Beranda / Pernikahan / Setahun Tanpa Sentuhanmu / 50. Luapan emosi Risma

Share

50. Luapan emosi Risma

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Happy Reading

*****

Riswan diam mematung menyaksikan dan mendengar perkataan istrinya. Tak pernah menyangka Risma seberani itu mengungkapkan kekesalan hati. Seorang perempuan itu adalah makhluk Tuhan paling unik. Sanggup menyimpan cinta selama bertahun-tahun lamanya, tetapi tak akan pernah sanggup menyembunyikan cemburu walau sedetik saja. Kali ini, Riswan bisa melihatnya dengan jelas.

Risma melirik suaminya yang diam mematung. Mengambil tangan kanannya dan mengajak pergi. "Sebaiknya kita pulang sekarang. Aku nggak mau sampai ada keributan," ucapnya pada sang suami.

"Ayo." Riswan mengikuti langkah istrinya. Tanpa pamit pada Yustina, mereka pergi meninggalkan acara syukuran.

Kurang dari tiga puluh menit, pasangan muda yang belum dikaruania anak itu sampai di rumah. Risma masuk kamar sedangkan Riswan duduk di depan televisi. Lelaki itu masih berpikir kejadian beberapa waktu lalu di rumah Yustina.

"Apa masalah Yustina yang menyebabkan Risma sejak tadi terlihat khawatir," kata lelaki
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   51. Video oh Video

    Happy Reading*****"Ngapain juga mesti bohong, Yang. Kamu tahu sendiri Mas tadi keringetan. Kalau langsung tidur dan nggak mandi, ya, nggak enak." Riswan mengambil pengering rambut. Berdoa dalam hati semoga Allah mengampuni segala dosanya. Setelah mengeringkan rambutnya, Riswan merebahkan diri di samping sang istri. Sekejap saja, dengkuran halus terdengar oleh indera Risma. Cepat sekali lelaki itu terlelap padahal istrinya ada di sebelahnya, tetapi kehadiran Risma seolah tak pernah ada. Diam-diam perempuan itu mengamati wajah Riswan. "Aku masih nggak ngerti kenapa kamu bisa mengirimkan, chat seperti itu, Mas. Padahal ada seorang istri yang siap melayani segala kebutuhanmu. Mengapa malah mencari sesuatu yang semu?"Lama mengamati wajah suaminya, mata Risma pun meredup. Menutup sempurna, mengistirahatkan tubuh dan pikiran. *****Pagi yang cerah dengan suasana hati yang tak karuan. Risma membereskan semua perlatan masak dan pekerjaan rumah lainnya. Setelah kepergian Riswan untuk beke

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   52. Pertengkaran Hebat

    Happy Reading*****"Kamu mau ke dengan koper itu, Yang?" Riswan menarik koper dan tas yang di bawa istrinya. Membawanya masuk ke dalam rumah. Pergelangan tangan Risma di tarik juga. Lelaki itu sedikit emosi. Oke, dia memang terlambat pulang tadi karena ada orang yang reserved pada warung sate mereka untuk mengadakan acara. Setengah jam, waktu yang dipakai Riswan menjamu konsumennya. Apakah segenting itu permasalaham mereka hingga Risma akan pergi dari rumah? "Nggak usah tarik-tarik, sakit, Mas. Aku jijik lihat kelakuanmu selama ini." Risma berusaha melepas peganggan tangannya. Dia hampir saja menggigit tangan Riswan seandainya suaminya itu tidak melepas pegangan. Tangan Riswan melepas peganggannya. Bukan karena rasa sakit yang dikeluhkan Risma, tetapi akibat mendengar kalimat terakhir yang terucap tadi. Dia membulatkan mata secara sempurna. "Jijik katamu? Apa yang Mas lakukan hingga kamu tega mengatakannya?" Riswan menatap tajam istrinya. Menghempaskan barang-barang yang dibawa R

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   53. Sepi Tanpamu

    Happy Reading*****Menghela napas sebentar, Riswan berkata menjawab pertanyaan mertuanya. "Mas, mau keluar kota melihat pembangunan warung sate cabang ketiga, Yah.""Kenapa istrimu nggak diajak saja, Mas? Akan lebih baik jika kamu bepergian dalam waktu yang lama bersama istri." Ada nada khawatir yang ditangkap oleh indera pendengaran dari ucapan Lutfi. "Pengennya ngajak Dik Risma, Yah, tapi takut dia nggak mau dan nggak betah. Di sana, Mas, bakal sering berada di proyek pembangunan. Mengawasi langsung semua tukang-tukangnya." Putra tunggal Fadil itu berharap mertuanya tak bertanya lagi. Dia sudah sangat kesulitan memberikan alasan. "Ya, sudah kalau gitu, Mas. Hati-hati kerjanya. Jaga harga diri dan posisimu sebagai suami. Jangan sampai Ayah denger hal-hal buruk tentangmu," nasihat Lutfi pada menantunya. Setelah mendengar salam perpisahan, sambungan telepon mereka berakhir. Riswan meletakkan ponselnya ke sembarang tempat. Menyandarkan diri pada sofa dan memeijit pelipisnya. Mengapa

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   54. Penyesalan yang Tertunda

    Happy Reading*****Sore itu bersama dengan Farel, Riswan datang pada kajian Ustaz Fajar. Mereka berdua memang sudah berjanji akan menghadiri kajian itu bersama. Hampir seminggu lebih, suami Risma itu tidak mengikuti kajian-kajian yang diadakan sang Ustaz. Farel menepuk pundak sahabatnya. Mereka kini duduk di teras musala, kajian baru akan dimulai beberapa menit lagi. "Kenapa mukamu kusut banget, Wan? Sejak tadi, aku perhatikan kamu lebih banyak melamun dan menarik napas."Lelaki dengan baju koko berwarna hijau botol itu melirik sahabatnya, menarik napas panjang dan menundukkan kepala. "Risma pergi dari rumah," katanya begitu lirih hampir tak terdengar oleh si dokter. "Apa? Kenapa bisa?" Setengah membentak Farel berkata. Embusan napas kasar kembali dikeluarkan Riswan. "Aku yang salah, Rel. Semua karena tingkah laku burukku sendiri."Sang dokter membalik tubuh Riswan agar menghadap kepadanya. "Jelaskan ada masalah apa sebenarnya?"Ragu-ragu Riswan menatap sahabatnya. Ingin bercerita

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   55. Keresahan Hati Risma

    Happy Reading*****Di dalam kamar, Risma menghempaskan tubuhnya kasar. Ke depan, perjalanan rumah tangganya akan sangat berliku dan penuh perjuangan. Bukan tak ingin membantu suaminya untuk berubah, tetapi dia ingin mengambil jarak agar Riswan mau merenungi semua kesalahannya. Terpaksa berbohong demi sang suami, Risma merasa bersalah sudah gagal menjadi seorang istri yang baik. Istri yang bisa mengingatkan suami di kala lelaki itu salah jalan. Seandainya, Riswan jujur dari awal pernikahan. Mungkin rasa kecewa dan sakit tidak akan sedalam ini. "Mbak, kamu nggak makan? Ayah sudah nunggu, lho," teriak ibunya daru balik pintu. Risma mengusap air mata yang mulai turun ke pipi. Lalu, menjawab perkataan Rini dengan kata iya. Setelah merapikan penampilan dan membubuhkan sedikit bedak, perempuan itu keluar. Di meja makan, keluarganya sudah berkumpul termasuk adik kesayangannya, Riska. Gadis itu selalu saja terlihat bahagia. Tanpa beban persoalan apa pun. Risma jadi ingin mengulang usia s

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   56. Interogasi

    Happy Reading*****Tanpa disadari Riswan, sorot mata Fadil selalu mengarah dan mengamati gerak-gerik putra tunggalnya. Baru bertanya hal sekecil itu saja, Riswan sudah kebingungan menjawab padahal lelaki itu, hanya mengarang cerita. Tidak ada seorang pun yang menceritakan tentang pertengkaran keduanya sekalipun dari sahabat terdekat mereka. "Kenapa kamu diam, Mas? Bukankah Risma adalah perempuan pilihanmu sendiri walau kami ikut andil dalam perjodohan kalian. Lalu, sekarang kenapa kamu menyia-nyiakan kehadirannya." Nada suara Fadil mulai meninggi. Di sebelahnya, sang istri mengusap lembut lengan Fadil. Berbisik agar dia bisa mengontrol emosinya. "Mas, Bunda harap kamu segera menjemput istrimu. Ajak dia ke lokasi warung yang baru. Kalau perlu ajak menantu bunda nginep di hotel. Anggap bulan madu kalian yang sempat tertunda karena dulu belum sempat terlaksana." Perkataan Rofikoh terdengar seperti permohonan.Terus terang Riswan belum mampu menyanggupi hal itu. Dia butuh waktu berbena

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   57. Pengecut

    Happy Reading*****Riswan berteriak pelan di dalam mobil, marah. Namun, dia tetap tak punya nyali untuk turun dan menemui istrinya. Lelaki itu perlahan menggerakkan kendaraannya menjauhi rumah sang mertua. Yakin, istrinya tidak akan pernah berkhianat walau ada rasa cemburu melihat kedekatannya dengan Zikri. "See, lihat sendiri kan? Betapa pengecutnya dia?" kata Risma yang menatap sedih kepergian suaminya. Perempuan itu yakin bahwa mobil putih tadi adalah milik Riswan. Plat nomer yang sempat dilihatnya tadi adalah milik lelaki yang setahun ini tinggal seatap dengannya. Tak berapa lama, istri Zikri keluar bersama dengan putranya. "Pada ngomongin apa kok tegang semua tuh muka?" tanya Ibu satu anak itu. "Ngomongin kapan bisa lihat ayam kencing." Zikri tertawa setelah mengatakannya, demikian juga Risma yang mendengar. Terlihat sekali wajah marah sang istri. "Makin nggak bener aja kamu, Mas." Satu cubitan menderat pada lengan Zikri. "Sakit, Sayang," adu Zikri yang membuat putranya te

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   58. Sidang Keluarga

    Happy Reading*****Setelah menghubungi besannya, Rini menelepon suaminya."Yah, cepet pulang. Putrimu sudah menceritakan semua masalah rumah tangganya dengan Ibu.""Bu, jangan seperti itu. Aku malu kalau sampai banyak yang tahu," rengek Risma persis seperti masa kecilnya dulu ketika dia sering bertengkar dengan Zikri dan berakhir mengadu pada orang tuanya. "Kenapa mesti malu? Ibu sudah mendidik Mbak dan ngasih bekal sebagai seorang istri yang baik. Walau awalnya memang Mbak itu nggak bisa, tapi sekarang hasilnya cukup memuaskan. Ayah yang sering mencicipi masakan Mbak aja mengatakan hal itu dan beliau cukup puas. Pokoknya Ibu nggak terima. Mas Riswan sama saja dengan meremehkan Ibu jika seperti itu."Risma menepuk keningnya sendiri. Maksud hati agar orang tuanya tidak mengetahui masalah sebenarnya malah berbuntut panjang. Rini mengomel terus, terlihat jengkel sekali pada menantunya dan apa sebenarnya yang diceritakan Risma. Mengapa sampai menyangkut Lutfi yang suka mencicipi masakan

Bab terbaru

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   2 14. Kebahagiaan Sesungguhnya

    Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, selesai salat subuh, Risma sudah disibukkan dengan antusias anak-anaknya agar dia dan Riswan bersiap-siap. Selesai sarapan Fattah dan Hirawan mengantar orang tuanya ke bandara."Pokoknya Papa sama Mama kudu seneng-seneng di sana. Nggak usah mikirin apa pun. Mas sama adik yang akan mengurus semua pekerjaan Papa selama liburan. Manfaatkan waktu seminggu buat berduaan dan happy-happy," kata Fattah meyakinkan kedua orang tuanya. "Bener kata Mas Fattah. Setelah liburan satu minggu, baru mikir lagi tentang rencana pernikahan," Hirawan menambahkan perkataan saudaranya. Kedua pasangan itu cuma tersenyum menanggapi semua perkataan putra-putranya. Tak bermaksud menjawab ataupun membantah apa yang meraka katakan. Sampai masuk bandara dan para pengantar tidak bisa masuk lagi. Sebelum berpisah dengan kedua orang tuanya, Hirawan membisikkan sesuatu pada Risma. "Ma, jangan lupa pesen Adik semalam. Pulang-pulang harus ada kabar baik bahwa Awan bakalan punya adi

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   213. Ulang Tahun Pernikahan 2

    Happy Reading*****Mengendari kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata. Wajah Fadil membayangi pikiran Riswan. Tak sampai sepuluh menit, mereka sudah berada di depan gerbang. Suara klakson dibunyikan agar keluarganya tahu bahwa dia sudah tiba saat ini. Namun, suasana rumah sangat sepi dan sunyi, hanya ada mobil Fattah.Risma turun dengan kaki gemetaran, takut sesuatu yang buruk terjadi. Apalagi melihat mobil si bungsu tidak terparkir di halaman. Lampu ruang tamu sudah padam. Mungkinkah mereka sedang pergi dengan mengendarai mobil Hirawan. Risma menoleh pada suaminya. "Pa, rumah sepi. Apa yang terjadi pada Ayah?" "Masuk, saja." Tanpa mengetuk, Riswan memutar knop pintu, dengan mudah dia membukanya karena memang tidak terkunci. "Happy anniversary, Mama, Papa," teriak Fattah, Hirawan, dan menantu mereka. Riswan dan Risma saling pandang. Keduanya maju dan memukul lengan anak-anak mereka. Tak luput juga Rosma dan Senja yang memegang kue bertuliskan selamat ulang tahun pernikahan.

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   212. Ulang tahun Pernikahan

    Happy Reading*****Pulang dari rumah keluarga besannya, Riswan membelokkan kendaraan ke arah lain. Sang istri rupanya belum menyadari hingga sampai di persimpangan yang cukup jauh dari rumah mereka. "Lho, Pa, kita mau ke mana?" tanya Risma sedikit heran saat suaminya berbelok ke sebuah restoran tempat anak-anak remaja nongkrong. Restoran modern yang sedang viral di sosial media. "Papa lapar, Ma. Boleh, dong, mampir sebentar dan ngicipi makanan yang lagi viral saat ini. Turun, yuk," ajak Riswan. Lelaki itu sengaja membantu sang istri untuk membukakan sabuk pengaman yang dikenakan. "Kok lapar lagi, Pa? Kan, tadi sudah makan di rumah Mbak Iklima," tanya Risma heran. "Ya, gimana. Emang masih lapar. Ah, Mama kayak nggak tahu napsu makan Papa akhir-akhir ini." Riswan turun terlebih dahulu, lalu membukakan pintu untuk istrinya. Hati Risma kembali menghangat. Sudah puluhan tahun berlalu, tetapi sikap suaminya masih saja seperti ini. Janji di awal penikahan untuk tetap setia dan mencinta

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   211. Rencana Pernikahan masal

    Happy Reading*****Hilmi mengikuti mobil Dara dengan motornya. Hari ini, jadwalnya memang kosong. Kuliahnya tinggal menunggu sidang skripsi dan kerjaannya lagi libur, jadi ada banyak waktu untuk mengunjungi calon mertuanya. Hilmi sedikit tegang saat berkendara. Pikirannya berputar apa yang akan dikatakan oleh orang tua sambung Dara. Mungkinkah akan menolak lamaran atau bahkan lamarannya akan diterima. Namun, opsi pertama lebih dipilih oleh lelaki itu. Pasalnya, sejak lamarannya saat itu tak sekalipun Dara menghubungi. Hirawan dan Rosma yang sering ditanya pun tak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Bukan sekali ini, Hilmi bertemu Dara di tempat kajian. Sering bertemu, tetapi sikap perempuan itu selalu cuek dan terkesan menjauh. Lima belas menit kemudian, Dara menghentikan kendaraannya. Membuka pintu pagar serta memberi kode agara Hilmi mengikutinya masuk. Dia juga meminta Hilmi duduk menunggu di ruang tamu. "Assalamualaikum. Yah," panggil Dara pada orang tuanya."Waalaikum

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   210. Keberanian Hilmi

    Happy Reading*****"Kak, tenang dulu," kata Farel. Dia menatap Hilmi. "Sekarang katakan pada Om. Mengapa kamu sampai kepikiran buat melamar Dara. Bukankah kamu tahu keadaan putri Om akhir-akhir ini? Nggak ada yang baik dalam dirinya. Apa kamu nggak akan menyesal nantinya, Hil?"Hirawan, Rosma dan juga Iklima masih diam. Mereka juga ingin tahu apa alasan Hilmi sampai ingi melamar Dara. Padahal jelas-jelas dia tahu bahwa gadis itu tidak suci lagi. "Bismillah," ucap Hilmi, "saya, hanya ingin membina rumah tangga yang sesuai dengan tuntunan syariat, Om. Nggak ada niat lain kecuali ingin mencari keridaan Allah dalam rumah tangga yang akan dibina. Tentang masa lalu Dara, saya tahu betul dan keluarga nggak keberatam untuk menerima kehadiran Dara sebagai calon istri. Bukankah semua orang pasti punya masa lalu. Entah itu buruk ataupun baik. Manusia juga nggak ada yang sempurna. Memang tempatnya salah dan lupa. Hilmi yakin Dara sudah menyadari semua kesalahannya dan bukankah sekarang dia suda

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   209. Kebahagiaan Datang

    Happy Reading*****"Kok, Mas malah senyum. Ada yang lucu, ish," tanya Rosma mulai sedikit marah, "Adik bingung, situ malah senyum. Nggak jelas banget."Hirawan mendekatkan wajah pada istrinya. Lalu, mencolek gadu dan berkata. "Adik nggak ngeh sama kode yang dilempar Ayah? Kayaknya Mas Hilmi sudah ngasih tahu Ayah tentang niatnya. Kalau nggak, mana mungkin Ayah berkata gitu."Perempuan itu memainkan bola matanya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Kayaknya, Mas bener, deh. Kalau Mas Hilmi belum ngasih tahu. Mana mungkin Ayah langsung paham saat Adik bilang tentang dia. Ih, masku pinter banget." Satu kecupan mampir di pipi Hirawan membuat lelaki itu membalasnya dengan ciuman di bibir sang istri. "Kalau nggak pinter mana mau Dokter Farel menerima lamaranku ini," kata Hirawan mulai jumawa. "Mulai dah sombongnya.""Bukan sombong, tapi emang kenyataan.""Ayo cepet sarapannya. Nanti telat ke kampus." "Siap, Bos," kata Hirawan disertai hormat. Keduanya tertawa. Pagi yang sungguh menyena

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   208. Rencana Masa Depan

    Happy Reading*****"Kok, bisa nyusul ke sini, Pa?" tanya Hirawan pada Riswan, tetapi matanya malah menatap Rosma. "Bisalah. Apa sih yang nggak bisa dilakuin buat mantu kesayangan Papa," sahut Risma setengah menggoda putranya. Bukan berarti dia tidak bersedih dengan kematian bayi Dara, tetapi lebih kepada memberikan sedikit hiburan pada dua lelaki yang wajahnya terlihat sedih dan sangat lelah. "Hmm, ternyata anak ayah udah kangen sama suaminya. Baru juga nggak ketemu sehari kemarin," tambah Farel. Dia memeluk sahabatnya itu dan menyalami Risma serta Fattah. "Bukan gitu, Yah. Adik kepikiran sama Kak Dara, makanya minta Papa sama Mama buat nganter ke sini," jelas Rosma merasa tak enak hati. Tak ingin semua orang salah paham dengan kehadirannya sekarang. "Beliau semua bercanda, Yang. Nggak perlu diambil serius gitu," kata Hirawan. Segera menarik sang istri dalam pelukan dan menciumi wajah serta keningnya. "Banyak orang, woy," teriak Fattah tak terima jika pasangan muda itu berbuat d

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   207. Terguncang

    Happy Reading*****Hirawan segera membangunkan ayahnya."Ada apa, Mas?""Kak Dara lari, Yah.""Astagfirullah. Lari ke mana?" Farel berdiri dan langsung mencari putrinya. "Ke arah mana dia tadi pergi?""Kanan, Yah." Hirawan mulai panik. Pergerakan Dara sungguh cepat. Mereka berdua berpisah di persimpangan lorong. Hirawan sudah hampir mencapai pintu keluar khusus tamu pengunjung. Keadaan larut malam dan sepi membuatnya mudah mengenali sosok Dara yang hampir mencapai gerbang. "Kakak," panggil Hirawan, Dara menoleh. Namun, perempuan itu malah sengaja mempercepat langkah. Tak mau terjadi apa-apa dengan kakak iparnya, Hirawan berlari dan menarik pergelangan tangan Dara. Si perempuan mendelik sebal. "Lepas, Wan. Kakak mau nyari orang yang sudah nabrak tadi. Kakak bakalan tuntut dia karena sudah membunuh anakku," teriak Dara di tengah sepinya malam. "Kak, jangan seperti ini. Kasusnya sudah ditangani pihak berwenang. Kakak nggak boleh main hakim sendiri," peringat Hirawan. Dia masih meme

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   206. Janin Dara

    Happy Reading*****Risma mendelik mendengar cerita Iklima. Sedikit berteriak ketika memanggil Hirawan. Suami Rosma itu pun setengah berlari mendekati mamanya. "Ada apa, Ma?""Cepatan ambil perlengkapanmu dan segera temani ayahmu, Dik," kata Risma panik. Tanpa bertanya, Hirawan berbalik arah dan segera mengambil perlengkapannya di kamar. "Ada apa sebenarnya, Ma?" tanya Riswan pada sahabatnya, Iklima. "Dara, Wan. Sekali lagi, aku teledor menjaga anak itu," kata Farel menjawab pertanyaan besannya karena sang istri masih sesenggukan. Riswan mengembuskan napas panjang. Dia merangkul sahabatnya. "Tenangkan Dirimu, Rel. Kamu akan menempuh perjalanan panjang."Beberapa menit kemudian, Hirawan muncul di depan kedua orang tua dan mertuanya. "Ayo, Yah. Kita berangkat sekarang."Tanpa bertanya ada masalah apa, sang menantu mengajak mertuanya pergi. Riswan dan Risma menganggukkan kepala, tanda mereka setuju. Demikiam juga Rofikoh dan Fadil yang baru saja bergabung. Setelah bersalaman, Hiraw

DMCA.com Protection Status