Share

126. MEMILIH DIAM

Author: A mum to be
last update Last Updated: 2025-01-08 15:50:43

Seminggu setelah kejadian di rumah Pak Herman, Sarah dan Raka memutuskan untuk kembali berkunjung. Cuaca pagi itu cerah, dengan sinar matahari yang menerobos pepohonan rindang di sepanjang jalan menuju rumah keluarga Raka. Sarah yang duduk di samping suaminya memandangi jalan dengan perasaan campur aduk. Sementara Raka tampak fokus mengemudi, meskipun wajahnya tak bisa menyembunyikan kegelisahan.

Ketika mereka tiba, Bu Rini membuka pintu dengan senyuman yang dipaksakan. “Kalian sudah datang,” ucapnya dengan nada seramah mungkin. Sementara Ratna berdiri di belakangnya, matanya sembab seperti habis menangis. Suasana di dalam rumah terasa tegang, meskipun semua mencoba bersikap biasa.

Pak Herman duduk di kursi favoritnya di ruang tamu, menunggu kedatangan mereka. Wajahnya terlihat lebih tenang dibanding seminggu lalu, namun matanya yang tajam memancarkan sesuatu yang sulit diartikan. “Raka, Sarah, duduklah,” katanya lembut sambil menunjuk sofa di dekatnya. Raka dan Sarah menurut, duduk b
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   127. BU RINI HAMIL??

    “I-ibu cuma masuk angin."Bu Rini menggeleng cepat lalu berjalan meninggalkan ruangan dengan gerakan tergesa-gesa. Ratna yang sejak tadi memperhatikan ibunya langsung menyusul, langkahnya terburu-buru seolah takut sang ibu akan jatuh di tengah jalan.Kini di ruang tamu, hanya tersisa Raka, Sarah, dan Pak Herman. Suasana yang sempat hening kini kembali diwarnai oleh desah napas berat Raka yang dipenuhi emosi."Ini gila!" umpat Raka dengan suara penuh kemarahan. "Kalau dia sampai hamil, Papa harus tuntut dia. Buang dia dari rumah ini!""Nak?" tegur Pak Herman dengan nada lembut, mencoba meredakan emosi putranya."Apa lagi yang Papa harapkan, hah?" bentak Raka yang sudah kehilangan kesabarannya. Matanya menyala penuh amarah, menatap tajam ke arah ayahnya yang tetap duduk tenang di kursi.Sarah, yang duduk di sebelah Raka, mencoba menenangkannya. "Mas," bisiknya pelan, menggenggam lengan suaminya dengan erat. Namun, Raka tak peduli. Napasnya masih tersengal marah, dan ia kembali berbicara

    Last Updated : 2025-01-08
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   128. PERBUATAN NEKAD

    Malam ini Bu Rini berdiam diri di kamar setelah memastikan Ratna tertidur. Wajahnya yang semula tegang kini menunjukkan ekspresi penuh tekad. Dengan langkah pelan agar tidak membangunkan putrinya, ia membuka lemari kecil di sudut kamar. Dari dalamnya, ia mengeluarkan sebuah botol kecil berisi ramuan herbal berwarna cokelat pekat dan sekantong potongan nanas. Rutinitas yang ia lakukan sudah dari beberapa hari lalu setelah melihat garis dua kala itu."Ini semua demi Ratna. Demi hidup kami yang lebih baik," gumamnya pelan sambil membuka tutup botol dan menuangkan isinya ke gelas. Tanpa ragu, ia menenggak habis ramuan itu, diikuti dengan mengunyah potongan nanas yang rasanya begitu tajam di lidah.Mata Bu Rini menyipit menahan rasa asam dan pahit yang bercampur di mulutnya, tetapi ia tidak peduli. Baginya, ini adalah langkah terakhir untuk menghadapi kenyataan yang akan datang. Terbukti memang, karena sekarang perutnya mulai terasa keram. Senyum wanita itu tersungging begitu merasakan ada

    Last Updated : 2025-01-09
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   129. DRAMA BU RINI

    “Apa yang Ibu lakukan?!” teriak Ratna, nampannya terjatuh ke lantai, mengeluarkan suara nyaring yang menggema ke seluruh rumah. Suara itu segera menarik perhatian semua penghuni rumah. Pak Herman, Raka, dan Sarah yang berada di ruang tamu langsung berlari menuju kamar.“Apa-apaan kamu, Rin?!” seru Pak Herman dengan nada tinggi, wajahnya memerah menahan emosi. Tangannya gemetar melihat istrinya berdiri dengan pisau di tangan, sementara Ratna menangis tersedu-sedu di sudut kamar.Sambil terisak, Bu Rini menjawab dengan suara yang bergetar, “Aku mau bunuh diri kalau kamu enggak mau maafin aku, Mas!” Matanya yang sembab menatap suaminya dengan penuh keputusasaan. Tangannya menggenggam erat gagang pisau seolah-olah itu adalah satu-satunya jalan keluar dari penderitaannya.Pak Herman menarik napas dalam-dalam, mencoba menguasai dirinya. “Turunkan pisau itu, Rin! Jangan kayak anak-anak!” bentaknya, meski nada suaranya men

    Last Updated : 2025-01-09
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   130. MEMBUJUK RAKA

    “Mas,” rengek Sarah terdengar manja. “Janji ya jangan marah, hmm?”Raka mengerutkan kening, lalu menatap Sarah dengan penuh tanda tanya. "Iya iya. Kenapa sih?”Sarah menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Lantas meletakkan tangan di perutnya yang semakin membesar, tanda bahwa kehamilannya sudah mendekati tujuh bulan. "Kantor mau merayakan ulang tahun Pak Jeno di Puncak minggu depan. Aku …diajak ikut. Kamu ngijinin aku ‘kan?"Raka terdiam sejenak, matanya berpindah dari wajah Sarah ke perutnya lalu mengusap lembut bagian yang membuncit itu. "Sayang, kamu yakin ini ide yang bagus? Kamu kan sedang hamil besar. Ada anak kita di dalam sini. Perjalanan jauh itu nggak gampang, apalagi untuk kamu."Sarah mencoba tersenyum menenangkan. "Aku tahu, Mas. Tapi mereka bilang tempatnya nyaman dan aman. Lagi pula, aku nggak mau dianggap nggak menghargai rekan kerja, apalagi statusku sekarang bukan magang lagi, tapi sudah jadi karyawan tetap. Aku juga merasa ini penting untuk karierku."R

    Last Updated : 2025-01-10
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   131. GERAK-GERIK JENO

    Keesokan paginya, Jeno mulai mendekati Sarah dengan cara yang lebih halus dan terkesan alami. Saat sarapan bersama, ia mengambil inisiatif untuk membantu beberapa rekan kerja, termasuk Sarah, mengambil makanan.“Sarah, ini ada roti gandum sama selai kacang. Bagus untuk ibu hamil, banyak proteinnya,” ujarnya sambil menyerahkan piring kecil ke Sarah dengan senyuman ramah.Sarah tersenyum tipis. "Makasih, Pak. Tapi saya sudah ambil buah-buahan, cukup kok."“Oh, nggak apa-apa. Simpan saja untuk nanti kalau lapar lagi," balas Jeno santai sebelum kembali ke kursinya. Sepanjang sarapan, ia tampak biasa saja, tak menunjukkan perhatian berlebih, sehingga Sarah mulai merasa canggung yang ia rasakan sebelumnya mungkin hanya imajinasinya.Setelah sarapan, semua peserta bersiap untuk aktivitas trekking ringan di sekitar vila. Jeno memastikan semua orang siap sebelum mereka memulai perjalanan. Ketika grup mulai berjalan, ia tetap berada di barisan ten

    Last Updated : 2025-01-10
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   132. BAHAN GOSIP

    Bus yang mengantarkan Sarah akhirnya tiba. Di depan pintu gerbang apartemen, Raka sudah menantinya. Wajahnya terlihat letih, tetapi ia tetap berusaha menampilkan senyuman hangat untuk menyambut istrinya itu. Ketika Sarah turun dari bus, beberapa rekan kerjanya ikut melambaikan tangan dan bercanda.“Wah, Mbak Sarah sama Pak Jeno kompak banget ya, tinggal di kawasan yang sama! Pas banget nih, bisa sekalian bareng terus,” celetuk salah satu rekan kerja dengan nada menggoda.Sarah hanya tersenyum kaku, merasa risih dengan komentar itu. Jeno, yang turun tak lama setelahnya, tampak menanggapinya dengan santai. “Ah, kebetulan saja. Lagipula, Sarah butuh bantuan selama perjalanan, jadi wajar kalau saya sedikit perhatian,” ujarnya sambil tersenyum ke arah rombongan.Raka, yang mendengar percakapan itu, berusaha tetap tenang. Namun, matanya tak bisa menyembunyikan sedikit rasa cemburu yang mulai menyeruak. Ia menahan diri untuk tidak bereaksi berlebihan di depan orang-orang. Ketika Sarah mendek

    Last Updated : 2025-01-11
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   133. KIRIMAN FOTO

    Pagi itu, Raka memulai harinya dengan perasaan yang lebih baik setelah diskusi malam sebelumnya dengan Sarah. Ia merasa lega karena Sarah sudah berani berbicara dengan Jeno mengenai ketidaknyamanannya di kantor. Namun, semua keyakinannya itu hancur ketika sebuah pesan anonim masuk ke ponselnya saat ia sedang sibuk di kantor.Pesan itu berisi foto. Dalam gambar tersebut, terlihat Sarah dan Jeno sedang berbicara di sebuah sudut kantor. Jarak mereka memang cukup dekat, dan ekspresi Jeno tampak penuh perhatian, seolah-olah mereka sedang membahas sesuatu yang intim. Foto itu disertai pesan singkat: [Mungkin kamu perlu tahu apa yang terjadi di belakangmu.]Raka menatap layar ponselnya dengan alis mengerut. Tubuhnya langsung tegang. Ia mencoba mengabaikan rasa tidak nyaman yang mulai merayap, tapi pikirannya terus dihantui oleh gambar itu. Bagaimana bisa seseorang mendapatkan foto seperti ini? Dan kenapa orang itu mengirimkannya padanya?"Tidak mungkin Sarah m

    Last Updated : 2025-01-11
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   134. SAKITNYA MASIH TERASA

    “Papa di rumah saja. Biar aku yang ke sana."Raka bangkit dari duduknya, merapikan jaket, dan mempersiapkan diri untuk pergi. Ia menoleh ke arah Sarah yang masih duduk diam dengan mata sembap di meja makan. “Bu Rini dipanggil ke kantor polisi. Aku harus ke sana sekarang,” jelasnya singkat, sebelum melangkah keluar tanpa menunggu jawaban.Sepanjang perjalanan ke kantor polisi, pikiran Raka penuh dengan pertanyaan. Apa yang sebenarnya terjadi sehingga ibu tirinya dipanggil oleh pihak berwajib? Sesampainya di sana, ia disambut oleh pengacara keluarga yang sudah menunggu di lobi. Wajah pria itu tampak serius.“Pak Raka, Bu Rini sedang diperiksa terkait kasus percobaan aborsi yang dilakukan beberapa minggu lalu. Sayangnya, bukti-bukti yang ada cukup kuat untuk menahannya,” kata pengacara itu dengan nada hati-hati.Dada Raka terasa sesak. Ia tahu hubungan Bu Rini dengan keluarganya, terutama ayahnya, selalu penuh intrik. Namun, men

    Last Updated : 2025-01-12

Latest chapter

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   175. TANDA PERPISAHAN (TAMAT)

    Hari itu, udara terasa begitu tenang. Raka dan Sarah tengah duduk berdua di ruang keluarga, ditemani oleh Nasha yang sedang bermain dengan mainan di lantai. Meskipun suasana terasa begitu damai, ada sesuatu yang terasa berat di hati Raka. Ada semacam pertanda yang tak terucapkan, seolah dunia sedang mengingatkan mereka untuk lebih menghargai waktu yang ada. Beberapa hari sebelumnya, mereka baru saja merayakan ulang tahun pertama Nasha dengan penuh kebahagiaan. Momen itu, yang dipenuhi dengan tawa anak-anak panti asuhan dan sentuhan kasih sayang keluarga besar, memberikan Raka dan Sarah sebuah pemahaman baru tentang arti kehidupan yang sesungguhnya. Pak Herman kini mendatangi Raka yang sedang bersantai di taman belakang. Suaranya yang berat dan penuh makna terasa sangat berbeda dari biasanya. “Raka, ada hal penting yang ingin Papa sampaikan padamu,” kata Pak Herman saat teleponnya berbunyi. Suaranya terdengar agak lemah, namun tetap penuh kehangatan. Raka segera duduk tegak, khawat

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   174. ULANG TAHUN PERTAMA NASHA

    Hari itu, langit tampak cerah, seakan ikut merayakan hari istimewa dalam keluarga kecil Raka dan Sarah. Nasha genap berusia satu tahun. Bukan pesta besar yang mereka persiapkan, tetapi sebuah acara syukuran sederhana yang penuh makna. Raka dan Sarah sepakat untuk merayakan ulang tahun pertama putri mereka dengan berbagi kebahagiaan di sebuah panti asuhan.Panti asuhan itu bukan tempat yang asing bagi mereka. Sejak kejadian penculikan Nasha dan konspirasi Bu Rini yang membuat mereka hampir kehilangan segalanya, Raka dan Sarah lebih banyak merenungi arti keluarga dan kasih sayang. Mereka ingin mengajarkan kepada Nasha bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya tentang perayaan mewah, tetapi juga tentang berbagi dengan mereka yang kurang beruntung.Pagi itu, suasana panti asuhan sudah mulai ramai. Anak-anak di sana terlihat bersemangat menyambut kedatangan tamu istimewa mereka. Beberapa dari mereka bahkan sudah mengenal Sarah dan Raka karena kunjungan-kunjungan sebelumnya. Pak

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   173. AKHIRNYA ..

    Setelah berhasil menyelamatkan Nasha dari tangan penculiknya, Raka, Sarah, dan Jeno kembali ke tempat persembunyian sementara mereka. Malam itu mereka beristirahat sejenak, meski pikiran mereka masih dipenuhi ketegangan. Namun, mereka tahu bahwa semua ini belum benar-benar berakhir.Keesokan paginya, Jeno menerima laporan dari timnya bahwa beberapa anak buah Bu Rini yang terlibat dalam penculikan telah tertangkap. Namun, dalang utama di balik kejadian ini masih menjadi misteri."Aku sudah melacak transaksi dan komunikasi mereka. Satu nama yang terus muncul adalah seorang pria bernama Anton," kata Jeno dengan serius. "Dia adalah tangan kanan Bu Rini yang selama ini bekerja di balik layar. Sepertinya dialah yang mengatur segalanya."Raka mengepalkan tangannya. "Jadi, dia yang selama ini mengancam keluargaku?"Jeno mengangguk. "Dia sangat licin dan punya banyak koneksi. Tapi aku sudah menghubungi seseorang yang bisa membantu kita menangkapnya."Tak la

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   172. APAKAH ADA TITIK TERANG?

    Malam semakin larut, tetapi Raka, Sarah, dan Jeno masih terjaga. Pikiran mereka penuh dengan kekhawatiran dan strategi. Pesan singkat yang baru saja diterima Raka seolah menjadi alarm bahwa mereka tidak memiliki banyak waktu lagi."Kita harus menemukan keberadaan mereka sebelum mereka melakukan sesuatu yang lebih gila," kata Jeno dengan nada serius. "Aku sudah menghubungi seseorang yang pernah bekerja untuk Bu Rini. Dia setuju untuk bertemu, tapi dengan syarat kita harus berhati-hati."Raka mengangguk. "Di mana kita bisa menemuinya?""Sebuah gudang tua di pinggiran kota. Dia bilang tempat itu aman, jauh dari pantauan orang-orang yang mungkin bekerja untuk Bu Rini," jawab Jeno.Sarah menggenggam tangan Raka erat. "Aku takut, Mas. Bagaimana jika ini jebakan?"Raka menatap dalam ke mata istrinya. "Kita tidak punya pilihan lain, Sayang. Ini satu-satunya petunjuk yang kita punya. Aku janji, aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu atau Nasha."Jeno menghela napas. "Baiklah, kita be

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   171. SIAPA DALANGNYA?

    Sarah menggigit bibirnya, mencoba menahan isak tangis yang hampir pecah lagi. Raka masih duduk di sebelahnya, ponsel di tangannya terasa dingin, seperti ancaman yang baru saja mereka terima. Jeno, yang berdiri di seberang mereka, mengetik sesuatu di ponselnya dengan cepat. Pria itu kemudian menatap Raka dengan sorot mata penuh kewaspadaan."Aku sudah menghubungi seseorang untuk melacak sumber video itu. Butuh waktu, tapi kita akan menemukan mereka," kata Jeno dengan suara dalam.Raka mengangguk, tangannya masih menggenggam jemari Sarah erat. "Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuh Nasha lebih lama lagi. Tapi kita harus berhati-hati, mereka jelas tahu pergerakan kita."Sarah menelan ludah, mencoba mengusir rasa takut yang menggerogoti hatinya. "Siapa yang cukup kejam untuk melakukan ini, Mas? Aku yakin ini bukan Ratna. Dia ada di penjara. Lalu siapa?"Hening. Raka menatap Sarah, begitu pula Jeno. Tidak ada yang bisa menjawabnya saat itu.Namun, di balik keheningan itu, otak Raka be

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   170. NASHA DICULIK

    "NASHA?"Suara Sarah memekik lantang. Tangannya gemetar saat ia melihat layar ponselnya. Tak lama kemudian, sebuah kiriman video berputar otomatis, menampilkan seorang bayi mungil berusia tiga bulan yang menangis keras. Mata Sarah membelalak, napasnya tercekat. Itu Nasha. Anak mereka telah diculik.Raka segera meraih ponsel dari tangan Sarah, matanya membelalak saat melihat rekaman itu. Nasha berada di dalam ruangan yang remang-remang, hanya diterangi cahaya redup dari lampu gantung. Tangisan bayi mereka menggema, membuat dada Sarah dan Raka terasa sesak. Tak ada suara lain dalam video itu, hanya isakan kecil yang semakin memilukan.Sebuah pesan muncul sesaat setelah video berakhir."Kalian ingin Nasha kembali? Jangan hubungi polisi. Kami akan memberitahu langkah selanjutnya."Sarah menatap Raka dengan wajah penuh ketakutan. "Mas... kita harus melakukan sesuatu. Nasha masih kecil, dia butuh kita."Raka mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Aku tidak akan membiarkan mereka menyen

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   169. HARI PERSIDANGAN

    Aula pengadilan dipenuhi dengan desas-desus dan tatapan tajam dari berbagai pihak. Sidang gugatan terhadap Ratna akhirnya dimulai, menjadi momen yang akan menentukan nasib keluarga Raka. Dengan bukti yang hilang, mereka harus mencari celah lain untuk melawan Ratna di hadapan hakim.Raka dan Sarah duduk di barisan penggugat, didampingi oleh pengacara mereka, Pak Rendy. Di seberang, Ratna tampak percaya diri dengan pengacara handalnya, seorang pria berpenampilan rapi dengan senyum yang mengintimidasi. Sorot matanya penuh dengan kesombongan, seolah yakin bahwa dirinya akan menang.Hakim mengetuk palu tanda sidang dimulai. "Sidang gugatan keluarga Raka Prasetya terhadap Ratna Wijayanti dibuka. Penggugat, silakan sampaikan tuntutan Anda."Pak Rendy berdiri. "Yang Mulia, kami memiliki bukti kuat bahwa tergugat telah memindahkan aset keluarga secara ilegal ke rekening pribadinya, tanpa persetujuan dari pewaris sah, yang menyebabkan kerugian besar bagi kel

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   168. BUKTI YANG HILANG

    Kehidupan Raka dan Sarah dalam beberapa minggu terakhir terasa seperti berjalan di atas bara api. Terlebih saat Jeno diserang oleh beberapa orang tak dikenal.Saat ini gugatan hukum terhadap Ratna telah menjadi berita utama di keluarga besar dan di luar sana. Ratna, seperti yang diperkirakan, tidak tinggal diam. Ia menggunakan segala cara, dari intimidasi hingga permainan kotor untuk menggagalkan perjuangan Raka dan Sarah.Hari itu, Raka dan Sarah sedang mengatur dokumen-dokumen penting di ruang kerja kecil di rumah mereka. Flash drive yang berisi dokumen-dokumen penting, termasuk bukti transfer aset ilegal Ratna, menjadi inti dari rencana mereka. Raka memastikan semua file telah dicadangkan dengan baik.“Sayang, aku rasa kita harus menyimpan salinan file ini di tempat yang lebih aman. Flash drive ini terlalu berisiko kalau hanya kita simpan di sini,” kata Raka sambil memegang benda kecil itu.Sarah mengangguk, setuju dengan saran suaminya. &l

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   167. JENO CELAKA

    Raka masih memikirkan ancaman terselubung Ratna saat sidang sementara Sarah merasa tertekan setelah mengetahui kondisi Pak Herman kembali memburuk. Beban dari kasus ini mulai menyusup ke dalam hubungan mereka.“Mas, kamu yakin bukti itu aman di tangan Jeno?” tanya Sarah sambil menuangkan kopi ke cangkir.Raka yang duduk di kursi makan, hanya mengangguk tanpa menatap Sarah. “Jeno sudah buktikan dia bisa dipercaya, Sayang. Aku rasa kita nggak punya pilihan lain.”Sarah menghela napas panjang. “Tapi kita juga harus waspada. Ratna mungkin akan bertindak lebih gila kalau dia tahu Jeno berpihak pada kita.”Raka menatap istrinya dengan mata yang penuh beban. “Aku tahu kamu khawatir, Sayang. Tapi kita sudah sampai sejauh ini. Kalau kita goyah sekarang, Ratna yang menang.”Sarah menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan rasa kesal. “Aku bukan goyah, Mas. Aku cuma… aku cuma nggak mau kehilangan apa yang sudah kita perjuangkan.”Raka berdiri dan berjalan mendekati Sarah, menyentuh pundaknya lemb

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status