Langit sudah berubah menjadi gelap dan menampilkan bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit.
Seorang pria dengan tubuh gagah dengan kedua lengan yang berotot. Tak lupa juga tatapan matanya begitu inteins, seperti tatapan mata seekor elang.
Pria itu adalah Ares yang berdiri didepan pintu lobi, tanpa memperdulikan orang-orang yang terkejut dengan kedatangan dirinnya.
Ares mengacuhkan orang-orang yang penasaran, dengan dirinya yan tak juga kunjung pulang. Satu alasan kenapa dirinya tak pulang adalah menunggu wanita hamil itu yang juga belum menampakan batang hidung.
Ares sudah mengchek jadwal pulang Ririn, yang mana pukul 8 malam. Tapi wanita hamil itu belum juga muncul.
Padahal Ares sudah menunggu selama 10 menit. Entah apa yang dilakukan oleh Ririn didalam sana.
Jika dalam
Pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah Ares. Walaupun Ares tak menampilkan raut wajah yang terkejut, tapi Ririn bisa melihat dari mata Ares kalau pria itu juga terkejut. "Ares," ucap pelan Ririn seraya menarik lembut tangan Ares. "Roy!!" panggil Ares. "Iya," jawab Roy yang datang dari belakang tubuh Ares. "Antarkan Ririn pulang," perintah Ares tanpa meantap wajah yang ada disamping dirinya ini. "Iya." Roy menarik pergelangan tangan Ririn, agar membawa wanita ini untuk keluar dari mansion megah ini. Ririn menepis kasar tangan Roy, dirinya berahli kembali menuju ke arah Ares. Entah kenapa Ririn merasakan kalau dirinya harus membawa Ares pergi, sebelum adanya peperangan yang terjadi. "Ares, seharusnya kamu yang bertanggung jawab antarkan aku pulang. Ayo pergi dari rumah ini." Ririn sambil mengenggam tangan Ares kembali.
"Ada dimana dia?"Pertanyaan itu selalu saja terlintas didalam pikiran Ririn. Semenjak hari dimana keributan itu terjadi karena ulah Miko.Sudah 10 hari berlalu, dirinya juga belum melihat keberadaan Ares. Hal itu selalu saja menganggu dirinya, seperti sekarang ini.Ririn sedang membuat adonan kue, selalu saja disertai lamunan yang mana membuat dirinya berkali-kali ditegur oleh kepala chef.Hal itu juga semakin membuat Ririn dibenci oleh rekan kerjanya yang lain. Ririn juga tak ingin seperti ini, tapi isi kepalanya ini selalu saja bertanya-tanya tentang keberadaan dan keadaan Ares."Cih, liat anak baru itu. Simpanan atasan, jadi enak-enak kerjanya," celetuk salah satu staff.Ririn mendengar jelas ucapan orang itu, tapi Ririn hanya diam saja dan terus melakukan pekerjaannya dengan mengacuhkan segala ucapan yang menjelek-jelekan dirinnya.T
Pukul 9 malam, di ruang keluarga. Ririn sedang duduk di sofa yang empuk dan nyaman, seraya melihat Tv yang menayangkan film horor. Tapi Ririn, sama sekali tak bisa menghayati jalannya cerita itu. Pikirannya terus berkenala kepada pria, yang tadi mengangkat panggilannya. "Dia mengatakan akan segera kembali? cih, omong kosong," gerutu Ririn seraya sekilas melihat ponselnya. "Kenapa dia tak memberikan lokasi tentang keberadaanya itu?" mengingat percakapan singkat itu saja, semakin membuat dirinya kesal. Ares bahkan tak ada dirumah mewahnya tersebut, makannya dia terus bertanya tentang keberadaan Ares yang tiba-tiba saja menghilang. Bahkan Roy tidak tau tentang keberadaan Ares sekarang ini. "Kenapa pria itu menyebalkan sekali!! dasar tidak bertanggung jawab!!" gerutu Ririn. "Rin, kamu bikin Ayah pusing. Sedari tadi mengerutu mulu dan wajah kamu itu ma
Pagi hari yang indah dan cerah. Pukul 8 pagi hari, Miko sedang menatap sekeliling ruang kerja dirinya yang baru, semenjak ia menyetuji Ayahnya tersebut untuk tinggal bersama.Semenjak itu juga dirinya bisa mendapatkan kemewahan ini, termasuk mendapatkan sebuah jabatan yang sangat tinggi, yaitu menjadi direktur.Sungguh hidup yang begitu mudah jika keluarga dari latar belakang yang kaya raya. Hidup Ares pasti begitu mudah, tidak seperti dirinya yang melalui banyak hal."Maaf, kakakku sayang. Gue sejujurnya tak ingin bergabung dengan keluarga ini, tapi melihat tingkah elu yang seperti raja. Membuat gue ingin mengambil posisi itu dan alasan utama adalah agar Ririn kembali lagi.""Ririn, andai kamu mau kembali lagi bersama aku, pasti semua ini tak akan terjadi. Aku masih sangat mencintaimu." Miko berkata seraya duduk di kursi kerjanya, dengan memandang foto yang menampilkan dirinya dan Ririn.&nbs
Pukul 10 malam, Vanya baru sampai dirumahnya. Setelah melakukan pemotretan yang banyak sekali diberbagai tempat, hingga membuatnya begitu kelelahan.Vanya dengan cepat berjalan menaiki anak tangga menuju ke dalam kamarnya, untuk merebahkan dirinya yang lelah ini.Saat dirinya sudah sampai dilantai 2. Indra pendengaran milik Vanya, menangkap suara yang mana seperti sedang bercengkrama.Langkah kaki Vanya mengikuti suara itu berasal. Tubuhnya terdiam dengan pandangan mata yang melihat ke arah kedua orang tersebut.Vanya melihat Mamahnya dan juga adik bodohnya tersebut saling bicara santai di balkon. Mereka berdua saling memeluk satu sama lain.Saat melihat hal itu, tangan Vanya terkepal erat-erat, hingga tangan Vanya menjadi pucat. Vanya yang tak ingin lama-lama, langsung saja memasuki kamarnya. Dengan langkah kaki yang berjalan pelan-pelan.Vanya membanting ta
Diruang keluarga, suasana begitu mencekam. Sarapan yang sudah disiapkan sedari tadi pagi oleh Luna, ibu dari Ririn dan juga Vanya, seperti tak ada artinya. Itu semua akibat dari Fahri yang menarik paksa pergelengan tangan Ririn dipagi menuju ke ruang keluarga, sedangkan Ririn hanya bisa mengeluarkan air matanya saja. Ririn sedang berlutut dilantai, dengan kedua tangan yang saling bersatu untuk meminta pengampunan dari Ayahnya. Sedangkan Fahri, sudah hilang akal dan kendali mendengar hal gila yang keluar dari mulut putri bungsunya tersebut. "Ayah, tanya sekali lagi. Apa benar kamu hamil!!!" Ririn hanya bisa menganggukan kepalanya, seraya telapak tangannya mengusap air mata yang terus bercucuran. "Ayah, tenanglah dulu." Luna yang mendekati suaminya tersebut, sambil mengusap tangan suaminya agar lebih tenang. "Bagaimana b
Ririn ingin keluar dari kamarnya, tetapi pintu kamarnya sudah terkunci. Itu semua karena ulah kakaknya tersebut. Ririn mengkhawatirkan apa yang akan terjadi kepada Ares. Pasti Ayahnya benar-benar akan memukul Ares, sudah terlihat jelas dari raut wajah marah Ayahnya itu. Tangannya sudah berkali-kali mengetuk pintu, agar ada kakaknya membukakan pintu untuk dirinya. Tapi itu semua hanyalah sia-sia saja. Tubuh Ririn yang sudah lelah dan sakit akibat, pukulan yang dilakukan oleh Ayahnya kepada dirinya. Ririn terduduk lesu di lantai dingin kamarnya, seraya berdoa agar Ares baik-baik saja dan tak lupa Ririn juga berdoa supaya Ayahnya bisa memaafkan dirinya ini. *** Vanya mengintip dari anak tangga atas, dirinya sangat penasaran akan apa yang terjadi kepada pria asing tersebut. Sungguh dirinya tercengang dengan apa ya
Supir taxi ini sangat cepat sekali menjalankan mobilnya, hingga sampai ke rumah besar milik Ares, hanya membutuhkan waktu 20 menit saja untuk sampai. "Maaf, pak. Bisa tunggu sebentar, saya akan mengambil uangnya didalam dahulu." Ririn dengan wajah memeles kepada Pak supir tersebut. "Oke Nona." Ririn tersenyum mendengarnya, dirinya bergegas saja masuk ke dalam rumah mewah itu. Tapi saat berada digerbang, dirinya sudah dihadang oleh pengawal. "Saya ingih bertemu dengan Ares," ucap Ririn dengan sopan kepada pengawal yan bertubuh besar tersebut. "Anda siapa?" pengawal tersebut menatap tubuh Ririn dari atas hingga ke bawah. "Ririn," jawabnya. "Anda siapanya Tuan Ares?" Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh pengawal tersebut, membuat Ririn juga merasa bingung dengan identitas dirinya sendiri. &n
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me
Tubuh Vanya berada di atas ranjang, dalam keadaan tak berbusana sama sekali. Itu semua karena ulah Miko yang menyentuhnya secara paksa dan ancaman, membuat Vanya tak bisa berkutik dan melakukan apa yang dikatakan sama Miko, padahal dirinya tak ingin sama sekali disentuh oleh bajingan seperti Miko.Cairan bening keluar dari matanya, tubuhnya tak terlalu merasakan sakit walaupun Miko melakukannya dengan kasar. Perasaanya saja yang sangat terluka, akibat perbuatan dari Miko. Hiks.. hiks.. Sungguh hatinya merasakan sakit bertubi-tubi ini semua karena Miko. Pria itu sudah melukai perasaanya dan sekarang melukai tubuhnya.Vanya hanya bisa tergeletak di kasur ini saja, tubuhnya lemas dan tak bisa melakukan apapun. Lagian kamar yang Vanya tempati terkunci dari luar oleh Miko. Pria itu juga keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri dengan air mata yang bercucuran.Vanya hanya berharap semoga saja adiknya tidak datang ke
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi