Home / Romansa / Setelah Lima Tahun / Part 7a Kecewa

Share

Part 7a Kecewa

Author: Lis Susanawati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Entah berapa lama aku tertidur, saat membuka mata hari sudah sore. Dan aku terkejut saat melihat sosok yang menatap sendu sambil menggenggam tangan kiriku.

Perlahan tangan kutarik. Mas Ilham tersenyum meski matanya memerah.

"Sejak kapan, Mas, di sini?" 

"Kira-kira setengah jam yang lalu. Mas kaget waktu dikabari sama Miya. Kenapa enggak ngasih tahu Mas kalau kamu hamil, Vi?"

Benar saja, pasti Miya yang memberitahunya.

"Enggak apa-apa," jawabku singkat. Padahal aku sendiri tidak tahu kalau tengah mengandung.

Aku berusaha bangun dan duduk. Kubiarkan Mas Ilham membantuku. Rasa nyeri dan lemas masih terasa. Lagi-lagi dalam kondisi kecewa begini, aku masih membutuhkannya.

"Maafkan Mas." Digenggamnya kedua tanganku. Netranya menatap lekat. 

"Karena keegoisan Mas, kita kehilangan calo

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (43)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
aku selalu berdoa untuk di berikan hati yang mau MENGAMPUNI dan saat dia benar benar kembali hati ini lega karena tidak kudapati amarah atau benci di dalamnya yang ada ketenangan ayo thor please biar cerita ini jadi contoh manusia tempatnya salah dan dosa tapi saat ada kesadaran ada ampun jawabannya
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
ayolah Mbak Vi beri kesempatan kedua apa tidak ada pengampunan buat suamimu kisah Mbak masih kecil di banding kisahku suami tidak ada kabar berita 15 tahun tinggalkan aku hamil 5 bulan anak bungsu dia kembali anak anak sudah sekolah yang bungsu kelas 7 waktu itu
goodnovel comment avatar
Sawitri Made
mmm menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Setelah Lima Tahun   Part 7b Kecewa

    Dokter wanita berperawakan sedang itu tersenyum saat masuk ruang perawatanku. Di belakangnya ada suster yang mengikuti."Selamat pagi, Bu Vi Ananda. Selamat pagi Pak Ilham," sapanya ramah."Pagi, Dok," jawabku hampir bersamaan dengan Mas Ilham."Sudah lebih baik, 'kan, sekarang? Jangan lupa di minum obatnya, Bu. Biar cepat pulih dan lekas dapat dedek lagi."Aku tersenyum menanggapi doa dokter setengah baya itu.Hanya sebentar dokter itu visit, karena kondisiku secara medis sudah membaik. Tentang hati? Hanya aku yang tahu. Dokter dan perawat itu pasti menilai kegundahan kami hanya karena baru saja kehilangan calon anak.Mas Ilham keluar untuk membereskan pembayaran. Ponselnya yang tertinggal di meja berpendar. Aku menahan diri untuk tidak melihat siapa yang menelepon. Cukuplah, aku tidak harus tahu lagi.Aku membenahi jilbab milik Miya yang dibawakan kemarin. Mas Ilham menunggu sambil duduk di depanku."Mas, enggak

  • Setelah Lima Tahun   Part 8 Pertemuan Tak Sengaja

    Part 8 Pertemuan Tak Sengaja Kadang aku tidak tahu apa yang diinginkan hatiku selain berpisah dengan damai. Sesekali mengamuk misalnya, menemui perempuan itu dan menjambak rambut atau sekedar memaki. Aku justru pergi dan memberi kesempatan kepada suami untuk berkomunikasi. Ketika perempuan itu menghubungi. Ternyata aku bisa selandai ini. Aku membuat teh di dapur, Mas Ilham menyusul dan berdiri di sebelah. Sepertinya dia tidak menerima panggilan itu. "Mas masih ada pekerjaan dengannya. Setelah proyek ini selesai, Mas akan meminta pihak PT Adi Tama untuk mengirim orang lain mengurus pekerjaan dengan kami." "Ini tehnya, Mas." Aku menggeser gelas teh di hadapan Mas Ilham. Tanpa menanggapi dengan apa yang baru saja dikatakannya. Terserah. Bukan apa-apa, misalnya aku tidak mengambil sikap begini. Bisa jadi dia masih terlena dengan

  • Setelah Lima Tahun   Part 9 Pasca Keguguran

    Part 9 Pasca Keguguran Setelah pulih dari keguguran, aku mulai bangkit. Membahagiakan diriku sendiri dan orang-orang yang tiap hari berinteraksi denganku di rumah dan toko. Tubuhku mulai pulih. Aku sempatkan olahraga tiap pagi, meski hanya beberapa menit saja. Aku juga sering mengantar pesanan bersama Pak Nardi. Dari seorang ibu rumah tangga, sekarang aku mulai berperan penting di toko kue ibu. Kenalan juga bertambah, terutama para pelanggan yang kebanyakan dari orang kantoran. Bahkan ada yang menawarkan pekerjaan kantor, setelah mereka tahu aku seorang sarjana ekonomi. Namun, aku lebih menikmati peranku sekarang. Sebagai ibu yang bisa bekerja sambil mengawasi anak. Tiap hari ada saja jadwalku ikut mengantar pesanan sekaligus mengantar Syifa sekolah. Mas Ilham masih seperti biasa, datang seminggu dua kali ke rumah. Kami berbincang seperlunya, karena aku memang memilih s

  • Setelah Lima Tahun   Part 10 Di antara Dua Pria

    Part 9 Dua Pria Dua pria itu saling memandang tajam. Sikap mereka tidak seperti rekan kerja, melainkan seperti dua orang yang saling bermusuhan. Entah karena ada aku di antara mereka atau mengenai pekerjaan. Mas Ilham mendekat dan berdiri tepat di depanku. "Mau pulang sekarang?" "Ya." Pak Alex memanggil resepsionis yang duduk di belakang meja sedang heran memandang kami. Dia meminta wanita itu untuk menyelesaikan pembayaran denganku. Setelah semua beres, Pak Alex meminta wanita itu pergi sebentar. Tinggallah kami bertiga. "Sayang banget berlian sebaik ini kamu tukar dengan kerikil di pinggir jalan. Aku saja yang pernah liar bisa membedakan mana permata mana kaca," bisik Pak Alex lirih pada Mas Ilham. Rahang Mas Ilham tampak mengeras, dia memandang tajam pada Pak Alex. Untung saja para karyawan yang baru saja selesai istirahat dan makan

  • Setelah Lima Tahun   Part 11 Tidak Sedang Bercanda

    Mobil masuk halaman rumah Mama dan langsung menuju garasi. Tampak lampu di ruang tamu masih menyala. Tidak lama kemudian beliau membuka pintu. Mas Ilham membopong Syifa dan kuikuti dari belakang. Mama memelukku erat. Beliau tampak berbinar melihatku lagi setelah dua bulan tidak bertemu. Kuberikan titipan Ibu pada beliau. "Ham, tidurkan Syifa di kamar Mama saja. Mama kangen pengen memeluknya," kata Mama pada Mas Ilham. Aku hanya memandang suamiku yang melangkah masuk langsung ke kamar belakang. "Apa kabar, Ma?" tanyaku saat kami duduk di sofa ruang tamu. "Baik, bagaimana toko ibumu, makin rame?" "Alhamdulillah, iya, Ma. Banyak pesanan akhir-akhir ini." "Syukurlah!" "Kata Ilham, kamu habis keguguran?" Aku mengangguk. "Ilham baru c

  • Setelah Lima Tahun   Part 12 Bandai dalam Hati

    Kami duduk berhadapan di sebuah kafe. Aku pesan jus melon sedangkan Nura memilih jus jambu. Dini sedang melihat YouTube di bangku depan sendirian. Nura yang memintanya ke sana agar tidak mendengar apa yang kami bicarakan. Tadi bocah perempuan itu menanyakan Syifa. Kami memang sudah lama tidak pernah liburan bareng, sejak kucium gelagat kecurangan suami dan mantan kekasihnya itu. Padahal dulu kami sering melakukan apa pun bersama-sama ketika bertemu di rumah Mama. "Enggak kerja, ya, hari ini?" tanyaku membuka percakapan. Tanpa panggilan 'Mbak' seperti biasa aku memanggilnya. Usia kami selisih lima tahun. "Aku ngambil cuti tahunanku, karena ngantar Dini periksa ke dokter gigi." Hening. Nura minum jus jambunya. "Maaf, Vi. Jika hubungan kita akhirnya memburuk seperti ini." Nura membuka suara. Aku tersenyum tipis sambil mengaduk jus di gelas. Kalau bol

  • Setelah Lima Tahun   Part 13 Kebersamaan

    Hampir satu setengah jam aku menunggu di teras rumah Mas Ilham. Tapi dia belum pulang juga. Aku ingin mengambil jaket tebalku dan sneaker. Daripada beli lagi, aku pergi cuma tiga hari. Lagian barang-barang itu masih baru semua. Sayang kalau tidak dipakai. Aku memang sengaja tidak meneleponnya lebih dulu. Aku sampai sana setengah jam sebelum dia pulang kantor. Tapi ini sudah lewat biasa dia pulang. Mendung gelap juga bergelayut manja di angkasa. Seperti tidak sabar untuk mengguyur bumi. Mungkin setelah aku tidak lagi tinggal bersamanya, dia lebih bebas melakukan apa saja. Saat aku hendak menelepon taksi online, mobil Mas Ilham memasuki garasi. Dia tersenyum saat turun dari kendaraan. "Sudah lama menunggu?" tanya Mas Ilham sambil mendekat. "Lumayan lama. Aku ingin mengambil jaket dan sneaker." "Memangnya kamu mau ke mana?"

  • Setelah Lima Tahun   Part 14 Malam Anniversary

    Aku menahan dada Mas Ilham dengan kedua tangan. Membuat jarak di antara kami. Ini penolakan pertama yang kulakukan secara terang-terangan tanpa alasan syar'i. Berdosa? Sudah pasti. Dia masih suamiku, yang telah berusaha meminta maaf dan belum pernah menjatuhkan talaknya. Dia masih punya hak 'memilikiku' kapan pun dia mau. Kami saling pandang. "Kenapa?" Dia bertanya. "Jangan sekarang." Aku mendorong tubuhnya perlahan. Kami sama-sama duduk. Kurapikan rambutku dengan jemari. Ada kekecewaan tampak jelas di wajahnya. Harapan untuk merayakan anniversary kami malam ini kupatahkan begitu saja. "Apa yang Mas lakukan dengan Nura, ketika diam-diam berkencan di belakangku?" Pertanyaan pelan itu membuat Mas Ilham kaget dan menoleh. "Kami tidak melakukan apa-apa." Aku tersenyum getir.&nb

Latest chapter

  • Setelah Lima Tahun   Part 151 Ending

    Vi Ananda's POV"Mas, tidur saja. Biar aku yang jaga Abrisam," ucapku sambil memandangnya. Dia kelihatan capek malam ini."Nanti kamu bisa bangunin Mas kalau butuh sesuatu."Aku mengangguk. Perlahan mata yang selalu bersorot tajam itu terpejam. Tidak lama kemudian terdengar dengkur halusnya.Sebulan ini Mas Ilham kurang tidur karena Abrisam sering mengajak begadang. Kami bergantian menjaganya. Tapi sudah dua hari ini si bungsu tidak lagi begadang. Dia nyenyak tidurnya, terbangun dan menangis kalau mau susu saja.Betapa capeknya Mas Ilham. Siang sibuk dengan pekerjaan, malamnya bergantian jaga Abrisam. Ini tidak pernah dilakukan pada dua anak sebelumnya.🌺🌺🌺Sore yang cerah. Aku mendorong stroller Abrisam menyusuri jalan berpaving yang menghubungkan jalan ke bangunan hotel dan sebuah kafe. Di depanku Abian berlarian

  • Setelah Lima Tahun   Part 150 Pulang

    Vi Ananda's POV"I love you," bisik Mas Ilham di telinga saat aku sedang menyusui Abrisam. Kedekatan kami membuat suster yang bertugas tersipu malu, lantas izin ke luar kamar.Salah satu fasilitas yang kami dapat adalah adanya seorang suster yang stand by selama dua puluh empat jam."Didit ngirim pesan kalau akan datang ke sini agak siang. Hari ini guru home schooling-nya Abian mulai ngajar, jadi Didit nunggu sekalian.""Ya, nggak apa-apa."Home schooling. Sebenarnya ini seperti les yang dilakukan Syifa setiap hari. Abian memang sudah waktunya masuk PAUD. Meski start belajar secara formal masih dua bulan lagi, tapi sekarang sudah di mulai. Aslinya, yang mengajar Homeschooling memang orangtua, bukan guru privat. Tapi beda buat kami, Pak Broto yang memfasilitasi semuanya, gaji guru privat plus uang tranport-nya.Akan tetapi setelah ini aku d

  • Setelah Lima Tahun   Part 149

    Ilham's POV"Ibu, mau pergi ke hajatan, ya?" godaku bercampur jengkel karena khawatir.Wanita di hadapanku tersenyum santai. "Ayo, kita berangkat!" ajaknya sambil menggamit lenganku. Persis seperti pasangan model yang akan melewati red karpet."Kenapa pakai sandal seperti ini?" protesku sambil menunjuk ke arah kakinya."Nggak apa-apa, kita kan mau naik mobil."Sudahlah. Dituruti saja, habis ini aku bisa mencuri sandal itu untuk kusingkirkan.Mobil meluncur pergi di bawah tatapan dua satpam yang sempat mendoakan agar proses kelahiran putra kami lancar.Aku duduk di bangku belakang bersama Vi. Tangannya yang memegang lenganku kadang terasa mencengkeram, mungkin mulasnya kembali datang. Namun saat kupandang dia hanya tersenyum. Tanpa memedulikan adanya Didit, aku menciumi pipi Vi. Pikiranku serius tegang kali ini.

  • Setelah Lima Tahun   Part 148 Kelahiran yang Indah

    Ilham's POV"Pak Ilham, ini berkas yang Bapak minta tadi." Seorang staf bernama Wita menahan langkahku yang hendak keluar kantor."Taruh di meja. Biar nanti saya periksa."Aku segera bergegas keluar ruangan, berjalan lurus ke arah utara menuju ruang pribadiku. Beberapa hari ini aku memang tidak bisa tenang menjelang persalinan anak ketiga kami."Papa," sapa Abian yang sedang asyik bermain di depan TV ditemani Arum. Aku mendekat dan mencium rambut putraku. Lantas aku masuk kamar, Vi sedang duduk di ranjang sambil menyusun baju bayi dan beberapa perlengkapannya sendiri ke dalam travel bag ukuran sedang."Mas, kok pulang lagi?" tanya Vi heran karena sepagi ini aku sudah dua kali menemuinya."Nggak usah cemas gitu. HPL-nya kan masih sepuluh hari lagi. Lagian kalau aku terasa mau lahiran, bayinya juga nggak langsung nongol. Masih ada prosesnya.

  • Setelah Lima Tahun   Part 147

    Vi Ananda's POVSiang itu aku duduk menemani Abian dan Arum yang bermain dengan si kucing hitam. Suasana redup, mendung mengantung menutupi sang surya.Hari ini hatiku berdebar-debar menunggu hasil pembicaraan Mas Ilham dan Pak Broto. Sebenarnya hak Mas Ilham untuk menolak, karena perjanjian awal hanya sampai pada dua bulan ke depan lagi. Tapi aku tahu bagaimana suamiku, terkadang dia terbawa oleh rasa tak enak hati. Mungkin karena dia juga nyaman kerja di sini.Perhatianku beralih pada mobil Fortuner yang memasuki lokasi. Itu kendaraan Pak Petra. Tiba-tiba aku berharap kalau ada Bu Melinda ikut serta, tapi aku kecewa. Yang turun justru Pak Broto, Pak Rony, dan di susul perempuan itu. Perempuan masa lalu suamiku. Dia memakai gamis dan jilbab yang ujungnya dimasukkan ke kerah gamisnya.Pak Petra mendekatiku dan menyalami. "Apa kabar?""Alhamdulillah, kabar baik Pak.

  • Setelah Lima Tahun   Part 146 My Sexy Wife

    Vi Ananda's POVPagi yang dingin, jaket tebal yang kupakai masih membuatku menggigil. Tapi Mas Ilham yang berdiri di sebelahku sudah mandi keringat. Aku sedang menemaninya jogging di tepi pantai sepagi ini. Hanya berdua, karena Abian belum bangun.Dia menenggak habis air mineral di tangannya. Kami berdiri menghadap laut lepas."Kita akan merindukan tempat ini, Mas," kataku.Mas Ilham merangkulku. "Suatu hari nanti kita bisa liburan ke sini ngajak anak-anak," ujarnya sambil tersenyum. Lantas dia terdiam, memandangku lalu tersenyum lagi. Seperti ada yang ingin dibicarakan tapi dia masih tampak bingung."Pak Alex kapan datang?" tanyaku."Kemungkinan dua bulan lagi."Diam. Kami menikmati indahnya pemandangan, sejuk dan berkabut. Angin pagi berembus membuat bergo yang kupakai berkibar. Mas Ilham menahan dengan tangannya aga

  • Setelah Lima Tahun   Part 145

    Ilham's POVAbian masih bermain di depan TV bersama Arum. Gadis umur delapan belas tahun itu telaten menjaga jagoanku. Sementara aku duduk agak ke belakang sambil menyimak email yang masuk. Signal di sini sudah lancar sejak enam bulan terakhir ini. Lima belas menit yang lalu Vi baru masuk kamar setelah menemani Abian bermain.Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan dengannya. Mengenai bos yang ingin agar aku tetap bertahan mengurus proyek ini sampai finish. Inilah yang membuatku bingung beberapa hari, nanti Alex hanya akan sesekali saja ke sini karena akan ada design interior dari sini saja, tapi tetap dalam pantauan Alex.Tidak tega aku menyampaikan ini pada Vi. Dia sudah bahagia mau pulang dan berkumpul lagi dengan putri kami. Abian tahun depan juga masuk PAUD. Vi mau melahirkan di sana dan tinggal di rumah kami yang sudah selesai direnovasi. Kusandarkan punggung di sofa dan menarik napas dalam-dalam. Dil

  • Setelah Lima Tahun   Part 144 Bagaikan di Surga

    Ilham's POV"Janin Ibu sudah berumur delapan minggu," kata dokter Etik sambil menunjukkan layar USG."Alhamdulillah," ucapku. Vi tersenyum lantas kembali menatap layar USG dan memerhatikan ucapan dokternya.Dulu waktu Vi hamil Syifa, aku yang terkejut karena tidak menyangka kalau dia akan hamil secepat itu. Bulan ini menikah bulan depannya dia sudah mengandung.Terus kehamilan kedua yang keguguran karena dia tidak tahu dan aku benar-benar kehilangan. Waktu itu kami lagi berada di puncak masalah. Hamil kali ketiga aku yang merencanakan, disaat dia belum siap, tapi aku yang memaksa diam-diam, karena itu peluang besar kami bisa hidup bersama lagi. Dan kehamilan keempat ini yang benar-benar kami persiapkan berdua."Sayang, mau makan apa? Siang belum makan, 'kan?" tanyaku setelah kami masuk mobil."Apa ya? Ada yang jual lontong sayur nggak ya,

  • Setelah Lima Tahun   Part 143

    Vi Ananda's POVHari ini cuaca sangat terik. Matahari serasa berada tepat di atas kepala. Abian merenggek minta main ke luar, tapi aku melarangnya. Kadang kasihan sama Abian, tidak punya teman bermain. Kalau cucunya Bu Asti diajak ke proyek, Abian baru punya teman. Tapi pasti berujung drama, cucunya Bu Asti -anak lelaki umur enam tahun- itu tidak mau diajak pulang dan Abian sendiri juga nangis kalau ditinggal. Senang dan susah jadinya."Mama, ayo!" Abian kembali menarik tanganku."Jangan, Sayang. Ini jam dua belas lho, panas banget di luar. Abian makan siang terus bobok, nanti sore baru kita jalan-jalan ke pantai sama Papa." Perlahan kutarik lengannya dan kupangku.Abian masih merengek dan diam ketika pintu kamar di ketuk dari luar. Aku bergegas membuka pintu. Bu Asti tersenyum, ditangannya ada semangkuk besar kolak pisang. "Mau nganterin kolak pisang, Bu.""Iya, Bu Asti. T

DMCA.com Protection Status