“Terima,” bisik Rachel namun terdengar oleh semua telinga di sana. Gayatri menoleh ke arah Rachel dan melotot melihat bagaimana sahabatnya menyeringai lebar dengan mengangkat telapak tangannya memperlihatkan cincin yang di pasangkan Zean pada jari manisnya. “Ada yang mau kamu ucapkan sendiri?” Gayatri memandang raut wajah Eliot yang duduk di samping Pilar, mereka berdua mengapit sang putri. “Yang mau aku katakan sudah dikatakan Pilar. Jaminannya Pilar kalau sampai aku melakukan hal yang sama kedua kali.” Eliot menyenggol bahu Pilar dan Pilar mengangguk dengan senyuman lebar. “Benar Ma, aku jaminannya kalau papa seperti itu lagi. Maka aku sendiri yang akan memberi papa pelajaran.” Pilar menimpali dengan menggebu-gebu. Gayatri tertawa kecil, menunduk memandang cincin indah di jari manis yang dipasangkan Pilar. Kemudian mengangkat wajah menghadap putri dan mantan suaminya masih dengan senyuman
Gayatri memandangi seorang wanita yang duduk di hadapannya dengan desah lelah, ia baru akan pulang dari pemotretan saat mobilnya di cegat oleh sebuah BMW hitam. “Mau apa lagi?” tanya Gayatri lelah. “Kamu enggak bisa seperti ini ke aku, Gayatri.” Ucapan pertama yang tersengar di telinga Gayatri. “Seperti ini bagaimana?” tanya Gayatri tidak paham maksudnya. “Kita sama-sama wanita Gayatri, tidak bisakah kamu mengerti aku? Aku sudah sangat banyak berkorban untuk Eliot. Waktu tenaga, perasaan. Aku minta maaf untuk kejadian kemarin-kemarin itu, aku lepas kendali. Aku tahu kamu wanita baik Gayatri. Tidak bisakah kamu menjauh saja dari Eliot dan Pilar?” pinta Risa. Gayatri menghela nafas panjang, memang Risa tidak lagi menggila tapi perkataannya jelas tidak masuk di akal sehat Gayatri. “Kamu punya karier bagus, cantik juga. Kenapa kamu enggak cari laki-laki lainnya saja Gayatri?” tunt
“Apa sih? lepas.” Gayatri mendorong dada Eliot yang memeluknya. “Bilang dulu kenapa?” tuntut Eliot. “Kenapa apanya? Kamu yang kenapa? datang-datang main peluk saja,” bantah Gayatri. Eliot melepas pelukan, namun memegang dagu Gayatri dan sebelah tangannya tetap merengkuh pinggang wanitanya. “Hm?” tegas Eliot. “Awas ah, aku masih mengantuk,” tutur Gayatri. “Baiklah kalau enggak mau bicara, sana tidur lagi aku akan pulang. “ Eliot memutuskan mengakhiri aksi peluk-peluknya serta memutuskan untuk kembali ke kediamannya. “Nyebelin banget sih,” seru Gayatri. Eliot membalikkan badan kembali berhadapan dengan Gayatri dengan sebelah alis naik penuh tanya dengan tatap dalam. “Aku akan cuci muka dulu, mau sarapan apa? Pilar bagaimana ditinggal?” Gayatri bertanya dengan berjalan menuju dapur tanpa menoleh karena yakin Eliot mengikuti di bela
“Ngebet bener sih.” Rachel menyenggol bahu Gayatri di dalam kamar rias. Sang manager mendampingi Gayatri yang sudah di rias dan mengenakan kebaya putih tampak simpel tapi sungguh tidak tanggung-tanggung di datangkan langsung dari Kanada. Seorang Designer ternama dunia yang syok saat dihubungi Gayatri untuk membuatkannya kebaya nikah. “Bukan aku yang mau cepat-cepat, itu sana bilang sama yang laki,” kekeh Gayatri. “Halah ... sama saja kalian, enggak jadi satu panggung berdua dong kita. Enggak apa-apa deh, kamu bahagia duluan.” Rachel menyindir namun matanya berkaca-kaca merangkul bahu Gayatri dalam balutan kebaya modern yang ia samakan dengan Pilar. “Terima kasih ya Chel, sebelas tahun jadi tong sampahnya aku. Aku sudah punya tong sampah baru.” Gayatri mencoba melucu agar ia sendiri tidak turut meneteskan air matanya. “Sialan,” umpat Rachel akhirnya tertawa kecil. “Masih terim
“Berani kan?” tanya Eliot memastikan kembali sebelum Pilar memasuki pintu kamar hotel tempat mereka menginap malam setelah acara pernikahannya dengan Gayatri. “Berani Pa, sudah ah sana aku mau tidur.” Pilar mendorong punggung Eliot agar cepat berlalu dari hadapannya dengan menenteng sepatu tinggi yang untuk pertama kali dalam hidupnya ia pakai setelah berlatih jalan selama seminggu bersama mamanya untuk acara hari itu.Gayatri terkekeh kecil memeluk Pilar. “Night Sayang, kita ada di sebelah kamu kalau kamu butuh sesuatu.” “Siap, Ma,” jawab Pilar tegas. Eliot menggandeng Gayatri ke kamar mereka setelah memastikan Pilar masuk dan mengunci pintu. Acara mereka sebenarnya sudah sejak sore selesai namun mereka menikmati kebersamaan dengan berbincang dengan keluarga Eliot yang kebanyakan kaget sekali akan pernikahannya dan Gayatri yang memutuskan rujuk setelah perceraian sebelas tahun lalu. Gayatri sempat mendapat
“Iya memang bohong kok, aku tidak sedang datang bulan.” Gayatri menjawab dengan seringai kecil. “Dasar.” Eliot kembali meraup bibir merah Gayatri, melanjutkan apa yang tadi terjeda dengan menggebu. Gayatri kembali menggeram kesal lantaran Eliot melepas tautan bibir mereka secara sepihak. “Tidur ... kamu kelelahan.” Eliot memutar badan Gayatri untuk ia pindahkan kembali ke samping, mengajaknya beristirahat. “Baiklah, aku memang lelah.” Gayatri menenggelamkan wajah pada ceruk leher suaminya, keputusan beristirahat adalah tepat bagi mereka yang masih bekerja keras bahkan satu hari sebelum hari pernikahan mereka. Gayatri tidak pernah tahu saat sebelum para keluarganya pulang, Eliot menemui seseorang yang dipanggil pakde dan berbicara mengenai apa yang sudah diceletukkan olehnya di punggung Gayatri dan Gayatri mendengar tanpa sengaja. Hampir sebagian besar keluarga Eliot terlibat dalam bisnis raksa
“Mama sama papa enggak bulan madu?” tanya Pilar menyeletuk ketika mereka sudah di rumah. Mereka bertiga pulang ke kediaman Eliot setelah keesokan harinya menginap di hotel tempat mereka menginap. Gayatri memutuskan tinggal di rumah Eliot karena akan lebih praktis dia yang pindah ketimbang Pilar dan Eliot yang pindah ke rumah barunya. Pertanyaan Pilar membuat Gayatri yang tengah menyeruput capucino tersedak pelan. “Pilar,” tegur Eliot saat melihat istrinya sibuk mengambil kotak tisu karena minumannya tumpah membasahi dagu. “Maaf,” seringai Pilar semakin lebar. “Pertanyaan kamu kaya bom tahu tidak, siapa yang mengajari? Tante Rachel?” berondong Gayatri menolak air minum yang diulurkan Eliot, ia hanya kaget. “Enggak, memang aku yang ingin tahu. Biasanya seperti itu kan setelah menikah akan honey moon. Aku sudah mengerti kok, Ma.” Pilar mengambil botol selai coklat di tengah meja.
“Sedang apa?” tanya Gayatri di sela sedang di ganti make upnya. “Mau meeting, kamu sedang rehat?” Eliot dari seberang bertanya balik. “Iya sedang mau sesi ke dua, ya sudah matikan saja lanjut meeting.” Gayatri segera mengakhiri percakapan agar Eliot dapat melanjutkan pekerjaannya. “Iya, love you Sayang,” jawab Eliot. “Hhmm,” gumam Gayatri. “Hm?” Elliot di seberang sana langsung menghentikan langkahnya saat mendengar jawaban istrinya. “You know i mean.” Gayatri menjawab pelan dengan menundukkan kepala, ia bukan lagi gadis belasan tahun yang harus mengumbar kalimat i love you di tengah ramainya rang make up. “Hm?” Eliot sekali lagi menegaskan. “Ish ... aku sedang didandani, sudah sana nanti terlambat mulai meetingnya,” tolak Gayatri. “Ok,” tandas Eliot akhirnya mau mengerti. Gayatri tersenyum kecil memandang layar