"Daddy, Ken nggak bisa bicara yah? Tuli? Bisu? Atau apa?" tanya Zira pada Daddynya. Reigha menaikkan sebelah alis, menatap cucunya tersebut dengan sorot geli. Ziea pernah bercerita padanya saat pertemuan pertamanya dengan Kendrick, cucunya ini menipu Ziea dengan menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi. "Ken, kemari," panggil Reigha lembut pada cucunya tersebut. Kendrick menurut, berjalan menuju granddad-nya tersebut. "Dia--" Reigha menunjuk Zira, memperkenalkan cucunya tersebut dengan aunty-nya. "Kembaran Daddy-mu, Kakak Razie-- karena Zira lebih dulu lahir setengah jam dari Daddy-mu. Zira auntymu, dan putrinya …." Reigha menoleh sejenak pada Sanaya, mengisyaratkan agar Kendrick menoleh ke arah Sanaya, "namanya Sanaya, dan dia merupakan saudaramu– adik sepupu Ken lebih tepatnya," tambah Reigha. "Ouh." Kendrick ber- oh ria, membuat Zira terkejut bukan main. Hei, anak itu ternyata bisa berbicara. Lalu tadi …-- tadi apa?! Kenapa dia menggunakan bahasa isyarat? 'Ajaib juga a
"A--aku tidak melukis pria mesum," ucap Kanza, melirik-lirik Razie dengan jantung berdebar kencang, dia gugup setengah mati; Razie hanya mengenakan handuk di pinggang, memperlihatkan roti sobek di perutnya dan …--Kanza mengerjab beberapa kali, mengibas tangan di depan wajah. Cik, mendadak saja dalam kamarnya terasa sangat panas. Padahal AC menyala. 'Gerah sekali yah di sini.' batin Kanza, masih mencuri-ciri pandang ke arah suaminya yang duduk di tepi ranjang, mendadak mengotot ingin dilukis oleh Kanza namun pria itu tak mengenakan busana~ hanya handuk yang melilit di pinggang. Hell yeah! Itu membunuh Kanza secara perlahan. Pemandangan yang membuat iman Kanza menipis. "Mesum?" Razie menaikkan sebelah alis. "Cih, pikiranmu yang jorok, Sweetheart. Aku hanya menyuruhmu melukisku, bukan memperhatikan tubuhku." Pipi Kanza seketika bersemu merah, merasa malu setelah mendengar penuturan Razie. 'Sial, mana benar lagi.' batin Kanza, memalingkan wajah untuk tidak bersitatap dengan Razie. "
"Dor!" "Aaaa …-" Kanza sontak memekik kaget, tergelonjak dengan melompat ke belakang–berakhir terduduk di lantai, menatap putranya secara horor. "Mama kaget," ucapnya sembari mengelus dada, menatap cemberut ke arah Kendrick yang sudah senyum jenaka ke arahnya. "Cik!" Razie berdecak pelan, menatap berang pada Kanza dan Kendrick. Itu yang ingin dia lakukan tadi, tetapi Kendrick sudah merampas idenya– lebih dulu mengejutkan Kanza. Dan itu semua … karena Zira! 'Sepertinya aku harus berhati-hati dengan putraku sendiri. Kendrick jauh lebih gesit dariku untuk mengambil hati Kanza. Damn!' batinnya, masih menatap tak terima pada putranya tersebut. Sedangkan Zira yang memperhatikan sorot tajam Razie pada putranya sendiri seketika menyunggingkan senyuman penuh makna. "Kendrick sepertinya mengganggu masa pengantin barumu dengan Kanza yah," ucap Zira, mulai memanas-manasi situasi, "yang seharusnya kamu dekat dengan Kanza tapi kamu malah kalah gesit sama putra kamu sendiri. Tuh, lihat sendiri,
"Sepupu kalian banyak yang suka dengan Mas Razie? Trus kamu-- suka nggak sama Mas Razie?" tanya Kanza tiba-tiba, hanya jahil tetapi berhasil membuat Alana menegang dan melotot horor. "Aku?" Alana menunjuk dirinya sendiri, menatap Kanza dengan raut muka pucat dan tegang. "Jadi duta sampo lain?" sambung Kanza– disusul tawa dari Alana, begitu juga dengan Kanza yang ikut tertawa jenaka. Sedangkan Jihan, dia hanya bisa menatap kedua sejoli tersebut dengan raut muka muram serta dongkol. Seperti biasa. Kadang ribut, kadang gila. Keduanya sama-sama aneh!"Aman." Alana mengibas tangan di depan wajah, mengisyaratkan jika dia bukan bagian dari sepupunya yang jatuh cinta pada ketampanan Razie, "bagi aku, Kak Razie nggak ada bedanya dengan Kak Ebra. Karena emang sejak ingatan aku berfungsi, yang aku tahu Kak Razie itu Kakak aku. Jadi nggak ada rasa suka yang timbul," jawab Alana dengan mantap. "Trus menurut kamu, Pak Razie itu tampang nggak?" Kali ini Jihan yang bertanya. Karena serius, dia me
Ketika dia sadar, Kanza berada tepat di sebuah …-"Kanza."Kanza yang sebenarnya berpura-pura tak sadarkan diri tersebut, sontak membuka mata– langsung memicingkan mata saat menatap seorang pria yang lebih dominan auranya dibandingkan banyak pria lainnya. Kanza tebak dia adalah bos dari komplotan preman yang menculik Kanza. Ah, tadi Kanza hanya berpura-pura pingsan. Karena jika dia memberontak, dia takut dicelakai oleh para preman yang menculiknya. Kanza mencari momen untuk kabur, tetapi sayangnya Kanza tak punya kesempatan. Sampai tibalah dia rumah ini– dalam hutan, di mana bangunannya cukup menyeramkan dari luar tetapi masih bagus dari dalam. Sepertinya mereka bukan hanya sekedar komplotan preman. "Kanza," panggil pria yang Kanza tebak sebagai bos tersebut. Kanza memicingkan mata, menatap julid ke arah pria tersebut dengan air muka bingung bercampur kesal. Ada yah penculik sok kenal sok dekat dengan korbannya? Aneh sekali pria ini. "Bos mengenal target kita?" tanya salah satu a
Hell! Siapa yang istrinya panggil ayah? Razie beserta kepercayaannya dan anak buahnya memasuki ruangan tersebut. Namun, langkah Razie seketika berhenti saat melihat pemandangan di depan sana. "Kyaaaik!" Arsen berteriak secara random, salah tingkah karena dipanggil ayah oleh Kanza. Wajahnya sudah memerah dan jantungnya berdebar kencang dalam sana. Bu--bukan karena jatuh cinta, tetapi karena malu! Shit, sudah dia katakan memanggil Kanza Bunda di saat masa high school dulu adalah kenakan paling konyol bagi Arsen. Dulu-- gurauan tersebut sangat lucu. Tetapi setelah dia dewasa dan diingat kembali, itu rasanya menggelikan. "Stop, Za. Jangan panggil aku Ayah. Sialan, aku malu!" ucap Arsen, setengah marah tetapi dengan bibir yang berkedut-kedut menahan senyuman. "Trus panggil apa? Shiva?" canda Kanza sembari terkekeh. "Eh, btw, nasi gorengnya satu lagi dong. Aku masih lapar. Sama … umm-- apa yah? Seblak deh kalau ada," pesan Kanza santai, meraih sebuah cookie lalu memakannya lahap. Kanz
Sudah dua hari Kanza lemah lesu, badannya terasa panas dan kepalanya sedikit berat. Kanza juga beberapa kali mual. Karena curiga dengan kondisinya, Kanza mencoba memeriksanya ke dokter– tanpa di temani oleh siapapun, baik winter atau bodyguard lainnya. Hais, Kanza risih dengan mereka semua. Bagaimana caranya bisa bebas dari Winter? Tentu saja dengan menyuruh perempuan itu menjemput anaknya. Jadilah sekarang Kanza bisa bebas ke rumah sakit, melakukan pemeriksaan kesehatan padanya. Setelah itu, Kanza tentunya pulang. "Aduh," gumam Kanza, duduk menunduk sembari membaca kertas pemeriksaan dengan raut muka bimbang. Kondisinya sangat memprihatinkan! "Hah." Kanza menghela napas kemudian memilih menyimpan kertas tersebut dalam laci nakas. Suaminya masih pulang dua hari lagi, dan selama itu Kanza harus mencari cara agar bisa mengungkapkan perihal kesehatannya pada Razie. Se--semoga saja pria itu menerima dengan lapang dada.Ceklek'Kanza mendongak ke pintu, menatap putranya– berdiri di s
"Ada beberapa tokoh yang hebat dalam dunia gelap dan ayahku mengagumi mereka semua. Pertama, Tuan Real, terkenal dengan kelicikannya dan seorang leader yang sangat berwibawa. Kedua, Tuan Aaron. Sosok kejam yang menguasai bagian Italia. Ketiga Tuan Jacob, dia legendaris dan sosoknya yang disegani banyak mafia. Ke empat, Tuan Are. Sosok ini-- aku kurang tahu, karena dia sangat misterius. Tetapi dari semuanya, ada satu sosok yang sangat misterius, legendaris serta terkuat. Namun, banyak yang mengatakan jika sosok itu hanya mitos."Kanza yang mendengar seketika mengerutkan kening. "Siapa?" Saat ini Kanza berada di sebuah cafe, bertemu dengan Arsen untuk meminta bantuan. Yah, bantuan untuk lukisan Kanza. Dia butuh penggambaran sosok kuat serta berkuasa untuk ia jadikan objek lukisannya, dan Arsen bisa membantunya. "Tuan Sam." "Tuan Sam?" Kanza mengerutkan kening. Sam mengingatkannya pada sepupu suaminya, Samuel. Karena Samuel dipanggil Sam oleh keluarganya. "Humm." Arsen memangut pelan