Share

Bab 14

Author: Rira Faradina
last update Last Updated: 2022-06-07 09:05:20

"Maaf ya nak Zia. Sebenarnya sudah lama Bima akan kami jodohkan dengan Vira. Tolong jangan tersinggung, tapi Bima perlu seorang wanita yang cerdas, berpendidikan dan berasal dari keluarga yang baik untuk mendampinginya. Nak Zia mengerti kan maksud Tante?"

Meski Tante Mira mengatakan kalimat itu pelan, tetap saja mampu membuat kepercayaan diriku hancur. Keluarga yang baik? Apakah karena aku berasal dari keluarga sederhana?

Aku meremas ujung pakaianku lalu menggigit bibirku. Menahan sesak didada atas hinaan yang kuterima, belum cukup sampai disitu, tak lama gadis bernama Vira itu juga menyiramnya lebih panas membuat hatiku semakin terbakar api kemarahan, ketika Tante Mira pamit meninggalkan kami berdua ke kamar kecil sebentar.

"Maaf, ya mbak Zia. Tapi, Mas Bima dan mbaknya sampai kapanpun tak akan bisa bersama, berkacalah dulu sebelum berniat ingin menikahi Mas Bima, penjual gorengan keliling kok bisanya berkhayal tinggi menjadi seorang nyonya Bima Satria Hanggono."

Aku berdiri menga
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 15

    Aku diam tak bergeming sambil menatapnya tanpa berkedip, untuk beberapa saat ku pejamkan mata. Rasa sakit hati dan nyeri yang masih tersisa akhirnya membuat sebuah keputusan yang selalu kuhindari selama ini.Sebuah keputusan yang ku harap akan mengubah hidupku."Ayo Zia, cepat masuk kedalam. Tubuhmu sudah basah.""Mas ..." Panggilku lirih."Bicara didalam saja, Ayo." Kembali ia mengulang ajakannya."Tunggu, mas! A-aku datang kemari dengan maksud untuk menagih hutang dan janji Pak Lukman pada almarhum bapakku. Demi membebaskan papamu, aku menerima perjodohan itu dan bersedia menikah denganmu," ucapku lirih sambil menyeka air mata yang tak mampu lagi kutahan.****Ia memandangku dengan sorot mata penuh tanya, menyadari hujan mulai bertambah deras, setengah berlari ia menghampiriku dan merangkulku, menutupi tubuhku agar tidak terkena guyuran air hujan."Lekas masuk ke dalam Zia, kau bisa sakit jika terlalu lama terkena air hujan malam-malam begini."Refleks, aku menepis tangannya. Tubuhk

    Last Updated : 2022-06-07
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 16

    "Aku tahu apa yang kulakukan, mas, aku juga ingin membicarakan hal ini denganmu. Karena kau yang sudah memulai percakapan mengenai hal ini lebih dulu, baiklah akan kupertegas.""Jujur saja, aku masih takut dengan mu, aku juga masih trauma akan kejadian malam itu setiap kali melihatmu. Kau benar, memang ada hal lain dibalik keputusan ini, dan aku ingin kau tahu alasan dibalik keputusanku ini, aku tak akan berbohong dan menutupinya darimu."Mata itu semakin dalam menatapku, ada rasa getar didalam hati saat ia menatapku seperti itu."Tadi siang aku bertemu dengan Tante Mira dan Vira, ibunya Mas Bima dan calon istri yang dipilih kedua orang tua Mas Bima untuknya. Mereka berdua ...."Aku memejamkan mataku, rasa sesak didalam dadaku kini kembali saat mencoba kembali mengingat kejadian tadi siang."Lanjutkan Zia, aku ingin tahu.""Mereka berdua habis habisan menghinaku dengan perkataan yang tidak bisa ku lupakan." Aku mulai menceritakan detail kejadian tadi siang padanya, hingga tanpa kusad

    Last Updated : 2022-06-08
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 17

    "Neng Zia ...?" Terdengar suara seseorang memanggilku."Ya, ada apa?" "Neng, Mpok minta buah pepaya yang di belakang rumah, yah," Teriaknya dari luar."Ambil saja Mpok," balasku."Terima kasih, neng!" Sahutnya yang samar terdengar.Aku melangkah menuju kamarku, merebahkan tubuhku di atas ranjang ini, mencoba berisitirahat. Sambil memikirkan apa yang bisa kulakukan nanti.****Wangi harum bawang menguar ketika pepaya muda yang baru saja selesai kutumis ini ku tuang ke atas piring, pepaya ini kutemukan tergeletak di depan pintu rumah, kelihatannya Mpok Lela sengaja menaruhnya di sana untukku, saat ia meminta buah ini tadi.Kuletakkan sepiring tumis buah pepaya muda itu diatas sebuah piring kaleng, buah pepaya muda ini kumasak sebagai lauk makanku siang ini, karena aku tak sempat kewarung.Kuambil sebuah piring dan mulai mengisinya dengan nasi, piring kaleng yang berisikan tumis buah pepaya muda kugeser mendekat ke arahku. "Ya tuhan, nikmat sekali makanku siang ini," bisikku."Zia," ter

    Last Updated : 2022-06-09
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 18

    "Nak Zia, kau tak keberatan jika pernikahan kalian dilakukan bulan depan? Maaf, tapi bapak ingin secepatnya melihat pernikahan kalian," ucapnya membuatku terbangun dari lamunanku dan langsung membulatkan mataku, disaat yang bersamaan kulihat anak laki-laki nya juga terkejut mendengar keputusan yang tiba tiba ini."Secepat itukah aku harus menikahi laki laki itu?" jeritku dalam hati.***Dalam jangka waktu satu Minggu, berita tentang pernikahanku dengan putra bungsunya Pak Lukman, tiba tiba menyebar disekitar rumah dan tetanggaku, entah darimana kabar itu mereka dengar, membuatku kadang malas menjawab pertanyaan mereka tentang kepastian kabar tersebut. Ibarat pepatah tak ada asap jika tak ada api, aku yakin ada seseorang yang mengetahui tentang rencana pernikahan ini, entah siapa yang membuka kabar ini hingga menyebar. Seperti biasa hari ini aku mendorong gerobakku kembali, beberapa diantara mereka ada yang menanyakan kebenaran kabar itu dariku, membuatku kadang malas melayaninya. "K

    Last Updated : 2022-06-09
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 19

    Sepanjang jalan menuju rumah, aku terus menertawakan kebodohanku, tadinya sempat terpikir jika Mas Bima benar benar akan berusaha memperjuangkan hubungan kami, ternyata aku salah. Laki laki itu sangat cepat berubah.Kurebahkan tubuhku diatas tempat tidur, lama kutatap foto diriku dan bapak yang ada diatas meja kecil samping tempat tidur."Bapak, kuharap dengan menikahi anak laki laki Pak Lukman adalah keputusan yang benar." Bisikku pelan. ***Siang ini sinar matahari tak terlalu terik, dengan setengah berlari aku mengejar sebuah angkot. Lewat panggilan telepon kemarin lusa, Pak Lukman memintaku untuk menemuinya, tadinya beliau akan mengirimkan seorang supir untuk menjemputku, namun kutolak, karena aku tak mau tetanggaku akan heboh jika melihatku masuk kedalam sebuah mobil mewah. Entah untuk urusan apa, beliau memintaku untuk menemuinya, hanya saja aku masih tak percaya jika akan menjadi salah satu bagian dari keluarganya, setelah pernikahanku dan Mas Rangga nanti. Hampir setiap mal

    Last Updated : 2022-06-10
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 20

    "Zia, aku mencarimu, tolong beri aku waktu untuk bicara sebentar," pintanya. "Tak ada yang perlu dibicarakan lagi denganmu, mas. Hubungan kita sudah selesai. Aku beritahu padamu, sebentar lagi aku akan menikah, jadi kuminta jangan lagi menemuiku atau menghubungiku untuk urusan apapun," tegasku. "Menikah? Jadi berita yang kudengar ini benar?" "Iya, itu benar." "Dengan anak laki laki Pak Lukman itu?" Wajah itu menatapku seakan tak percaya dengan kalimat yang baru saja kuucapkan. "Apa yang kau lakukan hingga ia mau menikahimu?" ***"Jaga mulutmu, mas. Aku gadis baik baik dan memiliki harga diri. Kau yang harusnya berpikir mengapa masih saja mengurusi hidupku, bukankah lebih baik kau urus saja urusanmu."Aku tersinggung dengan perkataannya, baru kali ini aku melihat Mas Bima bersikap seperti ini padaku."Aku kenal dengan Mas Rangga, kami sering bertemu saat aku menemani papa menghadiri acara acara penting para pejabat, kurasa tak mungkin ia memilihmu untuk menjadi istrinya?" "Oh y

    Last Updated : 2022-06-10
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 21

    "Lidahmu memang sangat tajam Vira," cibirku. Gadis sombong itu tak sendiri datang ke sini, dengan mesra ia menggandeng lengan Mas Bima. Kulihat, tak jauh dari mereka juga ada mama dan papa nya Mas Bima yang datang menghadiri acara ini. "Zia ...?" Panggil Mas Bima. Aku hanya memberinya segores senyum datar. "Ini acara pernikahan seorang pengusaha kaya, banyak pejabat dan pengusaha yang diundang ke acara ini. "Apa kau sedang menemani seorang pejabat kesini, penjual gorengan?" Hina gadis sombong itu padaku. ***Aku hanya mencebik kesal padanya, gadis sombong ini memang perlu diberi pelajaran, sepertinya Mas Bima belum menceritakan tentang rencana pernikahanku dengan Mas Rangga padanya. "Jaga mulutmu, Vira!" Hardikku. "Kenapa melihatku seperti itu? Apa perkataanku ini benar? Kau tidak mungkin bisa membeli gaun semahal itu jika bukan menjadi seorang simpanan pejabat," hina Vira lagi padaku. Aku hanya diam, mataku saja yang berputar kearah Mas Bima, melihat sikap diam yang kutunjuk

    Last Updated : 2022-06-10
  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 22

    Akupun berjalan menuju ruang dimana akad nikah selesai dilakukan. Mas Rangga menyambutku dengan senyum mengembang disana. Tak lama kami pun menandatangani dokumen pernikahan bersama. "Selamat ya, Zia." Kalimat dan nasehat penuh haru disampaikan Mbak Soraya dan Pak Lukman padaku. Membuatku terisak. Ah, andai bapak dan ibu masih ada, tentu mereka sangat bahagia melihat pernikahanku saat ini. ****Pagi ini, aku bangun sedikit terlambat, aku juga bahkan terlambat mengerjakan sholat subuh. Sejak bangun tadi, aku tak melihat Mas Rangga. Kulirik ranjang pengantin kami masih sama seperti saat kutinggal tidur semalam. Kelopak kelopak bunga mawar yang ditebar diatas ranjang king size hotel mewah ini tak berubah. Masih berbentuk tanda hati yang manis. Karena lelah, kemarin malam, aku masuk lebih dulu kekamar pengantin kami, sebab mas Rangga bilang ia masih ada urusan sebentar, setelah selesai mandi aku pun mengambil sebuah bantal dan selimut, lalu memutuskan untuk tidur saja disofa. Kemarin

    Last Updated : 2022-06-10

Latest chapter

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 70

    Apa kau masih jatuh cinta padaku?" "Aku ...." Ah, sial lidahku mendadak kaku, membuatku akhirnya menggigit bibirku. Kulirik ia terkekeh geli melihat sikapku yang masih malu malu, karena tak tahan menahan malu, kucoba untuk mengalihkan perhatiannya. Lagipula aku masih belum mendengar ungkapan cintanya, untukku. "Mas, bagaimana kabar Mbak Kinanti, apa ia baik baik saja?" Mendengar pertanyaanku Mas Rangga sontak menghentikan tawanya, raut wajahnya langsung berubah cemas. "Kinanti, dia ...." Ucap Mas Rangga ragu. "Apa yang terjadi padanya, katakan mas, aku ingin tahu," desakku penasaran. *** Mas Rangga menatapku dalam, beberapa kali ia mengerjapkan matanya, seolah ragu untuk mengatakannya, membuatku semakin ingin tahu apa yang terjadi pada Kinanti pasca kecelakaan itu. Ia menatapku, meraih dan menggenggam tanganku, lalu menciumnya perlahan, tak lama sebuah kenyataan pahit keluar dari bibirnya. "Kinanti meninggal saat dalam perjalanan kerumah sakit, Zia" Ucap Mas Rangga dengan sua

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 69

    Mas Rangga kembali menghampiri, lalu memegang erat tanganku, ada rasa hangat dihatiku saat tangannya kemudian menyentuh pipiku, rasa takutku selama ini ketika berdekatan dengannya, tiba tiba menguap dan hilang entah kemana, berganti dengan rasa rindu yang menggebu. "Maafkan aku, Zia!" Aku mengedipkan kedua mataku beberapa kali saat mendengar kalimat itu darinya, Mas Rangga meminta maaf padaku, untuk apa? ****Lidahku masih kaku untuk kuajak bicara. Kucoba untuk duduk, tapi rasa sakit langsung menjalar saat tubuh ini kupaksa bergerak. "Tak usah bergerak, kau mau apa? Cukup katakan saja padaku." Ia bertanya, raut wajahnya terlihat cemas. "A-aku cuma mau minum, mas!" Jawabku pelan dan terbata. "Sebentar, akan kuambilkan untukmu," ucapnya lalu menuang air di teko kecil itu kedalam sebuah gelas. Aku masih berusaha untuk duduk, sayang, dengan tenaga yang kumiliki, ternyata masih belum bisa untuk mengangkat tubuhku sendiri, melihatku yang kesulitan, Ia pun membantu mengangkat tubuhku

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 68

    Benarkah ini? Leon sudah mati?" Ia terus bergumam. Aku dan adik perempuan Leon, hanya memperhatikan saja. Untuk beberapa saat ia menangis. Tertunduk lemas. Setelah puas menangis, ia kembali menatapku, kupikir ia sudah mengingat masa lalu yang ingin ia kubur itu, sayang, kegembiraanku hanya sesaat. Tak berselang lama. Kinanti pun tertawa. "Makam siapa ini Mas? Ini tidak mungkin Leon," Ujarnya. **** Ia masih tertawa, sesekali diam menatap sedih kearah nisan itu. Karena merasa usahaku tak membuahkan hasil, akupun menelpon adik laki laki Kinanti yang sudah menyusul kami ke Singapura kemarin, agar bersiap membawanya kembali pulang ke Indonesia. Tak lama, Kubujuk dia untuk kembali ke hotel. Sepanjang perjalanan pulang dari pemakaman menuju hotel, tangan Kinanti tak lepas dari lenganku, sesekali wajah itu menatapku tajam seolah ingin melampiaskan kemarahannya. Dua hari lamanya Kinanti menolak keluar dari dalam kamar hotelnya saat mengetahui adiknya datang untuk menjemputnya pulang. D

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 67

    Sebuah rencana mulai terpikir olehku saat aku melihat obat penenang yang disiapkan mama untukku ini. Rencana untuk membuat Rangga kembali mengingatku dan membuatnya tak akan pergi meninggalkanku lagi. "Rencana yang hebat," Ucapku sambil tertawa puas saat melihat pil perangsang yang kubeli via online ini sudah berada ditanganku. "Kau adalah milikku mas, selamanya akan selalu jadi milikku. Tak akan kubiarkan kau pergi meninggalkanku lagi," ucapku sambil tersenyum manis.*** PoV Rangga. Singapura Pesawat ini perlahan lahan mulai menukik tajam kebawah, sebentar lagi akan landing di Changi Airport Singapura. Kulihat Kinanti sedang bersiap dan merapikan barang barangnya. Perjalanan ke Singapura ini memang kurencanakan bukan untuk berlibur seperti yang ada dalam pikiran istriku, Zia. Tapi untuk mencoba berusaha menyadarkan dan membuka mata Kinanti. Rencana perjalanan ke Singapura ini kubuat bersama dengan adik laki lakinya, aku terpaksa meminta bantuan dari keluarga Kinanti demi me

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 66

    Duarr .... Suara tabrakan itu terdengar keras dan membuat tubuhku berguncang. Ditengah kesadaranku yang makin menipis, masih kulihat ia yang tersenyum dalam tangis, menyebut sebuah nama. "Leon, kenapa kau pergi meninggalkanku!" Tak lama setelah mengucap kalimat itu ia menutup kedua matanya. Dengan mengumpulkan sisa tenaga, aku memanggil namanya, dan berusaha membangunnya, namun, kesadaranku semakin menghilang, hal terakhir yang masih kuingat adalah mencium bau parfum Mas Rangga yang sangat kusukai. **** PoV Kinanti. Kutatap undangan pernikahan di tanganku, Undangan yang telah selesai dicetak dan sudah sebagian disebar. Undangan berwarna biru bercampur emas dengan desain kekinian ini terlihat mewah dan elegan. Aku tersenyum saat mendengar laporan dari Wedding Organizer yang kusewa untuk mengurus acara pernikahanku. Aku puas mendengar laporannya yang menyatakan bahwa semua persiapan hampir selesai, sungguh, rasanya sudah tak sabar menunggu hari istimewa ini dua minggu lagi.

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 65

    "Ayo kita pulang kerumah, Mbak," ajak adik laki lakinya. Kinanti diam saja, akhirnya wanita itu menurut, membuang pecahan vas bunga itu kelantai setelah Mas Rangga yang berhasil membujuknya. Ia masih diam terpaku disana, aku menghela nafas lega, setidaknya benda tajam itu tak lagi dipegangnya. Tanpa menyadari jika sedetik kemudian wanita itu tiba tiba berdiri dengan seringai mengerikan di wajahnya lalu berjalan cepat kearahku, tangannya kembali mencengkram leherku. "Aku akan menyingkirkan wanita ini Mas, agar kau tak meninggalkanku lagi," ancamnya dengan pecahan vas ditangan kirinya yang ia tempelkan di wajahku. **** "Lepaskan Zia, Kinanti, Jangan melukainya. Dia tak tahu apa apa," Mas Rangga mencoba membujuknya. Aku memejamkan mata, pecahan vas itu kini turun ke leherku. Cengkeraman tangannya terlalu kuat untukku, membuatku semakin sulit bernapas. "Mbak, lepaskan aku ... A-aku tak tahu apapun tentang kalian," ucapku terbata. "Diam kau, ikut aku," ia menarikku paksa lalu mas

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 64

    "Kau ... dasar wanita jalang, wanita tak tahu diri, semua ini karena kau!" Murka Kinanti dengan jari telunjuk yang mengarah kepada ku. Plak! Sebuah tamparan keras akhirnya diberikan Mas Rangga di wajah Kinanti. Tindakan Mas Rangga yang tak disangka ini membuatku seketika terkejut."Sadarlah Kinan! Keluarlah dari bayang bayang masa lalumu, aku bukan dia, aku bukan kekasihmu!" Perkataan Mas Rangga akhirnya membuatku tersadar. Ya Tuhan, mungkinkah kecurigaanku selama ini tidak benar? ****Aku segera menjauh dari sofa ini, aku takut jika tiba tiba Kinanti kembali menyakitiku, kuhela nafas beberapa kali demi mengatur nafasku yang tersengal akibat cekikannya tadi, mencoba untuk menenangkan diri. Kulirik Kinanti masih meringis disana sambil memegang pipinya yang memerah akibat tamparan keras Mas Rangga. Tak lama kemudian, wanita itu lalu luruh kelantai, terduduk, sambil menutup wajah dengan kedua tangannya. "Mas, Jangan tinggalkan aku, aku mohon. Aku akan lakukan apapun yang kau ingi

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 63

    Cengkeraman tangannya begitu erat, sangat sulit kulepas. Aku menyerah saat ia membuka pintu Ferarri kesayangannya dan memintaku masuk kedalamnya. Wajah Mas Rangga kini nampak kesal. Ada rasa ingin bertanya padanya. Namun, terpaksa niat itu akhirnya harus terkubur karena aku tak ingin melihatnya bertambah kesal. Ferarri ini akhirnya bergerak meninggalkan rumahku. Dalam hati aku terus gelisah, entah apa yang akan terjadi pada hubungan kami selanjutnya. **** Sepanjang perjalanan kami berdua hanya diam tak saling bicara, aku tak berani bertanya sesuatu atau mengajaknya bicara, raut wajahnya terlihat begitu tegang seperti mencemaskan sesuatu. Entah apa yang terjadi karena jarang aku melihatnya sangat khawatir seperti ini. "Apa terjadi sesuatu dengan papa?" Akhirnya aku memberanikan diri bertanya, memecah keheningan diantara kami, saat Ferarri ini berbelok masuk ke halaman rumah. "Tidak. Papa baik baik saja dan masih di Singapura. Tak perlu khawatir, beliau akan pulang bulan depan." Ja

  • Sepiring Tumis Pepaya Muda   Bab 62

    Mobil itu adalah Ferarri milik Mas Rangga. Kenapa bisa ada disini? Apa ia sudah pulang dari acara liburannya dengan Kinanti? Ah, jadi teringat dengan rubah betina itu. Mengapa setelah tiba di Singapura ia tak memamerkan kemesraan mereka, atau mengirimkan pesan yang merayakan kemenangan dirinya karena telah berhasil merebut Mas Rangga dari sisiku? Cukup lama aku mengintip dari balik jendela ini. Namun, tak kutemukan sosok pria yang telah membuatku jatuh cinta itu disana. Pergi kemana dia? Karena rasa penasaran tak melihat siapapun diluar, aku pun membuka pintu dan keluar dari rumah. Mataku menjelajah sekeliling lalu berdiri terpaku melihat kearah mobilnya, karena tak ada siapapun yang kulihat, kuputuskan untuk kembali masuk kedalam rumah, namun langkahku tiba tiba terhenti ketika lenganku ditarik oleh seseorang. "Aku tahu kau pasti akan keluar mencariku, Zia!" Ucapnya sambil menarikku kedalam pelukannya. "M-mas Rangga ...?" Pekikku tertahan. **** "Lepas!" Aku berusaha melepasnya

DMCA.com Protection Status