Ririn tak bisa menghentikan Ares yang entah sejak kapan berubah menjadi mesum seperti ini. Ririn juga tak bisa berbohong, kalau dirinya entah kenapa sangat menginginka sentuhan Ares. Mungkin ini adalah hormon kehamilannya.
Ares menyentuh leher Ririn dan menciumnya, tak lupa juga memberikan tanda kepemilikan di leher Ririn. Perlahan-lahan, telapak tangan besar milik Ares sudah mulai menjelajah tubuh Ririn. Berusaha membuka pakaian medis yang dikenakan oleh ibu dari anaknya ini.
"Ares, ini rumah sakit," ucap Ririn yang masih sadar dan ingat kalau ini rumah sakit dan sangat tak bagus, jika melakukan hal intim ditempat umum.
"Biarkan saja," jawab Ares yang sudah sangat ingin menyentuh Ririn yang semakin hari semakin hot, membuatnya terus menahan untuk tidak menyentuh wanita hamil ini.
"Eugh" leguh Ririn, akibat telapak tangan Ares yang menyentuh bukit kembar miliknya dengan tangannya tersebut.
&nb
Pukul 8 malam. Ririn yang masih berada di rumah sakit. Padahal ia sudah meminta kepada Ares untuk membuat dirinya keluar dari tempat yang membosankan ini. Tapi sayang pria itu tak mendengar apa yang ia katakan. Hingga membuatnya masih berada di kamar Vvip ini. "Sangat membosankan," keluh Ririn ditambah dirinya harus memakan, masakan rumah sakit.Alasan Ririn bosan akibat dirinya sendiri di kamar Vvip yang diitempati dirinya ini. Kedua orang tuanya sudah kembali bersama dengan kakaknya tersebut, tadi sore hari. Sedangkan Ares yang seharusnya menemaninya, malah sedang mengangkat panggilan masuk, yang katanya tentang masalah pekerjaan. Jadilah Ririn sendiri di kamar besar rumah sakit ini, hanya ada televisi saja yang menemani kesendiran Ririn."Lama sekali sih," gumam Ririn dengan sorot matanya yang terus melirik ke arah pintu itu. Tapi orang yang ditunggu-tunggu, tak kunjung datang.Ririn suasana hatinya mulai tak mood, hi
"Jika itu tanda-tanda jatuh cinta seperti yang kamu katakan. Itu berarti debaran, rasa rindu dan rasa mengebu ingin memiliki. Mungkin itu sebuah tanda kalau aku mencitamu ibu dari anaknya," ucap Ares tepat ditelinga Ririn. Bibir Ririn tersenyum manis. Entah kenapa Ririn senang mendengar debarannya hatinya ini, saat Ares mengucapkan sebuah kata-kata manis. Sebuah debaran, dimana ia sudah faham akan isi hatinya. Ririn mengira debaran ini hanyalah karena sering melihat wajah tampan milik Ares. Tapi Ririn mengerti sekarang, kalau debaran ini karena perasaan cintanya tumbuh dan akan bermekar sebentar lagi. Ririn menatap Ares, bibirnya tersenyum. "Mari kita menikah, setelah semua ini selesai." Ares menatap wajah Ririn dalam-dalam, setelah indera pendengaran menangkap ucapan yang dikatakan oleh wanita yang sedang dirinya peluk dari belakang ini. Kali ini bibir Ares tersenyum, bukan senyuman tpis yang selalu diperlihatakan
Huft. Roy menghela nafasnya berkali-kali, saat melihat tingkah kakaknya sepupunya ini. Tingkah dimana Ares membuat kepalanya pusing. Semua itu akibat ulah Ririn yang merencanakan makan siang, setelah keluar dari rumah sakit. Sekarang kakaknya ini sedang uring-uringan di ruang kerjanya. Bahkan Ares terus saja melihat ponselnya. Bagaimana Ares tak uring-uringan di kantor, sebab Ririn melarangnya untuk ikut makan siang. Bahkan Ririn sampai mengancam tak ingin makan, jika Ares tetap mengikuti Ririn. Begini hasilnya, Ares yang gelisah dan pastinya cemburu karena Ririn hanya berduan saja dengan mantan pacarnya tersebut. Roy bahkan sampai berhenti mengetik di laptopnya, karena Ares yang terus saja mundar-mundir di hadapan dirinya dan membuatnya tak bisa menyelesaikan pekerjaanya ini. Padahal waktu sudah menunjukan pukul 1 siang hari dan laporan harus selesai pukul 5 sore hari. Seharusnya pekerjaan y
"Aku pergi dulu, sampai jumpa dan jangan untuk balas pesan dariku." Miko pergi setelah mengatakan hal tersebut kepada Ririn, tepat didepan rumahnya.Ririn hanya bisa menganggukan kepalanya saja sebagai jawaban dari Miko. Akhirnya Ririn bisa bernafas lega, karena bisa lepas dari Miko. Ririn masuk ke dalam rumahnya dengan raut wajah was-was, mengingat wajah Ares yang menatapnya dengan mata yang sulit diartikan. Sungguh melihat matanya saja sudah membuat tubuhnya merinding seketika.Ririn membuka pintu rumahnya dan melangkah memasuk ke dalam. Suasana rumahnya ini sudah sangat berubah, semenjak orangtuanya mengetahui hal tentang kakaknya dan Miko, yang menjalin hubungannya. Hingga membuat Vanya tertuduh yang menyebabkan dirinya mengalami hal ini.Ririn langsung saja menuju ke dalam kamarnya, tanpa menyapa kedua orang tuanya tersebut. Pasti kedua orang tuanya lagi tidur atau pergi. Entahlah Ririn tidak tau pastinya. Mak
Vanya terdiam tepat didepan pintu kamar adiknya. Vanya mendengar jelas percakapan dibalik pintu kamar Ririn. Jujur saja Vanya sangat iri dengan hidup adiknya yang selalu mendapatkan pria yang baik hati. Bibirnya tiba-tiba saja tersenyum. Adiknya memang wanita yang baik dan berhati tulus, sangat jauh dari sifatnya yang sering keluar masuk club. Oleh sebab itu, adiknya selalu mendapatkan kehidupan yang baik. Sangat jauh dari dirinya, yang selalu mendapatkan kehidupan yang buruk, terutama soal pasangan. "Semoga kamu bahagia Ririn." Vanya dengan mata yang menatap pintu kamar Ririn. "Rin, kamu sudah pulang," teriaknya dari lantai 1. Vanya menoleh saat mendengar nama adiknya disebutkan dari lantai 1. Sonta
Tepat pukul 3 sore hari. Vanya tiba di cafe yang menjadi dirinya sering bertemu dengan Miko. Vanya sangat sengaja untuk datang terlambat, karena ia masih sangat sakit hati. Dijadikan batu loncatan untuk menjalankan rencananya tersebut. Vanya menarik nafasnya dalam-dalam. Vanya harus kuat dan jangan marah kepada Miko. Vanya harus ingat dengan ja njinya kepada Ririn. Hanya dengan ini dirinya bisa menebus dosanya kepada Ririn, karena harus kehilangan anaknya. Vanya akhirnya keluar dari taxi dan berjalan mendekati Miko yang berada di cafe dekat dirinya sering melakukan pemotretan. Setiap langkah mendekati cafe itu, bibir Vanya tersenyum. Vanya harus bertingkah seperti biasa, seakan tak terjadi apapun. Vanya membuka pintu cafe. Raut wajah Vanya yang murung tadi, berubah drastis bak seorang aktris sedang memainkan perannya. Tak lupa senyuman yang sering dirinya tunjukan kepada pria itu. Vanya mendekati Miko yang du
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me
Tubuh Vanya berada di atas ranjang, dalam keadaan tak berbusana sama sekali. Itu semua karena ulah Miko yang menyentuhnya secara paksa dan ancaman, membuat Vanya tak bisa berkutik dan melakukan apa yang dikatakan sama Miko, padahal dirinya tak ingin sama sekali disentuh oleh bajingan seperti Miko.Cairan bening keluar dari matanya, tubuhnya tak terlalu merasakan sakit walaupun Miko melakukannya dengan kasar. Perasaanya saja yang sangat terluka, akibat perbuatan dari Miko. Hiks.. hiks.. Sungguh hatinya merasakan sakit bertubi-tubi ini semua karena Miko. Pria itu sudah melukai perasaanya dan sekarang melukai tubuhnya.Vanya hanya bisa tergeletak di kasur ini saja, tubuhnya lemas dan tak bisa melakukan apapun. Lagian kamar yang Vanya tempati terkunci dari luar oleh Miko. Pria itu juga keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri dengan air mata yang bercucuran.Vanya hanya berharap semoga saja adiknya tidak datang ke
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi