"Tapi … Daddy pasti memarahi Kakak kan?" tanya Zira, lagi-lagi menitihkan air mata. Tak bisa membayangkan jika suaminya ini dimarahi oleh Daddynya, karena masalah ini. Kaesar menggelengkan kepala. "Tidak sama sekali," jawabnya sembari tersenyum pada sang istri, meyakinkan Zira jika Kaesar sama sekali tidak dimarahi oleh Reigha. Di sisi lain, Reigha masuk dalam ruangan itu–menghela napas pelan kemudian berjalan mendekati istrinya. Dia mengalungkan tangan di pinggang Ziea, menatap lurus ke arah Kaesar dan Zira. "Berikan mereka ruang. Ayo," ucap Reigha kemudian, menarik Ziea untuk keluar dari ruangan tersebut."Mas tidak memarahi Kaesar kan?" tanya Ziea pada suaminya, setelah mereka di luar ruangan. Bukan hanya mereka yang keluar, para keluarganya yang lain seperti Serena, Rafael, dan yang lainnya juga ikut keluar. "Aku harap Mas tidak melakukannya." "Tidak." Reigha menggelengkan kepala pelan, "aku lebih kasihan padanya karena keputusanku, ZieKu." "Keputusan apa?" tanya Ziea pelan,
'Ini boneka untukmu. Dia akan menemanimu selama aku tidak bersamamu.' Zira menitihkan air mata kala mengingat momen itu–momen di mana Kaesar pamit pergi sembari memberikan sebuah boneka yang cukup besar ke pada Zira. Setelah dua minggu, Zira merasa lebih baik. Bahkan dia sangat senang karena Kaesar sering mengajaknya jalan-jalan bahkan makan malam romantis, berdua. Dia pikir, dua Minggu yang manis setelah kehilangan bayinya adalah awal dari kebahagiaannya. Akan tetapi itu merupakan awal dari kehampaan. 'Jika kau ingin cepat-cepat bertemu denganku, maka selesaikan pendidikanmu dengan cepat,' ucap Kaesar saat itu padanya, hangat tetapi menusuk secara bersamaan. Ceklek' Zira buru-buru menghapus air mata, reflek menoleh ke arah pintu–menatap saudara kembarnya yang berdiri di ambang pintu dengan memikul sebuah plastik hitam yang … Berdarah?!"Wow wow wow!" Zira reflek berdiri di atas ranjang, menatap kaget sekaligus horor ke arah Razie. Sial, mana ini sudah tengah malam lagi! "Tolon
Sudah satu tahun semenjak Kaesar berpisah dengan Zira, selama itu mereka tak pernah bertemu. Demi Tuhan, Zira sangat merindukan suaminya tersebut. Namun, kemana dia akan menemui Kaesar? Dia pernah ke rumah mereka, tetapi Kaesar tak ada di sana. Dia menginap selama dua minggu di sana, berharap jika Kaesar pulang dan mereka bertemu. Namun, sayang selama dua minggu menunggu di sana Kaesar tak pernah pulang. Zira juga pernah ke perusahaan Kaesar. Sayangnya yang dia temukan di sana hanyalah Raka, kepercayaan sang suami. "Kamu merasa aneh nggak tadi?" Zira yang sedang melamun, memikirkan Kaesar, sontak mendongak menatap ke arah Gani yang duduk di depannya. Saat ini mereka berada dalam kelas, mengikuti mata kuliah umum yang diwajibkan pada setiap mahasiswa–baik di fakultas mereka maupun di fakultas lain. "Aneh gimana?" ucap Zira pelan, takut dosen di depan sana mengetahui perbuatan mereka. Sang dosen sedang menjelaskan pelajaran, seluruh mahasiswa dilarang berisik tentunya. "Bapak-bap
Zira meneguk saliva secara susah payah ketika dia sudah berada di depan gang sempit, di mana rumor mengatakan jika gang tersebut penuh dengan kumpulan pemuda-pemuda kecanduan alkohol serta obat terlarang. Ada alasan kenapa Zira nekat ingin lewat jalan ini, selain merupakan jalan pintas agar lebih dekat ke jalan utama, juga untuk suatu hal. Namun, Zira mendadak tak berani. Gang tersebut minim pencahayaan dan tak ada orang selain dia ditempat itu. "Aku pergi saja. Aku takut," gumam Zira pelan, memutar tubuh lalu memilih beranjak dari sana. Zira menggelengkan kepala, tak percaya dengan kenekatannya ini. Dia mencari bahaya hanya demi bertemu dengan …- Bagaimana jika Kaesar tak datang menyelamatkannya? Bukankah Zira akan berakhir tragis? Zira memutuskan untuk pulang, namun tiba-tiba saja terdengar langkah kaki dari belakang. Zira berusaha tenang, berhenti melangkah kemudian memutar tubuh untuk melihat siapa orang yang mengikutinya.Deg'"Apa yang kau lakukan di tempat seperti ini, hum
Setelah seharian bersama Kaesar, Zira kembali merengek–menolak diantar pulang oleh Kaesar. Zira ingin terus bersama suaminya, selamanya! "Dengar, Ma Zi," ucap Kaesar lembut, mengulurkan tangan untuk menghapit dagu Zira secara lembut. Zira memakan es krim-nya, menepis tangan Kaesar di dagu lalu memalingkan wajah. Matanya sudah berkaca-kaca, terasa panas dan penuh genangan bulir kristal di pelupuk. Zira masih ingin lebih lama dengan Kaesar, apa pria ini tidak paham?! Kemauannya hanya simpel, ingin lebih lama. Itu saja! "Hah." Kaesar menghela napas pelan, duduk di depan istrinya–menatap Zira sendu dan sayup. Jujur saja, Kaesar tak ingin berpisah, dia juga berat jika harus kembali berjauhan dengan Zira. Namun, Kaesar tidak bisa melanggar perkataan ayah mertuanya. Ayah mertuanya bisa jauh lebih kejam pada hubungannya dan Zira. "Aku lebih tidak menginginkan ini, Ma Zi. Tapi … aku harus menjalankan hukuman dari Daddy. Hukumanku bisa semakin berat jika kau tetap nekat bersamaku. Mungki
'Kita berjumpa di libur semester berikutnya yah, Kak. Bukan ternyata, tapi … jumpa di hari wisuda aku.' 'Tentu, Darling. Aku akan menjadi orang pertama yang akan memberikan ucapan selamat padamu.' Zira mendadak tersenyum getir, menundukkan kepala untuk menyembunyikan kesedihannya. Hampir saja Zira menangis kala mengingat hari terakhir dia bertemu dengan suaminya. Zira ingat sekali, Kaesar mengatakan jika dia akan menjadi orang yang pertama memberi ucapan selamat pada Zira ketika wisuda. Namun, jangankan hadir di wisuda-nya, Kaesar bahkan menghilang tanpa kabar. Sudah lima tahun semenjak dia wisuda, tetapi suaminya tersebut tak pernah menunjukkan muka–tak pernah lagi menemui Zira. Dia menghilang, meninggalkan kerinduan serta kesedihan yang mendalam bagi Zira. Usia Zira kini sudah dua puluh enam tahun–memasuki dua puluh tujuh tahun. Dia tumbuh semakin cantik, punya tubuh idaman–pinggang rampung, keindahan yang terisi dan padat, baik di depan maupun di belakang. Zira sudah sukses me
Deg deg deg'"Kak Kaesar …," ucap Zira pelan dan rendah, mendongak dengan menatap penuh segala kerinduan pada sosok di hadapannya. Mata Zira perlahan membulat, pupilnya membesar dan bibirnya mulai membentuk sebuah sabit indah. Bug'Zira langsung berhambur ke pelukan Kaesar, memeluk suaminya tersebut secara erat–tak ingin melepasnya karena Zira takut Kaesar hilang. "Ah, My Little Wife," respon Kaesar sembari terkekeh pelan, mendekap istrinya tak kalah erat. Sama! Kaesar juga merindukan istrinya. Satu tahun tidak bertemu dengannya, membuat hatinya sangat resah dan sedikit takut. Zira-nya semakin cantik, semakin indah dan penuh pesona. Banyak pria yang tertarik pada istrinya ini. Sial! Kaesar rasanya ingin melenyapkan mereka semua. "Aku sangat merindukan Kak Kaesar," cicit Zira serak dan rendah, menduselkan wajah di dada bidang suaminya. Dia mendongak dengan raut muka sendu. "Kenapa Kakak menghilang begitu lama? Apa … cintanya pudar?" parau-nya, nada kecil dan hampir tak terdengar
Zira mengamati tubuh suaminya secara teliti. Raut muka Zira bukan yang genit, dia tidak sedang sarapan dengan tubuh sang suami; dia mengamatinya karena mengkhawatirkan Kaesar. Tadi malam, ketika mereka melakukan hubungan suami istri, Zira tanpa sengaja meraba sebuah bekas jahitan panjang di punggung suaminya. Zira baru ingat sekarang, dan dia ingin melihatnya. Zira sudah selesai mengenakan pakaian, dibantu oleh Kaesar. Sekarang giliran suaminya yang ingin berpakaian. Zira berdiri dari tempat duduk, meraih sebuah kaos hitam kemudian menyerahkannya pada Kaesar. "Kak Kae tidak akan ke kantor kan hari ini?" tanya Zira, tiba-tiba meraih baju hitam tersebut kembali; membuat Kaesar sempat bingung. Zira memberikannya tetapi malah mengambilnya lagi. Aneh! Namun, keanehan tersebut berubah menjadi hal yang manis. Zira tiba-tiba menggiring Kaesar untuk duduk, setelah itu membantu sang suami memasang baju. "Ini bekas luka apa, Kak?" tanya Zira, sudah berada di belakang Kaesar–tidak menurun