Dita menyapu air mata yang mengalir di kedua pipi. Hari ini dia beranikan diri untuk mengunjungi seorang pengacara guna meminta didampingi dalam mengajukan gugatan cerainya pada Wisnu. Dengan perasaan hancur ia menceritakan semua keluhan dan alasan dia ingin menggugat cerai suaminya."Apa Ibu punya bukti bahwa suami Ibu berselingkuh dan berniat untuk berpoligami?"Dita menyerahkan ponselnya, screenshot bukti transfer yang dilakukan Wisnu kepada seorang wanita atas nama Hayya kini ia perlihatkan pada sang pengacara."Ini wanita yang Ibu curigai ingin merebut suami Ibu?"Wanita itu mengangguk pelan, sebenarnya melangkah sejauh ini tanpa sepengetahuan Wisnu adalah sebuah pukulan berat untuknya. Tapi sungguh, setelah kehilangan harta dan anak, dia tak kuat jika harus menanggung sakitnya berbagi cinta dengan wanita lain. Apalagi kondisinya saat ini, dialah penyebab Wisnu ingin menikah lagi. Karena ketidakmampuannya untuk hamil dan memberi keturunan.Dita menarik napas berat. Ada sekelumi
Memilih meninggalkan Wisnu, Dila duduk di sebuah kursi yang menghadap ke taman. Tak lama azan dhuhur berkumandang, wanita itu memutuskan menelpon Hamid dan mengabarkan jika dirinya sudah pergi ke mushalla untuk menunaikan shalat dhuhur.Sedang di ruangannya, Wisnu menanti Dila kembali. Tiba-tiba pintu terketuk, wajahnya sedikit bmemancarkan kebahagiaan berharap yang datang itu adalah mantan istri ternyata ..."Assalamualaikum Pak Wisnu."Dokter yang menanganinya tadi pagi memberi salam."Waalaikum salam. Mari masuk Pak Dokter."Lelaki dengan name tag Farhan itu tersenyum dan melangkah lebih dalam. Hanya berselang menit Hamid, Faro dan Safia juga tampak memasuki kamar."Assalamualaikum, Papa.""Waalaikum salam."Mereka segera berlahan ke sisi kiri, sebab perawat dan dokter berdiri di sisi kanan. "Bagaimana keadaan Pak Wisnu sekarang, bekas jahitan di pelipis masih terasa perih, Pak?"Dokter Farhan bertanya pada Wisnu. Hamid, Safia dan Faro menyimak."Alhamdulillah sudah enakan Dok, pe
"Kenapa pisah, Dit? Setelah terjadi pernikahan, hal yang paling harus kita hindari adalah perceraian. Apapun masalah yang kalian hadapi saat ini, sebaiknya bicarakan dengan kepala dingin."Dita kembali menatap mataku."Tapi aku sudah tidak sanggup menanggung semuanya Dil, rasa bersalah, kekecewaan terhadap apa yang dilakukan oleh leluarga almarhum suamiku dahulu, dan yang paling utama, rasa takut diduakan oleh Mas Wisnu. Semua itu membuat hidup ini tak pernah tenang Dil. Mungkin ini semua adalah hukuman buatku, karena aku pernah membuat hidupmu dan anak-anak hancur. Kini semua kembali pada diri ini. Aku kehilangan anak, harta, dan kini bahkan mengalami diskepercayaan pada Mas Wisnu. Ini menyakitkan sekali buatku, Dil."Seperti ada yang membuka lembaran lama yang sudah kututup rapat, perkataan Dita benar-benar mengembalikan ingatan ini pada sesuatu yang paling menyakitkan yang pernah kualami dalam hidup.Semoga apa yang dirasakan Dita saat ini bisa benar-benar menyadarkannya dari kesal
"Maaf Mas, sudah azan."Tanpa berkata apapun, aku melangkahkan kaki meninggalkannya. Anak-anak menanti dengan wajah semringah. Begitu sampai di dekat mereka, tangan ini diraih untuk disalami."Gimana liburan sama Papa? Seru?" tanyaku melihat Safia terus memandangi papanya.Gadis yang beranjak dewasa itu mengulum senyum mendengar pertanyaan itu lalu dia menyelipkan jemari pada lenganku dan mengajak masuk bersama ke dalam rumah. Sebelum menutup pintu, aku masih bisa melihat Mas Wisnu berdiri di halaman. Tatapannya kosong, jujur ada yang membuat hati ini merasa iba. Tapi tak bisa banyak berbuat. Apalagi untuk banyak memberi komentar, jujur aku sangat merasa risih dan tidak ingin dianggap menjadi yang ketiga dalam rumah tangganya bersama Dita. Kupilih menutup sempurna pintu."Ma, Hamid berangkat ke Mesjid dulu, ya."Aku sedikit terhenyak dengan kehadirab Hamid yang tiba-tiba."Munculnya tiba-tiba, Mama sampai terkejut.""Hihi, maaf Mama.""Yaudah, hati-hati ya, Nak.""Iya, Ma."Hamid me
"Harus dimulai dari mana, ya?"Dia bertanya sembari mengusap rambut. Aku hanya bergeming, tak tahu kenapa terasa begitu canggung padahal pertemuan kemarin-kemarin terasa biasa. Mungkin karena sudah tahu apa maksudnya saat ini."Dari mana, ya?"Aku balik bertanya."Apa mungkin saling mengenal aja dulu kali, ya."Aku mengangguk dan mencoba mencairkan suasana dengan melempar pertanyaan."Mas sudah lama kerja di Mojokerto?""Baru satu tahunan ini. Sebelumnya sempat ambil spesialis dalam di UI tahun 2013 kemarin, di Jakarta setahun. Alhamdulillah sekarang sudah penempatan di Mojokerto. Mas pun memutuskan untuk lanjut pendidikan setelah istri sama anak meninggal dalam persalinan, Dil.""Innalilahi wainnailaihi, turut berduka Mas.""Terima kasih. Kejadiannya udah lama banget, tahun 2012. Itu padahal putra pertama yang kehadirannya udah sangat ditunggu-tunggu, qadarullah Allah berkehendak lain. Dalam satu waktu Dia mengambil kembali istri dan buah hati tercinta. Jujur yang Mas rasakan saat it
Hari ini aku beranikan diri menelpon Bu Laras, dia menyambut dengan sangat baik. Kuutarakan apa yang menjadi maksud hati tentang lamaran Mas Farhan."Saya mau membicarakan mengenai lamaran Mas Farhan, Bu.""Oh iya Dil, gimana? Udah mantap belum pilihanmu, Dila?""In Syaa Allah sudah Bu, saya bersedia ta'aruf sama Mas Farhan.""Alhamdulillah, saya beritahu Farhan ya, Dil. Pasti dia senang banget."Selarik senyum terkembang begitu saja di bibir ini."Baik, Bu."Setelah menutup telpon, ada perasaan lega bercampur deg-degan. Aku menarik napas dalam. Lalu bangkit membuka lemari dan mengambil sesuatu yang sudah kusimpan baik di dalam sebuah kotak. Surat perceraianku dengan Mas Wisnu.Maafkan aku, Mas. Jujur, sampai detik ini, meski kamu sudah mengkhianati dan menghancurkan perasaanku, tapi sebagai lelaki yang pernah hidup bersama-sama dan bersamamu putra dan putriku terlahirkan. Jujur, rasa sayang itu masih ada. Aku tahu dan bisa membaca penyesalanmu, tapi aku tak mungkin menanggapi semua
"Kita ketemu anak-anak aku dulu, ya," ajak Wisnu pada sang istri."Tapi aku mau ke kamar mandi dulu, Mas."Dita seketika pergi walau sang suami belum berkata iya. Ingin diri Wisnu mengejar, tapi kedatangan Safia yang sudah tak berjarak membuat langkah lelaki itu terhenti. "Papa baru sampai?""Iya, Kak.""Yuk Pa, adik sama Mas Hamid udah nunggu di sana."Akhirnya Wisnu mengabaikan Dita lalu kakinya melangkah mengikuti Safia yang menuntunnya menuju ke atas pelaminan. Tempat dimana Dila dan Farhan baru saja mengucap ijab qabul pernikahan mereka.Wisnu dan Safia kini duduk tak jauh dari Dila dan Farhan yang tampak saling bersalaman. Lalu kedua tangan mereka bergandengan dan menghadap diri ke arah para tamu undangan untuk mengabadikan moment foto-foto.Tanpa sengaja pandangan Wisnu bertemu dengan Dila. Lelaki itu menyunggingkan selarik senyum dan sang mantan istri pun membalasnya."Kasihan banget ya nasib peselingkuh. Pasti perih tuh melihat mantan nikah sama lelaki yang lebih segalanya d
Mas Farhan tersenyum begitu melihatku."Kok nunggunya di sini, Mas?""Em takut aja dari kamar ini ke kamar itu ada yang menghadang.""Menghadang? Siapa?"Aku tersenyum menanggapi ucapan Mas Farhan, membuat lelaki itu ikut tersenyum dan mengusap rambutnya.Beberapa detik kemudian, dia bergerak mendekati diri ini."Masuk kamar yuk, udah malam."Aku menarik napas dalam saat lengannya menyentuh lenganku dan mengajak memasuki kamar kami. Dia membuka pintu, hingga mata ini bisa melihat sebuah ruangan kecil dengan beberapa sofa saling berhadapan. Jemari ini kembali ditarik lebih dalam hingga terlihat di pandangan, sebuah ranjang dengan taburan mawar merah di seluruh badannya.Aku berdecak kagum, sangat terkesima dengan apa yang dihadiahkan Mas Farhan untukku."Bagaimana, suka?" tanyanya sembari menatap diri ini.Kuanggukkan kepala tapi dada mulai berdegup lebih kencang."Mau coba?""Hem?"Dia menggenggam jemari ini dan mengajakku naik ke atas ranjang tersebut. Aroma mawar seketika menguar d