Share

19. PAHLAWAN SARAH

Penulis: A mum to be
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-16 09:51:39

            Raka ingin bertanya siapa yang menelepon barusan. Namun, lagi-lagi rasa gengsinya lebih besar daripada jiwa penasaran yang ada. Jadilah ia berdehem agar Sarah segera menyudahi pembicaraan tadi.

“Apa kita bisa pergi sekarang?” tanya Raka yang lekas diangguki oleh Sarah.

            Tak butuh waktu lama untuk sampai ke tempat tujuan. Raka menghentikan laju kendaraannya di sebuah kontrakan sederhana yang terletak di gang sempit kawasan kota Jakarta. Dindingnya terbuat dari bata merah dengan cat krem yang mulai memudar, sementara atapnya masih terbuat dari seng. Gang ini hanya cukup untuk satu motor lewat, dengan deretan rumah kontrakan yang berdempetan. Lampu jalan yang remang menjadi penerangan di sana.

“Makasih ya, Mas,” ucap Sarah yang buru-buru melepas sabuk pengamannya. Raka hendak turun, tetapi gadis itu langsung me

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   20. IDE LEMBUR DARI RAKA

    Hari itu Raka berusaha mengalihkan pikirannya dari kegelisahan yang mengganggu sejak melihat Sarah dan Rafly. Namun, rasa tersebut semakin tak tertahankan, terutama setiap kali Sarah menyebut nama Rafly dalam obrolan santai di kantor. Suara tawa Sarah ketika berbicara di telepon dengan Rafly pun membuat Raka tak tenang. Ada dorongan dalam dirinya untuk menghentikan kedekatan mereka, atau setidaknya, membuat Sarah ada di sisinya lebih lama.Sore ini saat semua rekan kerja lainnya sudah mulai bersiap-siap pulang, Raka mendekati meja Sarah dengan langkah pelan. Dia berdehem, lalu berkata dengan nada datar, “Sarah, saya butuh kamu untuk menyelesaikan beberapa laporan penting. Kita perlu lembur hari ini.”Sarah yang sedang merapikan barang-barangnya seketika terhenti. Ia menatap Raka dengan ragu, seolah ingin memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar. “Hari ini, Pak?” tanya Sarah sambil menyembunyikan keterkejutannya. “Apa besok pagi tidak bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   21. AKU HANYA MENGINGINKANMU

    Keesokan paginya, Raka tiba lebih awal di kantor. Ia bertekad untuk memulai langkah yang selama ini hanya terpendam di hatinya.Aku harus memastikan bahwa Sarah tahu posisiku, batinnya. Aku tidak bisa lagi hanya menonton dari jauh.Namun, ketika Sarah tiba di kantor, ia tampak lebih cerah dan penuh semangat dari biasanya. Belum sempat Raka mendekat, Rafly tiba-tiba datang ke kantor, membawakan kopi untuk Sarah sambil tersenyum lebar. Mereka berbicara akrab, bahkan terdengar cekikikan kecil dari arah meja Sarah.“Ngapain lagi kamu ke sini, Raf?” kekeh Sarah masih dengan wajah yang begitu ceria.“Mau manfaatin kesempatan aja, Ra. Mumpung jam ngantor kamu masih lama. Entar juga aku balik,” ucap Rafly kemudian.Raka merasakan panas yang menjalar di dadanya. Namun, kali ini ia tak lagi bisa hanya berdiam diri. Dengan langkah mantap, ia mendekati meja Sarah dan Rafly, tatapannya tajam penuh tekad.“S

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   22. SARAH JATUH SAKIT

    Sarah kehilangan keseimbangan dan tubuhnya terhuyung. Suara keras dari tongkatnya yang terjatuh di lantai memecah keheningan malam di kantor.Di dalam ruangannya, Raka yang sedang menatap layar komputer dengan wajah murung mendengar suara itu. Secepat kilat ia berdiri dan membuka pintu, jantungnya berdebar-debar. Begitu melihat Sarah tergeletak di lantai, rona cemas langsung menyelimuti wajahnya. Tanpa pikir panjang, ia berlari mendekati tubuh gadis itu yang sudah tidak sadarkan diri.“Sarah… Sarah!” panggilnya, mengguncang tubuh Sarah dengan panik. Tak ada jawaban. Dalam keheningan malam yang hanya ditemani suara AC dan denging perangkat elektronik, rasa takut dalam diri Raka kian menebal.“Pak, sebentar ya. Saya akan panggilkan —““Tidak perlu,” potong Raka menyela ucapan seorang karyawan yang masih tersisa di sana.Dengan penuh kehati-hatian, Raka menggendong Sarah dalam pelukannya. Gadis itu tamp

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   23. MENGINAP DI KONTRAKAN SARAH

    Raka menghela napas panjang, ia tak ingin merusak momen yang baru saja terbangun dengan Sarah. Tapi panggilan itu terus berdering, mendesak. Tanpa berkata apa-apa, ia berbalik menuju pintu.“Sebentar ya, aku harus angkat telepon ini,” ujarnya singkat, menatap Sarah yang hanya mengangguk pelan. Setelah Raka keluar dari kamar kontrakan, suasana terasa sunyi. Sarah kembali merenung di tempat tidurnya, memikirkan pengakuan yang baru saja Raka ungkapkan.Di luar kamar, Raka menerima panggilan dari Nadia, yang langsung menyapa dengan suara tajam.“Ka, kamu di mana? Kok sulit sekali dihubungi? Ini sudah malam, ada urusan apa sampai kamu enggak ada di rumah?” tanya Nadia dengan nada yang jelas menunjukkan ketidakpuasan.Raka menarik napas dalam, menahan emosinya agar tidak terbawa. “Nadia, aku ada urusan penting. Maaf, bisa kita bicarakan nanti?”“Tapi ini penting, Ka!” Nadia mendesak. “Aku tidak suka k

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   24. PERASAAN YANG KACAU

    “Aku tahu,” potong Raka cepat. “Aku pamit kalau gitu. Kalau ada apa-apa segera kabari.” Raka mengembuskan napas kasar. Lagi-lagi rasa cemburu menguasai dirinya. Kalau sudah begitu, lebih baik ia pergi saja. Jangan sampai mengeluarkan ucapan buruk yang membuat Sarah sakit hati. Pada akhirnya Raka memaksakan senyumnya. Lantas berbalik badan setelah meletakkan bubur ayam yang ia beli dari penjual sarapan keliling.“Makasih ya, Mas,” ucap Sarah yang dibalas dengan gumaman pelan oleh Raka.“Kalau anak itu datang kemari, pintunya jangan ditutup. Nanti tetangga pada curiga kalau kalian ada apa-apa,” tukas Raka.“Iya, Mas.” Satu harian Raka misuh-misuh di rumahnya. Bahkan sejak pulang dari kon

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   25. MAAF, NAD

    Raka akhirnya tiba di rumah malam itu dengan kepala berat dan perasaan berkecamuk. Dia segera membuka pintu utama dengan pelan, berharap bisa langsung menuju kamar dan menghindari siapa pun yang mungkin masih terjaga. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara percakapan di ruang tengah.“Kamu dari mana saja, Ka?” Pertanyaan barusan membuat Raka terpaksa berbelok arah. Dia pun berjalan menuju sumber suara.“Dari kontrakan Sarah,” jawab Raka apa adanya. “Ada lagi, Pa?”Pak Herman mengangguk singkat lalu setelahnya kembali bertanya, “Mau sampai kapan kalian begini terus?”“Bukannya Papa yang nyuruh aku tetap mempertahankan pernikahan ini?”“Kasihan Sarah, lebih baik lepaskan saja dia.”“Akhirnya kamu sadar juga, Pa. Nadia pasti senang dengar ini.” Bu Rini tampak begitu girang mendengar apa yang disampaikan suaminya.“Diamlah, Rin. Jangan ikut campur kali ini,” tegas Pak Herman sembari memberi kode pada istrinya agar meninggalkan Raka seorang diri. Ya. seha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   26. ANCAMAN NADIA

    “Aku cinta sama Sarah.” Raka mengatakannya dengan lugas walaupun terdengar pelan. Namun, bagi Nadia kalimat itu seperti racun yang membuatnya membeku seketika. Dia menggeleng dengan mata yang terpejam untuk menolak pengakuan tadi.“Kamu gila, Ka.” Nadia mengucapkannya dengan suara serak. “Selama ini kamu anggap apa hubungan kita, hah??”“Nad, aku memang brengsek. Aku enggak mau lagi nyakitin kamu. Jadi … aku pikir ngomong sekarang lebih baik,” kata Raka akhirnya.“Jahat kamu, Ka!!” Nadia lantas memukul bidang dada Raka bertubi-tubi. Sementara sang empu pasrah. Bahkan dia sudah siap jika wanita yang disakitinya itu melakukan hal yang lebih, bahkan mungkin menampar atau yang buruk sekalipun.“Aku memang jahat, Nad. Maaf ya,” bisik Raka yang malah menarik Nadia ke dalam pelukannya. Di sanalah suara tangis pecah seketika. Tak peduli jika orang-orang di sekeliling mereka melihat. Yang penting bagi Raka dia sudah menyelesaikan apa yang hendak dikataka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   27. SARAH KE MANA?

    Suara Rafly yang terdengar tiba-tiba membuat Raka yang kebetulan hendak ke kamar mandi menghentikan langkah. Dia menoleh dan mendapati Sarah serta Rafly berdiri tidak jauh darinya, menatap dengan ekspresi yang sulit diartikan.Raka merasa perlu menjelaskan situasinya, tetapi sebelum sempat mengatakan apapun, Nadia tiba-tiba menggenggam lengannya dengan ekspresi manis yang sama sekali tidak cocok dengan keadaan. “Ya, kita lagi ngobrol serius aja, sih. Mungkin kelihatan romantis dari jauh ya?” kata Nadia, sengaja melirik ke arah Sarah dengan senyum yang mengisyaratkan sesuatu yang lebih.Sarah hanya diam, matanya tertuju pada tangan Nadia yang masih mencengkeram lengan Raka. Wajahnya datar, tapi ada perasaan sakit yang sulit ia sembunyikan di balik tatapannya yang beku.“Bukan urusan kami,” Sarah berkata pelan, suaranya begitu datar, dan dia melirik ke arah Rafly sambil berkata, “Kita pergi yuk, Raf.”Rafly menatap Raka dengan ekspresi kebingungan yang jelas terlihat di wajahnya, lalu m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18

Bab terbaru

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   98. RAKA AKHIRNYA TAHU

    Sarah menarik napas panjang sambil menyandarkan punggungnya ke bantal yang menopang tubuhnya. Wajahnya masih tampak pucat meski ia berusaha terlihat tegar di depan Raka. Sesekali, tangannya yang lemah mencoba merapikan helai rambut yang keluar dari kerudungnya.Tatapan Sarah kemudian beralih ke arah suaminya, yang duduk dengan kepala tertunduk, tangan terkepal di atas lututnya. Ruangan itu sunyi, hanya suara detak jarum jam di dinding yang terdengar samar."Maaf, Mas. Aku cuma nggak mau kamu kepikiran dengan kondisi aku," kata Sarah akhirnya, suaranya pelan namun penuh ketulusan. Ia tahu Raka pasti merasa bersalah, meskipun ia tidak mengungkapkan semuanya secara langsung.Sementara di sudut ruangan, Dini berdiri mematung. Ia memandang keduanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Mungkin campuran antara rasa prihatin dan rasa hormat pada Sarah, yang meski dalam kondisi lemah, tetap berusaha menjaga perasaan suaminya. Dini memilih untuk diam, memberikan ruang kep

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   97. HAMIL??

    Pikiran Raka tak tertuju pada suara Dini yang barusan berbicara, melainkan pada sosok istrinya yang tampak berbeda pagi ini. Ia menatap Sarah yang sudah mengenakan pakaian formal hitam putih yang membuatnya tampak begitu anggun.. Ada rasa bangga dan kagum yang bercampur menjadi satu."Sayang, hari ini kamu sidang?" tanyanya dengan suara rendah, nyaris berbisik.Sarah menoleh, sedikit terkejut dengan perhatian Raka. "Iya, Mas. Do'akan ya, semoga semuanya lancar." Senyumnya tersungging, meski gugup terlihat jelas di wajahnya.Raka mengangguk mantap. "Amin. Kalau gitu Mas yang antar kamu ke kampus," ujarnya tegas.Sarah langsung menggeleng cepat. "Enggak usah, Mas. Aku sama Dini aja."Namun, seolah tak mendengar, Raka mengambil buku-buku Sarah dari tangannya dan memasukkannya ke dalam mobil tanpa banyak bicara.Dini yang berada di dekat pintu menghela napas pendek sebelum akhirnya berkata, "Kita jumpa di kampus aja ya, Ra."Sarah menatap

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   96. SARAH PERGI DARI RUMAH

    [Sayang, kamu di mana?]Sarah membaca pesan itu dengan hati yang campur aduk. Meski sedih dengan situasi di antara mereka, ia tidak bisa mengabaikan pesan dari Raka. Ia segera mengetik balasan, mencoba tetap tenang meskipun pikirannya berkecamuk.[Aku sudah di rumah, Mas.]Setelah mengirim balasan, Sarah menghela napas panjang. Ia melangkah pelan menuju kamar. Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh lampu meja di sudut ruangan. Sarah menghempaskan tubuhnya ke kasur, berharap bisa segera tertidur dan melupakan semua kekacauan ini. Tapi matanya masih terbuka, pikirannya terus berputar-putar memikirkan semua masalah yang ada.Derit pintu kamar yang terbuka tiba-tiba memecah keheningan. Sarah tahu itu pasti Raka. Ia segera memejamkan matanya rapat-rapat, berpura-pura tidur. Langkah kaki Raka terdengar mendekat, semakin lama semakin jelas. Lalu, kasur di sebelahnya bergerak pelan. Sarah merasakan kehangatan tubuh Raka saat pria itu memeluknya dari arah belakang."Sarah," bisik Raka lembut.

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   95. SIAPA YANG MAU PERGI?

    Sarah mengangguk. Air mata yang sedari tadi berusaha ditahannya kini jatuh membasahi pipi. Dengan tangan gemetar, ia berusaha menghapus jejak kesedihan itu. Tapi kata-kata Dini membuyarkan usahanya."Enggak, Ra. Kali ini aku enggak setuju," ujar Dini dengan tegas. Matanya menatap lurus ke arah Sarah, penuh kekhawatiran dan ketegasan yang jarang terlihat dari sahabatnya itu.Sarah menundukkan wajahnya, bahunya bergetar. Air matanya semakin deras mengalir, seolah membebaskan rasa sakit yang sudah lama tertahan di hati. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan isak yang nyaris pecah."Ternyata sakitnya begini ya, Din. Aku enggak sanggup," lirih Sarah akhirnya, suara pelannya nyaris tak terdengar.Dini tidak bisa berkata apa-apa. Ia segera mendekati Sarah dan memeluknya erat, memberikan kehangatan yang dibutuhkan sahabatnya itu. Dalam pelukan, Sarah hanya terisak, tanpa kata-kata, hanya suara tangisnya yang terdengar. Mereka diam cukup lama, membiarkan suasana mendukung proses penyemb

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   94. SAKIT TAK BERDARAH

    "Biarkan saja. Ini sudah malam. Seharusnya dia tahu diri," kata Raka dengan nada kesal, menatap layar ponselnya yang masih menyala.Namun, Sarah yang berada di sampingnya menggeleng pelan. Wajahnya menunjukkan rasa iba. "Angkat aja, Mas. Siapa tahu penting," ujarnya lembut.Raka mendesah panjang. Ia mengusap wajahnya dengan tangan sebelum akhirnya menekan tombol hijau untuk menerima panggilan itu. "Halo, ada apa?" tanyanya singkat, tanpa menyembunyikan nada tidak sabar dalam suaranya.Dari seberang telepon, suara lembut Nadia terdengar. "Aku cuma mau nanya kabarmu, Ka. Kamu kelihatan sibuk banget akhir-akhir ini. Aku khawatir."Raka mengerutkan kening, mencoba menahan emosinya. "Ini sudah malam, Nadia. Kalau nggak ada yang penting, lebih baik kita bicara besok saja."Ada jeda beberapa detik sebelum Nadia menjawab. "Maaf, aku nggak bermaksud mengganggu. Aku cuma... ya sudah, selamat malam, Ka."Raka memutus panggilan tanpa menambahkan sepatah kata pun. Ia meletakkan ponsel di meja deng

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   93. PAK HERMAN AKHIRNYA TAHU

    Sarah menarik napas panjang, mencoba mengendalikan detak jantungnya yang berdegup kencang. Tangannya masih memegang erat telepon, dan ia tahu bahwa jawaban yang akan diberikan harus terdengar meyakinkan.“Aku lagi di kafe sama Dini dan Lira, Mas,” katanya, mencoba terdengar santai meskipun perasaan gugup menyelimutinya.“Oh, kalau begitu, share loc aja ya. Biar Mas jemput kamu,” kata Raka dengan nada lembut di ujung telepon.Sarah menelan ludah, pikirannya berputar cepat mencari alasan. Ia melirik ke arah Dini dan Lira, yang hanya bisa memberinya pandangan penuh pengertian.“A-aku nanti dianterin Lira, Mas. Kami dijemput sama pacarnya Lira. Kita ketemuan di rumah sakit aja ya?” usul Sarah, berharap alasan itu cukup masuk akal.Ada jeda di telepon sebelum akhirnya Raka menjawab, “Oke. Kalau begitu, Mas tunggu kamu di sana. Jangan lama-lama ya, Sayang.”Telepon terputus, dan Sarah menghela napas panjang. Ia merasa lega tetapi juga tahu bahwa masalah sebenarnya belum selesai. Ia menatap

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   92. DELAPAN MINGGU

    Sarah memeluk dirinya sendiri, tangisnya semakin tak tertahankan. “Tolong, Raf!” isaknya sambil memandang Rafly dengan mata memohon. Air mata mengalir deras di pipinya, membuatnya terlihat begitu rapuh.Dini mengangguk pelan, lalu merangkul Sarah. “Udah ya. Aku di sini buat kamu, Ra. Kamu nggak sendirian,” katanya lembut, mencoba menenangkan hati Sarah yang sedang hancur.Namun, Rafly berdiri mematung. Emosinya tak tertahan lagi. Dengan frustrasi, ia menendang angin dan melangkah cepat ke luar ruangan. “Aku nggak bisa terus-terusan kayak gini,” gumamnya sebelum pergi.Melihat itu, Lira segera mengejar Rafly. Ia menyusulnya di lorong dan menarik lengannya untuk berhenti. “Raf, tolong dengar aku!” katanya setengah memohon.“Apa lagi, Lira?” Rafly menoleh dengan wajah penuh kekesalan. “Dia terus menyiksa dirinya sendiri, dan kita cuma diem aja? Aku udah capek ngeliat dia kayak gitu!”

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   91. SARAH HAMIL

    Sarah membuka matanya dengan pandangan yang berkunang-kunang. Suara gaduh di sekelilingnya mulai terdengar perlahan, dan rasa sakit di kepala membuatnya sulit menggerakkan tubuh. Pandangannya masih kabur saat ia mencoba mengenali sosok yang ada di dekatnya.“Kamu udah sadar, Ra?” suara itu terdengar tegas dan cemas. Begitu pandangan Sarah mulai fokus, ia terkejut melihat Rafly duduk di sampingnya.“Raf?” gumam Sarah lemah. Ia mencoba duduk, tapi tubuhnya terasa begitu lemah hingga Rafly harus membantunya.“Jangan terlalu banyak bergerak dulu. Kamu baru saja pingsan,” kata Rafly sambil menyodorkan segelas air putih.Sarah menerima gelas itu dan meminum seteguk kecil. Setelah meletakkan gelas, ia mencoba mencerna keadaannya. “Aku kenapa?” tanyanya pelan.“Kamu pingsan di koridor kampus. Untung saja ada Dini dan Lira. Mereka langsung cari bantuan,” jawab Rafly dengan nada serius.Sarah hanya mengangguk pelan, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum tubuhnya ambruk. Namun, perkataan Ra

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   90. AKU ...BAIK-BAIK SAJA

    "Kenapa Mas diem aja? Kenapa Mas nggak melawan?" tanya Sarah bertubi-tubi.Namun, Raka hanya diam dan pasrah menerima perawatan luka yang diberikan oleh Sarah. Pria itu tahu bahwa dia pantas mendapatkan serangan dari Rafly."Mas??" gumam Sarah lagi setelah mengakhiri pengobatannya.Raka akhirnya menjawab, "Rafly benar. Seharusnya aku nggak menghadirkan luka baru di pernikahan kita.""Nggak usah dengerin Rafly ya. Dia nggak ngerti keadaannya gimana," balas Sarah, mencoba menenangkan meskipun hatinya sendiri terasa perih.

DMCA.com Protection Status