Share

Bab 33

Author: Safiiaa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aku berjalan dengan langkah hati-hati sambil sesekali mengusap pinggang yang terasa kaku. Beruntung ruangan admin tak jauh dari ruangan tempatku menjahit sehingga tak harus jalan terlalu jauh.

Dari balik ruangan kaca, Mbak Miftah mengangguk menyambutku hingga aku berada di depan mejanya.

"Mbak Miftah manggil saya?" tanyaku setelah mengucapkan salam. Aku berdiri menatapnya dengan hati penuh tanda tanya. Apakah ada kesalahan yang kulakukan atau aku akan diberhentikan dari kerja karena kehamilanku ini? Entahlah.

"Duduk dulu, Mbak," ucap Mbak Miftah ramah. Tak ada sedikitpun ucapan atau raut wajahnya yang membuatku makin mengerut, keramahannya melunturkan tanda tanya dan kekhawatiran yang sejak panggilannya sampai padaku sudah membuatku tak tenang.

Aku menarik satu kursi besi yang beralaskan busa empuk. Nyaman sekali rasanya ketika badanku sudah mendarat sempurna di atas kursi ini. Jauh berbeda dengan kursi yang dipakai di ruangan menjahit.

Aroma jeruk yang menguar dari sebuah parfum ruan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 34

    "Ibu pikir kamu sudah bertemu ajalmu," sindir Ibu. Wajah sinis melengkapi ucapannya yang menyakitkan itu. Tangannya bersidekap, enggan beranjak dari tempatnya berdiri."Maafkan Rasyid, Bu. Rasyid baru sempat datang mengunjungi Ibu, sebab keadaan Aisyah beberapa waktu lalu masih drop." Mas Rasyid berujar sambil sesekali melirik ke arahku yang ada di belakang Ibu. "Ibu pikir kamu tidak datang karena sudah lupa." Lagi, Ibu menjawab dengan nada sinis."Tidak, Bu. Maafkan Rasyid. Tidak bisa Rasyid lupa pada Ibu," balas Mas Rasyid sambil meraih tangan Ibu untuk diciumnya.Ibu pun membiarkan tangannya dicium oleh putra tunggalnya itu. Perlahan tapi pasti, api yang sedang membara di wajahnya surut karena perlakuan Mas Rasyid itu."Ibu sehat-sehat kah?"Ibu tidak menjawab. Bibirnya mengatup rapat sambil berusaha mengatur napasnya yang sedikit berubah lebih cepat karena perubahan perasaannya.Setelah beberapa saat terdiam, Ibu baru memberi jalan pada Mas Rasyid untuk mendorong kursi roda Aisya

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 35

    "Kembalilah pada Mas, Dik. Mas masih sayang padamu. Apalagi anak kita setelah ini akan lahir," ucap Mas Rasyid yang seketika membuatku urung membuka pintu.Aku tersenyum sumbang. Mudah sekali dia berkata demikian setelah sekian lama menyembunyikan hubungan terlarangnya itu, ditambah dengan beberapa bulan ini dia abai pada tanggung jawab atas kedua anaknya."Sebenarnya itu bisa dipertimbangkan, sayangnya apa yang Mas lakukan beberapa bulan ini makin membuatku yakin bahwa keputusanku tidak salah.""Beberapa bulan ini aku tidak melakukan apapun padamu, Dik," sergah Mas Rasyid."Justru itu, kemana rasa bersalah Mas padaku dan anak-anak setelah proses cerai usai? Seharusnya, Mas sigap memberikan nafkah untuk anak-anak tanpa kuminta.""Maafkan Mas, Dik. Mas kesulitan ekonomi untuk biaya rumah sakit Aisyah. Uang sertifikasi yang rencananya akan Mas berikan padamu juga sudah terpakai untuk biaya berobat Aisyah. Mas sungguh minta maaf." Mas Rasyid berujar sambil menunduk. "Bukankah itu sudah

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 36

    "Mbak Anita makin cantik saat hamil," ucap Aisyah membuka obrolan saat dalam perjalanan. Wajah yang tidak sesegar saat pertama kali datang itu sesekali melihat ke arahku sambil tersenyum."Makasih." Aku menjawab sekenanya, sebab aku sendiri masih kepayahan mengatur hatiku yang kadang masih panas dingin berada diantara mereka berdua.Kebersamaan kami selama bertahun-tahun ini mencipta banyak kenangan dan itu tidak akan mudah lenyap begitu saja, butuh waktu."Bawaan bayi mungkin. Seingatku waktu hamil Naila dulu juga begini, ya Dik ya? Kamu makin cantik." Mas Rasyid turut menyahuti. Ekor matanya membingkai wajahku yang terlihat dari kaca spion di depannya. Bibir itu mengulum senyum padaku, masih terlihat penuh cinta."Aku sudah lupa." Aku sengaja menjawab demikian agar Mas Rasyid tak lagi mengungkit kenangan yang sudah susah payah kukemasi.Seolah tidak kehabisan pembicaraan, Aisyah terus saja mencari bahan obrolan lainnya, padahal ia tahu aku tidak menanggapi pertanyaan dengan pertanya

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 37

    Aku berjalan ke luar kafe meninggalkan Aisyah yang sedang duduk menunggu Mas Rasyid memesan makanan, mencari udara segar karena telah berhasil membuat Aisyah tak berdaya karena ucapanku.Seharusnya dari dulu saja aku seperti ini agar dia tahu diri, sayangnya semua sudah terlambat.Pemandangan di luar rest area ini sangat indah. Hamparan sawah yang mengelilingi bangunan besar di pinggir jalan tol ini cukup menyejukkan mata. Warna hijau dari tanaman padi ini membuatku tak henti menatap sekeliling dengan penuh rasa syukur.Mataku memejam, sambil menikmati semilir udara yang menerpa wajahku. Sesekali aku mengusap perutku agar bayi yang ada di dalam kandunganku merasa nyaman setelah aku berdebat dengan perempuan tidak tahu malu itu."Jadi anak soleh atau salehah ya, Nak. Sayangi Ibu dan kakakmu nanti," ucapku sambil mengusap-usap perut.Mataku mengitari sekitar, kulihat sepasang suami istri yang sedang berjalan bersama sambil bergandengan tangan. Perut dari perempuan yang digandeng oleh la

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 38

    Tidak ada obrolan dalam perjalanan, pun Aisyah tidak lagi mengeluh minta istirahat di rest area. Akhirnya perjalanan terasa lebih cepat sampai dan aku bisa kembali lagi berjumpa dengan kasur karena punggungku rasanya sudah tak karuan.Saat mobil sudah berhenti di depan rumahku, Mas Rasyid turun lebih dulu untuk membantuku melangkah keluar.Mas Rasyid berdiri di depan pintu yang terbuka, ia hanya berjaga-jaga di depan pintu untuk mengawasiku yang sedang berusaha turun sendiri. Perut yang sudah buncit ini membuat siapapun yang melihat pasti merasa iba karena kepayahan, kecuali Aisyah. Ucapannya itu terdengar tidak ada rasa iba sedikitpun."Sudah besar, seharusnya bisa turun sendiri," sindir Aisyah saat Mas Rasyid membantuku turun dari mobil. "Jangan khawatir, Mas Rasyid hanya membantuku. Tidak ada sedikitpun dalam hatiku untuk mengambil apa yang sudah kamu rebut." Aku menyindir Aisyah sebelum mengangkat badanku keluar mobil.Tak menyahuti, Aisyah hanya mencebik.Aku tak lagi peduli de

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 39

    Seorang bayi baru saja keluar dari rahimku. Pipinya gembil, dagunya lancip serta bibirnya yang kemerahan membuat wajah itu bak pinang dibelah dua dengan ayahnya.Tangisnya yang keras itu membuatku tak henti mengucap syukur. Suara nyaring itu bukti bahwa ia lahir dengan sempurna, tanpa kurang satu apapun. Semoga saja."Alhamdulillah, Dik. Anak kedua kita laki-laki," ujar Mas Rasyid dengan air muka bahagia bercampur haru. Ia sedang duduk di sebelahku sambil menggendong bayi mungil yang sudah dibersihkan itu.Aku mengerjapkan mata, merasai sisa-sisa nyeri dari jahitan yang baru saja dilakukan oleh bidan. Akan tetapi, nyeri itu tak lagi terasa ketika mataku melihat bayi mungil dalam gendongan ayahnya sedang membuka mata sambil memainkam bibirnya. Sungguh menggemaskan.Sakitnya kontraksi dan proses jahit jalan lahir yang sobek, seketika hilang ketika aku melihat bayiku dalam kondisi sehat dan sempurna.Betapa Allah menjaga bayi ini sekalipun semasa hamil kondisiku tidak selalu baik. Bahkan

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 40

    Aku duduk terdiam sambil menyusui bayiku dengan kepala yang tak henti berpikir. Bagaimana mungkin bos di tempatku kerja menaruh rasa padaku. Bahkan berpikir ke sana pun aku tidak pernah.Ingatanku kembali pada saat baru bekerja di konveksi milik Pak Hamid itu. Aku yang tidak tahu caranya mengoperasikan mesin jahit khusus konveksi tetap diterima meskipun Khadijah harus mengajariku lebih dulu.Kembali teringat olehku bagaimana raut dongkol Khadijah karena waktunya tersita untuk mengjariku, di ruangan khusus."Pelan-pelan injak pedal dinamonya!" teriak Khadijak saat aku terlalu bersemangat."Injak pelan sambil pegangi kain bagian ini.""Ini arahnya lewat sini, beda sama mesin jahit yang hitam itu." Khadijah jengkel ketika aku belum terlalu hafal bagaimana rute benang yang tak sengaja terputus.Suara teriakan Khadijah terdengar menyeramkan, tapi karena tekanan keadaan dan kebutuhan membuatku mampu bertahan.Gaji yang kudapat di bulan pertama juga tidak sesuai dengan kesepakatan ketika int

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 41

    PoV. RasyidSepiring nasi yang telah disiapkan oleh Ibu di meja makan sama sekali tidak membuatku ingin menyentuhnya. Aku sedang duduk berpangku tangan sambil menikmati lamunan.Aku kembali teringat saat telingaku mendengar obrolan Anita bersama temannya di dalam kamar perawatan sebelum aku pergi meninggalkan mereka. Kalau tidak salah aku melihat nama konveksi yang tertera di seragamnya adalah "Khanza Convection"Aku tercenung setelah mendengar obrolan Anita dengan rekannya. Serta tulisan Khanza Convection yang ada di baju perempuan tadi, seperti tidak asing bagiku. "Mungkin Mbak Khadijah yang bilang sama Bapak." Suara Anita menyahuti."Ngga tahu juga. Tapi kalau beneran Bapak naksir sama Mbak Nita, aku akan senang sekali. Bapak tuh wajahnya berkharisma banget, Mbak. Dengar-dengar usianya juga belum genap empat puluh tahun, kalo sama usia Mbak pas banget. Karakternya yang berwibawa dan santun cocok sama Mbak yang kalem gini. Ish kalau beneran begitu, aku dukung pokoknya!""Kamu ini.

Latest chapter

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 105

    "Mbak Anita balik sini lagi?" sapa Laili, tetangga sebelah rumah, saat Anita baru saja turun dari mobil yang ditumpanginya."Iya, Mbak. Bagaimanapun rumah sendiri lebih nyaman." Anita tersenyum setelah menjawab pertanyaan tetangganya. Di dalam gendongannya, Nata masih terlelap."Ah iya, Mbak bener. Apalagi diantara kalian belum ada anak."Anita hanya tersenyum untuk menjawab ucapan tetangganya itu. Ia pun lantas masuk ke dalam rumahnya setelah Pak Mahmud membantunya menurunkan koper, meninggalkan perbincangan yang tak berarti dengan tetangganya itu."Makasih ya, Pak," ucap Anita setelah menyelipkan amplop ke dalam genggaman tangan laki-laki yang telah menjemputnya."Sama-sama, Mbak."Selepas kepergian Pak Mahmud, Anita duduk bersandar di sofa ruang tengah. Matanya memejam, memikirkan langkah hidup selanjutnya. Kepergian Hamid yang tiba-tiba membuatnya harus berpikir keras, sama ketika ia baru saja menyandang status janda dulu.Kepala Anita kembali mengingat obrolannya dengan Nisa sebe

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 104

    Sindy bersama Anita berangkat menuju rumah sakit tempat Hamid dirawat. Rasa cemas tak henti-hentinya singgah dalam diri Anita membayangkan bagaimana keadaan sang suami.Ditambah dengan pertengkaran pagi tadi yang membuatnya benar-benar merasa bersalah karena telah membuat sang suami pergi bekerja dengan hati yang tidak nyaman."Semoga kondisi Mas Hamid tidak mengkhawatirkan," lirih Anita tak tenang."Semoga ya, Mbak. Baru kali ini Mas Hamid kayak gini, biasanya ngga pernah. Pasti ada sesuatu yang terjadi sampai dia nyetir mobil ngga konsentrasi begini.""Mbak juga ngga tau. Mas Hamid ngga pernah cerita masalah apapun yang terjadi sama usahanya. Biasanya kalau ada apa-apa, pasti dia duduk lama di ruang kerja. Kalau sudah begitu, Mbak ngga akan berani ganggu.""Mas Hamid memang begitu. Ngga pernah terbuka soal kerjaan sama istrinya. Baginya, masalah dia soal kerjaan adalah masalah dia sendiri.""Padahal Mbak malah senang kalau diajak diskusi.""Itulah, Mbak."Perjalanan pun tiba di ruma

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 103

    "Mbak belum pernah ke mall ini," ucap Anita setibanya mereka di lobby utama. Ia mengamati sekitar dengan dua bola matanya sambil membawa Nata dalam gendongan."Masak belum pernah, Mbak? Secara bapak duitnya banyak.""Bukan perkara duit, Sa. Tapi memang ngga ada waktunya kesini. Kalau sendirian juga Mbak ngga mungkin bisa pergi. Mana berani.""Mbak ngga ngajak aku sih," seloroh Nisa. Ia tertawa setelahnya."Ya mana kepikiran, Sa. Kamu di sana, Mbak disini.""Iya juga sih. Ya sudah, yuk jalan lagi." Nisa menggandeng tangan Anita menuju ke area mall. Mata Anita mengitari sekitar, betapa selama beberapa bulan ini ia hanya menghabiskan waktu di rumah saja tanpa sedikitpun berpikir untuk berjalan-jalan menikmati udara luar. Ia hanya pergi ketika akan mengunjungi Naila atau ke tempat bulik. Selebihnya, Anita hanya di rumah menunggu sang suami pulang kerja."Kemana, Sa?" tanyq Anita saat Nisa menggandengnya menuju eskalator."Cari makanan, Mbak.""Tadi di rumah ditawari makan ngga mau.""Bed

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 102

    "Halo," panggil suara di ujung panggilan. Suara bariton dari lelaki yang saat ini membuat hati Anita kebat-kebit."Sayang?"Anita terdiam. Ia masih belum ingin menjawab panggilan dari sang suami."Sayang masih di situ kan?" ucap Hamid lagi. Ia melihat ponselnya yang masih menampakkan layar panggilan."Sayang aku minta maaf," kata Hamid lagi. Ia tahu pasti sang istri merasa aneh dengan sikapnya tadi pagi. Ditambah dengan penolakannya atas permintaan Anita."Emm ... I-iya, Mas." Anita menjawab dengan ragu-ragu."Aku minta maaf ya, tadi aku buru-buru berangkat soalnya ada masalah yang harus Mas selesaikan." Hamid menurunkan nada suaranya. Ia paham dengan perasaan seseorang yang kini mulai memenuhi relung hatinya."Aku yang harusnya minta maaf. Aku terlalu banyak permintaan pada Mas.""Enggak, ngga apa-apa. Oh Iya, Mas cuma mau kasih tau kalau Mas nyuruh Sindy cari pembantu buat kamu.""Pembantu? Mas aku bisa kerjain semuanya sendiri.""Ngga apa-apa. Biar dia bantu kamu beres-beres sekal

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 101

    Anita terduduk melamun di ruang tengah. Ia masih belum bisa menerima penolakan Hamid terhadap permintaannya. Ada rasa kesal dan amarah yang mulai bergelut dalam dadanya. Akan tetapi, Anita sadar bahwa segalanya sudah terpenuhi di rumah ini. Ia tidak kekurangan apapun yang bisa dijadikan alasan untuk menjadi wanita mandiri.Dering telepon berbunyi dari ponsel yang ada di sampingnya. Anita pun segera meraih ponsel itu untuk menerima panggilan dari seseorang."Assalamualaikum," sapa suara di ujung sana."Waalaikum salam. Ciee manten baru," goda Anita setelah mendengar suara Nisa yang terdengar ceria. Suara Nisa itu menjadi hiburan tersendiri di saat hatinya sedang kesal."Hihihi, Mbak nih! Bikin malu aja," balas Nisa cengengesan. Wajahnya merona karena mengingat bagaimana rasanya menjadi pengantin baru."Nyesel kan, kenapa ngga dari dulu aja nikahnya.""Hahaha enggak juga. Ada sih dikit tapi lebih ke riweh nya, Mbak. Tapi alhamdulilah semua berjalan dengan lancar.""Alhamdulillah. Mbak

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 100

    Hamid membawa Anita duduk di teras samping rumahnya. Jam dinding yang berputar masih menunjukkan angka lima lebih tiga puluh menit, masih ada banyak waktu untuk bisa berbicara dengan istrinya soal semalam.Laki-laki yang memakai kaos polos dengan celana pendek itu menatap sang istri yang menunduk. Ia menunggu perempuan yang rambutnya dikucir kuda itu menjawab pertanyaannya yang baru saja dilempar."Ada apa denganmu?" tanya Hamid sekali lagi. Ia masih terus menikmati wajah Anita yang membisu."Mas bukan dukun, bukan pula orang pintar yang tahu isi hatimu tanpa harus bertanya lebih dulu. Kalau ada apapun, baiknya bicarakan pada Mas, untuk kita bahas bersama. Jangan tiba-tiba diam seperti ini." Hamid berusaha menjelaskan apa yang ia mau. Memulai hubungan tanpa perkenalan yang dekat memang harus ada salah satu pihak yang menjadi mengalah untuk memulai. Jika pihak perempuan tidak demikian, maka pihak laki-laki yang harus mengalah untuk memulai membangun komitmen kedepannya.Anita diam saj

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 99

    Hamid memperhatikan istrinya disela-sela konsentrasinya mengemudi. Ia merasa aneh sebab sejak kembali dari kafe istrinya lebih banyak diam.Suara musik instrumental menemani mereka dalam perjalanan, dan menjadi satu-satunya suara dalam kabin mobil tersebut. Konsentrasi Hamid terpecah, akan tetapi suara musik itu membuatnya tetap bisa mengemudi dengan baik sekalipun hatinya sedang tak biasa.Hari sudah larut. Tidak ada waktu untuk Hamid bisa bertanya perihal perubahan sikap istrinya dengan tenang. Ia harus fokus dengan jalanan yang lumayan lengang agar lekas sampai di rumah.Sekilas Hamid melirik sang istri lagi. Wajah wanitanya itu terus saja melihat ke arah jendela. Sejak mulai perjalanan sampai hampir sampai Surabaya wajah itu tak beranjak dari depan kaca dengan tatapan nanar ke sepanjang bangunan di pinggir jalan.Dalam hatinya, Hamid kepayahan menahan diri. Tapi ia tak punya banyak pilihan sebab khawatir akan terjadi pertengkaran jika grusah grusuh membahas masalah sensitif seperti

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 98

    Di sebuah klinik, Rasyid sedang menunggu dokter memeriksa kondisi Ratih. Ia menjambak rambutnya untuk melampiaskan rasa kesal yang terus saja hinggap di hidupnya."Gimana bisa kamu tabrak istri saya!" omel Fajar. Ia berjalan mondar-mandir di depan Rasyid."Saya ngga nabrak. Dia sendiri yang lari pas saya berusaha pergi. Perlu kamu tahu, antara saya dan Ratih tidak ada apa-apa. Kami dulu memang berteman baik, setelah itu terpisah sekian tahun karena kami sibuk dengan kehidupan kami masing-masing.Baru beberapa hari yang lalu kami kembali bertemu dan saat itu, saya melihat ada gelagat aneh dari Ratih pada saya. Jika saja saya tau rumah tangga kalian sedang tidak baik-baik saja, maka saya tidak akan pernah mau untuk berurusan dengan dia lagi.""Jangan bohong kamu! Ratih terlihat sekali kalau dia menginginkan kamu!" ucap Fajar bersungut-sungut."Menginginkan?" Rasyid menyahut. Dahinya mengerut tak paham dengan ucapan Fajar."Iya, dia terlihat memaksa kamu untuk menerima dia!"Rasyid teetaw

  • Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar    Bab 97

    Nata tidur dalam perjalanan pulang. Ia terlelap nyenyak dalam pelukan sang ibu. Sesekali jemari ibunya mengusap pipi mulus bayi yang terlelap itu.Ada rasa lega yang mejalari hati Anita. Bayi yang dulu ia khawatirkan akan kekurangan kasih sayang bapak, nyatanya kini malah mendapatkan limpahan kasih sayang dari dua bapak sekaligus.Hubungan Anita dengan Rasyid yang membaik itu merupakan diluar prediksinya. Ia bersyukur memiliki suami yang mampu menjadi penengah antara dirinya dan mantan suaminya."Kecapekan ya dia?" tanya Hamid saat melihat sang istri berulang kali memandangi wajah mungil itu.Anita menoleh ke arah sang suami. Bibirnya tersungging sedikit."Iya. Dari siang aktif terus. Tidur cuma sebentar aja." Lagi, Anita mendaratkan pandangannya pada bayi dalam dekapannya itu."Ya sudah biarkan dia tidur. Kasihan.""Iya, Mas. Mas ngga capek? Kalau capek kita nginep di rumah aja," balas Anita. Ia melihat perjalanan masih sampai di sekitar tempat tinggalnya yang lama. Tidak butuh waktu

DMCA.com Protection Status