Bagas terbelalak, tubuhnya juga membeku seketika. Perlahan dia mulai mengatur nafasnya. Lalu ia berbalik dan tersenyum pada istrinya. "Sudah bangun Sayang?" serunya.
"Kamu kenapa gak bangunin aku?" keluh Andira pada suaminya.
Bagas beranjak dari duduknya lalu perlahan mendekati istrinya yang masih terduduk di atas kasur. Terlihat jelas wajah kesal istrinya yang tengah merajuk. "Aku kasian lihat kamu tidur nyenyak tadi, aku pasti sudah membuatmu capek semalam." ucapnya sembari mengusap lembut pucuk kepala istrinya.
"Biasanya juga begitu, tapi kamu tetep bangunin aku!" Andira melirik sekilas ke arah Bagas, lalu membuang pandangannya dan kembali memasang wajah yang kesal.
Cup!
Satu kecupan berhasil mendarat di pipi kanan Andira. "Kamu mau, aku ajak mandi bareng lagi?" Bagas menatap istrinya dan tersenyum penuh arti padanya.
Andira langsung menoleh, ditatapnya sang suami yang tengah tersenyum penuh arti padanya. "Tidak mau
Bagas bergantian menatap tajam ke arah kotak dan pria yang bertugas sebagai kurir itu. "Untuk apa kau mencari istriku?" tanyanya tanpa mengaihkan pandangannya."Anu, i-itu. A-ada paket untuk Ibu Andira." Jawab kurir itu dengan gemetar.Tanpa mengatakan sepatah kata pun Bagas langsung menyambar kotak merah itu, lalu pergi begitu saja meninggalkan sang kurir.Brak!"Astaghfirullah!" sang kurir langsung tersentak saat Bagas menutup pintu rumahnya dengan keras. Dia menggelengkan kepala dan langsung pergi dari rumah Bagas.Bagas memasuki rumah dengan tergesa, wajah pun terlihat tak bersahabat. Ia menatap sang istri serta ibunya tengah menunggunya di meja makan.Pyar!Dengan kasar Bagas melempar kotak merah itu ke hadapan istinya, hingga menyenggol gelas yang berada di atas meja.Andira dan Leni pun terperanjat, terlebih saat gelas itu terjatuh dari atas meda hingga pecah dan berhampuran di lantai."Bagas! Apa-apaan ini?
Sejak kejadian tadi pagi di depan kantor, Andira terus saja merasa gelisah. Pikirannya terus tertuju pada sang suami yang sudah salah paham padanya. Beberapa kali ia mencoba untuk menghubungi suaminya, namun Bagas tetap enggan untuk mengangkat panggilan darinya. "Kamu kenapa Ra?" tanya Sisi yang tiba-tiba sudah berada di hadapannya. "Eh Sisi, ada apa? Tumben ke sini?" tanyanya Andira sambil mengerutkan keningnya. "Aku lagi kesel! Punya Bos yang sukanya ngasih tugas gak kelar-kelar! Dikira aku ini robot apa?" gerutunya sambil berkacak pinggang. "Sudah tahu tugas yang ini belum kelar, malah ditambah lagi dengan tugas lain." keluhnya sembari melempar berkas ke atas meja kerja Andira.Di saat Sisi terus mengoceh di hadapannya, Andira justru tengah terhanyut dengan pikirannya sendiri. "Woi! Kamu kenapa sih?" protes Sisi saat Andira tidak meresponnya.Andira langsung tersentak saat Sisi tiba-tiba menepuk bahunya. "Iya, kenapa Si?" ucap Andira reflek. Ia pu
Detak jantungnya yang masih berdebar kencang kian berpacu cepat, deru nafasnya pun juga terdengar saling memburu. Dengan tubuh yang masih gemetar, Andira memberanikan diri untuk melirik ke arah belakang tubuhnya. "Aaargh!"Belum juga ia sempat menoleh, sesuatu tiba-tiba menahan dan menarik kakinya hingga tubuhnya terseret masuk ke dalam bilik kamar mandi. Brak!Pintu bilik tiba-tiba tertutup dengan keras. Andira pun langsung berusaha melepaskan sesuatu yang menahan kakinya, namun sayang kakinya tetap tidak bisa digerakkan. Beberapa saat kemudian, telinganya samar-samar mendengar beberapa teman kantornya memasuki kamar mandi."Tolong! Tolong!" teriaknya sambil menggedor-gedor pintu bilik yang terkunci.Namun bak sebuah angin, tidak ada satu pun di antara mereka yang mendengar suara teriakan Andira.Andira berusaha mengintip dari celah bawah pintu bilik, tangannya lalu menjulur ketika salah satu dari mereka mendekat ke arahnya. Namun tiba-tiba temann
"Dira? Kamu sudah sadar sayang?"Perlahan Andira mulai membuka kedua matanya yang masih terasa berat, kepalanya pun ia pegangi saat sakit kembali ia rasakan. Kedua matanya kemudian mengerjap, menyesuaikan dengan cahaya sekitar yang menyilaukan mata. Suasana kamar bernuansa putih tiba-tiba menyambutnya. Andira megedarkan pandangannya dan melihat seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di pinggiran ranjangnya."Ibu..." serunya lemah. Ia lalu kembali menelisik seluruh sudut kamar, tapi ia tidak menemukan seseorang yang ia cari. "Sebentar, ibu panggilkan Dokter dulu." ucap Leni yang kemudian diangguki oleh menantunya. Leni pun langsung berlari keluar kamar perawatan untuk menemui dokter.Setelah kepergian ibu mertuanya, rasa sedih kembali mendera Andira saat sesorang yang ia harapkan ternyata tidak ada disampingnya ketika ia sadar.Cklek."Sayang..." ucap Andira seketika saat pintu kamar perawatannya terbuka. Namun wajahnya kembali murung seketika saa
Brak!Andira langsung terduduk seketika, ia lalu menyapukan pandanganya ke seluruh sudut ruangan. Meski lampu di ruang kamar perawatannya dalam keadaan padam, tapi Andira masih bisa melihat keadaan sekitar dari pantulan cahaya yang tembus dari jendela kecil yang berada di pintu kamar perawatannya. Brak!Suara hantaman itu kembali terdengar, Andira langsung menajamkan pendengarannya ke arah sumber suara.Sssht.Sekelebat bayangan hitam tiba-tiba terlihat melintas di jendela pintu kamarnya. Andira langsung bergegas meraih cairan infus yang tergantung di tiang infus, dengan selang infus yang masih menempel di tangannya ia pun berjalan perlahan, mendekat ke arah pintu. "Sayang.., Kau kah itu?" serunya sembari menelisik ke arah jendela pintunya.Namun suasana senyap justru semakin ia rasakan, kulit tubuhnya bahkan juga ikut meremang. Andira pun lantas mengurungkan niatnya untuk membuka pintu itu. Ia kemudian berbalik dan hendak berbaring kembali di atas
Tangan Andira perlahan bergerak, hendak menyentuh kepala anak itu. Namun ia mendadak terkesiap saat anak kecil itu tiba-tiba mendongak dan menatap tajam ke arahnya. Sosok yang ia kira adalah seorang anak kecil, ternyata adalah sosok pria tua yang memiliki kedua mata bulat yang yang berwarna merah, hidung yang besar serta mulut yang juga berlumuran darah membuatnya terlihat sangat mengerikan. Cairan merah kental yang berbarbau amis di mulutnya itu pun bahkan sampai menetes dari deretan gigi-gigi besarnya. Kedua mata Andira langsung terbelalak saat mahluk itu tiba-tiba mencengkram kuat lehernya dengan jari-jari panjangnya. Tubuh Andira juga langsung terdorong hingga memebentur sebuah pohon besar yang berada di tengah-tengah taman.Dengan sekuat tenaga, Andira memberontak dan berusaha melepaskan diri dari cengkraman mahluk itu. Namun usahanya sia-sia karena tangan mahluk itu begitu kuat mencengkram lehernya. Bahkan selang infus yang tadinya menempel di tangannya pun kini
"Sialan! Kuarang ajar! Padahal tinggal sedikit lagi aku berhasil melenyapkan wanita sialan itu!" teriak seorang wanita sambil melempar barang-barang di dalam rumahnya. Bahkan semua perabot serta pajangan di rumahnya pun sudah tidak berbantuk lagi akibat terkena amukannya. "Dasar mahluk bodoh! Harusnya kamu itu lebih cepat melenyepkan wanita sialan itu, sebelum pagi!" Umpat wanita itu lagi, yang tak lain adalah Tari. Sepertinya rasa kesal di hatinya membuatnya tidak sadar dengan apa yang ia katakan, hingga harus mengumpat salah satu mahluk halus peliharaannya.Brakk!Tari langsung tersentak, daun pintu rumahnya yang semula tertutup mendadak terhempas dan menghantam tembok dengan keras.Wussh. Angin kencang juga tiba-tiba datang menerpa rumahnya. Tidak hanya dedaunan yang kering, seluruh benda-benda berat termasuk kursi dan meja pun ikut terseret terkena terpaan angin tersebut."Ada apa ini?" teriak Tari sembari melindungi wajahnya dari terpaan angin ken
Bagai tersambar petir disiang bolong, hati Andira begitu hancur saat tahu suaminya sedang bersama dengan wanita lain.Leni yang melihat raut wajah menantunya langsung berubah murung pun bertaya. "Ada apa?" tanyanya tanpa suara pada sang menantu.Andira segera mngalihkan pandangannya, ia pun menatap nanar ke arah sang ibu mertua. Lalu kemudian dia segera menekan tombol loudspeaker pada layar ponselnya."M-maaf, Mas Bagas ke mana? Bukannya ini ponsel suami saya?" tanya Andira pada wanita yang berada di seberang telepon sana."Oh, Bagas. Dia masih di kamar mandi, apa ada pesan? Nanti aku sampaikan." ucap wanita itu."Tidak ada, aku...""Baiklah kalau begtu, kami sedang sibuk!"Belum juga Andira sempat menyelesaikan kalimatnya, wanita itu tiba-tiba memutuskan panggilan teleponnya secara sepihak. Andira langsung tertegun, ponsel yang berada di genggamannya pun langsung terjatuh seketika. Kini banyak pertanyaan yang mulai bermunculan di benaknya.Tanpa terasa,