"Saya akan mendisiplinkan kamu bahkan memecat kamu jika kamu masih mencampuri urusan rumah tangga saya!" ucap Salman."Jangan pecat saya, Pak. Saya masih butuh uang dan pekerjaan untuk bertahan hidup," ucap Anita."Ya sudah, kalau gitu jangan pernah lagi mengurusi rumah tanggaku," ucap Salman."Baik, Pak. Saya tidak akan lagi ikut campur dalam urusan rumah tangga Bapak, walaupun selama ini saya seperti itu karena sangat peduli pada Bapak dan saya yakin jika Kanaya tidak pantas menjadi istri Bapak," ucap Anita terpaksa menyetujui hal itu demi melindungi pekerjaannya.Tidak mudah untuk nya mencapai jabatan yang ia duduki sekarang, tak mungkin ia menentang ucapan Salman dan berujung kehilangan apa yang selama ini sudah di perjuangkan.Salman menghela nafas, setidaknya Anita sudah mau menuruti ucapannya meski di akhir masih menyudutkan Kanaya."Terima kasih kamu sudah menjenguk saya, mungkin selama dua hari kedepan saya masih harus istirahat di rumah. Kamu bisa kan menghadle semuanya?" ta
"Om," ucap Kanaya saat Salman kini berada di atas tubuhnya.Salman menatap wajah Kanaya, mungkin karena suasana pagi yang terasa dingin membuat bagian sensitif nya menegang dan hasratnya naik. Salman tiba-tiba mencium bibir Kanaya lalu melumatnya dengan sangat lembut.Kanaya terkejut dan melebarkan bola matanya, tetapi sesat kemudian ia memejamkan mata dan terbuai, ia menikmati sentuhan bibir dan lidah sang suami yang sedang bermain di bibirnya."Ah ..." desah Kanaya saat Salman melepas pangutan bibir mereka.Mendengar desahan yang begitu seksi dari sang istri, hasrat Salman semakin membara. Ia melanjutkan ciumannya semakin dalam bahkan ini tangannya tak tinggal diam mengriliya ke seluruh tubuh Kanaya.Kanaya menggelinjang merasakan sensasi yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya, bagai ada aliran listrik yang mengalir di setiap nadinya."Mh ..." Desah Kanaya tertahan karena bibirnya masih di bungkam oleh bibir Salman.Lelaki itu semakin bergairah hingga akhirnya berhasil melepaskan s
"Om, masih pusing?" tanya Kanaya yang masuk ke dalam kamarnya."Sudah tidak," ucap Salman menyimpan kembali foto itu kedalam laci."Aku pikir masih pusing jadi om di kamar," ucap Kanaya lalu menyimpan tas nya."Kalian biasa pulang jam segini?" tanya Salman yang tidak mengetahui jadwal sekolah anaknya."Iya, aku mau lihat Ana dulu ya, Om," ucap Kanaya seraya berjalan keluar kamar.Salman mengikuti langkah Kanaya dan berdiri di depan pintu kamar Syafana. Ia memperhatikan Kanaya yang begitu telaten menyiapkan baju ganti untuk Syafana lalu merapikan tas dan mengeluarkan kotak makanan dalam tas Syafana.Kanaya keluar membawa kotak makanan itu ke dapur dan mencucinya, lalu memasak untuk makan siang. Salman duduk di ujung ranjang Syafana dan berbincang dengan anaknya itu."Gimana sekolahnya hari ini?" tanya Salman."Asik dong, aku di suruh bikin gambar sama Bu guru. ini gambarnya," ucap Syafana seraya menunjukan gambar yang ia buat.gambar khas anak tk dua orang yang lebih tinggi, anak kecil
"Kenapa, Nay? Apa salahnya aku berubah jadi lebih baik?" tanya Salman."Om dingin sama aku aja udah buat aku jatuh cinta, kalau om baik nanti aku jadi tambah cinta dan aku gak mau itu terjadi. Semakin dalam cintaku semakin sakit saat berpisah dengan Om nanti, jadi cukup seperti ini saja perasaanku agar aku tak terlalu sakit saat kita berpisah nanti," jawab Kanaya panjang lebar membungkam Salman.Selesai makan siang, Kanaya mengajari Syafana menyelesaikan pr nya hingga akhirnya anak itu tidur siang, Kanaya ke kamarnya untuk mengambil buku yang biasa ia gunakan menggambar desain baju.Ia terkejut melihat Salman sedang duduk diujung ranjang memegangi foto yang ia simpan di dalam laci bersama buku diary yang biasa ia gunakan menggambar desain baju."Sejak kapan kamu menyimpan foto ini, Nay?" tanya Salman."Beberapa hari setelah kita menikah aku mencetak dan menyimpannya," ucap Kanaya."Untuk apa?" tanya Salman."Apakah tidak boleh aku memiliki foto pernikahanku sendiri? Meskipun aku tahu
Hari sudah semakin sore ketika Salman selesai bekerja, ia bersiap untuk pulang seperti biasa. Saat di parkiran mobil, Anita menghampirinya dan meminta tumpangan padanya."Pak, bolehkah saya menumpang? mobil saya mogok dan sedang di bengkel," ucap Anita.Salman melihat benda bulat di pergelangan tangannya, sebenarnya ingin menolak permintaan Anita. Namun, ini masih ada di dalam area kantor dan Anita juga salah satu karyawan yang baik di perusahaan."Ayo!" ucap Salman.Anita tersenyum dan masuk ke dalam mobil atasannya itu, rumah mereka memang searah jadi tidak merepotkan juga untuk Salman. Selama perjalanan mereka terdiam dengan pemikiran masing-masing hingga akhirnya Anita yang membuka pembicaraan."Pak, saya minta maaf jika saya membuat Bapak marah karena sering mencampuri urusan rumah tangga, Bapak. Jujur saja, saya seperti itu karena merasa cemburu," ucap Anita."Cemburu?" tanya Salman Soraya mengerutkan keningnya."Iya, bukankah dari dulu Bapak tahu kalau saya menyukai Bapak. Saya
"Hubby?" tanya Salman."Ya kalau gak boleh panggil Hubby, aku panggil Daddy. Anggap aja Om Salman sugar Daddy aku yang selalu kasih aku uang bulanan," ucap Kanaya.Salman melebarkan bola matanya, geli dengan ucapan Kanaya yang menyamakan dirinya dengan Sugar Daddy. Lelaki tua yang suka bermain dengan daun muda demi kepuasan hasrat rela memberi apapun yang diminta oleh wanita muda tersebut."No, aku gak mau di panggil Daddy, nanti yang ada orang nyangka kamu anak sulungku! Hubby lebih bagus," ucap Salman."Oke mulai sekarang aku ganti nama Om Salman di kontak ponselku," ucap Kanaya dengan senyum sumringah.Ia membuka ponselnya dan mengganti nama Om Tampan menjadi My Hubby, Salman yang melihat nama di kontak itu tersenyum tipis bahkan senyumnya hampir tak terlihat."Gak di tambahin tampan belakangnya?" tanya Salman."Boleh," ucap Kanaya lalu menambah nama belakang kontrak tersebut menjadi My Hubby Jamil."Lho, kok Jamil, emangnya aku Saiful Jamil?!" ucap Salman keheranan."Hubby itu kan
"Jenis kelaminnya laki-laki," ucap Dokter kandungan setelah membaca kembali hasil USG."Oh, ini sudah pasti atau bisa berubah lagi gak kira-kira, Dok?" tanya Kanaya."Biasanya untuk USG 4D itu akurat, tapi ya kita sebagai manusia juga tidak bisa melampaui kuasa Tuhan," ucap dokter."Ah iya, terima kasih atas jawabannya, Dok. Kebetulan saya mau belanja peralatan bayi jika sudah memperkirakan bayi laki-laki atau perempuan saya jadi lebih mudah memilih warna pada barang yang akan saya beli," ucap Kanaya."Ya sama-sama, sebaiknya warna netral yang bisa masuk ke bayi perempuan maupun laki-laki," ucap Dokter.Kanaya tersenyum dan mengangguk lalu pamit pada dokter kandungan itu, Salman yang sudah sampai di mobil hanya menengok ke kana dan ke kiri karena tidak melihat keberadaan Kanaya."Kemana dia? Perasaan tadi jalan di belakang aku," gumam Salman.Tak lama kemudian Kanaya terlihat jalan menghampirinya, lalu masuk ke dalam mobilnya. Kanaya mengerutkan keningnya ketika melihat tatapan Salman
"Bukan Bapak yang salah, tapi istri Bapak yang terlalu manja," ucap Anita."Aku sudah bilang bukan Kanaya yang minta di temani, tapi aku yang ingin menemaninya!" ucap Salman dengan nada penekanan.Anita menjadi takut saat Salman sudah bersikap seperti itu, ia memilih diam dan menunduk. Melihat sekertaris nya diam, Salman pun meminta wanita itu segera melanjutkan pekerjaannya, tak ingin hal semacam itu kembali terjadi hingga ia kehilangan klien penting."Sepertinya aku harus mempertimbangkan lagi, semakin kesini kerjamu tidak bisa diandalkan," ucap Salman."Saya minta maaf, Pak. Saya akan memperbaiki semuanya," ucap Anita."Jangan cuma bicara, tapi buktikan. Masih banyak orang yang kompeten dan mau bekerja menggantikan posisimu!" ucap Salman.Anita mengangguk dan keluar dari ruangan Salman, sesampainya di depan meja kerja ia meluapkan kekesalannya dengan memukul-mukul meja kerjanya."Semua karena kehadiran perempuan itu!" ucap Anita.Hari berganti sore, Salman pun pulang di sambut oleh
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu