Haji Mahmud Soleh tipe orang supel dan ramah. Salah satu bukti nyata kesupelan beliau adalah saat punya hajat nikahan, yang datang orang dua gedung. Bayangkan, biasanya hanya satu gedung ini dua gedung hehe. Nggak usah dipikir, nanti kurus.
Maksudnya orang yang diundang satu gedung kapasitas seribu orang di hajatan Haji Mahmud duaribu orang jadi dua gedung deh, hehehe
Lanjut
Haji Mahmud bersikap ramah kepada siapa saja. Termasuk dengan anak kecil sekalipun. Beliau merangkul semua kalangan. Baik dari kalangan pejabat maupun bukan pejabat. Ketika berbicara akan melihat siapa lawan bicaranya.
Pokoknya super deh…
“ andai saja ayahku Haji Mahmud”. Pikiran nakalku mampir ke otak.
Ups!! Tampar pipi kanan tampar pipi kiri.
Tidak boleh menghayal yang tidak mungkin terjadi.
Beliau pernah menjabat menjadi dekan pada fakultasnya. Saat beliau menjabat jadi dekan, fakultas yang beliau pimpin sangat sejuk dan banyak sekali bunga-bunga. Beliau penikmat keindahan termasuk bunga. kebersihan menjadi agenda utama bagi beliau.
Oh iya, Haji Mahmud selain pemilik yayasan beliau juga tercatat sebagai salah satu dosen di universitas kenamaan di Yogyakarta.
Haji Mahmud tak segan mengambil satu bungkus makanan ringan yang tergeletak di tengah lantai. Dengan contoh seperti itu, semua orang akan segan. Pimpinan saja mau membuang sampah apalagi bawahan harus lebih mau membuang sampah. Bukan berarti ada kesenjangan antara atasan dan bawahan. Dengan sikap seperti ini setidaknya Haji Mahmud memberikan teladan bagi siapapun.
Seperti bahasa agamanya uswatun hasanah. Sok jadi guru agama hehehe. Nggak apa-apa deh, sekali-kali. Ngeeek.
Selain menjadi dekan beliau juga pernah menjadi ketua sebuah organisasi terbesar di Indonesia. Tapi untuk wilayah Yogyakarta. Jelas saja untuk masalah relasi beliau punya segudang. Untuk jabatan ketua sebuah organisasi tentu saja popularitasnya tidak kalah sama artis nasional tingkat Yogyakarta.
Istri
Hj Sriyani. Istri tercinta. Cinta pertama dan terakhir H Mahmud. Istri yang dinikahi sejak dua puluh lima tahun yang lalu ini menjadi teman hidup setianya semenjak ijab qobul menjadi janji setia sehidup semati.Parasnya yang ayu sangat menarik hati H Mahmud pada pandang pertama. Cieee kayak anak muda ajah. Jatuh cinta pada pandang pertama. Kayak lagunya H Roma ajah. “Pandangan pertama awal aku berjumpa”.
Eits…..ini malah karokean.
Kembali ke pasal.
Haji Sriyani itu berparas cantik. Postur tubuhnya tinggi, sekitar seratus enam puluh lima. Diimbangi dengan berat badan yang ideal. Kuit kuning langsat. Lesung pipit di pipi sebelah kanan menambah manis jika beliau tersenyum.
Pantas ajah, Haji Mahmud tergoda, hehe. Eh, bukan tergoda tapi terpikat.Yang penting, terpikat dengan hal yang baik-baik.
Kegiatan sehari-hari Haji Sriyani adalah sebagai guru disebuah sekolah menengah atas. Sebagai pahlawan tanpa tanda jasa tentunya beliau mengabdikan diri kepada anak-anak didiknya. Tentunya setelah beliau mengabdikan diri kepada suami dan anak-anaknya.
Selain sebagai guru, beliau juga sebagai bisnis women. Terbukti beberapa outlet telah beliau miliki. Termasuk karyawan dalam jumlah yang tidak sedikit.outlet-outletnya tersebar di wilayah Yogyakarta.
Beliau merintis bisnis sejak masih duduk di bangku kuliah. Sebenarnya cita-cita dalam hati kecil beliau adalah sebagai bisnis woman. Tapi karena orangtua yang ingin menjadikannya sebagai seorang guru, maka beliau menuruti kemauan orangtua. Dengan catatan bisnis tetap jalan. Dengan persetujuan orang tua, Hj Sriyani kuliah sambil menjalankan bisnis. Dari situlah bisnis beliau berkembang sampai sekarang.
Ilmu bisnisnya diwarisi dari orangtua. Ayah dan ibu sebagai pebisnis ulung menurunkan gen baiknya kepada Haji Sriyani. Bisnis yang beliau tekuni adalah bisnis butik dan kuliner. Sangat tidak linier. Kayak kuliah ajah linier. HeheButik yang ia kembangkan sejak kuliah sampai sekarang telah memiliki tiga puluh lima cabang. Dan memiliki seratus dua puluh lima karyawan. Banyak karyawan yang bergantung hidupnya dengan Hj Sriyani. Contoh saja ada salah seorang karyawan yang telah menemani beliau sejak awal perintisan butik.
Luar biasa bukan?
Mana ada karyawan yang seloyal karyawannya Hj Sriyani. Dari awal buka butik dan entah sampai kapan dia akan bekerja dengan Hj Sriyani.
Anak pertama
Adine Ni’matus Sholehah adalah buah cinta Haji Mahmud dan Hajah Sriyani yang pertama. Adine sedikit pendiam dengan orang yang baru ia kenal. Sepertinya kurang bergaul atau aku saja yang kurang tahu. Panggilan kesayangan Adine adalah “gembrot”. Kenapa memilih kata gembrot?. Karena Adine kecil gendut, imut dan lucu. Jadi panggilan itu melekat sampai sekarang bahkan sampai ia nikahpun panggilan gembrot masih melekat pada dirinya.
Aku sih, manggilnya tetep, mbak Adine. Kalau aku ikut-ikutan manggil gembrot nggak sopan dong…
Suka masak mbak Adine hobinya. Segala jenis dan macam masakan telah ia coba. Meski hasilya progal tapi mbaknya pantang menyerah. Entahlah apa cita-cita mbak Adine, kok suka masak. Atau mungkin cita-citanya ingin jadi koki. Yang tahu hanya mbak Adine sendiri. Dan yang pasti Tuhan Yang Maha Esa.
Meskipun Mbak Adine ini baik, kadang juga nyebelin. Dia suka nyuruh-nyuruh ke pengasuh seenak jidat. Kadang baru saja pulang kuliah dan capek, masih aja disuruh ngerjain ini dan itu. Ya memang kita para pengasuh disini terkadang tidak punya kendali apa-apa atas diri kita. Tapi ya, kalau nyuruh tahu waktu dan situasi. Bukan asal butuh aja. Huft... Tetap menjalankan perintah Mbak Adine meski dengan hati yang ngedumel huhu.Anak kedua
Bagas Setyo Muhammad
Kok Muhammadnya di belakang?.
Mene ketempe? Mana aku tahu. Emang aku bapaknya. Mas Bagas kan anaknya H Mahmud. Tanya aja sama H Mahmud.
Hehe ngapain diperdebatkan. Sudahlah. Nanti kupingnya yang punya nama merah.
Anak kedua H Mahmud ini menjadi idola anak-anak seantero APPI.
Eits… bukan seantero deng… kan cuma yang asrama putri.Tapi memang kegantengannya bagaikan copyannya nabi Yusuf. Tapi nggak sampai seperti pinang dibelah dua. Soalnya nabi Yusuf nggak akan ada yang menandingi kegantenganya. Tapi ini kw ke duanya. Menurutku sih. Soalnya aku juga belum pernah tahu ada kw dua nabi yusuf.
Wei…wei…
“Sini bro… ada mas Bagas”.
“Sini cepetan. Ini lho mas Bagas”.Teriak Safitri dari balik jendela.
Gedebug… gedebug…..gedebuk.. suara beberapa pasang kaki menuju sumber suara.
Berbondong-bondong mereka mengintip dari balik kaca jendela.“ya Allah ganteng banget sih…” bisik Rani kepada Mika
“Iya Ran, Ah, pokoknya aku yang akan jadi istrinya besok”. ( #$##@*&^%^#%^$^^$%%$$%)
Ngeeek…… hayalan tingkat tinggi banget.
“Eh. Kamu nggak ngaca???? Atau nggak punya kaca. Tak kasih kaca nih. Yang seukuran badan biyar kamu bisa tahu siapa dirimu”.
Rani nggak terima dengan bisikan temannya barusan.
Yang cocok dengan mas Bagas hanya aku.
Hoooopssss
Ini anak berdua kok ngrebutin Mas Bagas to.
Aku datang dari belakang secara tidak langsung mendengar obrolan mereka.
Huuuhhh. .“Anak kecil-kecil ngomongnya udah istri, nikah”. Bentakku pelan.
“Sudah. Piket sana! Nanti terlambat ngajinya”.
Perlahan tapi pasti mereka pergi dari balik jendela. Menjauh dari jangkauan mas Bagas.Dalam hati ku berpikir. Eh, dalam otak. Kan berfikir. Ngapain dalam hati. Aneh.
Yang cocok sama mas Bagas hanya aku seorang. Tidak ada yang lain.
Ini lagi. menghayal lebih tinggi dari gunung himalaya.Puuk…puukk..puukk
Menepuk pipi kanan pipi kiri sendiri.
Jadi ikut-ikutan mimpi jadi pendamping istri mas Bagas. Kena virus merah jambunya anak-anak nih.Tapi boleh lah. Meskipun sekedar mimpi untuk jadi istrinya mas Bagas. Semoga beneran hehe. Mimpi dot kom.
Anak ketiga
Ahmad Satria WicaksanaMas Satria begitu biasa di panggil. Ini salah satu anak Haji Mahmud yang menurutku aneh. Ganteng sih. Tapi ya itu.. aneh. Menurutku.
Ganteng juga. Tapi… ada tapinya. Kulitnya sedikit gosong hehe mungkin pas sudah mateng nggak di balik jadi gosong deh. Gosong? Gorengan kaleee. Ini bukan gorengan boss.
Atau mungkin pas pembagian kulit putih mas Satria dateng terlambat. Jadi pas dateng jatah kulit putihnya sudah habis deh.
Hoho tambah nggak karuan nih…
Fokus.
Kulit boleh hitam. Tapi postur tubuh nggak kalah sama model majalah. Atletis banget tubuhnya.
Pendiam banget mas Satria ini. Sampai-sampai kalau nggak disapa duluan nggak mau nyapa. Hadeh.
Mayra tidak akan pernah menyangka jika dirinya akan bisa sekolah sampai jenjang SMA. Anak pelosok Kebumen ini tinggal di APPI sejak usia Sekolah Dasar, lebih tepatnya kelas tiga. Dulu di desa May (begitu sapaan akrabnya) ada penawaran sekolah masal. Sekolah massal itu gini, anak-anak nanti akan sekolah di luar daerah bareng-bareng.“Bagi siapa saja yang ingin sekolah silahkan datang ketempat pak lurah”. Begitu pengumuman dari petinggi desa setempat. Dengan senang hati ibu Mayramendaftarkan anaknya ditempat pak lurah. Dan ternyata peminatnya cukup luar biasa banyak. Akhirya seluruh anak yang minat sekolah dibawa ke tujuan masing-masing. Kebetulan Mayra nyangkut di APPI. Nyangkut… kayak jemuran kebawa angin ajah. Dan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar Mayra meninggalkan kampung halaman demi menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Alasan utama ibu Mayra untuk mendaftarkannya ke pak lu
Anggi ini kelas dua SMP. Di sudah sejak kecil ditinggalkan ibunya. Dia hidup dengan adik dari ayahnya. Karena ayah terlalu sibuk untuk mengurusi Anggi sendiri.“ Mbak, nitip Anggi ya, saya berharap nantinya Anggi bisa menjadi anak yang baik. Kalau dirumah kerjaannya nonton tv terus mbak”.“Iya buk, kami akan bantu sebisa mungkin dengan sekuat tenaga. Mohon doanya juga buat mbak Anngi. Dengan di ditempatkannya mbak Anggi di APPI bisa menjadi anak yang lebih baik sebelumnya”.Meskipun bukan pondok, APPI juga berusaha mendidik anak-anaknya menjadi anak yang sholih sholihah,berbakti kepada orang tua. Berguna bagi nusa, bangsa dan agama.Cieh… kayak lampiran di acara aqiqohan anak ajah.Teringat saat setahun yang lalu saat buleknya Anggi menitipkan kepada kami. Rasanya tidak menyangka jika sekarang dia akan meleset dari jalur. Anggi yang dulu bukan Anggi yang sekarang. Dia sangat berbeda dengan saat pertama kali datang
Vita ini anak orang kaya. Bapaknya salah satu anggota TNI. Asli Yogyakarta. Ayah sekarang tugas di Kalimantan Barat. Bersama adik dan ibunya ayahnya tinggal di Kalaimantan. Sedangkan Vita di Yogyakarta bersama saudara dari ayahnya.Alasan Vita ditinggal di Yogya adalah agar tidak berkali-kali pindah sekolah. Selama kelas dua SMP sudah tiga kali pindah sekolah. Ini yang ketiga kalinya. Ayahnya nggak mau nanti Vita ketinggalan gara-gara sering pindah sekolah. Dan juga ayah memikirkan sikap Vita yang kurang supel terhadap orang. Jadi terlalu susah untuk adaptasi.Dia ke APPI atas kemauan orang tua. Apapun yang Vita minta selalu di kasih. Uang spp sekolah tiga tahun dibayar lunas sudah. Uang asrama tiga tahun dibayar luas sudah.Supel sekali… pak Mariono hoho…. Bukan pak Mario Teguh. Karena orang terlalu kaya apa aja yang di inginkan tinggal di kedipin aja. Nanti datang sendiri. Hush… sulap kaleee.sekali kedip bisa terwujud. ***
Salwa tinggal di asrama karena keinginannya sendiri. Bukan karena paksaan. Dia memilih tinggal di asrama karena sekolahnya dekat dengan asrama dan yang jelas sekolah salwa satu yayasan dengan APPI.Si Salwa yang sedikit berisi badannya, ia selalu ceria memberikan warna tersendiri bagiku. Dia tidak pernah mebantah apa yang diperintahkan pengasuhnya. Dia juga tidak pernah melanggar aturan-aturan asrama.Salwa sekarang kelas dua SMK. Kebetulan di sekolah salwa hanya ada dua jurusan. Masak dan menjahit. “Hah? Masak aja pake sekolah. Aku nggak sekolah bisa masak”. Celetuk si Nisa anak kelas satu SMP.“Masaknya disekolah itu bukan sekedar masak biasa seperti ibumu yang masak. Kalau ibumu yang masak mentok-mentoknya gulai ayam. Ini sekolah masak nantinya masakan di jual. Diajarin juga cara jualnya gimana kalau disekolahku. Yang dimasak juga bukan cuma masakan-masakan standar. Masakan internasional juga nasional dipela
Nia Saraswati. Anak semata wayang dari ibu Suminah ini masuk ke APPI karena keinginan ibunya. Ibu dan ayahnya sudah berpisah sejak Nia berumur tiga tahun. Sejak itu ibunya kerja keras banting tulang untuk menghidupi keluarganya.Ahhh tulang di banting-banting. Nggak kasihan tuh. Rusak nggak ada yang produksi tuh.Hoho… nggak ada maksud.Lupakan saja.Sejak saat itulah Nia dirawat neneknya. Sejak dirawat nenek, Nia selalu dimanja. Apapun yang diminta Nia, selalu di turuti. Dengan prinsip neneknya “apapun dikasih yang penting anaknya nggak nangis” Nia menjadi anak yang selalu ingin dituruti segala permintaannya.Namun kali ini masuk APPI menjadi keputusan ibunya. Hanya ibu yang dia takuti petuahnya. Karena takut jika tidak dikasih uang.Makdsud ibunya masukkan ke APPI agar Nia bisa menjadi anak yang tahu aturan dan bisa menjadi anak yang dapat dibanggakan orangtua. Tahu at
"Dasar pengasuh nggak bener!!! Keluar kamu Maharani"."Anak saya nggak pacaran dikiranya pacaran"." Jadi pengasuh yang bener dong!!! Teriaknya lagi."Nggak pecus!!"Teriakan demi teriakan menggema di halaman rumah Haji Mahmud.Tidak ada aba-aba, kami yang sedang beraktifitas seperti biasa dikagetkan dengan teriakan Bu Suparmi yang sedari tadi diselimuti amarah.Hajah Sriyati yang sedang membereskan beberapa alat dapur mendekat ke sumber suara karena penasaran."Maaf Bu, ada apa ya, kalau ada masalah kita selesaikan baik-baik, nggak enak kalau teriak-teriak begini." dengan nada lembut Hajah Sriyati menyapa bu Suparmi."Masuk dulu bu, biar sedikit adem". Perintah Hajah Sriyati.Tanpa penolakan, Bu Suparmi sedikit meredupkan cahaya amarahnya yang sejak tadi membara."Bu, anak saya kenapa dituduh pacaran? Saya menyekolahka
Belum selesai urusan dengan ibunya Nia, sudah menunggu urusan catering yang menuntut ku harus sigap dan cekatan. Belum lagi tugas-tugas kuliah yang harus aku selesaikan dengan segera. "Haduuh bisa keriting ini rambut yak". "Raniiii!!!. "pelanggan alat-alat catering setengah berteriak memanggilku". Oh iya, aku lupa cerita. Di asrama APPI, juga memiliki usaha persewaan alat-alat catering. Biaya sewa tergolong lebih murah dibanding tempat lain. Sudah banyak pelanggan tetap catering APPI ini. Beberapa pelanggan memang teman dekat dari Hajah Sriyati. Hajah Sriyati sendiri yang mengelola persewaan alat catering ini. Beberapa kali dibantu anak-anak untuk pembelajaran bagaimana mengelola usaha alat persewaan alat catering. Sering juga kami diajarkan cara merawat alat-alat catering yang telah dipakai agar umurnya lebih lama dari apa yang diperkirakan. Sejauh ini, untuk harga H
"Rani, pulang cepat nanti kita masak karena ini tanggal dua belas, nanti rapat". Singkat, padat dan jelas. Begitu isi pesan mbak Adine putra Haji Mahmud yang sukses membuat moodku menyublim. Bisa ya, mood langsung ilang hanya gara-gara disuruh pulang cepet. Bagaimana tidak, hanya aku yang disuruh pulang cepat. Teman-teman lain tidak disuruh pulang. Aku tidak mau tinggal diam. Aku datangi teman-teman yang seharusnya berkepentingan di rapat bulanan ini. Ada si tengil Laras tuh, harusnya dia juga disuruh pulang cepat. Nggak adil kalau hanya aku yang disuruh pulang cepat. Ya, meskipun aku sudah tidak ada urusan di kampus. Tapi ini tidak adil. Gumamku dalam hati.Kuganggu saja dia yang lagi asyik pacaran di taman sebrang Fakultas. "Laras, disuruh pulang sama mbak Adine". "Ah, nanti dulu. Masih ada urusan". "Huh bilang aja urusann
Empat Belas Kilometer (tiga)Liku-liku menjadi setrika jalanan(karena setiap hari melewati jalan yang sama hingga disebut setrika jalanan) banyak banget suka dan dukanya meski baru tiga tahun berjalan.Suatu malam, aku pulang sendirian. Pulang malam karena kelas berakhir jam 18.45. Otomastis matahari sudah kembali ke peraduannya.Bergantidengan gemintang yang menjadi cahaya temaram teman pejalan malam seperti Maharani.Jika beruntung, sedang bulan purnama misalnya. Sorot cahaya malam dari bulan akan menambah syahdu perjalanan mengayuh sepeda onthel.Malam ini beruntung sekali. Hujan turun sejak siang hari. Dikiranya akan reda jika malam telah tiba.Minimal ketika Rani menyelesaikan kelasnya dan pulang.Maharani tipe mahasiswi yang kupu-kupu. Alias kuliah pulang, kuliah pulang.Sama seperti hari-hari biasa, setelah kelas berakhir jam berapapun Rani akan langsung pulang.Meski jarum jam yang panjang ber
Empat Belas Kilometer (dua) Setiap hari Rani menyusuri jalanan padat merayap. Jalan utama menuju kampus. Dengan mengayuh sepeda imutnya, ia berjalan dengan kecepatan sedang. Bisa menghabiskan tiga puluh menit di jalanan jika ia mengayuh santai. Jika lebih santai bisa-bisa sampai empat puluh lima menit. Seringnya Maharani menikmati perjalananya. Kecuali sedang musim penghujan. Jika musim hujan datang, hujan turun tidak bisa di prediksi apalagi di minta. Kadang di tengah perjalanan berangkat ke kampus tiba-tiba hujan. Yang sedih adalah dalam perjalanan berangkat ke kampus tiba-tiba hujan. Sebelum berangkat tidak ada tanda-tanda untuk hujan. Maka persiapan tidak ada sama sekali. Yang ada basah kuyup sekujur tubuh. Alhasil, sebelum masuk kelas berjemur dulu. Jika cuaca telah berubah. Jika tidak, bergegas mencari teman yang tempat kosnya dekat dengan kampus untuk mencari pinjaman baju. Mom
Empat Belas Kilometer (satu) Pagi ini cerah sekali. Tepat di pukul delapan pagi matahari mulai meninggi. Langit biru cerah. Terik matahari menembus sela-sela kehidupan bumi. Pagi yang cerah bisa menambah semangat hidup para penduduk bumi. Tak terkecuali bagi Maharani, mahasiswi semester empat yang setiap kuliah menggunakan alat transportasi sepeda onthel. Jarak antara asrama ke kampus tujuh kilometer. Jika pulang pergi tinggal di kali dua aja. Jadi, jika Maharani setiap hari masuk kuliah, berarti dia akan menempuh jarak tujuh kilometer di kali dua, yakni empat belas kilometer. Lumayan lah, itung-utung olahraga haha. Setiap pagi, jika cerah seperti pagi ini. Rani bergembira menempuh perjalanan dari asrama ke kampus. Ditemani oleh cerahnya langit biru. La la la la la. Sambil mengusir sepi, dalam perjalanan Rani bernyanyi sendirian. Jika ada yang dengar seperti orang gila haha. D
Rombongan Bar bar. "Rani, nanti malam akan ada rombongan dari Sumatra satu bus menginap di sini. Tolong siapkan kamar lantai dua untuk menginap tamu-tamu itu. Oh iya, kasih tau juga pengasuh putra untuk membersihkan aula. Biar nanti yang laki-laki tidur di aula". Lagi, dan lagi ibuk memerintah Maharani setelah selesai sholat jamaah subuh. Ibuk selalu memerintahnya karena beliau menggap Rani adalah pengasuh yang paling cekatan diantara pengasuh yang lain. Apa yang di perintahkan oleh ibuk akan langsung dikerjakan oleh Maharani. Berbeda dengan pengasuh lain yang mungkin, dengan segera mereka kerjakan namun ritme kerjanya kurang cepat. Sementara ibuk menginginkan pekerjaan yang ada di hadapan mata ya harus dikerjakan dengan segera. Supaya tidak menumpuk dan tertimbun dengan kerjaan yang lain. Pukul 20.30 rombongan tamu dari Sumatra tiba.Satu bus ukuran besar
Rawon Cinta "Rani, hari ini kamu kuliah tidak?" Ibuk memanggilku dan bertanya setelah kita pulang sholat subuh berjamaah. "Hari Sabtu saya kosong buk, tidak kuliah".Jawabku singkat. "Hari ini kita bikin rawon ya. Nanti sore ada tamu berjumlah sepuluh orang". "Iya buk". Wah, senang sekali. Kita akan makan daging sapi hehe Rani yang belum pernah masak daging sapi dengan olahan rumit merasa senang jika dia akan menyaksikan langsung pembuatan rawon. Bukan. Bukan menyaksikan. Melainkan menjadi pelaku pendamping, karena pelaku utama pemasak rawon adalah ibuk. Setelah daging sapi beku di keluarkan dari freezer, kita langsung olah TKP. Eh, maksudnya mengolah masakan. Pertama-tama bumbu dipersiapkan.Bumbu-bumbu yang harus di persiapkan untuk membuat rawon adalah. Bawang putih, bawang merah kluwek at
"Rani", Tiba-tiba suara Hajah Sriyati membuyarkan lamunanku. Huh, mana lagi membayangkan mas Al lagi. Gerutuku dalam hati. "Iiiya, buk". Jawabku setengah berlari menuju arah suara. "Itu gudang, kenapa berantakan banget. Hari ini, kamu dan teman-teman silahkan bereskan". "Iya, buk". Jawabku tanpa banyak tanya. La la la, belum sampai langkah ini ke gudang yang dimaksud ibuk( panggilan kami ke Hajah Sriyati). Ada lagi makhluk yang tiba-tiba nongol dan berkata. "Mbak, aku bantuin mberesin gudangnya".Wow amazing. Sorakku dalam hati. Ada anak yang sukarela nawarin tenaganya untuk mberesin gudang. Biasanya teman-teman yang lain, dimintain tolong aja ogah-ogahan.Lha ini kok nawarin diri. Syukur lah. Tambah-tambah tenaga buat angkat berat. Oh iya, anak tadi sesama pen
Seperti biasa, aktifitas harianku adalah membersamai anak-anak asrama. Setelah aku bangun, aku harus membangunkan mereka satu per satu. Yups, satu per satu. Bayangin aja, sekamar anak limabelas itu harus bangun semua sebelum aku ke masjid sholat jamaah. Masalahnya, anak-anak itu susah banget buat di bangunin. Satu di bangunin, sukses dia bangun. Eh yang satunya tidur lagi. Ternyata tadi sukses bangunnya dia hanya acting belaka. Haduuuh..kadang bikin emosi anak-anak ini. Harusnya pagi-pagi masih semangat, ngumpulin energi dan mood yang baik. Lha ini moodnya malah di rusak sebelum mekar. Huhu Yaudah si, itu resiko jadi pengasuhnya anak-anak. Harus pinter-pinter kita menjaga mood dan mempertahankannya. Setelah anak-anak bangun, mereka wajib untuk sholat subuh berjamaah. Lanjut, setelah sholat subuh, kita harus sama-sama menjaga lingkung
"Rani, pulang cepat nanti kita masak karena ini tanggal dua belas, nanti rapat". Singkat, padat dan jelas. Begitu isi pesan mbak Adine putra Haji Mahmud yang sukses membuat moodku menyublim. Bisa ya, mood langsung ilang hanya gara-gara disuruh pulang cepet. Bagaimana tidak, hanya aku yang disuruh pulang cepat. Teman-teman lain tidak disuruh pulang. Aku tidak mau tinggal diam. Aku datangi teman-teman yang seharusnya berkepentingan di rapat bulanan ini. Ada si tengil Laras tuh, harusnya dia juga disuruh pulang cepat. Nggak adil kalau hanya aku yang disuruh pulang cepat. Ya, meskipun aku sudah tidak ada urusan di kampus. Tapi ini tidak adil. Gumamku dalam hati.Kuganggu saja dia yang lagi asyik pacaran di taman sebrang Fakultas. "Laras, disuruh pulang sama mbak Adine". "Ah, nanti dulu. Masih ada urusan". "Huh bilang aja urusann
Belum selesai urusan dengan ibunya Nia, sudah menunggu urusan catering yang menuntut ku harus sigap dan cekatan. Belum lagi tugas-tugas kuliah yang harus aku selesaikan dengan segera. "Haduuh bisa keriting ini rambut yak". "Raniiii!!!. "pelanggan alat-alat catering setengah berteriak memanggilku". Oh iya, aku lupa cerita. Di asrama APPI, juga memiliki usaha persewaan alat-alat catering. Biaya sewa tergolong lebih murah dibanding tempat lain. Sudah banyak pelanggan tetap catering APPI ini. Beberapa pelanggan memang teman dekat dari Hajah Sriyati. Hajah Sriyati sendiri yang mengelola persewaan alat catering ini. Beberapa kali dibantu anak-anak untuk pembelajaran bagaimana mengelola usaha alat persewaan alat catering. Sering juga kami diajarkan cara merawat alat-alat catering yang telah dipakai agar umurnya lebih lama dari apa yang diperkirakan. Sejauh ini, untuk harga H