"Waalaikumsalam ...," jawab Bu Rima dan suaminya menyahut lebih dulu. Sementara Rasya dan Ruma masih terpaku di tempatnya. "Mami, kok bisa sampai sini? Bukannya masih kurang sehat," omel Rasya langsung menghampiri ibunya. Namun, dia sangat tidak suka dengan perempuan yang mengantarnya. "Ngapain juga kamu ke sini?" tanya Rasya lirih. "Jangan macam-macam di sini. Atau aku tidak pernah akan memaafkanmu," desis pria itu menatapnya tajam. "Bu Maria!" seru Bu Rima mempersilahkan besannya masuk. Mereka saling berjabat tangan dan cipika-cipiki. Ruma yang awalnya diam, langsung mendekat dan menyalimnya dengan takzim. "Silahkan duduk," ucap Bu Rima mumpung ada orang tua Rasya juga. Jadi, permasalahan anaknya bisa diselesaikan dengan musyawarah bersama. "Kenapa Mami menyusul. Seharusnya Mami istirahat saja di rumah," omel Rasya yang sebenarnya khawatir dengan kesehatan ibunya. "Apa pembicaraan kalian sudah selesai?" tanya Bu Maria datar. "Rasya sedang mengusahakan Mi, Rasya akan membujuk
"Ayo Rasya, pulang! Apa lagi yang mau kamu tunggu. Ruma juga tidak menginginkan pernikahan ini lagi. Di mana harga dirimu sebagai seorang pria."Nyonya Maria menarik putranya agar kembali bersama dirinya. Dengan berat hati pria itu mengikuti ibunya. Ada rasa tak rela saat pergi tanpa membawa Ruma pulang. Namun, apalah daya, keadaan jadi memanas begini.Sepertinya Nyonya Maria sudah kemakan omongan Rina. Beliau menjadi begitu sentimen dengan hiruk pikuk rumah tangga putranya. Padahal kemarin saja saat di rumah sakit, masih sempat memberikan wejangan sebelum pulang. Mungkin karena tahu masalah kehamilan Ruma bulan lalu yang ternyata bukan anaknya."Kenapa Rina bisa tahu kalau Ruma sempat hamil dengan orang lain. Aneh, bukankah aku tidak pernah membagi hal seprivasi ini kecuali dengan Raja. Masa iya Raja ember. Apa kepentingannya juga. Aku harus menanyakan ini pada Raja.""Mami pulang bareng Rasya," kata pria itu menginterupsi.Rina juga mengekor Nyonya Maria. Namun, jelas pria itu melara
"Duh ... siapa sih tamunya." Ruma melangkah keluar dengan penasaran. Dia berhenti dengan mimik terkejut saat melihat dua pria sekaligus mencarinya. "Dokter Raja!" Ruma kaget mendapati tamu itu adalah calon ayah dari janin yang di kandungnya. Dari mana pria satu ini tahu alamat rumahnya. "Rum!" balas pria itu tersenyum kalem. Menyapa dengan anggukan sopan. "Dokter ngapain ke sini?" tanya wanita itu terlihat tidak suka. Mengambil duduk di sebrang sofa. Tepat segaris lurus dengan Raja duduk. Ruma sedang banyak masalah, jadi butuh ketenangan untuk tidak bertemu dengan siapa pun. Jujur, Ruma takut pria yang duduk di depannya itu tahu kalau dirinya masih hamil anaknya. Masalahnya akan semakin rumit juga kalau bapaknya tahu. Apalagi tadi sempat bertanya hal yang secara kebetulan tentang sangkut pautnya dengan kehamilannya. "Mastiin kalau kamu baik-baik saja," jawab Raja terlalu jujur. Ya, pria itu telah resmi menjadi penguntit dengan predikat kepo akut. Sesuatu yang teramat langka tentun
"Ya ampun ... bener-bener orang ini," batin Ruma was-was sendiri. "Dok, maksudnya?" tanya Sabil sangat penasaran dengan kata yang dilontarkan pria di sebelahnya."Tidak ada siaran ulang, Sabil. Tidak juga untuk diingat-ingat, apalagi banyak nanya," jawabnya datar.Pria itu masih gagal fokus dengan pendengarannya, atau mungkin salah dengar saja. Rasanya jelas tidak mungkin kalau seorang Dokter Raja yang notabene masih keturunan dari ulama besar di kotanya itu melakukan hal yang menyimpang.Sementara Ruma pura-pura tidak dengar saja. Atau lebih tepatnya tidak membenarkan perkataan Raja. Takut menjadi perkara. Sebenarnya dia ingin sekali menimpuk mulutnya agar tidak berbicara sembarangan. Namun, niat hati itu sengaja diurungkan karena ada orang lain di sana. Rawan membahas hal seprivasi itu. Apalagi hal yang begitu sensitif."Mm ... Ruma izin bapak sama ibuk dulu," jawab perempuan itu galau. "Ya, sebaiknya memang begitu," jawab Raja santai. Ruma agak takut juga menemui ayahnya. Berunt
Ketiganya singgah di rumah makan lesehan yang paling terdekat dengan tempat ibadah tadi. Raja langsung memesan menu spesial di sana. Ayam bakar Kalasan tulang lunak. "Kamu mau apa, Rum?" tawar Raja menyesuaikan selera Ruma. "Aku? Pingin yang pedes-pedes berkuah. Ada soto nggak di sini?" tanya Ruma memastikan. Akibat tegang dan sedikit eneg tadi menyisakan rasa yang tidak nyaman di tubuhnya. Sepertinya dia perlu amunisi yang berkuah segar dan sedikit pedas. "Iya, ada, aku pesenin ya. Kamu mau Bil?" tawar Raja pada rekannya juga. "Samain kaya Dokter saja," jawab Sabil pasrah. Sedang Ruma mengangguk mengiyakan. Sembari menunggu pesanan, Raja dan Sabil asyik mengobrol, sementara Ruma sibuk dengan ponselnya. Sampai-sampai hal itu menarik perhatian Raja. Namun, pria itu tak berani kepo sejauh ini. Taku dikira kepo dan mengganggu privasinya. Jadi, cukup diam mengamati saja. "Asyik banget Dek Rum, chat sama siapa? Itu minumnya datang sampai nggak notice," tegur Sabil cukup mewakilinya.
"Hem," sahut pria itu tidak jelas. Hatinya beristighfar banyak-banyak setiap kali ada sesuatu yang kurang pas. "Dokter ngomong apa?" tanya Ruma tidak begitu mendengar dengan baik. "Nggak apa, ayo masuk mobil lagi. Keburu pagi nanti," seloroh pria itu mengalihkan topik. Ruma yang tengah galau antara ingin ikut Dokter Raja atau tidak langsung meneliti ponselnya begitu ada notifikasi masuk. Berharap itu balasan dari Mesya. Namun, ternyata salah besar. Pesan itu dari Rasya yang sengaja mengirim pesan dengan bahasa yang cukup menakjubkan hingga membuat Ruma terbengong.Sebuah kalimat panjang dari Rasya, dengan point terakhir sebuah perpisahan. Rasya menalak dirinya lewat tulisan. "Rum, ayo! Kenapa malah bengong natapin layar ponsel.""Iya," jawab Ruma tetap merasa ada sedihnya. Walaupun ini yang diharapkan, tetap saja tidak ada perpisahan yang tidak menyakitkan. Baru mau beranjak dari sana, Mesya keluar dengan wajah kuyu. "Rum, sorry, aku ketiduran, kamu lama banget," ucap Mesya mera
"Ya ampun ... fokus Rum, fokus, istighfar yang banyak," batin Ruma memperingatkan.Dia tersadar akan kesalahannya. Bisa-bisanya dalam keadaan genting begini sampai tidak ngeh dengan pasien. Calon dokter macam apa Ruma ini?Wanita itu langsung sigap ikut menangani pasien. Baru ngeh ternyata luka Rasya sepertinya parah. Pria itu terdengar merintih kesakitan. "Rum, tensi dan hitung frekuensi tekanan jantungnya, biar aku cek yang lainnya!" titah Dokter Raja menginterupsi."Siap Dok!" jawab perempuan itu dengan sigap mengukur tekanan darah pasien."Aww ... sakit!" seru Rasya merasakan kakinya seperti remuk. Darah segar keluar dari robekan di bagian bawah lututnya. Pria itu tidak bisa menggerakan kakinya dengan leluasa dan terasa sakit sekali. Sementara Vina membersihkan luka di wajahnya. Pelipis pria itu robek akibat terkena benturan, kemungkinan kecelakaan tadi mengenai sesuatu yang keras. "Jahit lukanya, Rum!" titahnya cepat.Ruma lebih dulu membersihkan lukanya lalu menyuntikkan bius
"Mm ... ada apa, kenapa manggil?" tanya Ruma jadi tidak enak. Lebih lagi sedang ditunggu kedua sahabatnya. Jadi, merasa sedikit terburu-buru. "Tadi sih iya, sekarang udah nggak," jawab pria itu mendadak ngeselin. Sumpah demi apa, Ruma ingin hih wajahnya yang sok cool itu. Ini dokter kenapa sih mendadak sensi begini?Ruma terdiam beberapa detik, mencerna perkataan Raja yang tak biasa. Karena darinya juga tidak ada perkataan lagi, wanita itu pun memilih untuk pamit dari ruangan itu. Masih banyak urusan juga. "Kalau tidak ada urusan, Ruma permisi Dok," ucap wanita itu pada akhirnya. Wanita itu berbalik hendak meninggalkan ruangan itu tanpa persetujuannya. "Rum!" Baru mau beranjak, suara Dokter Raja kembali memanggil. Spontan Ruma berbalik."Iya kenapa, Dok?" tanya Ruma mendadak deg degan. Perasaannya mulai tidak enak. "Duduk sebentar, aku angkat telfon dulu" jawab pria itu malah ditinggal menerima panggilan yang entah dari siapa.Ruma bingung sendiri, tetapi ia menurut walau dalam ha
Mas Raja yang menggoda, Ruma yang tidak suka. Suaminya ini kenapa malah dicie ciein, apa dia tidak bertanya-tanya kenapa Rina dan ibunya Rasya datang ke rumah. "Rum, maaf mengagetkan kamu pagi-pagi. Kebetulan sekali kalau Dokter Raja juga ada di rumah."Iya, Ruma memang kaget, ada hal penting apa sampai Rina dan mantan ibu mertuanya datang ke rumah. Sepertinya Mas Rasya juga, tetapi kenapa pria itu tidak turun dari mobil. "Iya, silahkan masuk Rin, Tante," ucap Ruma menyambutnya dengan hangat. Yang berlalu biarlah berlalu, yang penting sekarang Ruma mempunyai keluarga yang menyayanginya penuh syukur. "Terima kasih banyak, Rum," jawab Rina dan Tante Maria masuk. Lalu mengambil duduk setelah dipersilahkan. Kedatangan kedua orang di masa lalu Ruma tentu bukan tanpa alasan. Mereka merasa perlu bersilaturahmi untuk melegakan hatinya. Tentu saja karena memang ada suatu hal yang tidak melegakan hatinya. "Sebelumnya, maaf jika kedatangan kami membuat kamu dan keluarga tidak nyaman. Sudah
"Sayang, lama banget, itu MUA-nya udah datang." Raja sampai menyusul ke kamar mandi sebab istrinya tak kunjung keluar. "Suruh nunggu Mas, aku sedikit mual." Ruma keluar kamar mandi dengan wajah sedikit pucat. "Loh, kamu sakit?" Dari semalam Ruma memang kurang enak badan. Sedikit masuk angin dan kurang istirahat lebih tepatnya. Jadi, berefek paginya. Padahal hari ini ada acara aqiqahan baby Maher. Malah mendadak tidak enak badan begini. "Nggak Mas, aku cuma agak mual dikit."Semalam baby Maher banyak rewelnya, tumben sekali bayi mungil itu meminta perhatian lebih. Ruma tidak bisa tidur nyenyak gegara putranya terlihat tidak seperti biasanya. Dia takut sendiri dan sedikit trauma kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya. "Masuk angin sih ini. Minum obat ya, aku ambilin. Udah makan kan?""Nggak Mas, nggak usah. Ini udah agak mendingan kok," tolak Ruma merasa lebih baik. Pria itu beranjak mengambilkan minum hangat. Menganjurkan istrinya rehat sejenak. Acaranya masih nanti agak siangan,
Ruma dan Raja sepakat mencari pengasuh untuk baby Maher. Tentu saja untuk meringankan pekerjaan istrinya. Apalagi sekarang Ruma tengah masa pemulihan pasca melahirkan. Sudah pasti repot harus membagi waktu untuk dirinya dan juga bayinya."Mas, nanti aku jadwal kontrol. Sekalian ke rumah sakit ya.""Iya, nanti aku antar. Jam berapa sayang?""Siang lah, kamu hari ini berangkat?""Cutiku udah habis, siang ya, nanti aku anterin dulu kalau pagi. Aku langsung pulang beres dari rumah sakit."Waktu Raja memang sangat sibuk. Dia hanya cuti beberapa hari menemani istrinya di rumah sakit dan di rumah. Selebihnya kembali sibuk di rumah sakit. "Iya, nggak pa-pa, ada suster Anna yang bantuin." Untungnya sesama dokter, jadi lebih tahu kesibukan masing-masing. Tidak menuntut untuk dimengerti sendirian. Saling memaklumi karena kehidupannya memang bukan sepenuhnya milik pasangannya. Harus terbagi dengan banyak orang yang membutuhkan.Setiap libur, Raja selalu meluangkan waktunya full di rumah. Karena
Ruma langsung mengiyakan, HPL memang masih akhir bulan, tetapi benar tanda-tandanya baby boy mau launching. "Bisa jalan?" tanya Raja khawatir. Ruma mengangguk, walau dengan wajah menahan sakit, cukup aman untuk berjalan sampai ke mobil. "Ayo sayang, hati-hati!" Abi Zayyan dan juga Ummi Marsha juga langsung ikut ke rumah sakit. Sementara Bik Sumi pulang dengan taksi membawa belanjaan mereka. "Tambah kerasa ya?" tanya Raja sembari mengemudi perjalanan ke rumah sakit. "Iya Mas, lumayan," jawab Ruma memejam. Mengatur nafas, dan sesekali merilekskan tubuhnya saat tengah nyeri. Ini bukan pertama kali bagi Ruma, tetapi sakitnya tentu sama saja satu rasa. Namanya orang mau melahirkan, di mana-mana pasti luar biasa. "Lancar-lancar ya sayang, bantu Buna," ucap Raja sembari mengelus perut istrinya. Begitu sampai di rumah sakit, Ruma langsung disambut hangat oleh tim medis. Perempuan itu langsung dibawa ke ruang bersalin. Setelah dicek ternyata memang sudah pembukaan tiga. Masih lumayan
Empat purnama tak terasa berlalu dengan cepat, Ruma kini tengah menanti hari-hari kelahiran anak kedua. Perempuan itu juga sudah menyelesaikan waktu magangnya. Jadi, bisa mempunyai banyak waktu di rumah menanti launching anak kedua."Aku berangkat ya, nanti kalau ada apa-apa kabari. Jangan belanja sendirian, nanti malam saja aku temani setelah pulang," pesan Raja tak membiarkan istrinya beraktivitas di luar tanpa dirinya. "Iya Mas, tapi kalau misalnya siang berubah pikiran, terus ditemani Bik Sumi gimana? Kan nggak sendirian juga." Tidak ingin terlalu banyak merepotkan, asal Raja mengizinkan, Rumah tidak mengapa berbelanja sendirian."Duh ... bumil ngeyel ya. Ya sudah, nanti pakai supir saja. Hati-hati ya, ingat selalu berkabar di mana pun berada." Raja mode posesif, bukan apa-apa, dia khawatir mengingat istrinya hamil besar. "Siap Mas, kamu juga hati-hati berangkat kerjanya," balas Ruma mengiyakan. Ruma menyalim takzim suaminya. Raja membalasnya dengan kecupan sayang di keningnya,
"Ya Allah ... capek Mas, izin ke kamar ya," pamit Ruma setelah membantu membereskan sisa acara tadi. Padahal cuma bantuin dikit, tapi berada sekali punggungnya. "Kamu sih, dibilangin nggak usah masih suka maksa. Udah istirahat saja."Kalau Ruma sudah mengeluh, Raja yang khawatir. Istrinya itu kadang bandel, tapi ya namanya juga perempuan aktif, mana bisa diem. "Hem ... tadi nggak berasa Mas, sekarang baru terasa," ucap Ruma beranjak. Raja ikut mengekor istrinya ke dalam. Suasana rumah juga sudah sepi, semua tamu dan keluarga dekat sudah pulang sejak tadi. "Sayang, aku pijitin ya," kata pria itu perhatian. Bukan satu dua kali, Raja memang sering melakukan hal semacamnya saat istrinya mengeluh lelah. Ya walaupun ujung-ujungnya tetap bonus adegan panas. "Hmm ... beneran pijat atau minta bonus." Ruma sadar, wanita itu kemarin menundanya. Dia bahkan berjanji sendiri setelah acara bakalan nyenengin suaminya. Tapi, terkadang ekspektasi tak sesuai realita. Ruma terlihat kelelahan malam
"Tidur sayang, aku tahu kamu capek. Aku nggak akan ganggu," kata Raja pengertian. "Baiknya suami aku. Terima kasih Mas," ucap Ruma merasa merdeka. Dia benar-benar tengah lelah. Beruntung punya Mas suami yang super pengertian, jadi tidak ada drama yang berkepanjangan."Ini beneran kan? Nggak ada mode dendam?" tanya Ruma menatap serius. "Astaghfirullah ... kamu capek kan? Tidur sayang, sebelum aku berubah pikiran," jawab Ruma gemas sendiri. "Oke sayang, besok dobel deh karena malam ini udah baik. I love you," kata wanita itu tersenyum lega. Mengecup pipi suaminya lalu menarik selimut rapat-rapat."Love you more," balas Raja tersenyum sembari mengelus kepalanya lembut. Dia benar-benar meloloskan Ruma malam ini. Tak perlu menunggu lama, wanita itu lelap menemukan kenyamanannya. "Bobok yang nyenyak," ucap pria itu menarik selimut, lalu menciumnya dengan sayang. Raja mana tega eksekusi istrinya mode maksa. Apalagi fisik Ruma tengah mode lelah plus hamil muda. Jadi, menyala sabarnya.Sem
Berita kehamilan Ruma begitu menggembirakan untuk keduanya. Namun, Ruma dan Raja sepakat tidak membagi kabar bahagia ini dulu dengan keluarga besar. Namanya juga baru trimester pertama dan masih rentan, jadi sabar menahan diri untuk berbagi kabar menyenangkan ini. Raja juga khawatir kalau di luar sana ada saja orang yang mungkin tidak berkenan dengan hubungan mereka.Setelah berjalan empat bulan, Ruma baru berani speak up, tepatnya saat hendak menjalani acara empat bulanan. Kedua orang tua Raja dan juga kedua orang tua Ruma sampai terheran-heran ketika diberi tahu kabar bahagia ini."Kapan acaranya, Ja? Kok baru ngabarin?" Ummi Marsha jelas kaget sekaligus senang mengetahui menantunya tengah hamil. Raja sengaja menemui ibunya setelah dinas hari ini. Sebenarnya dia sudah tidak sabar membagi moment ini. Alhamdulillah sampai juga di acara empat bulanan. "Besok Ummi, Ruma juga sekarang masih dinas. Memang rencananya meminta libur sehari saja untuk acara besok.""Masya Allah alhamdulillah
"Sayang, kalau mau ada yang dibeli pesan dari rumah aja. Misal butuhnya sekarang, atau udah mau butuh banget buat besok.""Iya Mas, santai aja. Sekarang kan serba mudah. Orang belanja sayuran segar aja bisa dari rumah. Cuma ya itu, yang mahal kan waktunya. Aku pingin jalan berduanya.""Duh ... kapan ya, besok sore gimana? Nggak mau janji juga, semoga nggak ada pasien mendadak.""Aamiin ... ngabarin aja Mas, tapi semoga bisa ya. Eh gimana kalau malam sabtu.""Kalau malam sabtu malah sudah berencana bad minton sama temen-temen. Boleh kan yank.""Duh ... aku ditinggal gitu sendirian di rumah." Rumah merengut, nggak enak banget malam-malam sendirian di rumah."Boleh ikut kok, ada banyak teman-teman juga. Mungkin pada bawa pasangannya juga.""Beneran boleh ikut?""Iya boleh."Waktu berdua itu sangat berharga bagi mereka. Semenjak kepergian Sama, Rumah memang anti kesepian. Dia juga terlihat lebih manja dengan suaminya. Beruntung mempunyai suami yang pengertian, sama-sama bucin, jadi tidak