"Aku sangat mencintai dia. Tolong bantu aku. Plisss!" "Haiden sendiri yang memilih Azalea, dan itu haknya." Reigha berkata datar, mengambil kotak susuk pisang dalam lemari pendingin kemudian berniat beranjak dari sana. Akan tetapi, Melodi menghadang-- sengaja merampas susu pisang dalam kemasan kotak tersebut dari tangan Reigha, isyarat agar pria yang pernah ia sukai tidak meninggalkannya. "Aku pernah merelakanmu agar bisa bersama Ziea. Tetapi sekarang aku tidak ingin merelakan cintaku lagi, Reigha. Sebagai orang yang pernah dekat denganku, bantu aku bersatu dengan Kak Haiden. Aku sangat mencintainya, Reigha. Tolong!" "Sekalipun kau menyukaiku sampai di detik ini, tetap yang kunikahi adalah Zie, bukan kau." Reigha berkata dingin. "Mudah untukku menyingkirkan orang yang menghalangi tujuanku," tambah Reigha, mengambil susu kotak di tangan Melodi kemudian berjalan berbalik. Melodi mengikuti, karena dia harus meyakinkan Reigha agar bisa membantunya. Hanya pria ini yang dapat menolong
"Selamat untuk pernikahannya, Deden. Semoga menjadi suami yang baik dan panutan untuk anak-anak Kakak kelak," ucap Ziea yang saat ini berada dalam pelukan hangat Kakaknya. Yah, hari yang dinanti-nanti akhirnya terjadi. Haiden Mahendra dan Azalea Ariva telah resmi menjadi pasangan suami istri. Begitu juga dengan Matheo Alexadro dan Aesya Abbas Azam.Ziea sudah menemui Matheo dan Aesya, kini giliran Ziea memberikan selamat untuk kakak dan sahabatnya. "Humm." Haiden berdehem pelan, masih memeluk adiknya erat dan hangat. Mungkin jika bukan karena adiknya, Haiden tidak akan bertemu dengan sosok perempuan yang telah resmi menjadi istrinya tersebut. "Apapun yang akan terjadi, kau tetap menjadi adik kesayangan Kak Deden," bisik Haiden, mengecup kening Ziea lalu melepas pelukannya dari sang adik. Ziea tersenyum lembut pada Haiden lalu berpindah untuk memberikan selamat pada sahabatnya tersebut, di mana Lea langsung berhambur ke pelukan Ziea dan langsung menangis. Keduanya saling menangis,
"Wkwkwk … seru banget nakut-nakutin Kak Eca. Awok awok awok, pasti Kak Eca kejang-kejang trus panik," tawa Lea sembari terus mengirim pesan ancaman malam pertama pada Aesya. [Kata orang sakit banget, Kak. Yang dibawah bisa koyak, keluar darah banyak trus beh … ada yang pendarahan sampe masuk rumah sakit. Tapi katanya juga enak. Ahahaha … pokoknya, Kak Eca banyak doa ajah.]Kirim Lea pada Aesya, dia cekikikan sendiri-- membayangkan seperti apa wajah ketakutan Aesya. Ah, rasanya kaki Lea gatal untuk melangkah ke kamar Aesya; penasaran melihat air muka tegang perempuan itu. "Pasti sangat kocak. Ahahahhaa …." Lea lagi tertawa terbahak-bahak, bersamaan dengan notif HP yang berbunyi dan pintu kamar yang tersebut. [Kak kamu malam ini juga akan melakukan Malam pertama. Jadi ngapain kamu nakut-nakutin aku, Lea? Memangnya Lea tidak takut koyak?] balas Aesya, di mana di akhir kalimat perempuan itu ada emogi senyum ikhlas. Yah, senyuman ikhlas tetapi di mata Lea itu senyum mengejek yang penuh
Bulan berganti dan waktu terus berjalan. Kehidupan Ziea dan keluarga kecilnya jauh lebih baik. Begitu juga dengan Haiden serta Azalea, di mana keluarga Azalea memilih berdamai dengan Lea dan berjanji untuk tidak mengganggu Lea lagi. Sedangkan Matheo dan Aesya, keduanya hidup bahagia– memilih menetap di Paris, di penthouse milik Matheo. Berbeda dengan Aesya yang memilih tinggal di Paris, Reigha memilih tinggal di tanah air. Namun memisah dari keluarga inti Azam. Reigha tinggal di rumah megah miliknya sendiri, bersama istri dan anak kembarnya yang sudah lahir– sekarang sudah berusia sepuluh bulan. Alasan kenapa Reigha memilih tinggal di tanah air karena sudah empat kali Ziea hilang disebabkan kesasar-- saat di Paris. Cik, Reigha tak ingin mengambil resiko, terlebih dia masih bersinggungan dengan dunia gelap. Jadi lebih baik dia membawa pulang Ziea ke tanah air. Lebih baik mereka LDR-- dalam artian Reigha tidak bertemu beberapa hari dengan istrinya-- daripada mengambil resiko tetap ti
"Aaaa …," jerit Ziea kaget dan horor ketika membalik tubuh dia mendapati sosok mengerikan di belakangnya. Daddy dari anak-anaknya! Deg deg deg'"Ma--Mas Rei," ucap Ziea gagap, buru-buru menyalim tangan suaminya dengan jantung yang terasa akan meledak dalam sana. Reigha menarik pinggang Ziea– setelah istrinya tersebut menyalim tangannya, membuat Ziea berakhir menabrak dada bidangnya. Satu tangan Reigha mengalung di pinggang Ziea lalu satu lagi menangkup pipi perempuan yang sangat ia rindukan tersebut. Reigha membelai lembut pipi Ziea dengan ibu jari, tetapi matanya menghunus tajam pada istrinya. Cup'Reigha mengecup singkat bibir Ziea. Sebenarnya ingin lebih, tetapi Reigha sedang ingin marah pada istrinya yang menggemaskan ini. "Mau kemana, Humm?" tanya Reigha dengan suara rendah, serak dan berat. Nadanya memang terkesan hangat, tetapi percayalah-- bagi Ziea ini sangat memberikan. "Tidak ingin kemana-mana, Mas Rei." Ziea menyengir lebar. "Hehehe … kok pulang lebih awal, Mas? Kan--
"Mommy." Ziea menoleh cemberut ke arah putranya, di mana anak tersebut sedang berdiri di depan Ziea– mengulurkan tangan ke arah Ziea untuk menawarkan permen coklat pada Mommynya tersebut. Ziea meraih permen tersebut, tetapi baru menyentuhnya suara dingin serta mengerikan suaminya lebih dulu mengintruksi. "Mommy sedang dihukum. Razie tidak boleh memberikan coklat pada Mommy," tegur Reigha, menoleh pada putranya untuk memperingati. Ziea yang berdiri di sudut ruang kerja sang suami– menatap ke arah tembok, sontak menoleh ke arah Reigha. Di mana posisinya, Ziea membelakangi Reigha. "Mas kejam!" ucap Ziea secara dramatis. Yah, karena ketahuan mandi hujan oleh Reigha, dia sekarang dihukum oleh suaminya tesebut. Reigha menghukumnya dengan berdiri si sudut ruangan, menghadap tembok, kepala harus tertunduk dan dia harus di sana selama Reigha bekerja. Bukan hanya Ziea yang dihukum, tetapi putri mereka juga. Yah, Zira ikut dihukum oleh Daddynya karena Zira ikut mandi hujan bersama sang Momm
Reigha berjalan menuju teras belakang rumah, berniat menyusul anak serta istrinya yang sedang bermain di sana. Hah, entah perasaan Reigha saja, tetapi Ziea seperti menjauhinya. Lebih tepatnya menghindar. Mungkin karena hukuman yang Reigha berikan semalam pada istrinya tersebut. Ah, mengingat tadi malam, itu sangat … damn! Reigha berdiri di ambang pintu, memperhatikan Ziea yang sedang bermain sepeda bersama kedua anak mereka. "Cih." Reigha berdecis geli, bersedekap di dada sembari tak melepaskan pandangannya dari sang istri. Sangat lucu dan menggemaskan! Istrinya naik ke sepeda anak mereka lalu Razie serta Zira mendorong dari belakang. Terbalik! Harusnya anak-anak mereka yang bermain, tetapi ini malah Mommynya. "Dorong lebih kuat, Kesayangan Mommy," cekikik Ziea, tertawa riang ketika anak-anaknya yang cerdas tersebut paham apa yang dia katakan. "Yeiiii …." Ziea menyeru senang, meluncur dengan kecepatan tinggi menggunakan selada roda tiga anaknya tersebut. Namun, ketika membelo
"Akhirnya datang juga," ucap Lea, tersenyum lebar ke arah Ziea yang baru datang ke kediaman Mahendra. Lea begitu semangat untuk menghampiri adik ipar sekaligus sahabatnya tersebut. Setalah cipika-cipiki dan membiarkan Ziea bersalaman dengan orang tuanya, Lea langsung mengajak Ziea untuk duduk di sebelahnya. Padahal minggu depan dia baru bertemu dengan Ziea, tetapi Lea sudah sangat merindukan sahabatnya ini. "Setelah ada kembar, kamu makin cantik deh, Ziea. Kamu kayak --" Lea memperhatikan Ziea secara detail, lamat dan mencermati, "kayak masih Ziea tetapi dalam versi yang-- wah banget. Apa ini yang disebut dengan aura kecantikan yang memancar?" "Cik, perasaan kamu saja, Le." Ziea mendengkus pelan. Anehnya, semenjak Lea hamil, perempuan ini sangat suka memuji-mujinya. Bukan hanya Ziea sebenarnya, semua orang dipuji. Termasuk Abang tukang bakso! Jadi Ziea tak merasa ge'er sama sekali atas pujian sahabatnya ini. Lagian Ziea mah sudah cantik dari lahir. "Enggak loh, Ziea. Sumpah, kamu
"Aku mencintaimu, Haiden. Aku ma--mau dijadikan istri kedua atau selingkuhanmu. Plis!" Seseorang yang diam-diam mengintip dari tempatnya, mengepalkan tangan. Lea termenung, berjongkok di balik sebuah tembok. Sejak kemarin dia dan Haiden sudah di penginapan, tempat mereka akan melakukan resepsi pernikahan dengan pasangan Matheo dan Aesya. Malam ini adalah pesta pernikahannya dengan Haiden. Setelah di penginapan ini, Lea dan Haiden memang jarang berinteraksi. Haiden seperti menjaga jarak. Keharusan! Haiden dan dia tidak tidur satu kamar sebab tradisi keluarga suaminya, di mana sebelum acara benar-benar selesai, mereka tidak diperbolehkan satu kamar dan interaksi dibatasi. Tadi malam, Lea tidur dengan sepupu perempuan suaminya–dia benar-benar dijaga. Tradisi aneh, tetapi Lea cukup menyukainya. Kembali ke sekarang. Karena acara akan dimulai dan Lea ingin hadir bersamaan dengan Haiden ke tempat pesta, dia berniat menyusul Haiden. Namun, di tengah jalan dia mendapati suaminya sedang b
"Akhirnya kau menjadi milikku, Azalea," bisik Haiden, setelah memasang cincin di jemari manis istrinya. Setelah itu, dia menarik kecil Lea kemudian mencium kening perempuan yang telah sah menjadi istrinya tersebut. Lea terdiam dengan perasaan aneh yang menyelusup dalam hati, dia hanya merenung–membiarkan Haiden mencium keningnya. Haiden melepas kecupan hangat tersebut, tetapi masih terus menatap wajah cantik Lea. Sayang, perempuan ini sangat pelit–memilih menunduk dibandingkan memperlihatkan kecantikannya pada Haiden. Haiden menangkup pipi Lea secara lembut, mengangkatnya sedikit memaksa–sekarang Lea telah mendongak ke arahnya, menatapnya dengan mata hangat bertabur sparkling. "Hello, Wife," sapa Haiden dengan rendah, tersenyum lembut ke arah Lea. Tak dapat menahan kegembiraan dalam hati, Lea seketika mengibarkan senyuman yang sangat indah. Ada perasaan berdebar ketika Haiden mengatakan hal tadi. Namun, debaran kali ini terasa gembira dan menakjubkan. "Hai, Mas suami," jawab Le
"Kau mau kemana?"Haiden berdecak pelan lalu mendengus. Dia berniat putar balik, tetapi suara dingin itu menghentikan niatannya. Dengan raut muka dingin, Haiden memutar tubuh menghadap Reigha. Melihat wajah datar sahabat sekaligus adik iparnya tersebut, Haiden menggaruk telinga. Dia mendengus lalu berjalan ke arah Reigha. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Haiden, menatap curiga pada Reigha. "Ziea," jawab Reigha datar dan singkat, duduk tenang di tempatnya–tak terganggu oleh kehadiran Haiden yang saat ini telah berdiri di sebelahnya. "Kau tidak bertanya kenapa aku di sini?" Haiden menaikkan sebelah alis, bersedekah dingin. Sejujurnya dia menunggu Reigha bertanya hal tersebut padanya. Saat dia berjalan dari mobil hingga ke tempat ini– tepat di sebelah Reigha berdiri, dia sudah memikirkan alasan apa yang akan dia katakan pada Reigha semisal Reigha menginterogasinya. Reigha menoleh malas ke arah Haiden. "Persetan!" jawabnya cukup santai, tetapi menyebalkan secara saksama. Haiden
"Lea sayang, kamu kenapa?""Papa dengar ada keributan di kamarmu, apa terjadi sesua …- Tuan Haiden?!" Mata Denis membelalak, kaget ketika melihat calon menantunya ada di dalam kamar putrinya. "Pria ini menelusup masuk dalam kamar Azalea. Untung aku lebih dulu menelusup ke kamar putrimu, Ayah mertua," ucap Haiden santai, sengaja mengatakan 'putrimu dan Ayah mertua, trik agar om yang merangkap menjadi ayah kekasihnya tersebut tersanjung. 'Anjay, jujur sekali orang ini. Bikin empeduku ketar ketir ajah,' batin Lea, menatap horor dan melongo syok ke arah Haiden. Mulutnya bahkan terbuka lebar, saking tak percayanya dia dengan Haiden. "Oh iya, Nak Haiden. Untung kamu menelusup lebih dulu," jawab Denis cukup riang, mengganti panggilan Tuan pada Haiden menjadi Nak. Hanya menyebut Lea sebagai putrinya dan dipanggil Ayah mertua oleh Haiden, hatinya meluluh–luar biasa senang. "Azalea bilang dia teman ayah," ucap Haiden, melirik sekilas pada tubuh tua yang sudah tak berdaya di lantai. Kemudian
Benni yang telah berhasil mencongkel jendela kamar Lea seketika menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. "Akhirnya, Lea ku yang cantik dan manis-- malam ini aku mendapatkanmu!" ucap Benni, merasa senang serta tak sabar untuk melaksanakan aksinya. Perlahan dia membuka jendela kamar lalu masuk secara hati-hati serta mengendap-endap. Beruntung kamar Lea minim pencahayaan, jadi dia bisa menyelinap dengan gampang. ***Krek'Mendengar bunyi jendela terbuka secara perlahan, mata Haiden yang sempat terpejam seketika kembali terbuka. Dia menoleh ke arah jendela dalam kamar, matanya bisa dikatakan tajam dalam kegelapan sehingga dia bisa melihat siluet seseorang yang tengah menyelinap masuk ke kamar calon istrinya ini. Alis Haiden menekuk tajam, seketika terpancing amarah–jelas itu siluet seorang laki-laki! Tak mungkin Lea mengundang pria dalam kamar, meskipun sedikit genit tetapi dia kenal betul dengan pribadi calon istrinya. Lea hanya genit diluar, aslinya Lea sangat menjaga diri dsn b
Klik'Lampu menyala, bersamaan dengan mata Lea yang membelalak–menatap kaget pada sosok pria yang sekarang telah berada di pinggir ranjangnya. Menyadari pakaiannya yang kurang sopan, Lea buru-buru meraih bantal lalu menutupi bagian dada. Piyama yang Lea kenalan cukup seksi pada bagian atas, lengan berbentuk tali–membuat pundak Lea telanjang. "Pak Haiden ngapain ke sini?!" pekik Lea, setengah berbisik dan menggeram. Dia kesal pada pria ini karena kemunculannya membuat Lea merasa takut. Lea pikir siapa?! Tapi-- … hei, Lea sekarang jauh lebih takut. Haiden ada di kamarnya dan … ba--bagaimana bisa? "Kau tidak berbicara denganku ketika kuantar pulang," ucap Haiden santai, duduk lalu berakhir membaringkan diri di ranjang Lea. Lea kembali melototkan mata, kali ini tak menduga jika Haiden menjadikan itu alasan untuk bisa kemari. "Kita sudah bicara dan Pak Haiden sekarang juga pulang.""Aku datang dengan niat baik, Azalea. Kenapa kau mengusirku? Kau tidak suka bertemu denganku?" "Pak, ma
Brak' Haiden membuka pintu mobil secara kuat, kemudian menarik kasar seseorang dari dalam mobil. "KELUAR!" marah Haiden, membentak perempuan tersebut secara kasar–tak peduli jika yang ia kasari tersebut adalah perempuan. Namanya Haiden Mahendra! Tempramental dan bisa meluapkan kemarahannya pada siapapun–kecuali pada adiknya! Sekarang, Haiden sangat marah karena Lea memilih pulang tanpa diantar olehnya, dan sekarang dia memanfaatkan kemarahannya tersebut pada Melodi–alasan calon istrinya memilih pergi. "Ha--Haiden … argk! Perutku sakit!" pekik Melodi yang sudah tergeletak jatuh di halaman, satu tangan menyangga tubuh dan satu lagi memegangi perut yang terasa kram dan sakit. Bukan penyakit parah, hanya alergi susu dan dia memang sengaja meminum susu supaya bisa cari perhatian pada Haiden. "Persetan!" maki Haiden, segera masuk dalam mobil kemudian buru-buru mengendari mobil–ngebut untuk menyusul Lea. "Haiden!!" teriak Melodi sekencang mungkin, akan tetapi sayang karena Haiden ta
Lea akhirnya selamat dari kesalah pahaman Ziea padanya dan Haiden. Reigha menemukan mereka dengan mudah, sedikit marah sebab menganggap Haiden tidak sopan pada Ziea. Yah, sebab Haiden bertelanjang dada! Keduanya mengobrol lalu tiba-tiba Reigha mendadak satu jalur dengan Haiden, melarang Ziea untuk tak mengatakan apa-apa pada siapapun mengenai kejadian di toilet sebab itu bukan urusan Ziea dan dia. Untungnya Ziea sangat patuh pada suaminya, jadi Lea dan Haiden selamat dari bocah kematian bernama Ziea tersebut. "Ini pakaian Ziea, masih baru dan tak pernah dipakai olehnya. Gunakan ini supaya tak ada yang salah paham lagi," ucap Haiden pada Lea, menyerahkan sebuah pakaian baru untuk sang kekasih. Mereka berada di kamar Haiden, terpaksa sebab tempat inilah yang paling aman dari intaian siapapun. Lagipula kamarnya bersebelahan dengan kamar Ziea dan Reigha, sahabat sekaligus sepupu serta iparnya tersebut telah ia suruh berjaga di depan. "Iya, Pak." Lea meraih pakaian tersebut kemudian
"Aaa--" Lea berteriak namun buru-buru membekap mulut. Dia langsung meringsut ke sudut toilet, merapatkan kemeja pada tubuh sembari menatap pucat pias ke arah Haiden. "Bilang kalau Pak Haiden tidak melihat apapun!" paniknya, lalu buru-buru mengancing kemeja tersebut. Lebih cepat dia membungkus tubuhnya, lebih aman dia dari pria mesum ini. Ternyata oh ternyata! "Jika aku mencopot bramu, aku melihat semuanya," jawab Haiden santai, bersedekap sembari menyunggingkan smirk tipis ke arah Lea. Kini dia telah menghadap ke arah perempuan itu, memperhatikan Lea yang sedang mengancing kemeja secara terburu-buru dengan tatapan yang begitu intens. Pipi Lea memerah–sudah seperti tomat busuk. Dia mengerjab beberapa kali. Kalau dipikir-pikir Haiden tak mungkin se mesun itu. Namun, jika dipertimbangkan secara matang Haiden bahkan pernah hampir kelepasan–hampir merenggut kesuciannya sebab berkunjung dan kebetulan hujan tengah turun. "A--aku tidak peduli, yang penting serangan, Pak Haiden tolong ming