"Ada beberapa tokoh yang hebat dalam dunia gelap dan ayahku mengagumi mereka semua. Pertama, Tuan Real, terkenal dengan kelicikannya dan seorang leader yang sangat berwibawa. Kedua, Tuan Aaron. Sosok kejam yang menguasai bagian Italia. Ketiga Tuan Jacob, dia legendaris dan sosoknya yang disegani banyak mafia. Ke empat, Tuan Are. Sosok ini-- aku kurang tahu, karena dia sangat misterius. Tetapi dari semuanya, ada satu sosok yang sangat misterius, legendaris serta terkuat. Namun, banyak yang mengatakan jika sosok itu hanya mitos."Kanza yang mendengar seketika mengerutkan kening. "Siapa?" Saat ini Kanza berada di sebuah cafe, bertemu dengan Arsen untuk meminta bantuan. Yah, bantuan untuk lukisan Kanza. Dia butuh penggambaran sosok kuat serta berkuasa untuk ia jadikan objek lukisannya, dan Arsen bisa membantunya. "Tuan Sam." "Tuan Sam?" Kanza mengerutkan kening. Sam mengingatkannya pada sepupu suaminya, Samuel. Karena Samuel dipanggil Sam oleh keluarganya. "Humm." Arsen memangut pelan
"Le--lelucon tahun ini memang agak menyeramkan," gugup Kanza, memegang kaleng minuman dingin berwarna pink dengan tangan gemetar– tremor karena kalimat Razie tadi, kalimat yang pria itu sampaikan lewat bahasa isyarat. Gila! Bukan ke kamar, tetapi Kanza lari ke dapur– mencari asupan untuk menangani jantungnya yang berdebar kencang dan menangani tubuhnya yang tiba-tiba lemas. Dia butuh asupan gula yang banyak!Kanza membuka penutup minuman tersebut, setelah itu berniat meminumnya. Namun, sebelum minuman itu sampai dalam mulutnya kaleng minuman pink tersebut lebih dulu dirampas dari tangan Kanza. Deg'Jantung Kanza yang sempat normal seketika balik kejang-kejang dalam sana. Dia reflek mundur untuk menjauh dari Razie yang tiba-tiba sudah berada di belakangnya. Namun, pria itu lebih cepat gerakannya dari Kanza– tangannya tiba-tiba sudah mengalung di pinggang Kanza, menyentaknya cukup kuat, membuat Kanza berakhir menabrak dada bidang Razie. Belum sempat Kanza mengeluh sakit karena kenin
Ceklek'Kanza memasuki kamar, berjalan santai sembari sesekali meregangkan otot tangan dan jari-jarinya. Dia berjam-jam di ruang seni, punggung Kanza terasa saku begitu juga dengan tangannya yang terlalu lama menengang kuas. Kanza langsung berjalan ke arah kamar mandi, mencuci tangan dan wajah. Suaminya tak ada di kamar, pasti tengah bermain dengan Kendrick. Karena tadi Kendrick sempat pamit padanya-- katanya ingin melihat helikopter barunya. Yah, namanya juga anak-anak. Pasti sangat senang jika dapat mainan baru. Sama halnya dengan Kendrick-nya. Meskipun kadang sikap Kendrick seperti orang dewasa, tetapi putranya tersebut tetaplah anak kecil yang masih membutuhkan waktu bermain serta mainan. 'Habis ini aku istirahat ajah deh. Nonton Bobo-boy kayaknya seru deh, atau baca seri komiknya saja yah. Atau … makan rujak? Ah tidak tidak. Lambungku lebay kalau makan yang pedas pedas. Jadi sudah kuputuskan aku makan bakso mercon saja. Ahahaha … siapa suruh lambungku lebay. Bodo amat!' batin
"Mommy hamil?"Kanza menganggukkan kepala untuk menjawab pertanyaan anaknya tersebut. Kanza mengusap pucuk kepala Kendrick, di mana saat ini dia tengah menemani putranya tersebut untuk mengerjakan tugas sekolah. "Aku akan punya saudara?" tanya Kendrick, entah kenapa nadanya terkesan murung. Bahkan anak itu sama sekali tidak menoleh ke arah Kanza, memilih fokus untuk menulis huruf abjad di buku petak. "U'um." Kanza berdehem, memperhatikan raut muka putranya yang terlihat murung. Sepertinya Kendrick tidak terlihat bahagia karena akan punya adik. "Kendrick tidak senang yah?" Kendrick mendongak, menatap Mommynya sekilas lalu hanya diam tanpa mengatakan apa-apa. "Ken?" Kanza memanggil putranya lembut, mengusap kepala Kendrick dsn terus menatap lamat ke arah putranya. "Ken biasa saja," jawab anak tersebut terkesan datar, tiba-tiba menutup buku lalu merapikannya dalam tas. "Sudah malam, Ken tidur dulu," ucap Kendrick selanjutnya, beranjak dari sana– ke kamar mandi untuk mencuci tangan s
"Aku …-" Ucapan Razie berhenti, menghela napas sembari menatap Kanza yang telah tertidur sembari memeluk perutnya. "Shit," umpat Razie pelan, sedikit kesal karena belum sempat ia mengatakan isi hatinya Kanza lebih dulu tidur. Namun, kekesalan Razie tersebut hilang ketika melihat cara tidur Kanza– memeluknya dengan pipi yang menempel ke perut Razie. Ah, sangat menggemaskan! Razie memperbaiki posisi tidur Kanza, mengecup bibir istrinya tersebut sekilas kemudian beranjak dari sana– ke toilet untuk membersihkan diri. ***Besoknya ….Kanza menatap ke sana ke mari, mencari-cari keberadaan putranya. Dia saat ini di depan sekolah Kendrick, berniat menjemput putranya tersebut. Kanza rasa dia tidak terlambat untuk menjemput Kendrick, namun sejak tadi Kendrick tak kunjung ke luar dari sekolah. Kanza sudah beberapa kali memeriksa dengan masuk ke gedung sekolah, tetapi dia tidak menemukan putranya. Beberapa guru ikut mencari, dan putranya … tak di temukan. Derttttt'Kanza meraih HP, langsung
Lagi-lagi Kendrick menggelengkan kepala. "Apa Ken dan Mommy tidak bisa seperti dulu?" ucap Kendrick pelan, "tidak apa-apa jika ada Daddy, Ken mencintai Daddy. Ta--tapi jangan dia," tambah Kendrick, tiba-tiba menunduk ke bawah– menatap ke arah perut Kanza. Kanza ikut menatap perutnya, kemudian menatap putranya semakin sedih. "Ken tidak suka yah punya adik?" Kendrick menganggukkan kepala. "Kenapa?" tanya Kanza lemah, serak dan pelan– terdengar seperti bisikan, suaranya terjepit di tenggorokan. Lebih sedih ketika Kendrick jujur padanya jika anaknya ini tak ingin punya adik. "Ken baru merasakan punya Daddy-" serak Kendrick dengan nada yang hilang di akhir kalimat, tidak sanggup mengatakannya karena tak dapat membendung gejolak aneh dalam hatinya. Air matanya kembali jatuh, tertunduk sedih dengan bibir melengkung ke bawah. "Selama ini Ken hanya punya Mommy, lalu Daddy hadir di antara kita. Ken sangat senang, Ken punya orang tua yang lengkap. Ken suka bermain dengan Daddy, Ken suka dige
"Itu tidak akan terjadi, Sweetheart." Razie berucap pelan, menatap ke arah ranjang– memperhatikan putranya yang tidur di sana. "Aku memiliki kesalahan fatal seorang ayah pada Ken. Dan mungkin butuh seumur hidup untuk ku memperbaikinya," tambah Razie menoleh ke arah Kanza. "Kesalahan?" Kanza bergumam pelan. "Humm." Razie berdehem, "aku tidak menemaninya, tidak ada di saat Ken kita lahir di dunia ini, tidak mendengar suara tangisan pertamanya, suara tawanya pertama kali. Aku tidak ada di saat dia belajar duduk, berjalan berjalan. Aku tidak tahu kata apa yang pertama kali Ken bisa ucapkan. Aku melewatkan banyak hal dalam diri putraku sendiri, Kanza. Dan untuk itu-- tidak mungkin aku mengabaikannya hanya karena dia akan punya adik. Jika aku melakukan hal yang seperti Ken takutkan, aku akan merasakan penyesalan untuk kedua kalinya." "Aku paham dan aku aku percaya pada Mas Razie," ucap Kanza lembut sembari tersenyum manis ke arah Razie.Razie terdiam sejenak, sebelah alisnya terangkat, m
'Jadi Kanza yang Tuan maksud bukan aku yah? Kanza nama kekasihnya yah? Atau … i--istrinya?' batin Luisa, semakin muram karena takut jika Kanza adalah nama dari istri pria yang ia kagumi ini. "Tentu saja." Razie berucap bangga, "Kanza istriku, hanya milikku. Tentu saja aku harus possessive dan over protektif padanya," tambahnya dengan nada dingin, menampilkan raut muka serius-- mendapat helaan napas dari Ethan. "Humm." Ethan berdehem singkat. 'Jika membahas istrinya dia sangat lancar berbicara, seolah dia baru sarapan dengan kamus bahasa di seluruh dunia. Coba membahas yang lain, Cik, dia akan seperti orang bisu.' batin Ethan, menatap berang pada sepupunya. 'Argkkk! Malah diperjelas sendiri oleh Tuan.' batin Luisa, diam-diam mencengkeram dress yang dia kenakan, kesal bercampur sedih karena Kanza ternyata bukan dirinya, melainkan istri dari pria ini. "Tujuan?" Razie menaikkan sebelah alis, menatap datar ke arah Ethan. "Karena hanya kau yang mempercayaiku untuk memegang proyek, mak