'Razie ngapain yah?' Zira bertanya-tanya dalam batin, memperhatikan kembarannya tersebut yang saat ini sedang berdiri di depan meja rias Zira. Razie tidak sedang bercermin, tetapi pria itu sedang mengacak-acak sesuatu di sana. Zira menyipitkan mata, memperhatikan apa yang sedang kembarannya itu lakukan di sana. Ternyata-- Razie melakukan hal yang sangat mengejutkan serta mencengangkan bagi Zira. Razie mengambil sebuah jepitan rambut miliknya kemudian mengantonginya. Setelah itu, Razie berjalan santai, berniat keluar dari kamar tersebut. "Pencuri!" pekik Zira, buru-buru keluar dari persembunyiannya, melompat dari ranjang sembari menatap nyalang ke arah Razie yang terlihat kaget. "Kau?" Razie menatap tak biasa pada sosok perempuan di depannya. Wajah datar yang biasa menghias kini terpasang dengan mimik terkejut. Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja makhluk yang ia anggap paling menyebalkan di muka bumi ini muncul di sini. "Kenapa?
"Tapi tidak semudah itu, Kae." Seulas senyuman tipis menyungging di bibir Reigha, menatap lamat ke arah Kaesar, "kau harus bisa membuat ayahmu bertekuk lutut di hadapanmu, serahkan jantung ibu tirimu padaku dan buang jauh-jauh ibu kandungmu dari hatimu.""Yang terakhir …-" Reigha mengangkat tangan, spontan membuat Kaesar menghentikan ucapannya. Reigha memang memasang wajah datar serta tatapan tenang, tetapi Kaesar tidak bisa santai. Pria dihadapannya ini bukanlah orang yang ekspresif, hanya satu mimik muka dan itu bisa mengungkapkan banyak arti. Intinya, berhati-hatilah pada pria ini. "Zira putriku, harta berhargaku. Kau tidak bisa mendapatkannya dengan cinta yang kau punya. Kau harus membayar mahal untuk memiliki Zira-ku. Aku percaya pada cinta yang kau miliki pada Zira, tetapi aku lebih percaya pada pembuktian," ucap Reigha dingin. "Baik, Daddy. Tidak ada yang lebih berharga dibandingkan Zira bagiku," jawab Kaesar mantap, tak ada ke
"Razie!" panggilnya marah. Sedangkan yang namanya dipanggil, berjalan begitu santai dari sana. Zira semakin kesal dibuat olah sikap Razie, dia mengambil gayung kecil yang digunakan untuk menyiram tanaman khusus sang Mommy. Zira mengisi gayung dengan air, berlari ke arah Razie lalu menumpahkan air ke arah Razie. Syur'Langkah Razie berhenti, memutar tubuh ke arah Zira dengan menampilkan air muka kesal. "Apa? Apa? Apa?" galak Zira, mengambil ancang-ancang serta memasang kuda-kuda yang sangat meyakinkan jika sewaktu waktu iblis dalam diri adiknya muncul. "Kau--" Razie menggeram, mengepalkan tangan sembari menatap Zira marah. "Kamu yang lebih dulu." Zira berkata dengan nada tinggi, "ouh, mau melawan hee … sini kalau berani. Zira super girl tidak akan takut dengan kambing sepertimu!" cerewet Zira saat Razie perlahan mendekatinya, meninju-ninju udara–memperlihatkan skill bela diri yang pernah ia tonton lewat animasi kungf-u panda
"Kenapa kau pulang ke rumahmu, Hum?" tanya Kaesar tiba-tiba setelah mereka sampai di rumahnya. Zira menatap sekilas ke arah Kaesar, buru-buru melangkah setelah itu, "suka-sukaku lah. Orang orang tuaku," ketusnya, melangkah cepat dalam kamarnya–mengunci pintu agar Kaesar tidak bisa masuk ke dalam. "Cik, mending aku ke asrama daripada di sini," gumamnya pelan, membaringkan diri di atas ranjang. Namun, reflek mengambil posisi duduk ketika pintu kamar terbuka secara tiba-tiba–memperlihatkan Kaesar di sana. 'Perasaan udah aku kunci deh. Kenapa dia masih bisa masuk?' batin Zira, menatap cukup gugup ke arah Kaesar yang kini berjalan ke arahnya–sudah menutup pintu kamar. "Aku ingin istirahat, Kak." Zira berkata datar. "Kau belum menjawab pertanyaanku dengan benar." Zira menghela napas pelan, memilih cuek dengan kembali berbaring. "Yaudah sih. Masa bodo.""Katakan apa kesalahanku, Ma Zi."Zira berdecak pelan, "aku
"Menurutmu dia mirip denganku?" tanya Reigha tiba-tiba, mendorong tablet yang ia letakkan di atas meja ke arah Asta–di mana pada layar tablet tertera dengan jelas sebuah foto seorang gadis cantik yang sedang tersenyum manis. Putrinya!Deg'Jantung Asta reflek berdetak kencang, menatap gugup dengan tubuh gemetar ke arah foto di tablet mahal tersebut. Itu foto …-"Cu--cukup mirip dengan Tuan," jawab Asta, mulai berkeringat dingin. Banyak spekulasi yang muncul di kepalanya, tetapi dia menolak satu kenyataan. Tak mungkin sang Tuan misterius ini punya hubungan dengan gadis di foto tersebut. Tidak dan jangan sampai. Ini bencana!"Humm." Reigha berdehem singkat, menarik kembali tablet mahalnya lalu menyerahkannya pada Matheo. "Zira Dominic Azam, anak pertama sekaligus putriku satu-satunya."Deg'Kali ini jantung Asta terasa tak berdetak lagi, beberapa detik tak memompa–tertampar serta terguncang dengan pernyataan yang keluar dari mulut Sang penguasa di dunia bisnis. Asta memucat pias, mene
"Isss … tak berguna," keluh Zira ketika dia telah sampai di rumah mewah suaminya. Selama perjalanan dia terus mengomel agar para bodyguard suruhan suaminya ini agar mengantarnya ke rumah. Namun panjang lebar dia marah-marah, tetap saja para bodyguard ini membawanya pulang. "Maaf, Nyonya. Kamu hanya menjalankan perintah Tuan." "Whatever!" kesal Zira, mengibas rambut dengan angkuh–berjalan memasuki rumah, diikuti oleh para bodyguard dan kedua sahabatnya. "Rumah Pak Kaesar besar sekali oih," bisik Anna pada Gani, mendapat anggukan dari pria penakut tersebut. Sedangkan Zira, melihat Kaesar di ruang tengah–sedang duduk sembari memasang wajah datar, membuat Zira mendengkus pelan. Pria itu menatapnya tajam, sepertinya dia telah menunggu lama agar Zira pulang. Akan tetapi, siapa yang peduli? Zira masih kesal. Ah, bukan kesal tetapi marah. Namun, raut muka bete Zira seketika sirna saat melihat jika bukan hanya Kaesar yang berada di ruangan tersebut. Ada kakaknya, Xander. Ada paman terci
"Zira …," panggil Reigha, nadanya mengalun rendah, stabil serta lembut. Suara hangat seorang ayah ketika memanggil putri tercinta. Tetapi ini berbeda! Bukan sekedar nada penuh cinta. "Iya, Daddy." Zira mengurungkan niat untuk kabur, kembali menghampiri sang Daddy. Lebih tepatnya kembali duduk di sebelah sang suami–membuat pria di sebelahnya diam-diam berdecis geli. Menggemaskan! "Tampan banget, Gani!!" bisik Anna pada Gani, "Daddynya Zira super tampan oik! Speak Om-Om yang … aduhh!!""Ngucap, An." Balik Gani yang berbisik, memperingati temannya sekaligus, "ingat cerita Zira tentang Daddynya. Jangan gara-gara mabuk visual, kamu lupa tentang fakta gelap Om Reigha." Gluk'Anna seketika meneguk saliva secara kasar. Betul juga! Zira saja yang merupakan putri dari pria itu terlihat sangat takut pada Daddynya sendiri, menjaga sikap semanis mungkin. Apalagi dia! "Sial! Tapi memang tampan. Pantas saja Zira visual Dewi, emak bapaknya cantik tampan parah," bisik Gani selanjutnya, mendapat t
"Menguping itu tidak baik."Seketika itu, sekujur tubuh Zira menegang–mematung di tempat. Zira membalik tubuh, menatap seseorang; si pemilik suara bariton yang menegurnya secara halus. "Aku tidak menguping," jawab Zira cepat, mengerjabkan mata beberapa kali karena cukup gugup serta canggung. Tadi malam dia …-Kaesar tidur dengannya. Masalahnya Zira merasa jika dia telah mengatakan sesuatu pada pria ini. Rasanya itu seperti mimpi, tetapi kenapa paginya Zira sangat ingat dengan detail mengenai mimpinya? Jika tadi malam–di mana dia mengatakan perasaannya pada pria ini adalah sebuah mimpi, maka biarkanlah. Tetapi jika itu nyata, tolong buat suaminya ini amnesia. Zira malu! 'Aku kesannya seperti pengemis, tetapi ini atas nama cinta.' batin Zira, bergerak mundur dari hadapan Kaesar. "Aku hanya penasaran," lanjutnya, setelah itu segera beranjak dari sana dengan langkah terburu-buru. "Asta datang untuk dijadikan gurumu," ucap Kaesar, tersenyum geli–menatap intens ke arah sang istri yang