Share

Bukan Tamu

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Papa nggak bisa seenaknya membatalkan acara itu!" teriak Dewi.

Dwita menangis, tak mampu berkata apa-apa.

"Semua sudah Mama pesan, Pa! Apa Papa tega mempermalukan keluarga kita di depan keluarga Reza?" Dewi mulai marah.

"Kenapa nggak tega! Mama saja tega selalu menyalahkan Alan dan Aira. Semua karena ulah Mama!"

"Pokoknya acara tetap berlangsung! Mama nggak mau kalau sampai batal!"

"Silahkan saja! Papa malam Minggu akan pergi, Papa juga nggak mau menghadiri acara itu." Gunawan keluar dari kamar diikuti oleh Alan.

"Ma, apa yang harus kita lakukan? Aku nggak mau kalau lamaran ini sampai batal!" Dwita menangis lagi.

"Kamu nggak usah nangis kenapa sih? Masalah tidak akan selesai dengan tangisanmu!" bentak Dewi, membuat Dwita tersentak.

Dwita keluar dari kamar mamanya, menuju ke kamarnya sendiri. Ia masih menangis. Alan dan papanya yang duduk di ruang keluarga hanya mengamati langkah kaki Dwita.

"Maaf, Pa. Gara-gara aku dan Aira semua jadi kacau," kata Alan pada Gunawan.

"Mamamu itu mem
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Setelah Kau Mendua   Seperti Sosialita

    "Alan, kamu pakai baju ini ya? Sudah disiapkan sama Dwita, biar seragam sama Papa." Dewi menyodorkan pakaian pada Alan."Aira dikasih juga nggak?" tanya Alan, karena ia melihat hanya satu pakaian saja yang disodorkan padanya."Ya enggak dong! Ini kan baju khusus keluarga.""Aira kan keluarga juga, Ma?""Sudahlah, pakai saja. Sudah dikasih kok banyak protes." Dewi menjadi kesal.Alan bimbang, ia tadi sudah memakai baju couple dengan Aira. Kalau sampai ganti, pasti Aira akan marah. "Nggak usah, Ma. Aku pakai baju ini saja, biar serasi dengan Aira." Alan pun menjauh dari Dewi dan mendekati Angga, suaminya Wina yang kebetulan ada disitu."Sudah dibelikan mahal-mahal kok nggak mau pakai. Ini lebih mahal dari baju yang kamu pakai," kata Dewi dengan suara yang agak keras. Angga menoleh ke arah Dewi, ia dari tadi memang mendengar semua ucapan Dewi. Ia sudah nggak heran dengan watak Dewi."Ada apa sih, Ma?" tanya Gunawan yang juga berada di ruangan itu. Ia tadi asyik ngobrol dengan Angga."

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Setelah Kau Mendua   Bertemu Reza

    "Dasar mertuanya Sindi saja yang suka nyari-nyari kesalahan Sindi," sahut Dita."Jangan menyalahkan orang lain. Seharusnya Sindi yang introspeksi diri." Anwar berbicara lagi. Suasana tampak tegang antara Dita dan Suaminya. "Papa kok malah menyalahkan aku? Memang mamanya Hendi yang nggak suka denganku, makanya dia itu benci sekali denganku." Sindi mulai angkat bicara."Papa kalau nggak tahu nggak usah berkomentar, malah menambah cerita yang enggak-enggak. Memang besan kita itu yang agak lain." Dita membela Sindi."Sudah tahu salah dibela terus," celetuk Anwar.Sebenarnya Dita mau melanjutkan berbicara, tapi melihat Aira datang, ia mengurungkan niatnya itu."Sudah selesai makan?" tanya Gunawan."Sudah, Pa.""Ayo kita pulang. Sudah malam," ajak Alan.Gunawan pun menyerahkan Kenzo pada Aira. Alan dan Aira berpamitan pulang."Aira." Ada seseorang yang memanggil.Aira menoleh, ternyata Wina. Wina berjalan mendekati Aira dan memberikan bungkusan berisi makanan."Ini sedikit makanan untuk di

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Setelah Kau Mendua   Masih Berharap

    "Siapa yang menelpon? Kok nggak kamu angkat?" tanya Tiara."Dwita! Tumben ia menelponku." "Angkat saja, mungkin ia sedang butuh sama kamu.""Malas ah, pasti juga mau mengejekku atau mungkin menghinaku. Biarkan saja."Dering itu pun berhenti, tapi hanya sebentar saja. Kemudian berdering lagi. Aira pun mensilent ponselnya. "Tapi aku penasaran," kata Tiara."Haha, kepo! Pokoknya kalau keluarga Alan menelpon, pasti akan membuat huru hara. Makanya aku malas menerima panggilan. Biarkan saja, nanti kalau memang penting pasti datang ke rumah." Aira tetap pada pendiriannya untuk tidak menerima panggilan dari Dwita. Mereka pun melanjutkan makan sambil bercerita tentang berbagai hal.Klunting-klunting, sebuah pesan masuk ke ponsel Aira. Ia segera membaca pesan itu.[Kenapa nggak berani menerima telepon dariku? Takut ya, pengecut! Dasar perempuan gatal. Sudah tahu kalau Reza itu calon suamiku, masih saja kamu goda. Sadar diri dong, kamu itu sudah punya anak, nggak mungkin Reza mau menggodamu k

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Setelah Kau Mendua   Kebohongan

    Dari balik pintu muncul wajah seorang laki-laki, seorang karyawan bawahan Alan."Maaf, Pak. Ada yang ingin bertemu dengan Bapak." Laki-laki itu berkata dengan sopan, sambil mengamati keadaan di ruangan itu."Siapa, Ben?" tanya Alan pada karyawan yang bernama Beni."Saya nggak tahu, Pak." "Oke, suruh masuk.""Baik, Pak." Karyawan itu pun keluar dari ruangan Alan, ia melirik ke arah Firda sambil tersenyum simpul. Ia sudah menebak apa yang baru saja terjadi."Wajah mereka lucu, tampak tegang dan kaku seperti habis ketahuan selingkuh, hihi. Cantik juga selingkuhan Pak Alan," kata Beni dalam hati. Ia curiga melihat keberadaan mereka berdua, karena dari gestur tubuh mereka, tampak canggung."Aku nggak suka dengan karyawanmu itu," kata Firda ketika Beni sudah keluar. "Kenapa?""Tatapan mata mesum."Alan melihat ke arah Firda."Pantas saja kalau Beni melihatmu dengan tatapan mesum. Tuh kancing kemejamu terbuka."Firda langsung melihat ke arah dada, ia kaget setengah mati, menyadari kebodoha

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Setelah Kau Mendua   Cemburu

    Alan baru saja beranjak dari duduknya, dan hendak menuju ke ruang makan. Tapi ia mengurungkan niatnya itu ketika melihat ada orang yang datang dan langsung masuk ke ruang keluarga.Aira syok melihat siapa yang datang. Siapa lagi kalau bukan Dewi, sang mama mertua. Ia selalu datang tak diundang pulang tak berpamitan, seperti jailangkung saja."Mama?" sapa Alan.Aira melihat ke arah Dwita, tampak Dwita yang memandangnya dengan tatapan sinis dan penuh kemenangan."Pasti Dwita yang menghubungi Mama. Rupanya mereka berdua mau mengeroyokku ya," kata Aira dalam hati."Aku mau melihat, apakah Mas Alan membelaku atau malah membela Dwita?" Aira berusaha ia untuk tetap tenang."Makan, Ma? Bareng sama Mas Alan." Aira menawarkan makan pada mertuanya itu. Dewi hanya melengos kemudian menatap Aira dengan sinis."Ayo Ma, makan bareng sama aku," ajak Alan."Nggak usah. Alan, kamu duduk sini dulu." Dewi memerintahkan Alan untuk duduk di dekatnya."Ada apa, Ma?" Alan tampak heran melihat wajah mamanya y

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Setelah Kau Mendua   Kesabaran Seluas Samudra

    "Mama pulang saja, kalau kesini pasti membuat keributan," kata Alan dengan marah. Aira hanya terdiam, ia kesal dengan mama mertuanya. Ia tahu kalau Dewi tidak menyukainya, tapi ia tidak menyangka jika Dewi berkata seperti itu. Ucapannya tadi itu seolah-olah meminta Alan untuk berpisah dengan Aira."Kamu keterlaluan Alan, dengan mama bisa berkata seperti itu." Dewi juga marah.Drtt…drtt…ponsel Dwita berdering, Dwita segera menerima panggilan itu."Kemana saja sih, ditelpon nggak diangkat-angkat. Kesini sekarang, aku ada di rumah Mas Alan. Cepat!" Dwita langsung nyerocos panjang."Memangnya ada apa?" tanya Reza, ia sebenarnya sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh Dwita."Kesini saja, biar semuanya jelas!" Dwita langsung menutup panggilan itu.Aira hanya diam melihat drama keluarga Alan. Sebenarnya ia sangat lelah dengan menghadapi keluarga Alan yang selalu saja merendahkannya. Tapi untuk berpisah dengan Alan ia belum sanggup secara finansial."Assalamualaikum!" Terdengar suara orang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Setelah Kau Mendua   Mencari Kerja

    "Kamu menuduhku selingkuh?" Alan tampak marah."Enggak. Aku kan cuma bilang kalau wajah Mas Alan tampak berubah, seperti orang yang sedang ketahuan melakukan sesuatu. Selingkuh misalnya. Kenapa mesti marah?" Aira masih berusaha untuk tenang."Tapi dari caramu berbicara menuduhku seperti itu.""Kalau memang Mas nggak selingkuh, ngapain harus emosi? Selow Mas, kalau marah-marah nanti malah tekanan darahnya naik, bisa stroke. Kalau langsung mati sih nggak apa-apa, tapi kalau stroke berkepanjangan, aku nggak sanggup mengurusnya.""Kamu mendoakan aku mati?""Enggak. Aku berkata hanya misalnya saja.""Kamu kenapa sih, kok dari tadi kata-katamu itu membuatku emosi.""Mas, jujur saja! Aku sudah muak dengan keluargamu. Mama dan adik-adikmu tidak pernah menghargai aku sama sekali. Kalau kamu memang mau bercerai seperti usul mereka, aku nggak takut. Ceraikan saja aku. Tapi aku akan menyebarkan foto-foto mesra Mas ketika sedang selingkuh!" Aira berkata dengan tegas, kemudian berjalan pergi mening

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Setelah Kau Mendua   Kenyataan Yang Mencengangkan

    Aira mengamati perempuan yang baru masuk ke dalam lift. Perempuan itu berdiri di depan Aira, membelakanginya. Tercium aroma parfum yang wangi dan lembut. Menandakan kalau perempuan ini sangat berkelas, penampilannya juga tampak sangat elegan. Tipe wanita karir kekinian."Pasti perempuan ini orang kaya, atau mungkin ia punya jabatan tinggi di perusahaan ini. Tapi wajahnya tidak asing," kata Aira dalam hati. Ia sangat kagum dengan penampilan perempuan itu. Ting! Pintu lift pun terbuka, ternyata sudah sampai di lantai bawah. Perempuan itu berjalan keluar dari lift, Aira melangkahkan kaki keluar lift menuju ke lobby. Aira membuka ponselnya, karena ia ingin memesan ojek online. Tapi ia mengurungkan niatnya karena ada sebuah suara yang membuatnya tertegun."Firda!" Terdengar suara seseorang memanggil sebuah nama."Firda?" Aira menggumam dalam hati, ia pun segera menoleh ke arah sumber suara. Ternyata ada seorang perempuan yang mendekati perempuan yang keluar dari lift tadi. Aira mengamati

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Setelah Kau Mendua   Ending

    Tok tok! Terdengar suara orang mengetuk pintu.“Masuk!” Bara terlihat kesal karena mengganggunya.Pintu terbuka dan ada seorang perempuan setengah baya yang tampak anggun dan berwibawa. Perempuan itu tersenyum melihat Bara dan Aira, Aira pun tersenyum. Ia menatap Aira dengan tatapan lembut tidak seperti Olivia tadi.“Mama telpon kamu, tapi nggak diangkat-angkat. Ternyata kamu sibuk dengan perempuan ini. Inikah orangnya?” tanya mamanya Bara yang bernama Sinta.“Iya, Ma. Ini menantu Mama.” Bara berkata sambil tersenyum.Aira kaget mendengar ucapan Bara.“Sayang, ini Mama.” Bara memperkenalkan mamanya pada Aira. Aira pun mendekati Sinta dan mengajaknya bersalaman. Tapi malah Sinta langsung cipika-cipiki. Jantung Aira berdetak dengan kencang.Sinta mengajak Aira untuk duduk bersebelahan.“Bara sering bercerita tentang kamu, setiap Mama minta mengajakmu ke rumah, alasannya kamu yang belum mau.”Aira menatap Bara, Bara hanya tersenyum simpul. “Aira takut kalau Mama itu seperti mertua-mertu

  • Setelah Kau Mendua   Jangan Jual Mahal

    Hari ketiga di rumah sakit.Ceklek! Pintu dibuka, tampak Bara dengan sorot mata yang sulit diartikan.“Pak Bara,” gumam Aira.“Aku kecewa sama kamu. Kenapa kamu tidak memberitahu kalau Kenzo dirawat di rumah sakit?” “Bagaimana mau memberitahu, sedangkan Bapak pergi ke luar kota. Aku takut akan mengganggu.”“Jangan panggil aku bapak! Kalau kamu menelponku, aku akan berusaha pulang. Bagaimanapun caranya.” Suara Bara yang terdengar tegas, membuat hati Aira terasa nyeri. Ia hanya diam seribu bahasa. Bara berjalan mendekati Kenzo yang sedang tertidur. Kemudian mengelus kepalanya. “Tadi malam aku telepon, nggak diangkat. Kenapa kamu sengaja menghindariku? Apakah aku berbuat salah?” Bara menatap Aira.“Tadi malam aku ketiduran, aku nggak tahu kalau ada yang menelpon.” Aira memberikan alasan.Drtt..drtt..ponsel Bara berdering, ia melihat ke layar ponsel. Kemudian mengabaikan panggilan itu.“Kamu tahu, aku kecewa karena aku mendengar dari orang lain, bukan dari kamu. Seharusnya akulah oran

  • Setelah Kau Mendua   Benar-benar Kecewa

    Aira disibukkan dengan pekerjaannya, sampai lupa kalau sudah waktunya istirahat. Biasanya Vani yang mengingatkannya, tapi hari ini Vani sedang keluar bersama beberapa staff untuk suatu urusan. “Bu, dipanggil Pak Bara,” kata seorang OB mendekati Aira.“Saya?”“Iya, Bu. Ditunggu di ruangannya.”“Ok, terima kasih.”“Ngapain Pak Bara memanggilku ya? Apa yang aku kerjakan tadi salah ya?” kata Aira dalam hati. Ia takut jika sampai melakukan kesalahan.“Masuk!” Terdengar suara Bara, ketika Aira mengetuk pintu ruangan.“Bapak memanggil saya?” tanya Aira dengan sopan.Bara mengangguk, ia masih menyelesaikan pekerjaannya. “Duduklah!” Bara menunjuk sofa yang ada di ruangan itu. Aira mengangguk.Baru beberapa kali Aira masuk keruangan ini. Ruangan yang tampak elegan, tanpa banyak furniture dan barang-barang.Bara mendekati Aira sambil memegang kantong berisi makanan dan duduk di depannya.“Nggak usah tegang gitu, masa sama calon suami kok formal sekali,” ledek Bara.“Ini dikantor, Pak!”“Aira,

  • Setelah Kau Mendua   Lelah Dengan Keadaan

    Sejak kejadian Bara mengantar Kenzo pulang, Aira tidak pernah bertemu dengan Bara lagi. Aira juga tidak bercerita hal ini pada Vani, ia malu untuk bercerita. Apalagi beberapa hari ini Vani disibukkan dengan persiapan lamaran. Entah kenapa, di pikiran Aira selalu ada nama Bara. “Ada berita heboh, Mbak.” Tiba-tiba Vani datang dengan tergopoh-gopoh, mengagetkan Aira yang sedang berkonsentrasi pada pekerjaannya. “Ada apa?” Aira menoleh ke arah Vani.“Pak Bara datang bersama calon istrinya.”Deg! Aira merasa lemas.“Kok tahu kalau itu calon istrinya?” tanya Aira.“Mereka berdua tampak mesra. Perempuannya cantik sekali, lebih cantik dari Bu Firda.” Vani nyerocos membicarakan tentang Bara dan perempuan itu. Hati Aira semakin sakit, tapi tidak mungkin ia meminta Vani untuk berhenti berbicara. Ia hanya diam saja tanpa berkomentar.*Menjelang tidur malam, Aira masih teringat cerita Vani tadi siang. “Aku terlalu ge er, seharusnya aku tahu kalau Pak Bara mengantar Kenzo itu karena kasihan. B

  • Setelah Kau Mendua   Duren

    Satu bulan sudah berlalu, hubungan Aira dengan Gunawan dan Dwita tetap baik. Tapi Dewi dan Trisa masih sama seperti dulu, tidak menyukai Aira. Beberapa kali Aira datang di rumah Gunawan untuk ikut acara mendoakan Alan, tapi tanggapan Dewi masih dingin. Aira tidak peduli, yang penting kehadirannya diterima baik oleh Gunawan dan Dwita.Keluarga besar Aira juga tidak tahu kalau Alan sudah meninggal. Aira pernah menelpon ayahnya untuk memberitahu berita ini, tapi tidak diangkat oleh Hasan. Ketika ia menghubungi ibunya, malah ditolak. Sejak saat itu, komunikasi dengan orang tuanya hampir tidak pernah ia lakukan lagi. Daripada ia sakit hati, lebih baik ia menjaga mentalnya untuk tetap waras.Berita perceraian Bara dan Firda ternyata sudah menyebar di kantor. Entah dari mana berita itu, tapi sepertinya sudah menjadi trending topik di kantor. Banyak spekulasi tentang penyebab perceraian itu, salah satunya adanya orang ketiga. Beberapa orang mulai kasak-kusuk, bahkan ada yang mulai mencari per

  • Setelah Kau Mendua   Pergilah, Nak!

    Di rumah sakit.“Siapa yang menelpon?” tanya Gunawan pada Dwita.“Firda.”“Kalau dia menelpon lagi, nggak usah diladeni.”“Iya, Pa.”“Apa dia tahu kalau Mas Alan kecelakaan? Terus ingin tahu bagaimana kondisinya.”“Sudah, biarkan saja. Kita tidak ada urusan dengannya.”“Baik, Pa.” Akhirnya Dwita menuruti ucapan papanya.Suasana pun tampak hening lagi. Mereka berdua masih menunggu di depan ruang ICU. Menunggu kabar baik tentang kondisi Alan. Dewi tadi sudah sadar dan sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Kondisinya sudah membaik, tidak ada luka serius pada Dewi. Dewi ditemani oleh kakak perempuannya, Dita. Sedangkan Alan kondisinya tadi mulai stabil, tapi ternyata memburuk lagi. Ia belum sadar juga, karena itu ia dipindahkan ke ruang ICU.“Kok Mas Alan belum sadar juga ya, Pa? Padahal luka luarnya hanya sedikit,” kata Dwita membuka obrolan dengan papanya.“Mungkin ada luka dalam yang belum terdeteksi.”“Semoga Mas Alan cepat sadar.”“Amin, doakan yang terbaik untuk Alan.” Pintu ICU te

  • Setelah Kau Mendua   Menyesal Berkepanjangan

    Ceklek! Pintu IGD terbuka, semua mata langsung melihat ke arah pintu.“Bagaimana kondisi istri dan anak saya, Dok?” tanya Gunawan sambil berjalan mendekati dokter.“Kedua pasien masa kritisnya sudah lewat, tapi memang belum siuman. Karena itu biar mereka di ruangan ini dulu, sampai kondisi mereka benar-benar stabil.”“Bagaimana dengan luka-lukanya, Dok? Maksud saya yang luka bagian mana saja?” “Belum bisa dilakukan tindakan lain, menunggu kondisi stabil, baru nanti akan dicek semuanya. Berdoa saja, mudah-mudahan tidak ada luka yang serius.”“Kalau tidak ada luka serius, kok sampai pingsan?” tanya Trisa.“Pingsannya bisa saja karena syok. Nanti setelah pemeriksaan lebih lanjut bisa diketahui hasilnya bagaimana. Mohon bersabar ya, kami mengupayakan yang terbaik untuk kedua pasien.” “Boleh saya masuk ke dalam, Dok?” tanya Gunawan dengan wajah memelas.Dokter kasihan melihat wajah Gunawan, yang sepertinya sangat tertekan.“Boleh, tapi hanya sebentar saja dan satu per satu.”“Terima kasi

  • Setelah Kau Mendua   Kecelakaan

    “Alan, sepertinya Mama mengenal perempuan tadi.” Dewi berkata dengan ragu-ragu.Alan hanya diam saja, ia masih memikirkan apa yang terjadi pada Firda.“Bukankah itu tadi Firda?” tanya Dewi. “Yang mana, Ma?” “Yang duduk di kursi roda tadi.”“Masa, sih.” Alan pura-pura tidak percaya.“Iya juga ya, Mama ragu kalau itu tadi Firda. Memangnya Firda sakit? Perasaan Firda sehat-sehat saja. Ah, mungkin itu tadi bukan Firda.” Dewi juga ragu dengan penglihatannya tadi.Alan mendorong kursi roda mamanya menuju ke ruang terapi. Satu Minggu sekali Dewi harus melakukan terapi, untuk mengembalikan saraf-saraf yang bermasalah supaya bisa seperti sedia kala. Yang mengantarkan Dewi terapi juga bergantian, antara Gunawan, Dwita, Trisa dan Alan. Selama menunggu mamanya diterapi, Alan masih memikirkan tentang Firda. Sudah lama Firda tidak menghubunginya, ia mau menghubungi duluan, takut kalau ketahuan Bara. Ia masih ingat dengan ancaman Bara beberapa waktu yang lalu.“Sakit apa Firda ya? Kok Malvin yang

  • Setelah Kau Mendua   Tidak Percaya Diri

    “Mama lemas, Pa,” kata Dewi dengan pelan, nafasnya tersengal-sengal. Gunawan menoleh ke arah Dewi yang tampak sangat pucat.“Ma, kenapa?” Gunawan meminggirkan mobilnya dan kemudian berhenti. Ia memeriksa kondisi istrinya.“Pusing.” Suara Dewi terdengar bergetar.“Sabar ya, Ma.” Gunawan melajukan kendaraannya lagi. Tujuannya adalah rumah sakit. Dengan berusaha bersikap tenang, Gunawan melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi.Sampai di rumah sakit ia langsung menuju ke IGD. Ia memberikan isyarat pada satpam untuk mendekati mobilnya.“Pak, tolong kursi roda,” pinta Gunawan pada satpam. Satpam dengan cekatan mengambil kursi roda. Dibantu Gunawan, Dewi turun dari mobil dan langsung duduk di kursi roda.“Tekanan darah Ibu tinggi sekali, lebih baik dirawat saja. Biar pengobatannya maksimal,” kata dokter yang memeriksa Dewi.“Nggak bisa rawat jalan saja, Dok?” tawar Dewi dengan pelan, karena tubuhnya sangat lemas.“Biar maksimal pengobatannya, Bu.”“Sudahlah, Ma. Kita ikuti anjuran d

DMCA.com Protection Status