'Ya Allah, dimana kamu Mas?' Pikiran Ara melayang entah kemana.
Dikenangnya masa-masa kuliah dulu, saat Ehan mendekatinya, sifatnya begitu santun. Pertemuan mereka di mulai saat SMA, di Kota Pekanbaru. Berlanjut sampai kuliah di kota yang sama, tentu berbeda jurusan, namun Ehan selalu berusaha mendekati Ara dengan mengikuti organisasi yang Ara ikuti.Modus, tentu saja. Tapi Ehan pandai menyembunyikan perasaannya. Sampai pada hari kelulusan, Ehan melamarnya dihadapan halayak Ramai, siapa yang tak senang dilamar orang terkasih di depan banyak pasang mata, Ara terharu dan menerima lamaran itu.Sepuluh tahun sudah pernikahan mereka, tapi belum juga dikaruniai anak, sudah beberapa kali melakukan pemeriksaan hasilnya sama, tak ada masalah antara keduanya."Allah masih ingin kalian berdua menikmati masa-masa pernikahan, tak usah berkecil hati. Insyaallah jika sudah waktunya Allah akan beri bayi mungil yang Sholeh dan Sholehah. Ada juga yang sudah dua puluh menikah, tapi belum dikaruniai anak, mereka tetap istiqamah dan saling menguatkan. Begitulah ujian sebuah pernikahan." Pesan Dokter kandungan kala itu.Hampir saja Ara patah arah, dia sudah jenuh mendengar ocehan keluarga Ehan, apalagi kakak iparnya yang selalu berkata kasar.Ara menarik nafas panjang ketika dia tersadar, jam sudah menunjukkan angka satu dini hari, lekas dia mengambil air wudhu, melakukan shalat malam dengan khusyu, memohon perlindungan untuk suaminya dan keutuhan rumah tangganya.Dengan suara lirih, Ara bermunajat meminta sedikit keridhoan Allah, agar Dia diberi kepercayaan hamil, bagaimanapun dia juga ingin menjadi ibu.---Suara gemericik air dari kamar mandi menganggu waktu tidur Dinda, dia bergeliat merenggangkan tubuhnya, senyum kemenangan terbit dari bibirnya. Kembali dia mengingat momen panas tadi malam, hatinya berdesir.'Ah, kau begitu tangguh, Ehan. Pantas saja Ara begitu mencintaimu. Hei, semoga saja aku langsung hamil,' Batin Dinda senang.Dia sudah tak sabar menanti hidup bersama Ehan, bertahun-tahun dia menunggu malam tadi akhirnya terwujud juga.Meski dia tahu, itu terlarang tapi dia tak perduli. Kebanyakan pelakor memang tak memikirkan nasib istri pertama, wanita ular seperti itu hanya ingin memuaskan nafsunya saja, merusak rumah tangga orang lain dengan penuh bangga dan menganggap nya sebuah prestasi.Dinda senyum-senyum sendiri sambil memeluk bantal guling, boyangan Ehan kembali berputar-putar di kepalanya."Sudah bangun? Mas langsung pulang ya, mumpung hari masih gelap. Bisa gawat jika Abah tau Mas tak pulang ke rumah,"Senyuman yang tadi merekah seketika sirna. Dinda langsung berbalik dan merengut, dia ingin Ehan tetap disisinya, apalagi ini hari Minggu, tentu tak akan masuk kerja."Ngambek?" Tanya Ehan menggoda.Dinda masih diam saja."Jangan gitu, jika Mas tak pulang sekarang keluarga Mas bisa curiga, Mas butuh waktu untuk berbicara pada Abah dan Ibu. Kau tenang saja Sayang, Mas akan membawamu ke rumah itu sebagai tuan putri,"Pernyataan Ehan membuat Dinda senang, lalu dia memeluk erat Ehan."Kau tak bohong kan, Mas? ah, atau hanya sekedar menghiburku?""Tidak, tentu saja aku serius. Mas... menyukai tubuhmu, indah, seksi dan Kau begitu pandai bermain," Bisik Ehan tepat ditelinga Dinda.Membuat Dinda bergidik dan berdesir, langsung saja Dinda menjatuhkan tubuh Ehan di atas kasur, lalu memulai belaian pada tubuh Ehan.Saat dia membuka baju, Ehan menahannya."Sudah cukup untuk hari ini, cinta. Kita lanjut besok, ok" Kaya Ehan membuat Dinda kesal.Tak tiknya untuk menahan Ehan agar tak pulang tak berhasil, Ehan tetap beranjak, mencium kening Dinda sesaat, lalu memakai jaket dan mengambil kunci mobil."Ingat, Sayang. Tetap Di rumah dan istirahat. Mas pulang dulu, sampai jumpa di kantor."Ehan pun pergi meninggalkan Dinda yang kesal, lagi-lagi dia merasa gagal untuk mendapatkan Ehan. Dia pikir, dengan melayani Ehan, pria itu tak kembali, paling tidak bertahan disisinya sampai satu atau dua hari.Tapi, prediksi nya salah. Ehan memilih pulang, karena tak ingin ketahuan keluarganya. Bukan wanita pantat wajan namanya jika Dinda tak memiliki banyak akal busuk, kembali dia menyusun strategi demi mendapatkan pria yang sangat dia cintai itu.---"Bagaimana? Kau berhasil?" Tanya Elma di dalam kamarnya. Dia sedang menghubungi seseorang."Tentu, sekarang Ehan baru keluar dari wanita murahan itu." Jawab lelaki yang sedang mengamati rumah Dinda dari seberang jalan."Bagus, aku akan menjalani misiku saat dia sampai rumah,""Sebenarnya apa maumu? dia adikmu, Kau sudah gila menjebak adik sendiri dalam sekandal rumah tangga,""Itu urusanku, Boy. Kau kerjakan saja tugasmu, uangmu akan aku transfer setelah ini,"Tut Tut Tut....Elma mematikan ponsel secara sepihak, dia menyeringai puas.'Kita lihat Ehan, rumah tangga mu akan hancur.' Batin Elma.Gegas Elma keluar kamar, dia pura-pura ke dapur mengambil gelas lalu menyeduh teh hangat, dia sudah hapal jam pagi seperti ini, orang tuanya pasti sudah bangun dan bercengkrama di taman samping rumah.Dia melihat kanan kiri, kebetulan melihat Ara yang sedang menyapu bagian belakang dapur."Ehan sudah pulang?"Ara menoleh, dia hanya menggeleng, Ara tahu iparnya itu pasti kembali mengejeknya."Kau tak khawatir, Ra?" Tanya nya lagi dengan sedikit mengejek.Wanita itu duduk di kursi dekat Ara menyapu, sambil menyeruput teh hangat memandang sinir istri adiknya itu."Mas Ehan sedang ada kerja, jadi dia menginap di kantor." Ucap Ara, dia tadi mendapatkan pesan dari Ehan saat selesai sholat subuh."Dan sebentar lagi mas Ehan pulang, Mbak." Ucapnya lagi."Kau percaya dengan kata-kata Ehan?""Tentu, dia suamiku, aku percaya Mas Ehan tak akan pernah berbohong," Jawab Ara pasti."Cih... sekali menginap, besok akan menginap lagi. Lembur apa coba, sedangkan hari ini hari libur." Ucap Elma sambil berlalu.Namun, Ara mendengar kata-kata itu, dan dibenaknya pun mulai berpikir sama. "Ia ya, hari ini hari Minggu, kenapa Mas Ehan lembur?" Batin Ara mulai curiga.Cepat-cepat dia menyingkirkan pikiran buruknya, gegas beranjak menyambut suaminya di depan, karena suara deru mobil terdengar."Semoga saja dugaanku salah, selama ini Mas Ehan tak pernah berbohong padaku," Pikir Ara lagi.Dengan semangat dan senyuman manis, dia menyambut Ehan, menyalaminya dan mengambil tas kerja Ehan.Kali ini ada yang berbeda, wajah suaminya itu lebih segar dan terlihat berbinar. Ada bau parfum yang menggelitik hidung Ara, dia sangat mengenal parfum suaminya, tapi saat ini baunya berbeda.'Astaghfirullah... pergi sana pikiran jahat, Mas Ehan tak mungkin mencari wanita lain.' Batin Ara menepis kecurigaannya.Baru saja mereka berdua masuk, Elma terlihat berdiri tepat di pintu kamarnya."Widiiih... sudah pulang kau dari healing, Han?" Tanya Elma dengan tawa.Ehan menghentikan langkahnya, dan memandang kakaknya dengan sinis."Bukan urusanmu," Ucap nya dengan ketus."Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga, Han. Aku tahu, kau sudah menghabiskan malam mu dengan wanita murahan itu." Bisik Elma.Seketika Ehan menoleh dan melotot. "Kau..."Elma berlalu sambil mengangkat bahu, dan tersenyu licik. Ara bingung menyaksikan kedua kakak beradik itu, wajah sumringah suaminya berubah padam, entah apa yang dibisikkan Elma, Ara tak tahu.Tapi dia tak ingin mengambil pusing, dia mengajak suaminya masuk ke kamar, diletaknya tas kerja di atas nakas, dan jas di tempat keranjang kotor.Ehan masih terdiam duduk di kasur, pikirannya melayang dengan ucapan Elma, Kakak ya.'Shit... Dari mana dia tau semua ini? bisa gawat jika Abah tau.' Batin Ehan kesal.Dia mengepalkan tangan, lalu melempar bantal sesuka hati, sampai Ara terkejut."Mas... ada yang salah?""Sebaiknya kau diam saja," Gertak Ehan.Ara terdiam. Baru ini dia menyaksikan kemarahan suaminya, Ara keluar membuatkan teh, dan membawakan sarapan yang sudah dia buat.Tanpa berucap kata, Ara meletakkan nampan berisi teh dan sarapan. Kembali dia mengangkat keranjang kotor, saat memasukkan jas suaminya dia mencium jas itu sekali lagi, memastikan jika bau parfumnya sama dengan yang biasa dipakai.'Ini bukan bau parfum mas Ehan. ah, mungkin punya temannya.' Lagi-lagi Ara menepis kecurigaannya dan mencuci baju seperti biasa.Tanpa berucap kata, Ara meletakkan nampan berisi teh dan sarapan di atas nakas. Kembali dia mengangkat keranjang kotor, saat memasukkan jas suaminya dia mencium jas itu sekali lagi, memastikan jika bau parfumnya sama dengan yang biasa dipakai.'Ini bukan bau parfum mas Ehan. ah, mungkin punya temannya.' Lagi-lagi Ara menepis kecurigaannya dan mencuci baju seperti biasa.Ara mencoba membuang jauh-jauh pikirannya, dia tak ingin pernikahannya hancur hanya karena selentingan isu negatif. Bukankah dalam pernikahan harus saling percaya? agar hubungan antara suami istri tetap langgeng sampai jannah, selagi belum ada bukti Ara akan tetap percaya jika Ehan tak selingkuh. Ara kembali tersenyum, dia membuka ponsel ingin mendengarkan musik, dicarinya lagu favoritnya. Lagu yang sedang ngetren di Indonesia, Dawai.Dawai yang telah lama ku petiksumbang dan terus lirih berpekikdoa yang pernah kuucapsurga tak menjawabbetapa sungguh tega oh hatimumencuri yang digariskan untukkuhati yang dulu terl
"Mama, Elma rindu, di rumah ini tak ada kebahagiaan yang aku rasakan. Ayah sekarang bukan ayahku yang dulu. Dia... melupakan anak gadisnya ini. Tapi, tenang saja, Ma, aku akan merebut cinta pertamaku itu." "Tidak ada yang bisa mencegahku untuk membalas sakit hatiku ini, Mama. hanya kematian, ya kematian yang bisa menghentikanku." Elma bermonolog. Elma memejamkan mata, merasakan ketenangan setiap mengingat mamanya. --- Dinda sedikit kesal saat mendapat kabar jika Elma mengetahui hubungan gelapnya dengan Ehan, wanita itu harus mencari tak tik baru untuk menggaet Ehan lebih cepat, jika Elma terus menghantui hubungannya tentu akan sulit untuk memuaskan nafsunya itu. Wanita gila seperti itu, tak puas hanya berhubungan badan satu kali, sekali mencoba maka akan menginginkannya terus. Setan selalu menggoda manusia untuk terus berzina. Kata orang, yang belum halal akan terasa nikmat dan menyenangkan, dan yang sudah halal akan terasa biasa saja dan membosankan. Lelaki yang tak kuat imannya
"Aku percaya Allah sedang menyusun skenario terbaik untukku, semangat Ara kau pasti bisa melewati semua ini," Batin Ara.Dari kejauhan, seorang pria tertegun memandang Ara yang melamun, sesekali pria tersebut senyemun setiap Ara menarik nafas panjang. Bola matanya, tak berhenti berhenti memperhatikan setiap gerak Ara.Ara masih tak menyadari jika ada seseorang yang memperhatikannya, dia hanya fokus pada dua anak kembar yang asik bermain bola, berlarian kesana kemari, bercanda penuh tawa."Semoga saja Allah segera memberiku anak dalam rahimku," batin Ara lagi.---"Kau dimana, Mas?" Tanya Dinda dengan lembut."Dijalan pulang, matikan dulu aku sudah sampai rumah," Jawab Ehan dusta.Tut Tut Tut...Ponsel pun dimatikan Ehan secara sepihak.Hari ini, moodnya sedang tak ingin diganggu, ada rasa sesak dihatinya telah mengkhianati Ara, wanita yang dulu sangat dia cintai. Hatinya bergejolak ingin mengakhiri, tapi juga tak ingin melepaskan Dinda begitu saja, bagaimanapun Dinda sudah memberi warn
Seperti biasa, saat Ehan baru pulang kerja maka Ara akan melayaninya dengan penuh cinta, menyiapkan teh hangat, sampai menyiapkan baju ganti untuk shalat.Saat Ehan sedang membersihkan diri, dengan hati-hati Ara memeriksa semua pakaian yang suaminya pakai, dia cek satu persatu bagian kantong, berharap ada petunjuk yang menguatkan dugaan ya. Diciumnya baju yang Ehan pakai, tapi hasilnya nihil. Tak ada bau parfum wanita lagi.Ara membuang nafas kasar.Dia memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci, lalu kembali lagi ke kamar, Ehan belum selesai mandi. Akhirnya, Ara menunggu sambil memainkan ponsel.Beberapa kali terdengar dering ponsel Ehan, tapi Ara takut untuk mengangkatnya."Tak tau orang shalat magrib kah?" umpat Ara. Dia sedikit terganggu dengan nada dering dari ponsel Ehan, saat berbunyi lagi dia pun mengambil ponsel, dan hatinya mencelos saat ada nama wanita lain dan emot love."Siapa ini? Din Love? Ah... mungkin klien kantornya," Batin Ara gusar.Disamping itu, Ehan keluar dan mema
Ara masih tak tenang, dia mondar mandir menenangkan diri, tapi tetap saja hatinya gundah."Sebenarnya apa yang mas Ehan sembunyikan dariku?" batin Ara.Disisi lain, Dinda langsung berganti baju ke kamar, dia berdandan sebaik mungkin untuk menyambut Ehan. Setelah memastikan dirinya siap, Dinda kembali ke ruang makan menyiapkan candle night, dengan hidangan ayam bakar favorit Ehan, tak lupa capcay dan juga steak tenderloin. Dinda tersenyum smirk, saat mengambil jus orange yang dia buat tadi, dikeluarkan dari kulkas, lalu memandangnya dengan tatapan predator. "Kau tak akan lepas dari genggamanku malam ini, Ehan," Batin Dinda licik.Dia kembali mengecek ponsel, sudah setengah jam setelah dia menghubungi Ehan, berarti sebentar lagi lelaki yang dia tunggu itu datang.Tok tok tok..."Din... Din..." Benar saja, suara Ehan terdengar memanggil Dinda begitu keras.Dinda sengaja memperlambat langkahnya, dia ingin tahu kekhawatiran Pria pujaannya itu."Dinda.... Din... buka pintunya," Teriak Ehan
"Robbi... Apa salahku? Kenapa kau uji dengan semua ini, sungguh aku tak sanggup." Ara membenamkan wajahnya di atas sajadah, menangis tersedu-sedu.Di kamar lainnya, Elma tersenyum puas melihat vidio kiriman, Aldo. Orang suruhannya, sekaligus sahabat Ara dulu saat SMA, lelaki itu juga mencintai Ara, tapi cintanya kandas karena Ara menikah dengan Ehan.Dengan liciknya, Elma merasuki fikiran Aldo untuk menghancurkan rumah tangga Ara, dan lelaki itu menuruti karena dia pun butuh uang untuk pengobatan ayahnya yang sakit struk. Meski tujuan utamanya uang, Aldo kini benar-benar berharap Ara berpisah, dia tak tega melihat Ehan selingkuh dibelakang Ara.Aldo juga yang sudah menyelinap dan mengancam Dinda untuk menghubungi Ehan, dia yang sudah mengganti obat tidur itu. Semuanya demi memberikan bukti pada Ara jika suaminya itu selingkuh.---Pagi menyapa, wajah Ara masih terlihat sembab, dan matanya bengkak karena tak berhenti menangis. Manik matanya memperlihatkan begitu patah hatinya. Ara berge
Ehan mengendarai mobil dengan bersiul, seperti baru dapat hadiaih besar, hatinya sangat bahagia. Bahagia karena hasratnya trpenuhi dengan wanita lain. Dinda yang liar mmbuat libido Ehan naik dan memuncak sampai ke ubun-ubun, dan menurutnya dia tak pernah merasakan hal tersebut dengan Ara istrinya. "Maafkan aku, Ara. Aku sungguh menyukai permainan Dinda." Batin Ehan tersenyum. Dan pada akhirnya, Ehan memutuskan untuk melanjutkan hubungan itu dengan diam-diam. Dia sudah menyiapkan opsi-opsi lainnya jika memang ketahuan oleh Ara atau keluarganya. Ehan yakin, perbuatannya kali ini tak akan terendus oleh ayahnya meski kakak tirinya tau. --- "Aku harus bagaimana ya Allah, hiks.. hiks... hiks...." Ara menangis. Sepanjang perjalanan pulang, matanya berkabut karena air mata, maka ia memberhentikan mobilnya di taman komplek perumahan. Sudah sepuluh tahun dia tinggal bersama mertuanya, di kota Pekanbaru ini, tapi hanya taman kompleks yang membuatnya teman, tempat itu menjadi saksi bagaimana
Gilang menangkap perubahan pada wajah Ehan saat menyinggung soal, Ara. Dia yakin jika ada yang tak beres pada sahabatnya itu.sedangkan Ehan hanya diam saja, dia tahu Gilang memperhatikan nya dari tadi, tapi Ehan berusaha cuek, ditambah Dinda yang sedari tadi selalu mengirim pesan nakal padanya, membuat Ehan semakin pusing dan bimbang.---Ara sudah berada di kamarnya. Saat sampai, Ara langsung membenamkan dirinya di bantal, dia menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Ara bangkit, lalu membersihkan tubuhnya, di bawah kucuran air, dia termenung mengingat betapa mesranya Ehan dengan wanita lain."Apa aku sudah tak menarik dimatanya? atau... pelayananku kurang memuaskan?" Guman Ara disela tangisnya.Dia sudah berusaha menghentikan bening mata, sampai berjam-jam Ara bertahan di kamar mandi, sampai pada akhirnya suara ketukan pintu membuatnya berhenti. Gegas Ara mengambil handuk, mengganti baju dengan pakaian santai, menutup wajahnya dengan make up agar tak nampak habis menangis.Dilirikn
Ehan sadar, jika dia telah membuat keluarganya malu, Ehan menatap ke luar jendela, menikmati siang hari dari tempat duduknya, cafe kenangan yang membuatnya lebih rileks. Dulu, setiap kunjungan ke Bandung, Ehan selalu mampir ke Cafe kenangan, dan bayangan Ara tentu saja selalu hadir. Ehan membuka gawai dan melihat status sosial media kakak kandungnya, dia tersenyum. Gambar di ponsel itu memperlihatkan semuanya jika mantan istrinya saat ini lebih bahagia dengan keluarga barunya. 'Aku senang melihatmu bahagia, Ra...' Batin Ehan.Ehan menyimpan ponselnya dan tersenyum pada Dinda, keduanya makan dalam keheningan.---Tak terasa sudah hampir empat bulan Ghazy terlahir di dunia, hari-hari Ara lebih berwarna, apalagi bayi laki-laki itu sudah pandai tengkurap dengan sendiri, membuat Ara semakin gemas. Begitu juga dengan Rayyan, dia sekarang pulang lebih cepat hanya ingin mencium anak semata wayangnya itu.Pagi ini Ara sengaja mengajak keluarga kecilnya berlibur, sudah lama Ara ingin menikm
"Tak apa jika kau tak mau mengundang nya, cinta. Abang hanya ingin menjaga silaturahmi saja, apalagi dia masih sepupuku." Kata Rayyan."Tapi, aku sudah memberi tahu kak Elma, Bang. Jika... mereka juga di undang, hanya saja aku tak bisa menyampaikan nya." "Ah ia... Tak apa, semoga saja Elma memberi tahu Ehan." Ujar Rayyan mengusap pucuk kepala Ara. Daffa mencebik saja, kenapa sepasang suami istri di hadapannya itu selalu membuat cemburu. Jiwa jomblonya meronta-ronta ingin menikah juga. Tapi, Daffa masih menanti seorang gadis.---Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, Semua keluarga besar hadir, setelah mengadakan acara pengajian, kini mereka membuat acara aqiqah dan undangannya di khususkan untuk anak-anak yatim piatu. Ara membawa Ghazy ke pangkuannya, dia sangat bahagia melihat anak-anak panti asuhan makan dengan lahap, dia kembali mengenang masa-masa sulit, dulu ingin sekali mengadopsi anak, tapi mantan suaminya selalu menolak. Dan Ara tak bisa membantahnya, saat ini dia bisa mewu
Dia beranjak dan membersihkan diri, kemudian membuka ponsel, terdapat banyak pesan masuk dan telepon dari Rudy begitu juga Elma. Dinda membacanya satu persatu, bibirnya menyunggingkan senyum. "Sebaiknya aku ajak Mas Ehan ke Jakarta melihat si bayi kecil. Tapi..."Dinda menoleh, menatap wajah Ehan yang tidur dengan nyenyak, ragu. Takut jika Ehan kembali mengingat Ara atau merasa berkecil hati karena saat dengannya dulu Ara tak juga hamil. Wanita itu mendesah lesu, bingung dengan keadaan yang sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja dia tak ingin membuka luka hati Ehan.---Di Jakarta, Daffa sang adik sudah menyiapkan box khusus bayi, sengaja dia pesan dari luar negeri untuk keponakannya, Daffa mengarahkan para pekerja untuk mendekor ruangan itu dengan cepat, Dia sangat senang menyambut keponakannya. Apalagi, Ara dan Rayyan akhirnya pindah ke Daffa Residence, tentu saja Daffa menyiapkan satu unit rumah yang terbaik untuk kakaknya. Ara memperhatikan adik semata wayangnya, dia bers
Plaaak... Ara memukul pundak Rayyan pelan, "Ada-ada saja, aku baru seminggu melahirkan lo, Bang. Kau harus puasa empat puluh hari." Kata Ara tertawa. Rayyan mendesah lesu, memikirkannya saja dia sudah kesal, tapi demi Ara dia tak akan berpaling meski hasrat menggebu ingin dituntaskan. "Aku akan sabar menunggumu, cinta." Bisik Rayyan Keduanya pun tertawa, bayi kecil mengeliat seakan meminta perhatian juga, tak lama suara tangis bayi terdengar, membuat Rayyan terkekeh. "Apa kau cemburu, boy? Ayah hanya merindukan ibunda mu saja, cinta ayah padamu lebih besar." Kata Rayyan. Ara hanya geleng-geleng kepala, ajaibnya Ghazy terdiam, dia memandang manik ayahnya, Rayyan pun tersenyum, pandangan si kecil membuat hati Rayyan terenyuh. "Semoga dia tumbuh menjadi lelaki yang hebat dan Sholeh. Cepat besar ya, nak... Ayah akan mengajakmu keliling dunia." ---Acara aqiqah sudah dipersiapkan Reno, di rumah Ara dan Rayyan, tepatnya di Anggara Residence, setelah pindah dari Pekanbaru kini mereka
"Anakku..." Lirih Ara."Selamat datang ke dunia Ghazy al Fatih..." Ucap Rayyan semangat.Ara hanya tertawa, tawa yang selama ini dia tunggu, melihat suaminya dengan wajah yang begitu bahagia karena kehadiran seorang anak.'Terimakasih Ya Allah... Engkau titipkan ia pada kami.' Rayya mencium kening Ara bergantian mencium anaknya, Ara pun menyusui anaknya, dengan di bantu seorang suster, dia pun merasakan betapa sempurnanya menjadi seorang wanita.---Berita kelahiran Rayyan junior membuat semua karyawan Anggara Group bersuka cita, dengan cepat Manager Famili karaouke membuat persiapan dalam menyambut sang bayi ke rumah tuannya.Tak kalah heboh, Pras sang kakek langsung terbang dari Suawesi ke Jakarta untuk melihat cucu pertamanya, Pras membawa banyak hadiah, apalagi cucu pertamanya seorang lelaki, berkali-kali Pras meneteskan air matanya karena haru.Sesampainya di rumah sakit, dia langsung masuk dan memeluk Rayyan."Selamat, Boy. Kau sudah menjadi Ayah sekarang." Ucap Pras menepuk-ne
Ara lega, jika Daffa sudah bisa mengendalikan kontrol emosinya terhadap keluarga Elma. Dilihatnya Elma dan Adam yang tersenyum bahagia, Ara pun dapat merasakannya. Dia tak ingin merasakan dendam yang berlebihan, bagi Ara semua itu akan sia-sia hanya karena dendam. Toh, Allah sudah membalas apa yang mereka lakukan.Daffa menghempaskan tubuhnya di atas shofa, lalu memijat pelipis yang terasa berat. AKhir-akhir ini pikirannya terkuras dengan banyaknya pekerjaan yang tertunda. Beruntung dia memiliki asisten yang selalu setia mendampinginya.'Apa aku butuh sekretaris satu lagi ya? ah... rasanya kepalaku mau pecah.' Batin Daffa.Lelaki muda itu pun terlelap di shofa kantornya, hari ini tubuhnya memang sangat lelah.---Ara terbangun saat alarm ponselnya berbunyi, dia menelisik wajah suami disampingnya, tidurnya sangat nyaman dan nafasnya teratur. Tadi malam, Rayyan seakan-akan melampiaskan segala kerinduannya karena sudah beberapa minggu tak mendapat jatah.Ara membelai wajah Rayyan, kemudi
"Aw, sakit cinta... Abang kan ingin memenuhi keinginan anak kita, dia ingin ayahnya menjenguknya, sayang." Kata Rayyan tersenyum jahil.Ara pu tertawa, Rayyan memang sudah merindukan Ara, setelah rentetan kejadian mereka belum pernah melakukan ritual suami istri lagi, dan malam ini Rayyan menginginkannya. Dengan pasrah Ara melayani suaminya, apalagi dia juga merindukan sentuhan sang suami.Ara memandang wajah suaminya yang terlelap, dia mengusap lembut wajah Rayyan dan menyunggingkan senyum, berlahan mendekat dan memeluk suaminya dengan erat. Malam ini, dia seperti kehilangan kendali, bukan hanya Rayyan yang merindukannya, tapi Ara lebih merindukan belaian suaminya itu.---Satu bulan berlalu...Kandungan Ara sudah semakin membesar, hari ini dia sengaja mendatangi Daffa di kantornya, sekaligus memantau perkembangan perusahaan peninggalan ayahnya itu. Di lobi, tanpa sengaja dia melihat Elma bersama Adam dan juga seorang asisten, Ara pun mendekat."Mbak El..." Sapa Ara ramah.Elma menol
Ara hanya menunggu dari mobil, dia memperhatikan sekitar, dengan senyuman joker Ara turun dari mobil dan duduk disisi penjual sekoteng. Ara memesan satu gelas dan menikmati minuman hangat tersebut. Sedangkan suaminya masih menunggu pesanan mi goreng.Saat Rayyan hendak kembali, dia melihat Ara sedang asik minum sambil tersenyum.'Hmmm... Memang aneh nih bumil, tadi katanya minta mi goreng, tapi dia nongkrong di tempat mamang sekoteng," Lirih Rayyan.Rayyan pun mendekati istrinya, melihat Ara menimati minuman hangat sambil terpejam membuat Rayyan bahagia, wajah Ara yang tenang seperti yang sangat dirindukan Rayyan. Beberapa minggu kemarin suasana hatinya memang tak baik. "Apa sekotengnya begitu nikmat? sampai-sampai tak sadar dengan kehadiran abang." Ara membuka mata dan memandang Rayyan, "Hmm... Sudah lama aku tak menikmati suasana malam seperti ini, Bang. Dulu... saat kuliah aku sering nongkrong bersama teman-temanku, menikmati angin malam sambil berbagi cerita. Semua itu sirna set
"Semoga saja, Aldo dan Albert sadar setelah kejadian ini." Kata Sebastian, Sebagai asisten Daffa dia juga merasakan lelah, karena selalu merombak jadwal kerja Daffa yang harus bolak-balik Jakarta-Pekanbaru."Ya... Semoga saja." Ucap Daffa.Namun, Pras masih ragu, jika Aldo diam saja setelah ini, apalagi Albert adiknya juga sudah diserakan ke polisi. Dalam diam, lelaki paruh baya itu sudah meletakkan bodyguard untuk Ara dan Rayyan. Mereka akan mengawasi Ara dari jarak jauh, Pras tau Ara sangat tak nyaman jika ada orang yang mengawasinya. --- Di Penjara Aldo mendengus kesal, saat tahu jika Albert juga berada di sel tahanan yang sama. Setelah putusan dibacakan, Aldo hanya bisa pasrah dengan hukuman yang harus dia jalani. Namun, hatinya masih belum menerima kekalahan. Berbeda dengan Albert yang hanya terduduk lesu.Selama ini hidupnya mewah, bekerja sebagai ahli IT tentu membuatnya memiliki banyak uang, dia terbiasa hidup bebas, tapi semua itu hilang karena mengikuti keinginan kakaknya.