,” jawab Rachel.Gayatri melepas tawa mengangguk. “Mahatma sudah merangkak tahu Chel, sudah enggak bisa diam sekali. Suka diikat sama bapaknya, benar-benar Eliot.” “Iya tadi pagi saja teriakannya lima oktaf pas aku goda. Pesanan aku belum sampai rumah kamu ya, Gaya?” Rachel meletakan ponsel di pangkuan dan duduk memutar menghadap Gayatri. “Pesanan apa? please deh Chel berhenti beli hadiah buat Mahatma dan Pilar.” Gayatri langsung paham saat Rachel terkekeh melipat tangan dan
“Ah kamu, aku sedang capek. Dan itu dua bocah ada di kamar kita.” Eliot membisiki Gayatri dengan kembali merapikan pakaiannya yang ia turunkan. “Lagian siapa yang mengajak sih, Sayang. Aku hanya mencoba salah satunya dan pas, hanya lupa ganti saja,” kelakar Gayatri. Eliot berdecap dan menarik pinggang Gayatri lebih menempelinya, sebelum mengangkat dagu sang istri dan mendaratkan ciuman dalam penuh tuntutan di sana. Gayatri melepas tawa dengan menepuk dada suami kesal saat ia dapat terlepas dari bibir candu penuh tuntutan tersebut. “Besok pagi-pagi ya, biarkan aku tidur. Yuk kamu juga harus tidur sebelum Mahatma kembali bangun minta asi dan kamu belum sempat merem. Aku akan tidur di kamar tentu saja, pakai kasur lipat. Biar kalau malam bisa gantian bangun jaga Mahatma.” Eliot bangun dan menarik tangan istrinya sebelum ia benar-benar lepas kendali menghabisi Gayatri di sofa ruang keluarga mereka. “Baiklah Sa
“Oh ya?” Gayatri melepas tawa kecil akan jawaban Eliot. Eliot mengangguk saja, ia juga membuka satu kotak lainnya, kotak berisi kaos bola untuk keluarganya. Matanya melirik Gayatri yang tersenyum begitu melihat isi kotak pesanannya. “Ini pilihan kamu apa kamu minta rekomendasi dari Victoria?” Gayatri menahan senyum setelah memeriksa isi dalam kotak ada lima pasang lingerie keluaran terbaru dengan model twopiece dan berjumlah lima pasang. “Yang dua aku pilih sendiri, yang tiga aku tanya paling baru dari koleksi mereka. Suka enggak? jangan tanya kenapa aku tahu ukurannya ya, aku cium sampai pingsan kamu nanti,” kelakar Eliot. Gayatri menengadahkan kepala tergelak pelan, suaminya memang selalu penuh kejutan. Ia menutup kembali kotak pakaiannya dan menggeser ke tengah meja untuk kemudian ia mendorong kaki kursi suaminya dengan kakinya sebelum bersandar pada tepi meja, berhadapan. “Ingin aku paka
“Mama ... adek mana?” tanya Pilar saat baru sampai rumah sepulang sekolah. “Di kamar Mama sama papa lagi berduaan biasa kalau pulang kerja papa kamu, pulang sekolah bukannya Mama dipeluk malah yang dicari adiknya. Mama sedih berasa enggak di sayang lagi.” Gayatri memasang wajah pura-pura terluka. Pilar melepas tawa dan memberikan pelukan erat pada mamanya yang sedang menyiapkan makanan di meja makan dengan dibantu mbak. Gayatri terkekeh kecil saat dipeluk si sulung yang kian tinggi menjulang. “Istirahat dulu Sayang, kamu capek hari ini kan? Mama siapkan makanan ya, turun makan dulu sebelum istirahat. Oh satu lagi ... Mama baru ganti seprei kamu karena ada noda tinta lebar. It’s ok?” Gayatri sudah sangat jarang merapikan kamar Pilar atau mengganti barang-barang di sana tanpa seizin sang anak karena ia sangat menghargai tempat pribadi anaknya walau dia memiliki akses penuh ke sana, kamar Pilar tidak pernah di kunci saat ia