Beberapa hari setelah kejadian itu, Lea sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya pada Haiden. Sesuai yang dia katakan, dia berhenti bekerja dari cafe. Karena tak punya pekerjaan, Lea hanya bersantai di rumah. Kadang membantu sang Tante, merawat bunga pada taman di depan. Paman dan Tante Lea sama sekali tak tahu jika Lea sudah tak bekerja. Sejujurnya Lea tak berani mengatakannya, dia takut Tante dan Pamannya tahu permasalahan antara Lea dan Haiden. Beberapa hari tak bekerja, Lea mengatakan jika dia ingin libur dari dunia kerja. "Nanti kalau sudah nyiramnya, kamu langsung ke dapur. Tante lagi pengen buat cookies kesukaan kamu. Nanti kamu cobain yah," ucap Intan, mendapat anggukan semangat dari Lea. "Oke, Tante. Tenang, nanti Lea habiskan," ucapnya dengan semangat. Sang Tante terkekeh pelan, lalu beranjak dari sana. Lea menghela napas, dia langsung memasang headphone di telinga–dia mendengarkan musik sembari menyiram bunga-bunga Tantenya. Hingga tiba-tiba saja sebuah mobil me
Hingga tiba-tiba saja Aayara menghadang jalan, merentangkan tangan di depan Lea yang sedang menarik koper–di mana di atas koper ada Ziea yang duduk riang. "Cik, kamu ngalangin jalan. Minggir," celutuk Lea, menatap berang ke arah Aayara. Aayara adalah istri dari Maxim Bell Azam, kakak sepupu Reigha yang sudah bisa dikatakan seperti kakak kandung bagi Reigha bersaudara. Maxim sangat dekat dengan Rafael, mereka seperti kembar beda orang tua. Maxim seusia dengan Haiden dan Prince. Ketiga orang tersebut memang dekat, walau sangat berbeda karakter. Maxim yang kalem, Prince soft boy dan Haiden yang tempramental. Rafael? Dia bisa menjadi ketiganya. Ah yah, Aayara sama usianya dengan Ziea dan Lea, oleh sebab itu mereka dekat. Meskipun Lea asing di sini, masih canggung dengan yang lainnya, tetapi khusus untuk Aayara, Lea tak pernah merasa canggung. Sebab mereka berteman baik, sudah sejak masa kuliah dulu. Bukan! Mereka tak satu universitas. Mereka berkenalan dan menjadi teman lewat Ziea yang
"Lea, kamu punya pacar tidak?" tanya Ratna tiba-tiba, di mana saat ini mereka sedang berkumpul. Ada permasalahan antara Ziea dan Reigha, untuk itu mereka berniat membantu pasangan tersebut supaya berdamai. "Punya, Kak," jawab Lea cepat, menyengir lebar ke arah Ratna. Hampir saja dia mengatakan jika pacarnya adalah Haiden, untungnya dia tersadar–dengan melihat Haiden yang sedang asik bermain konsol game bersama Melodi dan Rafael. Lagi-lagi dia cemburu. Tetapi dengan melihat ini, Lea sadar jika memang Haiden bukan untuknya. 'Kata orang cinta tertinggi itu adalah mengiklankan. Yah, semoga saja aku bisa.' batin Lea, mendadak senyumnya pudar–berganti dengan perasaan sesak dalam dada. Inilah resiko dari jatuh cinta sendiri dan berjuang sendiri, harus sakit sendiri. "Cik, baru juga mau maju," celutuk Nanda dari tempatnya, mendapat kekehan dari yang lainnya. "Pacarmu siapa kalau boleh tahu? Jika aku lebih keren, putuskan saja dia. Pacaran denganku."Lea sedikitnya terhibur oleh candaan Na
"Aaaa …." Lea menjerit tertahan, reflek meletakkan tangan di depan dada–merasakan ritme jantungnya yang menggila akibat terkejut, "aku kaget," ucapnya kemudian, mendongak dan menatap sayup ke arah Haiden. Dari banyaknya orang, kenapa pria ini yang datang menyusulnya? Di satu sisi Lea memang senang, tetapi di sisi lain dia merasa tak enak. "Kau pasti sengaja lari ke jalan ini."Lea menggelengkan kepala tak enak. "Kau ingin cari perhatian ke siapa?" lanjut Haiden, melayangkan tuduhan yang sedikit menyesakkan bagi Lea. "Aku tidak ingin mencari perhatian pada siapapun, Pak. Cik!" ketus Lea, berdiri segera lalu beranjak dari sana–melangkah buru-buru karena tak ingin bersama Haiden. "Kau mau kemana lagi, Stupid?! Berhenti menyusahkan orang!" Haiden menyusul, berkata setengah marah. Dia menangkap pergelangan tangan Lea, menarik perempuan tersebut kemudian menyentaknya–membuat Lea berakhir menabrak dada bidangnya. "Kau mau kemana?!" "Kemanapun yang aku mau!" jawab Lea, mendorong pundak
Setelah sampai di villa, mereka semua beristirahat. Lea memilih memisah–alasan ingin bertelponan dengan pacarnya, padahal dia jomblo. Itu hanya alabi supaya dia tidak melihat keromantisan Melodi dan Haiden yang sedang makan buah bersama. "Aku yang capek capek mengejar, eh yang menang malah dia. Tapi apa boleh buat, orang dalam selalu jadi pemenangnya," gumam Lea, duduk di teras villa, menatap pemandangan di depan dengan tatapan nanar dan sedih. "Kamu ngapain sih di sini? Belajar kesurupan, heh?" ucap seseorang, di mana seorang tersebut langsung duduk di sebelahnya. "Ini-- buah potong, buah kesukaan kamu. Ada jeruk dan melonnya. Udah aku kasih sirup rasa bay–gon supaya jadi sup buah. Itu-- kismisnya juga dari remukan obat nyamuk." Lea menatap horor ke arah sahabatnya tersebut. "Kamu pengen membunuhku atau bagaimana?" kesalnya, tetapi meskipun begitu tetap memakan buah potong pemberian Ziea. "Bagaimana hubunganmu dengan Pak Reigha? Sudah baikan?" tanya Lea selanjutnya, dengan lahap
Sepulang dari pulau tersebut Lea merasa harus melupakan Haiden. Dia tak punya kesempatan dan tak punya peluang apapun lagi. Haiden sangat dekat dengan Melodi, mungkin sebentar lagi keduanya akan menikah. Hari demi hari berlalu, Lea memilih tetap bekerja di cafe milik Ziea. Dia berencana keluar, tetapi Ziea kembali balik ke negara ini. Ada situasi yang tak mengenakkan yang membuat Ziea bertahan di negara ini. Haiden menemuinya, pertama kalinya Haiden meminta tolong padanya–supaya Lea menemani Ziea mengasing di sebuah tempat. Setelah masa sulit Ziea terlewati, Lea kembali seperti semula. Dia tak bekerja di cafe dan hanya menemani tantenya di rumah. Kenapa dia tak bekerja di cafe? Tentunya untuk menghindari Haiden. "Lea sayang."Lea yang sedang membaca sebuah majalah, seketika menoleh ke arah sumber suara–tantenya memanggil. "Iya, Tan," sahut Lea, menutup majalah lalu segera menghampiri tantenya di depan. Tantenya sedang membereskan taman baru yang ada di halaman depan, jadi Lea pe
Pada akhirnya Lea ikut dengan keluarga Mahendra ke Paris, dan selama di Paris ini Lea merasa jauh lebih baik dibandingkan liburan di pulau pribadi keluarga Azam. Sebab di Paris, Lea bukan hanya dekat dengan Ziea–tetapi pada orang tua sahabatnya tersebut. Persahabatan antara dia dan Ziea telah membuat Lea sangat dekat dengan keluarga Ziea. Bisa dikatakan dia telah berhasil merebut hati kedua orang tua Ziea, tetapi untuk mendapatkan cinta Kakak laki-laki sahabatnya tersebut, Lea malah gagal. "Kenapa kamu pacaran, Sayang?" tanya Moza, Mama dari Ziea–yang sering dipanggil mommy oleh sahabatnya tersebut. Permasalahan antara Reigha dengan keluarganya sudah selesai. Lea sangat salut dan bangga pada sahabatnya itu. Tak disangka-sangka Ziea bisa mendamaikan permusuhan antara suaminya dengan keluarganya sendiri. Intinya, Ziea hebat! "Anu-- aku ditembak, Tan. Jadi aku terima." Lea menjawab dengan kikuk, menatap malu-malu pada mama dari sahabatnya tersebut. Semua orang tengah berkumpul; mesk
"Kau tidak suka gelang?" Lea menyengir lebar, melepas gelang yang melingkar di tangannya lalu meletakkannya kembali ke tempat. "Nggak suka sebab gelangnya bukan untukku. Ehehehe …," candanya meskipun hatinya sesak saat mengatakan hal tersebut. "Oh." Haiden ber oh ria, memangut pelan seolah acuh tak acuh. Padahal dalam hati, dia bersyukur. "Jadi kau memilih yang mana?" "Ini, Pak." Lea langsung menunjuk sebuah gelang dengan harga paling murah. Dia sengaja sebab kesal dengan kekasih Haiden tersebut. Cih, biarkan saja perempuan itu mendapat gelang paling murah dari Haiden. Meskipun … gelang ini tetap cantik luar biasa walau harganya paling murah. Yeah, paling murah tetapi setara dengan gaji Lea selama dua tahun di cafe. Lagipula, gelang ini bukan paling murah di toko ini. Hanya paling murah harganya diantara gelang terbaik yang ada di sini. "Humm." Haiden berdehem rendah, meraih gelang pilihan Lea tersebut lalu menyerahkannya pada pelayan toko. "Ambil gelang untukmu.""Hah? Untukku?"