"Pa--Pak Haiden?!" kaget Lea dengan nada pelan, menatap Haiden yang sudah berdiri tepat di depan pintu kamarnya. Dengan panik, Lea mendorong Haiden untuk mundur dari depannya kemudian menyembulkan kepala sembari celingak-celinguk untuk melihat om dan tantenya. Ah, maksudnya Mama dan Papa barunya. "Ngapain Pak Haiden nongol di sini?" tanya Lea yang masih celingak-celinguk untuk mencari keberadaan Papa dan Mamanya. "Menemuimu," jawab Haiden, memerhatikan Lea dengan saksama. Ah, wanita ini kenapa semakin terlihat cantik dan lucu? "Om dan Tantemu sudah pergi," ucap Haiden kemudian, tahu apa yang dicari oleh wanita pujaan hatinya tersebut. Lea seketika itu juga menegakkan kepala. "Kemana?" tanya Lea dengan sebelah alis terangkat. Sialan! Dia ditinggal sendiri di sini. Mana Orang tua barunya tersebut memasukkan harimau buas lagi ke rumah mereka ini. Meskipun suka genit pada Haiden, tetapi di situasi seperti ini Lea jadi merinding disko. Terlebih hujan sedang turun lebat di luar. Tapi-- k
Setelah sesi curhat dengan pria itu, Lea saat ini tengah memasak nasi goreng untuk dibawa pulang oleh Haiden. Ternyata Haiden kemari-- bisa dikatakan tidak benar-benar untuk dirinya. Pria itu datang karena Ziea tengah di kediaman Mahendra dan sedang mengidam nasi goreng buatan Lea. Real nasi goreng yah, bukan nasi tumis dengan kecap manis. Tetapi ini nasi digoreng!Jika Lea ada dilantai bawah dan tengah memasak nasi goreng, Haiden tetap berada di kamar perempuan itu. Di mana dia saat ini tengah mengotak-atik benda-benda di atas sebuah meja dalam kamar tersebut. Ada banyak miniatur, mulai dari yang setengah jadi, sudah jadi atau masih bahan mentah. "Menakjubkan," gumam Haiden pelan, menyunggingkan smirk tipis dengan tatapan sayup dan berat ke arah salah satu miniatur di sana. Yah, menakjubkan karena calon istrinya punya jiwa seni yang tinggi. Cih, Azalea-nya memang unik. Bukan hanya pribadinya yang kerap kali bikin geleng-geleng kepala, tetapi kemampuan tersembunyi calon istrinya te
"Salam, Tuan dan Nyonya Pratama," ucap Haiden dengan sopan, duduk di sebuah sofa kosong– di depan ketiga tamu spesialnya tersebut. Bagaimana pun orang tua dihadapannya ini merupakan orang tua calon istrinya. Seburuk apapun mereka pada Lea, bukan dengan cara bersikap tidak sopan Haiden membalasnya. "Ah, salam, Tuan Haiden." Yoga dan Mira sama-sama tersenyum, memberikan salam pada sang tuan muda dari keluarga Mahendra tersebut. Di sisi lain, Arumika sudah tersenyum malu-malu-- senang dan berdebar harinya karena kemunculan Haiden di sini. Ya Tuhan! Pria ini sangat tampan dan hot. Dia punya visual yang membuat jantung kaum hawa kejang-kejang. Arumika semakin tidak sabar untuk menikah dengan pria ini. Dia tidak sabar menjadi Nyonya di rumah megah dan mewah ini. Setelah menikah dengan Haiden, dia yakin dia akan menjadi ratu di kehidupan pria ini. "To the point saja, Tuan Pratama. Apa tujuan kalian datang kemari?" ucap Haiden dengan nada datar, duduk secara bossy di tempatnya sembari men
Saat ini Ziea sedang di teras belakang rumahnya, sedang bersantai dengan keluarganya yang lain. Orang tuanya sudah pulang dan mereka berkumpul di halaman belakang, kebiasaan mereka agar bisa menghabiskan waktu bersama-sama. Ini sudah malam, dan Reigha batal pulang malam ini. Suaminya akan kembali ke Paris besok pagi. Alasannya simpel, karena Reigha masih ingin bermanja ria dengan sang istri. Daddy, Kakak dan suaminya tengah membicarakan suatu hal. Sedangkan Ziea, dia tengah makan buah-- disuap oleh Mommynya. Bukan kemauannya, jujur saja Ziea menolak dimanjakan oleh Daddy, Kakak dan Mommynya. Tetapi mau bagaimana lagi, ketiga makhluk yang sangat ia cintai tersebut selalu saja memperlakukan Ziea seperti anak kecil. Sama seperti Mommynya, di mana Mommynya mengupas buah untuknya, memotongnya kemudian menyuapi Ziea. Padahal Ziea berniat mengupas buah mangga itu sendiri, tetapi Mommynya mengatakan 'nanti jarimu kena pisau, Sayang. Sini, Mommy saja yang kupas.' Selalu seperti itu!"Mani
Namun, belum sempat Ziea membaca pesan dari sahabatnya tersebut-- seseorang lebih dulu merampas HP tersebut. "Apaan sih, Kak?!" kesal Ziea, "balikin nggak?!" jerit dan marah Ziea-- berniat merampas HP-nya dari tangan Haiden. Namun, kakaknya tersebut menahan kepala Ziea– Haiden menempelkan telapak tangan di jidat Ziea sehingga membuat adiknya tersebut kesulitan menjangkau Hp di tangan satunya lagi. Kenzie yang melihat itu dari tempatnya hanya bisa mendengkus. Seperti biasa, kedua anaknya tersebut selalu ribut! Kalau tidak bertemu keduanya saling merindu, tetapi kalau berjumpa-- begini. Bertengkar, ribut, dan terus berdebat. "Kau lihat kan kelakuan mereka? Sama-sama sudah dewasa tetapi terus saja bertengkar seperti anak kecil. Hah, pemandangan inilah makanan sehari-hari Daddy," ucap Kenzie pada menantunya, mendapat kekehan kecil dari Reigha. "Tabiat adik kakak memang seperti itu, Daddy," jawab Reigha pelan dan rendah, memperhatikan istrinya yang tengah mengomel kesal pada Haiden yan
Saat ini Lea ada di cafe, begitu juga dengan Ziea yang saat ini tengah berkutat dengan laptop untuk mengurus masalah cafe. Lea masuk begitu saja dalam ruang kerja sahabatnya tersebut, memperhatikan Ziea yang sedang sibuk dengan laptop. Percayalah, jika Ziea seperti ini Ziea akan terlihat seperti dalam versi lain. Bukan Ziea yang lawak dan reog, tetapi Ziea yang kalem serta serius. Intinya, Ziea terlihat berbeda. "Sibuk yah?" tanya Lea yang sudah duduk di depan Ziea– terpisah oleh meja kerja sahabatnya tersebut. "Oh." Ziea langsung mengalihkan pandangannya dari laptop, mendongak dan menatap sepenuhnya pada Lea, "nggak sibuk-sibuk amat sih, Mak. Kenapa? Mau bicara sesuatu?" Lea mengangukkan kepala sembari tersenyum malu-malu. "Kamu paling tahu aku, Ziea," ucapnya sembari cengengesan. "aku belum ngomong tetapi kamu udah bisa tahu maksud dan tujuan aku ke sini."Ziea tersenyum manis dan lembut, "kan aku sohibmu, Mak Le.""Ahahaha … oke oke." Lea terkekeh pelan. "Gimana? Suami kamu ud
'Sialan! Jadi tamu spesial yang Mama Intan katakan itu keluarganya Ziea. Sumpah, aku nggak tahu dan … nggak mikir ke sana.' batin Lea yang saat ini sedang makan malam keluarga bersama keluarga calon suaminya. Yah, keluarga Mahendra datang ke rumah ini untuk membahas pernikahan Lea dan Haiden. Lea sama sekali tak dikabari, tentu saja dia kaget. Setalah makan malam bersama selesai, keluarga Mahendra tak langsung pulang. Calon mertuanya masih mengobrol santai dengan Papa dan Mama baru Lea. "Lea sayang, duduk di sini, Nak," panggil Denis ketika melihat Lea lewat dari depan ruang tamu. Sepertinya putrinya tesebut habis membereskan ruang makan. Lea menaggukkan kepala, dengan canggung dan malu-malu Lea berjalan untuk bergabung dengan kedua keluarga tersebut. 'Shit! Azalea cantik sekali.' batin Haiden, memperhatikan Lea secara lamat– mulai dari perempuan itu keluar dari ruang makan dan berjalan ke tempat mereka. Sedikitpun Haiden tak melepas pandangannya dari Lea. Dia sangat terpukau p
"Daddy dengar dari seseorang, sekretaris Ega menyukaimu. Benar?" Aesya mendongak, menatap Daddynya dengan raut muka gugup dan canggung. Jantungnya seketika berdebar kencang dalam sana hanya karena Daddynya bertanya demi kian. Apa jangan-jangan Daddynya berniat marah padanya? Sama seperti kakaknya-- Rafael yang sudah memperingatinya agar tidak berhubungan dengan Matheo. Sekarang, Aesya bukan hanya takut untuk suka pada Matheo, tetapi dia juga mulai takut dekat dengan pria itu. Yah, karena Rafael melarang adanya hubungan antara dia dan Matheo, Aesya takut jika dia tetap dekat dengan Matheo, Rafael bisa mencelakai Matheo. Namun, ketika dia berpisah dengan pria itu, di mana saat ini Matheo ikut ke Paris dengan Reigha, entah kenapa Aesya merasa-- dia merasa jika dia sedang merindukan sosok itu. Dia merindukan Matheo, dan sepanjang malam Aesya terus memikirkan Matheo. Aesya menganggukkan kepala dengan gugup. "Benar, Daddy," ucap Aesya, memilih menutup majalah yang sedang ia baca kemudi