A--asli, Cuk, bukan halusinasi!' batin Ziea, menatap syok dan horor pada suaminya. Matanya membulat sempurna dengan mulut menganga, tetapi ditutup oleh telapak tangan sendiri. "Begini caramu menyambut suamimu?" tanya Reigha, menatap tajam dan penuh peringatan pada sang istri. Perlahan kakinya melangkah, mendekati Ziea yang perlahan mundur-- menjauh dan mengikis jarak dari Reigha. "Maaf, Mas Rei. A--aku pikir hanya imajinasi saja," ucap Ziea panik, tidak bisa mundur atau menghindar karena Reigha sudah lebih dulu melilitkan tangan di pinggang Ziea. Pria itu memeluk pinggangnya erat dan begitu possessive, seolah tak ingin melepaskan Ziea sedikit pun dari jangkauannya. "Humm?" Reigha menaikkan sebelah alis, mendekatkan wajahnya ke wajah Ziea– menempelkan bibirnya ke atas bibir Ziea yang merupakan candunya tesebut. Awalnya, bibir keduanya hanya saking menempel. Tetapi Reigha mulai bermain, menyesap dan melumat lembut benda kenyal pink kemerahan tersebut. Shit! Ini sangat manis, segar d
"Trus ngapain kamu di sini?" tanya Lea, nadanya ketus dan tatapannya penuh dengan ketidak sukaan serta kebencian. Haiden menoleh ke arah Lea, memandang calon istrinya tersebut dengan tatapan yang sulit diartikan. Intinya, itu tatapan dalam dan penuh makna. 'Ini pertama kalinya aku melihatmu marah, melihat manik indahmu penuh dengan kebencian. Azalea-ku yang selalu terlihat baik-baik saja sekarang terlihat penuh amarah.' "Aku di--di sini kan karena Kak Lea sendiri yang menyuruh. Kak Lea sakit dan menyuruhku untuk ke sini, menemani Tuan Haiden untuk fitting baju," jawab Arumika dengan nada pelan, mencicit takut-takut-- seolah-olah Lea sedang mengintimidasinya. "Kapan aku menyuruhmu ke sini, Sialan?!" teriak Lea, marah, kesal dan sedih secara bersamaan. Haiden terlihat terkejut ketika Lea berteriak dan menjerit. Tetapi dia masih diam, memilih memantau calon istrinya tersebut. Sedangkan Ziea, tangannya ditahan oleh Haiden agar tidak mendekati Lea. "Kak Lea kenapa sih?" Arumika bangki
"Sayangnya air matamu tidak mempan, Ziea Reigha Azam! Kau membuatku sangat marah."Ziea seketika itu juga membaringkan tubuhnya di atas ranjang. "Ahck!" keluhnya, menutup wajah dengan bantal dan memilih mengabaikan Reigha. "Kau ingin aku tambah marah?" dingin Reigha. "Cik." Ziea berdecak kesal, marah dan tertekan. Dia takut pada amarah suaminya tetapi Ziea tidak terima jika Reigha marah padanya. "Duduk!" perintah Reigha, suaranya dingin, bossy dan tak menerima bantahan sedikitpun. Ziea lagi-lagi berdecak kesal dan frustasi, buru-buru duduk dengan wajah memaling ke arah lain. "Tatap aku!" titah Reigha kembali, masih dengan nada dingin dan tak terbantahkan. "Cik." Ziea lagi-lagi berdecak, menatap suaminya dengan air muka ditekuk, kesal, dan cemberut. "Kau tahu bukan jika kau sedang hamil? Kau mengemudi, itu berbahaya untuk bayi dalam perutmu dan dirimu sendiri, ZieKu. Tolonglah, tolong berhenti membuatku khawatir," ucap dan marah Reigha."Maaf …." Ziea bergumam pelan, menundukka
"Daddy sendiri yang mengatakan jika akan memberi Sam adik agar Sam ada teman bermain." Samuel berucap murung. "Iya, Samuel. Ucapan Daddy benar kok. Cuma adeknya masih butuh proses agar bisa bermain dengan Samuel. Sekarang Adek masih di fase bobok manja dulu.""Ouh, Paham." Samuel menganggukkan kepala, kemudian menatap perut aunty-nya lalu mendongak sembari melayangkan tatapan aneh pada Ziea. "Apa Aunty akan melahirkan seorang adik seperti Mommy?" Ziea menganggukkan kepala dengan antusias dan riang. "Memang bisa?" Ziea melogo, balik menatap aneh dan heran pada keponakannya tersebut. "Bisalah. Kan Aunty perempuan.""Daddy bilang anak-anak tidak bisa dan tidak boleh punya anak," ucap Samuel dengan nada tegas, sontak membuat Ziea menganga lebar dengan mata melotot horor. Sedangkan Serena, dia malah tertawa terbahak-bahak. "Ada-ada saja anak Mommy ini," kekeh Serena, semakin gelak tawanya ketika melihat ekspresi lucu dan kocak Ziea. Sangat tertekan! "Berarti Paman Ega-mu pedofil ke
Reigha yang saat ini berjalan melewati ruang keluarga, sontak berhenti melangkah ketika melihat istrinya ada di sana. Niatnya, Reigha akan ke ruangannya untuk mengurus pekerjaan. Namun karena melihat Ziea ada di sana, Reigha memutuskan untuk masuk dalam ruangan tersebut. Dia melangkah ke kerumunan, memperhatikan sang istri yang sedang salam-salaman dengan para tamu mereka. Ah, lebih tepatnya pada aunty, paman serta sepupu. Reigha mendengkus kesal, berang melihat Ziea menyalim tangan Prince dan Fathan– membuat ipar dan sepupunya tersebut terkekeh geli karena tingkah Ziea. Geli karena mereka yakin Ziea tidak sadar saat melakukannya. Bisa dikatakan, Ziea asal salam orang. Shit! Reigha sangat yakin jika Ziea tidak tahu menahu siapa yang dia salim.Kesal, Reigha berjalan ke sebelah Aurora kemudian duduk di sebelah kakak sepupunya tersebut -- menunggu giliran untuk di salam oleh sang istri. Dugaannya benar, setelah Ziea menyalam Aurora-- di mana Kakak sepupunya tersebut sudah cekikikan
"Aku sangat mencintai dia. Tolong bantu aku. Plisss!" "Haiden sendiri yang memilih Azalea, dan itu haknya." Reigha berkata datar, mengambil kotak susuk pisang dalam lemari pendingin kemudian berniat beranjak dari sana. Akan tetapi, Melodi menghadang-- sengaja merampas susu pisang dalam kemasan kotak tersebut dari tangan Reigha, isyarat agar pria yang pernah ia sukai tidak meninggalkannya. "Aku pernah merelakanmu agar bisa bersama Ziea. Tetapi sekarang aku tidak ingin merelakan cintaku lagi, Reigha. Sebagai orang yang pernah dekat denganku, bantu aku bersatu dengan Kak Haiden. Aku sangat mencintainya, Reigha. Tolong!" "Sekalipun kau menyukaiku sampai di detik ini, tetap yang kunikahi adalah Zie, bukan kau." Reigha berkata dingin. "Mudah untukku menyingkirkan orang yang menghalangi tujuanku," tambah Reigha, mengambil susu kotak di tangan Melodi kemudian berjalan berbalik. Melodi mengikuti, karena dia harus meyakinkan Reigha agar bisa membantunya. Hanya pria ini yang dapat menolong
"Selamat untuk pernikahannya, Deden. Semoga menjadi suami yang baik dan panutan untuk anak-anak Kakak kelak," ucap Ziea yang saat ini berada dalam pelukan hangat Kakaknya. Yah, hari yang dinanti-nanti akhirnya terjadi. Haiden Mahendra dan Azalea Ariva telah resmi menjadi pasangan suami istri. Begitu juga dengan Matheo Alexadro dan Aesya Abbas Azam.Ziea sudah menemui Matheo dan Aesya, kini giliran Ziea memberikan selamat untuk kakak dan sahabatnya. "Humm." Haiden berdehem pelan, masih memeluk adiknya erat dan hangat. Mungkin jika bukan karena adiknya, Haiden tidak akan bertemu dengan sosok perempuan yang telah resmi menjadi istrinya tersebut. "Apapun yang akan terjadi, kau tetap menjadi adik kesayangan Kak Deden," bisik Haiden, mengecup kening Ziea lalu melepas pelukannya dari sang adik. Ziea tersenyum lembut pada Haiden lalu berpindah untuk memberikan selamat pada sahabatnya tersebut, di mana Lea langsung berhambur ke pelukan Ziea dan langsung menangis. Keduanya saling menangis,
"Wkwkwk … seru banget nakut-nakutin Kak Eca. Awok awok awok, pasti Kak Eca kejang-kejang trus panik," tawa Lea sembari terus mengirim pesan ancaman malam pertama pada Aesya. [Kata orang sakit banget, Kak. Yang dibawah bisa koyak, keluar darah banyak trus beh … ada yang pendarahan sampe masuk rumah sakit. Tapi katanya juga enak. Ahahaha … pokoknya, Kak Eca banyak doa ajah.]Kirim Lea pada Aesya, dia cekikikan sendiri-- membayangkan seperti apa wajah ketakutan Aesya. Ah, rasanya kaki Lea gatal untuk melangkah ke kamar Aesya; penasaran melihat air muka tegang perempuan itu. "Pasti sangat kocak. Ahahahhaa …." Lea lagi tertawa terbahak-bahak, bersamaan dengan notif HP yang berbunyi dan pintu kamar yang tersebut. [Kak kamu malam ini juga akan melakukan Malam pertama. Jadi ngapain kamu nakut-nakutin aku, Lea? Memangnya Lea tidak takut koyak?] balas Aesya, di mana di akhir kalimat perempuan itu ada emogi senyum ikhlas. Yah, senyuman ikhlas tetapi di mata Lea itu senyum mengejek yang penuh