"Jika itu tanda-tanda jatuh cinta seperti yang kamu katakan. Itu berarti debaran, rasa rindu dan rasa mengebu ingin memiliki. Mungkin itu sebuah tanda kalau aku mencitamu ibu dari anaknya," ucap Ares tepat ditelinga Ririn.
Bibir Ririn tersenyum manis. Entah kenapa Ririn senang mendengar debarannya hatinya ini, saat Ares mengucapkan sebuah kata-kata manis. Sebuah debaran, dimana ia sudah faham akan isi hatinya. Ririn mengira debaran ini hanyalah karena sering melihat wajah tampan milik Ares. Tapi Ririn mengerti sekarang, kalau debaran ini karena perasaan cintanya tumbuh dan akan bermekar sebentar lagi.
Ririn menatap Ares, bibirnya tersenyum. "Mari kita menikah, setelah semua ini selesai."
Ares menatap wajah Ririn dalam-dalam, setelah indera pendengaran menangkap ucapan yang dikatakan oleh wanita yang sedang dirinya peluk dari belakang ini. Kali ini bibir Ares tersenyum, bukan senyuman tpis yang selalu diperlihatakan Ares. Tapi senyuman yang lebar yang menawan dengan mata yang berbinar-binar kebahagian.
Ares menarik dengan sangat lembut dagu Ririn. Bibir Ares mendekati bibir pink peach Ririn dan melumatnya dengan lembut dan perlahan-lahan. Tangan Ririn otomatis merangkul leher Ares, hingga membuat ciuman ini semakin dalam.
Sebuah ciuman tanpa adanya nafsu, Ciuman dimana Ririn dan juga Ares menyalurkan perasaannya yang paling dalam didalam sebuah ciuman ini. Sebuah perasaan yang tumbuh bermula dari pertemuan antara dua asing, yang terikat sebuah hubungan akibat malam panas.
Malam panas yang dimana membuat kedua manusia yang pernah merasakan sebuah luka, pengkhinatan dan ketidakpercayaan. Menjalin sebuah hubungan dan membuat luka-luka itu menjadi sembuh, bahkan perlahan-lahan mulai hilang dan hubungan itu semakin erat dengan kehadiran benih yang perlahan mulai membesar.
***
Pukul 8 pagi hari. Cuaca yang cerah tapi dengan udara yang menusuk dingin melingkupi ibu kota. Orang-orang mulai berlalu-lalang untuk melakukan aktifitas pagi harinya. Tapi lain halnya dengan kedua manusia yang tertidur di ranjang rumah sakit, dengan Ririn yang berada didalam pelukan prianya. Pelukan yang begitu hangat dan nyaman, membuatnya tak ingin melepaskan.
Tak.
Tak.
Suara sepatu yang melangkah untuk mendekati kamar rumah sakit yang ditempati oleh Ririn. Membawa sebuah bunga tulip yang memiliki banyak arti didalamnya, melangkahkan kakinya dengan wajah yang begitu senang.
Hingga suara sepatu itu tak terdengar melangkah, saat sudah berada tepat didepan pintu. Perlahan menyentuh knop pintu, tapi tak bisa terbuka. "Kenapa?" bingung pria itu yang tak lain adalah Miko.
Miko sudah berusaha untuk membuka pintu, tapi terkunci dari dalam. Bahkan Miko sudah meminta bantuan kepada salah satu perawat yang melintas, tapi tak ada yang berani membukanya. Itu semua karena pengaruh Ares, yang dirinya tak sangka mempunyai kekuasaan juga di rumah sakit ini.
"Pagi-pagi sekali elu sudah sampai disini."
Miko menoleh saat mendengar suara yang tak asing bagi dirinya. Suara yang bicara itu berasal dari Roy, yang tiba-tba datang ke rumah sakit.
Roy menatap Miko dari atas hingga kebawah tubuhnya tersebut, melihat penamilan Miko yang sangat rapih dan terutama bunga itu sangat menarik perhatiann dirinya. "Kenapa datang?" tanya Roy sambil bersandar di dinding rumah sakit.
Bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Roy, pria itu hanya diam saja dan malah memainkan poselnya tersebut. "Kau ingin masuk ke dalam?"
Miko menoleh mendengat tawar tersebut. "Orang sepertimu bisa membuka pintu kamar yang ditempati Ririn?"
"Tentu saja. Mau lihat?" jawab Roy dengan pandangan matanya yang melihat ke arah pria yang sangat tak tau malu itu.
Roy memanggil staff rumah sakit dan staff itu memberikan kunci berbentuk card dan ditempelkannya di gagang pintu tersebut. Terbukalah pintu kamar Vvip ini dengan cara yang mudah.
"Aku adik dari Ares, jadi bisa melakukan apapun. Bukan seperti dirimu," kata Roy.
Miko menahan dirinya untuk tidak ribut dengan Roy, yang selalu saja mencari gara-gara saat bertemu. Entah bertemu dimana pun. Tapi Miko harus ingat tujuannya untuk datang kesini, karena dirinya ingin bertemu dengan Ririn. Miko tak ingin terjaid keributan, akibat ulah Roy yang selalu saja memancing amarahnya.
"Masuklah dan lihat." Roy dengan raut wajah yang tersenyum puas.
Miko membuka pintu kamar VVip ini. Tubuhnya membeku, saat matanya melihat pemandangan yang membuat tangannya terkepala kuat saking murkanya. Amarahnya bergejolak, rasa cemburunya bangkit saat melihat Ares dan Ririn tidur bersama didalam satu ranjang yang sama.
"Bajingan itu," gumam Miko.
Bagaimana Miko tak marah mereka tampak sangat seperti suami-istri dan hal itu membuat dirinya sangat kesal. Miko dengan amarah cemburunya, melangkah mendekati Ares yang masih berada di atas ranjang rumah sakit tersebut.
Sedangkan Roy yang tau akan terjadi hal yang menyenangkan. Hanya duduk saja di sofa, sambil memakan cemilan yang dirinya beli, sebelum tiba dirumah sakit. Roy sengaja tak memisahkan mereka berdua kali ini.
Roy saking kesalnya kepada Miko, yang sudah berani mecelakai calon keponakan imutnya. Jadi biarkan hari ini terjadi perang. Agar dirinya puas bisa melihat Miko yang pasti akan dihajar oleh Ares. Tenang saja, ia sudah memerintahkan staf rumah sakit untuk tidak mencampuri hal ini, jadi tak boleh ada yang masuk. Sebelum peperangan antara dua pria itu selesai.
"Action," ucap Roy dengan semangat yang membara.
Miko berjalan mendekati Ares, agar bisa menarik tangan pria itu kasar. Agar menjauh dari Ririn, ia sudah terbakar api cemburu. Melihat hal menjijikan diantara Ririn dan juga Ares.
Tapi sebelum tangan Miko menyentuh tangan Ares. Pria itu sudah terbangun dan mencekal tangan yang sudah berani sekali mengusiknya di pagi hari seperti in. Ares perlahan-lahan menarik dirinya dari pelukan Ririn yang erat. Untung saja wanita hamil ini tak terbangun.
Ares bangkit untuk berdiri dan melihat Roy yang sedang duduk. Pandangan matanya berahli meliha ke arah pria yang benar-benar ingin sekali, dirinya hilangkan dari muka bumi. Tapi Ares tak bisa melakukan hal tersebut.
"Pergilah, jangan membuat wanitaku terbangun," ucap Ares dengan nada yang masih baik-baik.
"Bajingan!!" teriak Miko seraya menarik kerah pakaian yang dikenakan sama Ares.
"Berani sekali tangan ini menyentuh diriku," gumam Ares.
Pandangan mata Ares menatap tajam Miko. Tangan kekar dan kuat Ares, mencengkram kuat tangan yang sudah berani sekali menyentuh dirinya. "Gue bisa saja patahkan tangan elu hari ini juga. Tapi bukan hari ini gue melakukannya," ucap Ares sambil mendorong tubuh Miko kuat agar menjauhi dirinya.
"Ares."
Ares sontak saja menoleh dan melihat Ririn terbangun dari tidurnya tersebut. "Keparat," umpat Ares kepada Miko, karena ulahnya tersebut membuat Ririn terbangun tidurnya.
Ririn terbangun dari tidurnya karena mendengar suara yang sangat berisik sekali dan dirinya melihat kalau Miko adalah orang yang telah dirinya terganggu. Tatapan mata Ririn berubah saat melihat waja Miko. Tatapan penuh kebencian, tak ada lagi rasa kasihan.
Ririn hanya menatap Miko dengan tatapan benci. Tentu saja benci, karena pria itu sudah membuat seorang ibu marah besar, akibat berani menyentuh anaknya. Tapi Ririn berusaha untuk mengendalikan dirinya.
"Rin."
"Hai Miko?" Ririn yang membalas menyapa Miko.
"Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan lembut.
"Tentu saja," jawab Ririn.
Ares menatap Ririn yang tiba-tiba saja sangat peduli kepada Miko. Ada rasa tak senang, karena Ririn masih saja menjawab apa yang keparat itu katakan.
"Kau tampak jauh lebih baik sekarang."
"Tentu, karena dirimu."
Ares mendekati Ririn, karena tingkah wanita hamil ini. "Apa yang kau lakukan," bisik Ares.
"Siang nanti aku akan keluar dari rumah sakit. Mau ikut makan siang bersama?" tawar Ririn diserati dengan senyuman manis.
Ares sontak saja marah mendengar apa yang dikatakan Ririn. "Apa yang kau lakukan?"
"Buat dirinya melayang, lalu menjatuhkannya. Seperti pria itu lakukan kepadaku dulu. Aku yang akan menghukumnya, wanita jika marah akan jauh lebih sadis terutama menyakut keluarganya," bisik Ririn.
"Sudah aku katakan jangan melakukan apapun, Ririn."
"Tidak, aku ingin sekali melakukannya. Anggap saja sebagai ngidam ibu hamil."
Ares menepuk jidatnya. Sungguh ia pusing sekali dengan tingkah Ririn yang selalu saja berubah-ubah.
"Sepertinya anakmu yang berada didalam rahim Ririn, memiliki sifat seperti dirimu," kata Roy yang sudah berada disamping kakaknya itu.
Huft. Roy menghela nafasnya berkali-kali, saat melihat tingkah kakaknya sepupunya ini. Tingkah dimana Ares membuat kepalanya pusing. Semua itu akibat ulah Ririn yang merencanakan makan siang, setelah keluar dari rumah sakit. Sekarang kakaknya ini sedang uring-uringan di ruang kerjanya. Bahkan Ares terus saja melihat ponselnya. Bagaimana Ares tak uring-uringan di kantor, sebab Ririn melarangnya untuk ikut makan siang. Bahkan Ririn sampai mengancam tak ingin makan, jika Ares tetap mengikuti Ririn. Begini hasilnya, Ares yang gelisah dan pastinya cemburu karena Ririn hanya berduan saja dengan mantan pacarnya tersebut. Roy bahkan sampai berhenti mengetik di laptopnya, karena Ares yang terus saja mundar-mundir di hadapan dirinya dan membuatnya tak bisa menyelesaikan pekerjaanya ini. Padahal waktu sudah menunjukan pukul 1 siang hari dan laporan harus selesai pukul 5 sore hari. Seharusnya pekerjaan y
"Aku pergi dulu, sampai jumpa dan jangan untuk balas pesan dariku." Miko pergi setelah mengatakan hal tersebut kepada Ririn, tepat didepan rumahnya.Ririn hanya bisa menganggukan kepalanya saja sebagai jawaban dari Miko. Akhirnya Ririn bisa bernafas lega, karena bisa lepas dari Miko. Ririn masuk ke dalam rumahnya dengan raut wajah was-was, mengingat wajah Ares yang menatapnya dengan mata yang sulit diartikan. Sungguh melihat matanya saja sudah membuat tubuhnya merinding seketika.Ririn membuka pintu rumahnya dan melangkah memasuk ke dalam. Suasana rumahnya ini sudah sangat berubah, semenjak orangtuanya mengetahui hal tentang kakaknya dan Miko, yang menjalin hubungannya. Hingga membuat Vanya tertuduh yang menyebabkan dirinya mengalami hal ini.Ririn langsung saja menuju ke dalam kamarnya, tanpa menyapa kedua orang tuanya tersebut. Pasti kedua orang tuanya lagi tidur atau pergi. Entahlah Ririn tidak tau pastinya. Mak
Vanya terdiam tepat didepan pintu kamar adiknya. Vanya mendengar jelas percakapan dibalik pintu kamar Ririn. Jujur saja Vanya sangat iri dengan hidup adiknya yang selalu mendapatkan pria yang baik hati. Bibirnya tiba-tiba saja tersenyum. Adiknya memang wanita yang baik dan berhati tulus, sangat jauh dari sifatnya yang sering keluar masuk club. Oleh sebab itu, adiknya selalu mendapatkan kehidupan yang baik. Sangat jauh dari dirinya, yang selalu mendapatkan kehidupan yang buruk, terutama soal pasangan. "Semoga kamu bahagia Ririn." Vanya dengan mata yang menatap pintu kamar Ririn. "Rin, kamu sudah pulang," teriaknya dari lantai 1. Vanya menoleh saat mendengar nama adiknya disebutkan dari lantai 1. Sonta
Tepat pukul 3 sore hari. Vanya tiba di cafe yang menjadi dirinya sering bertemu dengan Miko. Vanya sangat sengaja untuk datang terlambat, karena ia masih sangat sakit hati. Dijadikan batu loncatan untuk menjalankan rencananya tersebut. Vanya menarik nafasnya dalam-dalam. Vanya harus kuat dan jangan marah kepada Miko. Vanya harus ingat dengan ja njinya kepada Ririn. Hanya dengan ini dirinya bisa menebus dosanya kepada Ririn, karena harus kehilangan anaknya. Vanya akhirnya keluar dari taxi dan berjalan mendekati Miko yang berada di cafe dekat dirinya sering melakukan pemotretan. Setiap langkah mendekati cafe itu, bibir Vanya tersenyum. Vanya harus bertingkah seperti biasa, seakan tak terjadi apapun. Vanya membuka pintu cafe. Raut wajah Vanya yang murung tadi, berubah drastis bak seorang aktris sedang memainkan perannya. Tak lupa senyuman yang sering dirinya tunjukan kepada pria itu. Vanya mendekati Miko yang du
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Tubuh Vanya berada di atas ranjang, dalam keadaan tak berbusana sama sekali. Itu semua karena ulah Miko yang menyentuhnya secara paksa dan ancaman, membuat Vanya tak bisa berkutik dan melakukan apa yang dikatakan sama Miko, padahal dirinya tak ingin sama sekali disentuh oleh bajingan seperti Miko.Cairan bening keluar dari matanya, tubuhnya tak terlalu merasakan sakit walaupun Miko melakukannya dengan kasar. Perasaanya saja yang sangat terluka, akibat perbuatan dari Miko. Hiks.. hiks.. Sungguh hatinya merasakan sakit bertubi-tubi ini semua karena Miko. Pria itu sudah melukai perasaanya dan sekarang melukai tubuhnya.Vanya hanya bisa tergeletak di kasur ini saja, tubuhnya lemas dan tak bisa melakukan apapun. Lagian kamar yang Vanya tempati terkunci dari luar oleh Miko. Pria itu juga keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri dengan air mata yang bercucuran.Vanya hanya berharap semoga saja adiknya tidak datang ke
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me
Tubuh Vanya berada di atas ranjang, dalam keadaan tak berbusana sama sekali. Itu semua karena ulah Miko yang menyentuhnya secara paksa dan ancaman, membuat Vanya tak bisa berkutik dan melakukan apa yang dikatakan sama Miko, padahal dirinya tak ingin sama sekali disentuh oleh bajingan seperti Miko.Cairan bening keluar dari matanya, tubuhnya tak terlalu merasakan sakit walaupun Miko melakukannya dengan kasar. Perasaanya saja yang sangat terluka, akibat perbuatan dari Miko. Hiks.. hiks.. Sungguh hatinya merasakan sakit bertubi-tubi ini semua karena Miko. Pria itu sudah melukai perasaanya dan sekarang melukai tubuhnya.Vanya hanya bisa tergeletak di kasur ini saja, tubuhnya lemas dan tak bisa melakukan apapun. Lagian kamar yang Vanya tempati terkunci dari luar oleh Miko. Pria itu juga keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri dengan air mata yang bercucuran.Vanya hanya berharap semoga saja adiknya tidak datang ke
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi