Tanpa berucap kata, Ara meletakkan nampan berisi teh dan sarapan di atas nakas. Kembali dia mengangkat keranjang kotor, saat memasukkan jas suaminya dia mencium jas itu sekali lagi, memastikan jika bau parfumnya sama dengan yang biasa dipakai.
'Ini bukan bau parfum mas Ehan. ah, mungkin punya temannya.' Lagi-lagi Ara menepis kecurigaannya dan mencuci baju seperti biasa.Ara mencoba membuang jauh-jauh pikirannya, dia tak ingin pernikahannya hancur hanya karena selentingan isu negatif. Bukankah dalam pernikahan harus saling percaya? agar hubungan antara suami istri tetap langgeng sampai jannah, selagi belum ada bukti Ara akan tetap percaya jika Ehan tak selingkuh. Ara kembali tersenyum, dia membuka ponsel ingin mendengarkan musik, dicarinya lagu favoritnya. Lagu yang sedang ngetren di Indonesia, Dawai.
Dawai yang telah lama ku petik
sumbang dan terus lirih berpekik
doa yang pernah kuucap
surga tak menjawab
betapa sungguh tega oh hatimu
mencuri yang digariskan untukku
hati yang dulu terluka
dirundung dilema
Sendu, Ara sedikit terbawa emosi lagu yang dia dengar, sambil mengulang dan mengikuti lirik lagunya, Ara menyelesaikan cucian dengan telaten. Baju kerja yang berwarna akan di pisah dengan baju yang berwarna putih, agar baju putih suaminya tak terkena luntur dari baju warna yang ada.
Sambil menyelesaikan cucian, Ara kembali ke kamar, melihat kondisi suaminya yang mood nya tadi berubah setelah bertemu Elma. Dia mengintip sedikit pintu kamar, Ehan sedang berbicara dengan orang lain di ponsel, dari nada suaranya Ehan seperti menahan emosi, Ara kecewa karena tak dapat melihat ekspresi wajahnya, jika saja bisa melihat tentu Ara akan mencoba menebak apa yang terjadi.
Ara masih berdiri dipintu, mengucapkan salam lalu masuk. Namun, suaminya itu masih sibuk berbincang, sesekali tertawa sesekali marah.
'Aneh deh Mas Ehan, tadi emosi sekarang ketawa ketiwi, siapa sih itu yang menelpon. Curiga aku. Setauku sahabat Mas Ehan yang dekat dengannya hanya si semprul Fathur.' Batin Ara penasaran.
Dilihatnya makanan yang dia bawa, masih utuh. Ara menarik nafas dalam, hatinya semakin gundah mendapati suaminya yang dulu begitu perhatian dan baik, tak pernah menolak apa pun yang dia siapkan, kini menyentuh pun tidak.
Ara ingin bertanya, tapi takut Ehan tersinggung dan marah, kemarahan Ehanlah yang ditakutkan Ara selama ini, jadi dia memutuskan untuk memendam rasa penasarannya itu.
Sudah sepuluh menit Ara di belakang Ehan, tak sedikitpun Ehan berbalik dan menyapanya, laki-laki itu masih asik berbual di telepon. Ara pun keluar dan kembali ke ruang loundry melanjutkan pekerjaannya.
Ehan menarik nafas lega saat Ara melangkah keluar, tadi jantungnya hampir copot, takut ketahuan oleh Ara jika dia sedang menghubungi Dinda.
'Untung saja Ara tak curiga,' Batin Ehan lega.
"hallo... halo, Mas. Kau dengar apa yang ku katakan?"
Suara keras Dinda mengejutkan Ehan.
"Ah, maaf. Tadi ada Ara, sayang."
"Apa dia mendengar obrolan kita?"
"Sepertinya nggak,"
"Baguslah, Ok, kita kembali ke permasalahan tadi. Kira-kira siapa yang mengintaimu, Mas?" Tanya Dinda dari seberang sana.
"Mas juga nggak tau, memang licik Elma," Jawab Ehan kesal. "Tapi, Mas rasa dia menyuruh seseorang, dan mas nggak tau siapa orangnya, Elma sangat cerdik dan licik. Mas akan cari cara untuk menemukan siapa orang yang mengintai kita, untuk sementara kita berjumpa di kantor saja."
"Ah, aku nggak mau, Mas. Aku rindu," Ucap Dinda manja."
"Sabar, sayang. Sampai suasana kondusif kita akan bercumbu lagi."
"Gimana kalau kita ke puncak saja, Mas. Cari alasan kek, apa gitu. Kan sebentar lagi kita ada kunjungan kerja, kau ajukan percepatan jadwal saa bos, agar dalam minggu ini kita bisa bertemu." Bujuk Dinda
"Idemu sangat cemerlang, besok akan Mas bicarakan dengan Pak Bima," Ucap Ehan sumringah.
Ehan sudah terjerat bujuk rayu Dinda, apa yang dikatakan dinda, dia kan berusaha menyanggupi, apalagi kejadian tadi malam membuatnya seperti terbang ke awan, dan Ehan menginginkannya lagi. Saat ini, dia hanya ingin mencari tau dari Elma tau perselingkuhannya itu.
Elma memang kakak Ehan, tapi mereka berdua hanya saudara tiri. Ayah kandung Elma sudah meninggal saat dia SMA, dan ibunya menikah lagi dan lahirlah Ehan. Dari kecil saat tinggal di Jakarta, Elma memang tidak pernah menyukai kehadiran Ehan di dunia. Elma merasa, kehadiran Ehan membuat ayahnya lebih perhatian pada istrinya dan anaknya, Ehan. Mulai saat itu, Elma membenci Ehan tapi tidak dengan ibu tirinya.
Wardah, Ibu sambungnya sangat menyayangi Elma, apapun yang Elma minta selalu di berikan, sampai akhirnya Wardah hamil dan melahirkan, Elma tetap di nomor satukan oleh Wardah, berbeda dengan Ayah kandungnya, yang lebih condong pada Ehan. Karena dari dulu, ayahnya ingin memiliki anak laki-laki untuk meneruskan usaha kosmetik yang sedang berkembang pesat waktu itu.
Meski sekarang Ehan bekerja di perusahaan ayahnya, tapi dia memilih bekerja sebagai karyawan. waktu itu, dia tak ingin aji mumpung. Sedangkan Elma ditempat di perusahaan anak cabang, bukan perusahaan utama. Dari situlah, kebencian Elma semakin menjadi-jadi terhadap Ehan, tapi jika didepan orang tuanya Elma sangat pandai bersandiwara.
"Ah, ko bisa ibu bertemu dengan lelaki yang sudah punya anak seperti itu," Kata Ehan kesal.
Ehan mengusap wajahnya dengan gusar, bisa runyam urusannya jika aku ketahuan oleh Ayah, secara aku ini anak kesayangannya, dan Ara juga menantu yang disayanginya.
---
Elma kembali menghubungi pria suruhannya itu, dan memberikan tugas selanjutnya. Elma menginginkan kehancuran Ehan anak kesayangan ayahnya, sudah sangat lama Ehan menginginkan Ehan didepak dari rumah, saat Elma tau Ehan dekat dengan teman kantornya, dia langsung menyusun rencana.
Dan, orang suruhannya itu berhasil membuat Ehan dan Dinda semakin dekat, setiap ada jadwal kunjungann kerja, atau mengecek barang-barang yang didistribusikan pada para agen, Dinda selalu mendampingi Ehan. Setiap gerak gerik Ehan selalu dipantau oleh Elma, hanya dengan menghancurkan rumah tangga adiknya itu Elma bisa membuat dia di usir, karena ayahnya sangat membenci yang namanya perselingkuhan.
"Aku bukan wanita lemah seperti istrimu Ara, Ehan. kita lihat saja apa yang akan terjadi jika ayah tau kau bermain-main dengan pernikahanmu, apalagi Ara adalah anak dari sahabatbya, Paman Ghufron. Kau tak akan selamat dari amarah ayahku." Batin Elma.
Dendam yang sudah lama dipendam menjadikan Elma seperti iblis, kurang kasih sayang dari ayah kandungnya membuatnya buta hati. Padahal Allah melarang manusia untuk saling dendam, alangkah baiknya manusia hidup dalam ketenangan dan perdamaian.
Sudah berkali-kali sahabatnya mengingatkan Elma untuk menerima Ehan sebagai adiknya, tapi tetap saja dia membeci laki-laki ittu. Apalagi Ehan menikah dengan Ara yang notabene gadis cerdas dan energik, anak sahabatnya juga. Tentu saja, ayahnya semakinn perhatian pada Ehan.
Elma menatap jendela yang terbuka, bola matanya fokus memandang dedaunan hijau yang menjuntai dari depan kamarnya. Dia menyelami hatinya yang seperti gelap, menginginkan kesengsaraan untuk saudaranya adalah tujuan utama dia bertahan di rumah itu, meski haru bolak balik Jakarta-Depok.
"Mama, Elma rindu, di rumah ini tak ada kebahagiaan yang aku rasakan. Ayah sekarang bukan ayahku yang dulu. Dia... melupakan anak gadisnya ini. Tapi, tenang saja, Ma, aku kan merebut cinta pertamaku itu."
"Tidak ada yang bisa mencegahku untuk membalas sakit hatiku ini, Mama. hanya kematian, ya kematian yang bisa menghentikanku." Elma bermonolog.
"Mama, Elma rindu, di rumah ini tak ada kebahagiaan yang aku rasakan. Ayah sekarang bukan ayahku yang dulu. Dia... melupakan anak gadisnya ini. Tapi, tenang saja, Ma, aku akan merebut cinta pertamaku itu." "Tidak ada yang bisa mencegahku untuk membalas sakit hatiku ini, Mama. hanya kematian, ya kematian yang bisa menghentikanku." Elma bermonolog. Elma memejamkan mata, merasakan ketenangan setiap mengingat mamanya. --- Dinda sedikit kesal saat mendapat kabar jika Elma mengetahui hubungan gelapnya dengan Ehan, wanita itu harus mencari tak tik baru untuk menggaet Ehan lebih cepat, jika Elma terus menghantui hubungannya tentu akan sulit untuk memuaskan nafsunya itu. Wanita gila seperti itu, tak puas hanya berhubungan badan satu kali, sekali mencoba maka akan menginginkannya terus. Setan selalu menggoda manusia untuk terus berzina. Kata orang, yang belum halal akan terasa nikmat dan menyenangkan, dan yang sudah halal akan terasa biasa saja dan membosankan. Lelaki yang tak kuat imannya
"Aku percaya Allah sedang menyusun skenario terbaik untukku, semangat Ara kau pasti bisa melewati semua ini," Batin Ara.Dari kejauhan, seorang pria tertegun memandang Ara yang melamun, sesekali pria tersebut senyemun setiap Ara menarik nafas panjang. Bola matanya, tak berhenti berhenti memperhatikan setiap gerak Ara.Ara masih tak menyadari jika ada seseorang yang memperhatikannya, dia hanya fokus pada dua anak kembar yang asik bermain bola, berlarian kesana kemari, bercanda penuh tawa."Semoga saja Allah segera memberiku anak dalam rahimku," batin Ara lagi.---"Kau dimana, Mas?" Tanya Dinda dengan lembut."Dijalan pulang, matikan dulu aku sudah sampai rumah," Jawab Ehan dusta.Tut Tut Tut...Ponsel pun dimatikan Ehan secara sepihak.Hari ini, moodnya sedang tak ingin diganggu, ada rasa sesak dihatinya telah mengkhianati Ara, wanita yang dulu sangat dia cintai. Hatinya bergejolak ingin mengakhiri, tapi juga tak ingin melepaskan Dinda begitu saja, bagaimanapun Dinda sudah memberi warn
Seperti biasa, saat Ehan baru pulang kerja maka Ara akan melayaninya dengan penuh cinta, menyiapkan teh hangat, sampai menyiapkan baju ganti untuk shalat.Saat Ehan sedang membersihkan diri, dengan hati-hati Ara memeriksa semua pakaian yang suaminya pakai, dia cek satu persatu bagian kantong, berharap ada petunjuk yang menguatkan dugaan ya. Diciumnya baju yang Ehan pakai, tapi hasilnya nihil. Tak ada bau parfum wanita lagi.Ara membuang nafas kasar.Dia memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci, lalu kembali lagi ke kamar, Ehan belum selesai mandi. Akhirnya, Ara menunggu sambil memainkan ponsel.Beberapa kali terdengar dering ponsel Ehan, tapi Ara takut untuk mengangkatnya."Tak tau orang shalat magrib kah?" umpat Ara. Dia sedikit terganggu dengan nada dering dari ponsel Ehan, saat berbunyi lagi dia pun mengambil ponsel, dan hatinya mencelos saat ada nama wanita lain dan emot love."Siapa ini? Din Love? Ah... mungkin klien kantornya," Batin Ara gusar.Disamping itu, Ehan keluar dan mema
Ara masih tak tenang, dia mondar mandir menenangkan diri, tapi tetap saja hatinya gundah."Sebenarnya apa yang mas Ehan sembunyikan dariku?" batin Ara.Disisi lain, Dinda langsung berganti baju ke kamar, dia berdandan sebaik mungkin untuk menyambut Ehan. Setelah memastikan dirinya siap, Dinda kembali ke ruang makan menyiapkan candle night, dengan hidangan ayam bakar favorit Ehan, tak lupa capcay dan juga steak tenderloin. Dinda tersenyum smirk, saat mengambil jus orange yang dia buat tadi, dikeluarkan dari kulkas, lalu memandangnya dengan tatapan predator. "Kau tak akan lepas dari genggamanku malam ini, Ehan," Batin Dinda licik.Dia kembali mengecek ponsel, sudah setengah jam setelah dia menghubungi Ehan, berarti sebentar lagi lelaki yang dia tunggu itu datang.Tok tok tok..."Din... Din..." Benar saja, suara Ehan terdengar memanggil Dinda begitu keras.Dinda sengaja memperlambat langkahnya, dia ingin tahu kekhawatiran Pria pujaannya itu."Dinda.... Din... buka pintunya," Teriak Ehan
"Robbi... Apa salahku? Kenapa kau uji dengan semua ini, sungguh aku tak sanggup." Ara membenamkan wajahnya di atas sajadah, menangis tersedu-sedu.Di kamar lainnya, Elma tersenyum puas melihat vidio kiriman, Aldo. Orang suruhannya, sekaligus sahabat Ara dulu saat SMA, lelaki itu juga mencintai Ara, tapi cintanya kandas karena Ara menikah dengan Ehan.Dengan liciknya, Elma merasuki fikiran Aldo untuk menghancurkan rumah tangga Ara, dan lelaki itu menuruti karena dia pun butuh uang untuk pengobatan ayahnya yang sakit struk. Meski tujuan utamanya uang, Aldo kini benar-benar berharap Ara berpisah, dia tak tega melihat Ehan selingkuh dibelakang Ara.Aldo juga yang sudah menyelinap dan mengancam Dinda untuk menghubungi Ehan, dia yang sudah mengganti obat tidur itu. Semuanya demi memberikan bukti pada Ara jika suaminya itu selingkuh.---Pagi menyapa, wajah Ara masih terlihat sembab, dan matanya bengkak karena tak berhenti menangis. Manik matanya memperlihatkan begitu patah hatinya. Ara berge
Ehan mengendarai mobil dengan bersiul, seperti baru dapat hadiaih besar, hatinya sangat bahagia. Bahagia karena hasratnya trpenuhi dengan wanita lain. Dinda yang liar mmbuat libido Ehan naik dan memuncak sampai ke ubun-ubun, dan menurutnya dia tak pernah merasakan hal tersebut dengan Ara istrinya. "Maafkan aku, Ara. Aku sungguh menyukai permainan Dinda." Batin Ehan tersenyum. Dan pada akhirnya, Ehan memutuskan untuk melanjutkan hubungan itu dengan diam-diam. Dia sudah menyiapkan opsi-opsi lainnya jika memang ketahuan oleh Ara atau keluarganya. Ehan yakin, perbuatannya kali ini tak akan terendus oleh ayahnya meski kakak tirinya tau. --- "Aku harus bagaimana ya Allah, hiks.. hiks... hiks...." Ara menangis. Sepanjang perjalanan pulang, matanya berkabut karena air mata, maka ia memberhentikan mobilnya di taman komplek perumahan. Sudah sepuluh tahun dia tinggal bersama mertuanya, di kota Pekanbaru ini, tapi hanya taman kompleks yang membuatnya teman, tempat itu menjadi saksi bagaimana
Gilang menangkap perubahan pada wajah Ehan saat menyinggung soal, Ara. Dia yakin jika ada yang tak beres pada sahabatnya itu.sedangkan Ehan hanya diam saja, dia tahu Gilang memperhatikan nya dari tadi, tapi Ehan berusaha cuek, ditambah Dinda yang sedari tadi selalu mengirim pesan nakal padanya, membuat Ehan semakin pusing dan bimbang.---Ara sudah berada di kamarnya. Saat sampai, Ara langsung membenamkan dirinya di bantal, dia menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Ara bangkit, lalu membersihkan tubuhnya, di bawah kucuran air, dia termenung mengingat betapa mesranya Ehan dengan wanita lain."Apa aku sudah tak menarik dimatanya? atau... pelayananku kurang memuaskan?" Guman Ara disela tangisnya.Dia sudah berusaha menghentikan bening mata, sampai berjam-jam Ara bertahan di kamar mandi, sampai pada akhirnya suara ketukan pintu membuatnya berhenti. Gegas Ara mengambil handuk, mengganti baju dengan pakaian santai, menutup wajahnya dengan make up agar tak nampak habis menangis.Dilirikn
Dinda masih terduduk dengan tangan mengepal, dia merasakan ketakutan yang sangat luar biasa."Siapa sebenarnya lelaki itu?" Batin Dinda. Dinda berusaha bangun dengan sekuat tenaga, dia tak ingin larut dalam ketakutan.---Sudah seminggu lebih, Ara mengetahui perselingkuhan suaminya, dia sudah memikirkan hal yang mungkin lebih gila untuk membalasnya, Dia adalah anak tunggal yang dididik dengan begitu kesabaran, tapi ada kalanya akan berubah menjadi singa yang menakutkan.Hari ini, Ara sengaja hanya menyiapkan baju Ehan saja, suaminya memandang nyalang, lelaki berumur tiga puluh enam tahun itu merasakan istrinya tak lagi melayaninya. "Mana jam tangan dasiku, Ara?" Tanya Ehan."Ada ditempatnya, Mas. Bisa ambil sendiri kan?""Kau tak ingin melayani suamimu ini?" Ehan balik bertanya. Ara yang sedang membaca buku mendongak, diletakkannya buku itu, lalu berjalan mengambil jam tangan serta dasi.Dengan ekspresi yang biasa saja, Ara memperbaiki baju Ehan, memakaikan jam dan juga dasi. Tak
Ehan sadar, jika dia telah membuat keluarganya malu, Ehan menatap ke luar jendela, menikmati siang hari dari tempat duduknya, cafe kenangan yang membuatnya lebih rileks. Dulu, setiap kunjungan ke Bandung, Ehan selalu mampir ke Cafe kenangan, dan bayangan Ara tentu saja selalu hadir. Ehan membuka gawai dan melihat status sosial media kakak kandungnya, dia tersenyum. Gambar di ponsel itu memperlihatkan semuanya jika mantan istrinya saat ini lebih bahagia dengan keluarga barunya. 'Aku senang melihatmu bahagia, Ra...' Batin Ehan.Ehan menyimpan ponselnya dan tersenyum pada Dinda, keduanya makan dalam keheningan.---Tak terasa sudah hampir empat bulan Ghazy terlahir di dunia, hari-hari Ara lebih berwarna, apalagi bayi laki-laki itu sudah pandai tengkurap dengan sendiri, membuat Ara semakin gemas. Begitu juga dengan Rayyan, dia sekarang pulang lebih cepat hanya ingin mencium anak semata wayangnya itu.Pagi ini Ara sengaja mengajak keluarga kecilnya berlibur, sudah lama Ara ingin menikm
"Tak apa jika kau tak mau mengundang nya, cinta. Abang hanya ingin menjaga silaturahmi saja, apalagi dia masih sepupuku." Kata Rayyan."Tapi, aku sudah memberi tahu kak Elma, Bang. Jika... mereka juga di undang, hanya saja aku tak bisa menyampaikan nya." "Ah ia... Tak apa, semoga saja Elma memberi tahu Ehan." Ujar Rayyan mengusap pucuk kepala Ara. Daffa mencebik saja, kenapa sepasang suami istri di hadapannya itu selalu membuat cemburu. Jiwa jomblonya meronta-ronta ingin menikah juga. Tapi, Daffa masih menanti seorang gadis.---Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, Semua keluarga besar hadir, setelah mengadakan acara pengajian, kini mereka membuat acara aqiqah dan undangannya di khususkan untuk anak-anak yatim piatu. Ara membawa Ghazy ke pangkuannya, dia sangat bahagia melihat anak-anak panti asuhan makan dengan lahap, dia kembali mengenang masa-masa sulit, dulu ingin sekali mengadopsi anak, tapi mantan suaminya selalu menolak. Dan Ara tak bisa membantahnya, saat ini dia bisa mewu
Dia beranjak dan membersihkan diri, kemudian membuka ponsel, terdapat banyak pesan masuk dan telepon dari Rudy begitu juga Elma. Dinda membacanya satu persatu, bibirnya menyunggingkan senyum. "Sebaiknya aku ajak Mas Ehan ke Jakarta melihat si bayi kecil. Tapi..."Dinda menoleh, menatap wajah Ehan yang tidur dengan nyenyak, ragu. Takut jika Ehan kembali mengingat Ara atau merasa berkecil hati karena saat dengannya dulu Ara tak juga hamil. Wanita itu mendesah lesu, bingung dengan keadaan yang sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja dia tak ingin membuka luka hati Ehan.---Di Jakarta, Daffa sang adik sudah menyiapkan box khusus bayi, sengaja dia pesan dari luar negeri untuk keponakannya, Daffa mengarahkan para pekerja untuk mendekor ruangan itu dengan cepat, Dia sangat senang menyambut keponakannya. Apalagi, Ara dan Rayyan akhirnya pindah ke Daffa Residence, tentu saja Daffa menyiapkan satu unit rumah yang terbaik untuk kakaknya. Ara memperhatikan adik semata wayangnya, dia bers
Plaaak... Ara memukul pundak Rayyan pelan, "Ada-ada saja, aku baru seminggu melahirkan lo, Bang. Kau harus puasa empat puluh hari." Kata Ara tertawa. Rayyan mendesah lesu, memikirkannya saja dia sudah kesal, tapi demi Ara dia tak akan berpaling meski hasrat menggebu ingin dituntaskan. "Aku akan sabar menunggumu, cinta." Bisik Rayyan Keduanya pun tertawa, bayi kecil mengeliat seakan meminta perhatian juga, tak lama suara tangis bayi terdengar, membuat Rayyan terkekeh. "Apa kau cemburu, boy? Ayah hanya merindukan ibunda mu saja, cinta ayah padamu lebih besar." Kata Rayyan. Ara hanya geleng-geleng kepala, ajaibnya Ghazy terdiam, dia memandang manik ayahnya, Rayyan pun tersenyum, pandangan si kecil membuat hati Rayyan terenyuh. "Semoga dia tumbuh menjadi lelaki yang hebat dan Sholeh. Cepat besar ya, nak... Ayah akan mengajakmu keliling dunia." ---Acara aqiqah sudah dipersiapkan Reno, di rumah Ara dan Rayyan, tepatnya di Anggara Residence, setelah pindah dari Pekanbaru kini mereka
"Anakku..." Lirih Ara."Selamat datang ke dunia Ghazy al Fatih..." Ucap Rayyan semangat.Ara hanya tertawa, tawa yang selama ini dia tunggu, melihat suaminya dengan wajah yang begitu bahagia karena kehadiran seorang anak.'Terimakasih Ya Allah... Engkau titipkan ia pada kami.' Rayya mencium kening Ara bergantian mencium anaknya, Ara pun menyusui anaknya, dengan di bantu seorang suster, dia pun merasakan betapa sempurnanya menjadi seorang wanita.---Berita kelahiran Rayyan junior membuat semua karyawan Anggara Group bersuka cita, dengan cepat Manager Famili karaouke membuat persiapan dalam menyambut sang bayi ke rumah tuannya.Tak kalah heboh, Pras sang kakek langsung terbang dari Suawesi ke Jakarta untuk melihat cucu pertamanya, Pras membawa banyak hadiah, apalagi cucu pertamanya seorang lelaki, berkali-kali Pras meneteskan air matanya karena haru.Sesampainya di rumah sakit, dia langsung masuk dan memeluk Rayyan."Selamat, Boy. Kau sudah menjadi Ayah sekarang." Ucap Pras menepuk-ne
Ara lega, jika Daffa sudah bisa mengendalikan kontrol emosinya terhadap keluarga Elma. Dilihatnya Elma dan Adam yang tersenyum bahagia, Ara pun dapat merasakannya. Dia tak ingin merasakan dendam yang berlebihan, bagi Ara semua itu akan sia-sia hanya karena dendam. Toh, Allah sudah membalas apa yang mereka lakukan.Daffa menghempaskan tubuhnya di atas shofa, lalu memijat pelipis yang terasa berat. AKhir-akhir ini pikirannya terkuras dengan banyaknya pekerjaan yang tertunda. Beruntung dia memiliki asisten yang selalu setia mendampinginya.'Apa aku butuh sekretaris satu lagi ya? ah... rasanya kepalaku mau pecah.' Batin Daffa.Lelaki muda itu pun terlelap di shofa kantornya, hari ini tubuhnya memang sangat lelah.---Ara terbangun saat alarm ponselnya berbunyi, dia menelisik wajah suami disampingnya, tidurnya sangat nyaman dan nafasnya teratur. Tadi malam, Rayyan seakan-akan melampiaskan segala kerinduannya karena sudah beberapa minggu tak mendapat jatah.Ara membelai wajah Rayyan, kemudi
"Aw, sakit cinta... Abang kan ingin memenuhi keinginan anak kita, dia ingin ayahnya menjenguknya, sayang." Kata Rayyan tersenyum jahil.Ara pu tertawa, Rayyan memang sudah merindukan Ara, setelah rentetan kejadian mereka belum pernah melakukan ritual suami istri lagi, dan malam ini Rayyan menginginkannya. Dengan pasrah Ara melayani suaminya, apalagi dia juga merindukan sentuhan sang suami.Ara memandang wajah suaminya yang terlelap, dia mengusap lembut wajah Rayyan dan menyunggingkan senyum, berlahan mendekat dan memeluk suaminya dengan erat. Malam ini, dia seperti kehilangan kendali, bukan hanya Rayyan yang merindukannya, tapi Ara lebih merindukan belaian suaminya itu.---Satu bulan berlalu...Kandungan Ara sudah semakin membesar, hari ini dia sengaja mendatangi Daffa di kantornya, sekaligus memantau perkembangan perusahaan peninggalan ayahnya itu. Di lobi, tanpa sengaja dia melihat Elma bersama Adam dan juga seorang asisten, Ara pun mendekat."Mbak El..." Sapa Ara ramah.Elma menol
Ara hanya menunggu dari mobil, dia memperhatikan sekitar, dengan senyuman joker Ara turun dari mobil dan duduk disisi penjual sekoteng. Ara memesan satu gelas dan menikmati minuman hangat tersebut. Sedangkan suaminya masih menunggu pesanan mi goreng.Saat Rayyan hendak kembali, dia melihat Ara sedang asik minum sambil tersenyum.'Hmmm... Memang aneh nih bumil, tadi katanya minta mi goreng, tapi dia nongkrong di tempat mamang sekoteng," Lirih Rayyan.Rayyan pun mendekati istrinya, melihat Ara menimati minuman hangat sambil terpejam membuat Rayyan bahagia, wajah Ara yang tenang seperti yang sangat dirindukan Rayyan. Beberapa minggu kemarin suasana hatinya memang tak baik. "Apa sekotengnya begitu nikmat? sampai-sampai tak sadar dengan kehadiran abang." Ara membuka mata dan memandang Rayyan, "Hmm... Sudah lama aku tak menikmati suasana malam seperti ini, Bang. Dulu... saat kuliah aku sering nongkrong bersama teman-temanku, menikmati angin malam sambil berbagi cerita. Semua itu sirna set
"Semoga saja, Aldo dan Albert sadar setelah kejadian ini." Kata Sebastian, Sebagai asisten Daffa dia juga merasakan lelah, karena selalu merombak jadwal kerja Daffa yang harus bolak-balik Jakarta-Pekanbaru."Ya... Semoga saja." Ucap Daffa.Namun, Pras masih ragu, jika Aldo diam saja setelah ini, apalagi Albert adiknya juga sudah diserakan ke polisi. Dalam diam, lelaki paruh baya itu sudah meletakkan bodyguard untuk Ara dan Rayyan. Mereka akan mengawasi Ara dari jarak jauh, Pras tau Ara sangat tak nyaman jika ada orang yang mengawasinya. --- Di Penjara Aldo mendengus kesal, saat tahu jika Albert juga berada di sel tahanan yang sama. Setelah putusan dibacakan, Aldo hanya bisa pasrah dengan hukuman yang harus dia jalani. Namun, hatinya masih belum menerima kekalahan. Berbeda dengan Albert yang hanya terduduk lesu.Selama ini hidupnya mewah, bekerja sebagai ahli IT tentu membuatnya memiliki banyak uang, dia terbiasa hidup bebas, tapi semua itu hilang karena mengikuti keinginan kakaknya.