Zira meneguk saliva secara susah payah ketika dia sudah berada di depan gang sempit, di mana rumor mengatakan jika gang tersebut penuh dengan kumpulan pemuda-pemuda kecanduan alkohol serta obat terlarang. Ada alasan kenapa Zira nekat ingin lewat jalan ini, selain merupakan jalan pintas agar lebih dekat ke jalan utama, juga untuk suatu hal. Namun, Zira mendadak tak berani. Gang tersebut minim pencahayaan dan tak ada orang selain dia ditempat itu. "Aku pergi saja. Aku takut," gumam Zira pelan, memutar tubuh lalu memilih beranjak dari sana. Zira menggelengkan kepala, tak percaya dengan kenekatannya ini. Dia mencari bahaya hanya demi bertemu dengan …- Bagaimana jika Kaesar tak datang menyelamatkannya? Bukankah Zira akan berakhir tragis? Zira memutuskan untuk pulang, namun tiba-tiba saja terdengar langkah kaki dari belakang. Zira berusaha tenang, berhenti melangkah kemudian memutar tubuh untuk melihat siapa orang yang mengikutinya.Deg'"Apa yang kau lakukan di tempat seperti ini, hum
Setelah seharian bersama Kaesar, Zira kembali merengek–menolak diantar pulang oleh Kaesar. Zira ingin terus bersama suaminya, selamanya! "Dengar, Ma Zi," ucap Kaesar lembut, mengulurkan tangan untuk menghapit dagu Zira secara lembut. Zira memakan es krim-nya, menepis tangan Kaesar di dagu lalu memalingkan wajah. Matanya sudah berkaca-kaca, terasa panas dan penuh genangan bulir kristal di pelupuk. Zira masih ingin lebih lama dengan Kaesar, apa pria ini tidak paham?! Kemauannya hanya simpel, ingin lebih lama. Itu saja! "Hah." Kaesar menghela napas pelan, duduk di depan istrinya–menatap Zira sendu dan sayup. Jujur saja, Kaesar tak ingin berpisah, dia juga berat jika harus kembali berjauhan dengan Zira. Namun, Kaesar tidak bisa melanggar perkataan ayah mertuanya. Ayah mertuanya bisa jauh lebih kejam pada hubungannya dan Zira. "Aku lebih tidak menginginkan ini, Ma Zi. Tapi … aku harus menjalankan hukuman dari Daddy. Hukumanku bisa semakin berat jika kau tetap nekat bersamaku. Mungki
'Kita berjumpa di libur semester berikutnya yah, Kak. Bukan ternyata, tapi … jumpa di hari wisuda aku.' 'Tentu, Darling. Aku akan menjadi orang pertama yang akan memberikan ucapan selamat padamu.' Zira mendadak tersenyum getir, menundukkan kepala untuk menyembunyikan kesedihannya. Hampir saja Zira menangis kala mengingat hari terakhir dia bertemu dengan suaminya. Zira ingat sekali, Kaesar mengatakan jika dia akan menjadi orang yang pertama memberi ucapan selamat pada Zira ketika wisuda. Namun, jangankan hadir di wisuda-nya, Kaesar bahkan menghilang tanpa kabar. Sudah lima tahun semenjak dia wisuda, tetapi suaminya tersebut tak pernah menunjukkan muka–tak pernah lagi menemui Zira. Dia menghilang, meninggalkan kerinduan serta kesedihan yang mendalam bagi Zira. Usia Zira kini sudah dua puluh enam tahun–memasuki dua puluh tujuh tahun. Dia tumbuh semakin cantik, punya tubuh idaman–pinggang rampung, keindahan yang terisi dan padat, baik di depan maupun di belakang. Zira sudah sukses me
Deg deg deg'"Kak Kaesar …," ucap Zira pelan dan rendah, mendongak dengan menatap penuh segala kerinduan pada sosok di hadapannya. Mata Zira perlahan membulat, pupilnya membesar dan bibirnya mulai membentuk sebuah sabit indah. Bug'Zira langsung berhambur ke pelukan Kaesar, memeluk suaminya tersebut secara erat–tak ingin melepasnya karena Zira takut Kaesar hilang. "Ah, My Little Wife," respon Kaesar sembari terkekeh pelan, mendekap istrinya tak kalah erat. Sama! Kaesar juga merindukan istrinya. Satu tahun tidak bertemu dengannya, membuat hatinya sangat resah dan sedikit takut. Zira-nya semakin cantik, semakin indah dan penuh pesona. Banyak pria yang tertarik pada istrinya ini. Sial! Kaesar rasanya ingin melenyapkan mereka semua. "Aku sangat merindukan Kak Kaesar," cicit Zira serak dan rendah, menduselkan wajah di dada bidang suaminya. Dia mendongak dengan raut muka sendu. "Kenapa Kakak menghilang begitu lama? Apa … cintanya pudar?" parau-nya, nada kecil dan hampir tak terdengar
Zira mengamati tubuh suaminya secara teliti. Raut muka Zira bukan yang genit, dia tidak sedang sarapan dengan tubuh sang suami; dia mengamatinya karena mengkhawatirkan Kaesar. Tadi malam, ketika mereka melakukan hubungan suami istri, Zira tanpa sengaja meraba sebuah bekas jahitan panjang di punggung suaminya. Zira baru ingat sekarang, dan dia ingin melihatnya. Zira sudah selesai mengenakan pakaian, dibantu oleh Kaesar. Sekarang giliran suaminya yang ingin berpakaian. Zira berdiri dari tempat duduk, meraih sebuah kaos hitam kemudian menyerahkannya pada Kaesar. "Kak Kae tidak akan ke kantor kan hari ini?" tanya Zira, tiba-tiba meraih baju hitam tersebut kembali; membuat Kaesar sempat bingung. Zira memberikannya tetapi malah mengambilnya lagi. Aneh! Namun, keanehan tersebut berubah menjadi hal yang manis. Zira tiba-tiba menggiring Kaesar untuk duduk, setelah itu membantu sang suami memasang baju. "Ini bekas luka apa, Kak?" tanya Zira, sudah berada di belakang Kaesar–tidak menurun
Ketika dia yang menyuruh, rasanya biasa saja. Tetapi saat Zira mengambil alih dengan inisiatif sendiri, rasanya berbeda. Ber-damage! Tok tok tok Tiba-tiba saja pintu di ketuk, disusul oleh suara istrinya yang bernada khawatir. "Mas Kaesar nggak apa-apa kan di dalam? Mas …."Ceklek' Pintu terbuka, memperlihatkan Kaesar dengan raut muka flat. Syukurlah, dia jago mengatur ekspresi. "Aku baik-baik saja, Darling. Hanya sedikit darurat," jawab Kaesar sembari senyum manis, mengusap pucuk kepala Zira penuh kasih sayang, "ah, sudah waktunya kita berkembang biak," ucap Kaesar, sudah menggendong Zira dan membawanya ke arah ranjang. "Hah?" Zira awalnya bengong, tidak paham maksud suaminya. Namun setelah paham, dia terkekeh sendiri–merasa lucu dengan ucapan suaminya.Kaesar membaringkan Zira ke atas ranjang. Shit, dia semakin bersemangat karena kekehan geli Zira, sangat merdu dan sopan di pendengaran. "Dulu, aku mencuri banyak hal untuk bisa menyentuhmu, Ma Zi. Kau sangat ilegal! Tetapi sek
Dengan langkah gemetaran, Zira memasuki ruangan raksasa milik big bos-nya. Jantungnya tak berhenti berdetak dalam sana, sangat takut sekaligus mengkhawatirkan kemungkinan yang terjadi padanya. Deg'Jantung Zira rasanya hampir jatuh dari tempat saat matanya tak sengaja bersinggungan dengan sebuah gaun pernikahan yang mewah nan indah, ada dalam ruangan ini. Bukan hanya itu, sebuah meja penuh dengan kotak perhiasan. 'Aku kira Anna hanya menakut-nakutiku. Tetapi ucapan Anna memang benar,' batin Zira, berhenti tepat di depan seorang pria dingin dengan aura pekat mengerikan–duduk di sebuah sopa, begitu bossy serta arogan. Seperti biasa, pria itu masih mengenakan topeng. "A--ada apa Mr.X memanggilku kemari?" tanya Zira, berusaha santai meskipun nadanya terdengar gemetar. 'Aku baru kembali, Nona Zira. Apa kau tidak ingin memberikan sambutan selamat datang untukku?' Zira membaca ucapan yang ingin pria ini sampaikan padanya di sebuah tablet. Sama seperti sebelumnya, Big bos-nya ini masih
"Maaf, Ma Zira. Maaf …," ucap Kaesar, memeluk tubuh mungil istrinya. Beberapa kali dia mendaratkan kecupan ringan pada pucuk kepala Zira, memberikan kenyamanan untuk istrinya tersebut. "Ke--kenapa?" Suara Zira terbata-bata, rasanya dia sulit mengucapkan kata yang sempurna. Ini mengejutkan sekaligus menohok untuknya. Selama ini suaminya ada di dekatnya, tetapi Zira sama sekali tak merasakan kehadirannya. Lebih parah, dia menaruh kebencian pada pria ini. Zira sempat mengata-ngatainya juga!"Katakan. Kenapa Mas Kae melakukan ini-- menyamar jadi orang lain dan … Mas lumpuh?" cicit Zira di ujung kalimat, tercekik di tenggorokan karena tak sanggup mengatakan bagian itu. Kaesar mengganggukkan kepala. "Duduklah, aku akan mengatakan yang sebenarnya," ucap Kaesar selanjutnya, mendudukkan Zira pada sebuah kursi yang tersedia di walk in closet. Kaesar juga mengambil tempat duduk di depan Zira. Bedanya dia duduk di lantai dengan kaki bersila dan punggung tegap. Jujur saja Zira tak enak meliha