Fathur kembali disisi Ara yang memainkan ponsel, " Maaf, lama menunggu?""No, siapa laki-laki itu?" Tanya Ara juga."Bukan urusanmu," Kekeh Fathur."Ish, menyebalkan sekali."Fathur tertawa lepas, sungguh hari ini hatinya begitu bahagia, melihat Ara yang cantik dan menggemaskan, belum lagi bertemu Adam yang begitu ketakutan saat bertemu dengannya. Dengan langkah cepat Fathur mengekori Ara, lalu menggenggam tangannya dengan paksa.Ara terkesiap."Fathur...""Hanya untuk malam ini, kita saudara bukan?"Hening...Ara merasakan ada getaran di hatinya saat Fathur menggenggam tangan erat, entah kenapa Ara tak kuasa untuk menolak. Dia tersenyum begitu juga dengan sepupunya. Keduanya melangkah dengan penuh kebahagiaan.---Sudah beberapa jam Ehan sampai di rumah bernuansa eropa itu, saat dia sampai tak ada Ara yang menunggunya seperti biasanya, di kamar pun tak ada sambutan dari istrinya. Ehann bingung, karena tak mendapai istrinya di setiap sudut rumah.Setelah membersihkan tubuh Ehan kembal
Ara menutup pintu dan menguncinya dari luar, terdengar ketukan dari luar, Ehan berkali-kali memanggil namanya, Tapi Ara tetap diam, bening matanya mulai menetes, berlahan lalu semakin deras, pundaknya naik turun karena menahan sesak di dada.Kembali terbayang saat mereka pertama kali bertemu, lalu... mengingat momen-momen romantis yang sudah dia lalui selama sepuluh tahun.Dulu, dia memiliki impian, menikah hanya sekali saja sampai anak cucu, nyatanya impian itu dihempaskan oleh suaminya.Ara mengusap air matanya, perlahan dia bangkit dan membersihkan diri lalu melakukan shalat isya'. Diatas sajadah, Ara kembali mencurahkan segala kepedihan, netranya memandang dinding kamar yang polos."Ya Tuhan. Kali ini saja, aku mohon, beri aku kekuatan. Cintaku mungkin salah, sehingga Engkau mengujiku dengan begitu berat. Aku salah, Ya Allah....Seharusnya aku tak mencintainya melebihi cintaku pada Mu.Ya Allah, Kali ini saja, kuatkan imanku."---Ehan masih terdiam di luar kamar, sudah hampir l
"Mau kemana kau, Ehan?" Tanya Ayahnya dari belakang. Ehan terkesiap, dia lupa jika ayahnya akan bangun saat azan subuh dan melakukan shalat di masjid komplek. "E... E... hanya ingin cari udara segar, Yah.""Pagi-pagi begini? jangan bilang kau pergi ke rumah wanita pantat wajan itu?" Ehan terdiam, hatinya tak suka jika Dinda selalu di sebut wanita pantat wajan. "Bukan urusan, Ayah. Aku pergi." Ehan berlalu, tak menghiraukan teriakan ayahnya, Ehan terur melajukan mobilnya dengann cepat.Rudy hanya bisa menghela nafas.---Dinda benar-benar ketakutan di kamarnya, pasalnya pria misterius itu terus menggedor-gedor jendela rumahnya, dia tak berani untuk keluar, hanya sekedar mengintip juga tak berani. Beberapa kali dia menekan tombol panggil di ponsel, Ehan tak menjawabnya.Diliriknya jam tinggi, Dinda sedikit lega karena sebentar lagi pasti para tetangga akan kluar rumah untuk melaksanalan shalat subuh, dia berharap ada orang yang membantunya.Brak...Suara lemparan batu kembali terden
Sudah lima bulan setelah Ehan mengaku selingkuh, semuanya berjalan normal, Ara memaafkannya. Namun, hanya di mulut saja, karena suaminya itu masih menemui Dinda. Ara tak merasa kesepian lagi, pasalnya kini dia sudah semakin dekat dengan sepupunya, harapan mendapatkan cinta tulus dapat dia rasakan dari tatapan teduh Fathur.Lelaki itu, sukses membuat hati Ara merasakan bunga-bunga cinta kembali, hampir setiap hari Fathur mengirimkan kata-kata romantis, meski dia tau Ara masih berstatus istri sepupunya."Duhai cinta, senyummu bagaikan rembulan, yang cahayanya menerangi bumi yang gelap. Dan, aku lah bumi itu, kini... dia sudah tak gelap lagi, karena akan ada senyummu yang selalu meneranginya." Fathur tersenyum sesaat setelah mengirim pesan pada, Ara. Entah kenapa dirinya begitu nekad mendekati Ara.Dulu dia mundur, dan melupakan cinta pada Ara. Berbeda dengan saat ini, Fathur seakan perangko yang selalu lengket jika di dekat Ara, dia tak perduli orang menganggapnya seperti apa, yang pa
Fathur terlihat sangat mencintai Ara, dimanapun wanita itu berada, dia selalu melindunginya. Aldo sesekali menyesap kopinya, sorot matanya menatap lurus kedepan."Kau begitu licin, Fathur. Tapi, aku tak akan gagal dalam misi ini, meski aku juga mencintai Ara, aku rela melepasnya demi uang. Namun... Jika ini sudah selesai targetku selanjutnya adalah kamu."Lelaki bertopi hitam itu tersenyum smirk, dia langsung menghubungi anak buahnya untuk terus mengawasi Fathur dan Ara.---Fathur berjalan mondar-mandir di kamarnya, dia masih belum percaya apa yang di dengar dari pembicaraan Elma, hatinya merasa ada yang janggal, apalagi sekarang, Elma seakan selalu mendekatkan dirinya dengan Ara.'Apa yang disembunyikan Mbak Elma dariku?' Batin Fathur bingung.Ketukan pintu membuyarkan lamunan Fathur, dia beringsut dan membuka pintu. Ara sudah mode rapi, dia mengangkat alis dan menyandarkan tubuhnya disisi dinding dekat pintu."Jalan yuk, Bosan aku." Ajak Ara.Fathur terdiam, dia memandang Ara dari
Ehan langsung melempar ponselnya, "Aaaarggg... siapa yang berani mengancam ku?" Pekik Ehan.Rahang Ehan mengeras karena emosi yang menggebu, bola matanya memerah, dia tak menyangka akan mendapatkan ancaman seperti itu, Ehan masih sangat mencintai Ara, jika dia menceraikan Ara bisa dipastikan saham perusahaan pun akan turun.Lelaki itu menggusar wajahnya dengan kasar, 'Bagaimana aku bisa menceraikan, Ara?Dia cintaku, aku tak ingin berpisah dengannya. Tapi..."Ehan mendongak, lalu senyumnya mengembang. "Akan aku buat Ara tak berkutik," lirih Ehan dengan senyuman devilnya.Gegas lelaki itu membuka semua iformasi tetang perusahaan milik orang tua Ara, dia berecana memiliki seluruh saham perusahaan RW Glow terlebih dahulu, baru menceraikan Ara. Ehan sudah kalap, dia tak ingin namanya hancur begitu saja, apalagi dia merintis posisi itu dari staff biasa.---"Kau mau makan apa?" Tanya Fathur setelah mereka tiba di Famili karaoke."Pesankan aku jus jeruk, steak ayam dan... cap cay. Ah, ia ja
Hingga akhir, Fathur menatap wajah Ara, "Aku mencintaimu, Ara." Ara tersenyum, diusapnya dada Fathur lalu menenggelamkan wajahnya disana. Malam itu, menjadi malam panjang bagi mereka berdua, Ara melupakan seluruh masalah hidupnya. Dia tak menyangka bisa terjebak pada cinta iparnya sendiri, semua itu berawal dari Wardah, Mertuanya. Wardah berniat memberi pelajaran pada anaknya, sengaja mendekatkan Ara dan Fathur, dengan harapan Ehan berubah dan kembali pada istrinya nyatanya Ehan tetap berhubungan dengan Dinda di belakang.Flashback On"Ara... Mama ada ide," Ujar Wardah siang itu."Ide apa, Ma?" alis Ara bertautan tanda bingung.Keduanya memang sering bersama saat sore hari, menikmati mini garden milik Ara, bercerita dan berkeluh kesah, Wardah sangat ingin mengembalikan Ehan seperti dulu, anak yang penurut dan sayang pasa istrinya.Semenjak perselingkuhan nya terbongkar, Ehan semakin jarang pulang, saat di tegur dia akan meminta maaf dan kembali di rumah hanya seminggu, setelah itu
Fathur tersenyum geli, dia menertawakan dirinya sendiri yang tak dapat mengontrol sikapnya."Ah, rasanya aku benar-benar gila karena Ara."Saat Ara sudah selesai berpakaian, Fathur langsung menggenggam tangan Ara dan keluar dari kamar. Begitu terkejutnya Fathur, jika berbagai makanan sudah tersaji dengan rapi. Semuanya nampak menggiurkan.Ara tersenyum, "Waaah... Angga benar-benar memenuhi permintaanku.""Angga? Siapa?" Tanya Fathur penasaran.Ara hanya mangkat bahu, sekarang dia sangat suka melihat ekspresi Fathur yang seperti itu, sangat lucu.Disisi lain, Aldo mengepal erat tangannya, orang suruhannya gagal mendapatkan vidio keinginan Fathur dan Ara, dia tak tau bagaimana Fathur bisa tau jika ada kamera tersembunyi disana."Maafkan aku, bos." Ucap lelaki gempal itu. Dia yang sudah berpura-pura menjadi pelayan di famili karouke malam itu, dengan cara membius pekerja disana, dan mengambil alih posisi pelayanan, dia juga yang sudah membubuhi minuman Ara dan Fathur dengan obat perangs
Ehan sadar, jika dia telah membuat keluarganya malu, Ehan menatap ke luar jendela, menikmati siang hari dari tempat duduknya, cafe kenangan yang membuatnya lebih rileks. Dulu, setiap kunjungan ke Bandung, Ehan selalu mampir ke Cafe kenangan, dan bayangan Ara tentu saja selalu hadir. Ehan membuka gawai dan melihat status sosial media kakak kandungnya, dia tersenyum. Gambar di ponsel itu memperlihatkan semuanya jika mantan istrinya saat ini lebih bahagia dengan keluarga barunya. 'Aku senang melihatmu bahagia, Ra...' Batin Ehan.Ehan menyimpan ponselnya dan tersenyum pada Dinda, keduanya makan dalam keheningan.---Tak terasa sudah hampir empat bulan Ghazy terlahir di dunia, hari-hari Ara lebih berwarna, apalagi bayi laki-laki itu sudah pandai tengkurap dengan sendiri, membuat Ara semakin gemas. Begitu juga dengan Rayyan, dia sekarang pulang lebih cepat hanya ingin mencium anak semata wayangnya itu.Pagi ini Ara sengaja mengajak keluarga kecilnya berlibur, sudah lama Ara ingin menikm
"Tak apa jika kau tak mau mengundang nya, cinta. Abang hanya ingin menjaga silaturahmi saja, apalagi dia masih sepupuku." Kata Rayyan."Tapi, aku sudah memberi tahu kak Elma, Bang. Jika... mereka juga di undang, hanya saja aku tak bisa menyampaikan nya." "Ah ia... Tak apa, semoga saja Elma memberi tahu Ehan." Ujar Rayyan mengusap pucuk kepala Ara. Daffa mencebik saja, kenapa sepasang suami istri di hadapannya itu selalu membuat cemburu. Jiwa jomblonya meronta-ronta ingin menikah juga. Tapi, Daffa masih menanti seorang gadis.---Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, Semua keluarga besar hadir, setelah mengadakan acara pengajian, kini mereka membuat acara aqiqah dan undangannya di khususkan untuk anak-anak yatim piatu. Ara membawa Ghazy ke pangkuannya, dia sangat bahagia melihat anak-anak panti asuhan makan dengan lahap, dia kembali mengenang masa-masa sulit, dulu ingin sekali mengadopsi anak, tapi mantan suaminya selalu menolak. Dan Ara tak bisa membantahnya, saat ini dia bisa mewu
Dia beranjak dan membersihkan diri, kemudian membuka ponsel, terdapat banyak pesan masuk dan telepon dari Rudy begitu juga Elma. Dinda membacanya satu persatu, bibirnya menyunggingkan senyum. "Sebaiknya aku ajak Mas Ehan ke Jakarta melihat si bayi kecil. Tapi..."Dinda menoleh, menatap wajah Ehan yang tidur dengan nyenyak, ragu. Takut jika Ehan kembali mengingat Ara atau merasa berkecil hati karena saat dengannya dulu Ara tak juga hamil. Wanita itu mendesah lesu, bingung dengan keadaan yang sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja dia tak ingin membuka luka hati Ehan.---Di Jakarta, Daffa sang adik sudah menyiapkan box khusus bayi, sengaja dia pesan dari luar negeri untuk keponakannya, Daffa mengarahkan para pekerja untuk mendekor ruangan itu dengan cepat, Dia sangat senang menyambut keponakannya. Apalagi, Ara dan Rayyan akhirnya pindah ke Daffa Residence, tentu saja Daffa menyiapkan satu unit rumah yang terbaik untuk kakaknya. Ara memperhatikan adik semata wayangnya, dia bers
Plaaak... Ara memukul pundak Rayyan pelan, "Ada-ada saja, aku baru seminggu melahirkan lo, Bang. Kau harus puasa empat puluh hari." Kata Ara tertawa. Rayyan mendesah lesu, memikirkannya saja dia sudah kesal, tapi demi Ara dia tak akan berpaling meski hasrat menggebu ingin dituntaskan. "Aku akan sabar menunggumu, cinta." Bisik Rayyan Keduanya pun tertawa, bayi kecil mengeliat seakan meminta perhatian juga, tak lama suara tangis bayi terdengar, membuat Rayyan terkekeh. "Apa kau cemburu, boy? Ayah hanya merindukan ibunda mu saja, cinta ayah padamu lebih besar." Kata Rayyan. Ara hanya geleng-geleng kepala, ajaibnya Ghazy terdiam, dia memandang manik ayahnya, Rayyan pun tersenyum, pandangan si kecil membuat hati Rayyan terenyuh. "Semoga dia tumbuh menjadi lelaki yang hebat dan Sholeh. Cepat besar ya, nak... Ayah akan mengajakmu keliling dunia." ---Acara aqiqah sudah dipersiapkan Reno, di rumah Ara dan Rayyan, tepatnya di Anggara Residence, setelah pindah dari Pekanbaru kini mereka
"Anakku..." Lirih Ara."Selamat datang ke dunia Ghazy al Fatih..." Ucap Rayyan semangat.Ara hanya tertawa, tawa yang selama ini dia tunggu, melihat suaminya dengan wajah yang begitu bahagia karena kehadiran seorang anak.'Terimakasih Ya Allah... Engkau titipkan ia pada kami.' Rayya mencium kening Ara bergantian mencium anaknya, Ara pun menyusui anaknya, dengan di bantu seorang suster, dia pun merasakan betapa sempurnanya menjadi seorang wanita.---Berita kelahiran Rayyan junior membuat semua karyawan Anggara Group bersuka cita, dengan cepat Manager Famili karaouke membuat persiapan dalam menyambut sang bayi ke rumah tuannya.Tak kalah heboh, Pras sang kakek langsung terbang dari Suawesi ke Jakarta untuk melihat cucu pertamanya, Pras membawa banyak hadiah, apalagi cucu pertamanya seorang lelaki, berkali-kali Pras meneteskan air matanya karena haru.Sesampainya di rumah sakit, dia langsung masuk dan memeluk Rayyan."Selamat, Boy. Kau sudah menjadi Ayah sekarang." Ucap Pras menepuk-ne
Ara lega, jika Daffa sudah bisa mengendalikan kontrol emosinya terhadap keluarga Elma. Dilihatnya Elma dan Adam yang tersenyum bahagia, Ara pun dapat merasakannya. Dia tak ingin merasakan dendam yang berlebihan, bagi Ara semua itu akan sia-sia hanya karena dendam. Toh, Allah sudah membalas apa yang mereka lakukan.Daffa menghempaskan tubuhnya di atas shofa, lalu memijat pelipis yang terasa berat. AKhir-akhir ini pikirannya terkuras dengan banyaknya pekerjaan yang tertunda. Beruntung dia memiliki asisten yang selalu setia mendampinginya.'Apa aku butuh sekretaris satu lagi ya? ah... rasanya kepalaku mau pecah.' Batin Daffa.Lelaki muda itu pun terlelap di shofa kantornya, hari ini tubuhnya memang sangat lelah.---Ara terbangun saat alarm ponselnya berbunyi, dia menelisik wajah suami disampingnya, tidurnya sangat nyaman dan nafasnya teratur. Tadi malam, Rayyan seakan-akan melampiaskan segala kerinduannya karena sudah beberapa minggu tak mendapat jatah.Ara membelai wajah Rayyan, kemudi
"Aw, sakit cinta... Abang kan ingin memenuhi keinginan anak kita, dia ingin ayahnya menjenguknya, sayang." Kata Rayyan tersenyum jahil.Ara pu tertawa, Rayyan memang sudah merindukan Ara, setelah rentetan kejadian mereka belum pernah melakukan ritual suami istri lagi, dan malam ini Rayyan menginginkannya. Dengan pasrah Ara melayani suaminya, apalagi dia juga merindukan sentuhan sang suami.Ara memandang wajah suaminya yang terlelap, dia mengusap lembut wajah Rayyan dan menyunggingkan senyum, berlahan mendekat dan memeluk suaminya dengan erat. Malam ini, dia seperti kehilangan kendali, bukan hanya Rayyan yang merindukannya, tapi Ara lebih merindukan belaian suaminya itu.---Satu bulan berlalu...Kandungan Ara sudah semakin membesar, hari ini dia sengaja mendatangi Daffa di kantornya, sekaligus memantau perkembangan perusahaan peninggalan ayahnya itu. Di lobi, tanpa sengaja dia melihat Elma bersama Adam dan juga seorang asisten, Ara pun mendekat."Mbak El..." Sapa Ara ramah.Elma menol
Ara hanya menunggu dari mobil, dia memperhatikan sekitar, dengan senyuman joker Ara turun dari mobil dan duduk disisi penjual sekoteng. Ara memesan satu gelas dan menikmati minuman hangat tersebut. Sedangkan suaminya masih menunggu pesanan mi goreng.Saat Rayyan hendak kembali, dia melihat Ara sedang asik minum sambil tersenyum.'Hmmm... Memang aneh nih bumil, tadi katanya minta mi goreng, tapi dia nongkrong di tempat mamang sekoteng," Lirih Rayyan.Rayyan pun mendekati istrinya, melihat Ara menimati minuman hangat sambil terpejam membuat Rayyan bahagia, wajah Ara yang tenang seperti yang sangat dirindukan Rayyan. Beberapa minggu kemarin suasana hatinya memang tak baik. "Apa sekotengnya begitu nikmat? sampai-sampai tak sadar dengan kehadiran abang." Ara membuka mata dan memandang Rayyan, "Hmm... Sudah lama aku tak menikmati suasana malam seperti ini, Bang. Dulu... saat kuliah aku sering nongkrong bersama teman-temanku, menikmati angin malam sambil berbagi cerita. Semua itu sirna set
"Semoga saja, Aldo dan Albert sadar setelah kejadian ini." Kata Sebastian, Sebagai asisten Daffa dia juga merasakan lelah, karena selalu merombak jadwal kerja Daffa yang harus bolak-balik Jakarta-Pekanbaru."Ya... Semoga saja." Ucap Daffa.Namun, Pras masih ragu, jika Aldo diam saja setelah ini, apalagi Albert adiknya juga sudah diserakan ke polisi. Dalam diam, lelaki paruh baya itu sudah meletakkan bodyguard untuk Ara dan Rayyan. Mereka akan mengawasi Ara dari jarak jauh, Pras tau Ara sangat tak nyaman jika ada orang yang mengawasinya. --- Di Penjara Aldo mendengus kesal, saat tahu jika Albert juga berada di sel tahanan yang sama. Setelah putusan dibacakan, Aldo hanya bisa pasrah dengan hukuman yang harus dia jalani. Namun, hatinya masih belum menerima kekalahan. Berbeda dengan Albert yang hanya terduduk lesu.Selama ini hidupnya mewah, bekerja sebagai ahli IT tentu membuatnya memiliki banyak uang, dia terbiasa hidup bebas, tapi semua itu hilang karena mengikuti keinginan kakaknya.