Diruang keluarga, suasana begitu mencekam. Sarapan yang sudah disiapkan sedari tadi pagi oleh Luna, ibu dari Ririn dan juga Vanya, seperti tak ada artinya.
Itu semua akibat dari Fahri yang menarik paksa pergelengan tangan Ririn dipagi menuju ke ruang keluarga, sedangkan Ririn hanya bisa mengeluarkan air matanya saja.
Ririn sedang berlutut dilantai, dengan kedua tangan yang saling bersatu untuk meminta pengampunan dari Ayahnya.
Sedangkan Fahri, sudah hilang akal dan kendali mendengar hal gila yang keluar dari mulut putri bungsunya tersebut.
"Ayah, tanya sekali lagi. Apa benar kamu hamil!!!"
Ririn hanya bisa menganggukan kepalanya, seraya telapak tangannya mengusap air mata yang terus bercucuran.
"Ayah, tenanglah dulu." Luna yang mendekati suaminya tersebut, sambil mengusap tangan suaminya agar lebih tenang.
"Bagaimana b
Hai semuanya....
Ririn ingin keluar dari kamarnya, tetapi pintu kamarnya sudah terkunci. Itu semua karena ulah kakaknya tersebut. Ririn mengkhawatirkan apa yang akan terjadi kepada Ares. Pasti Ayahnya benar-benar akan memukul Ares, sudah terlihat jelas dari raut wajah marah Ayahnya itu. Tangannya sudah berkali-kali mengetuk pintu, agar ada kakaknya membukakan pintu untuk dirinya. Tapi itu semua hanyalah sia-sia saja. Tubuh Ririn yang sudah lelah dan sakit akibat, pukulan yang dilakukan oleh Ayahnya kepada dirinya. Ririn terduduk lesu di lantai dingin kamarnya, seraya berdoa agar Ares baik-baik saja dan tak lupa Ririn juga berdoa supaya Ayahnya bisa memaafkan dirinya ini. *** Vanya mengintip dari anak tangga atas, dirinya sangat penasaran akan apa yang terjadi kepada pria asing tersebut. Sungguh dirinya tercengang dengan apa ya
Supir taxi ini sangat cepat sekali menjalankan mobilnya, hingga sampai ke rumah besar milik Ares, hanya membutuhkan waktu 20 menit saja untuk sampai. "Maaf, pak. Bisa tunggu sebentar, saya akan mengambil uangnya didalam dahulu." Ririn dengan wajah memeles kepada Pak supir tersebut. "Oke Nona." Ririn tersenyum mendengarnya, dirinya bergegas saja masuk ke dalam rumah mewah itu. Tapi saat berada digerbang, dirinya sudah dihadang oleh pengawal. "Saya ingih bertemu dengan Ares," ucap Ririn dengan sopan kepada pengawal yan bertubuh besar tersebut. "Anda siapa?" pengawal tersebut menatap tubuh Ririn dari atas hingga ke bawah. "Ririn," jawabnya. "Anda siapanya Tuan Ares?" Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh pengawal tersebut, membuat Ririn juga merasa bingung dengan identitas dirinya sendiri. &n
Pukul 8 malalm. Setelah mengantarkan kembali Ririn dengan selamat kerumahnya tersebut. Ares menjalankan mobilnya untuk bertemu dengan pria tua yang mana adalah kakeknya tersebut.Ares sudah sangat hapal sekali dengan tingkah pria tua itu, jika ingin memanggil dirinya. Pasti ada yang ingin ditanyakan olehnya.Ares tak membutuhkan waktu lama, untuk sampai kerumah pria tua tersebut. Hanya membutuhkan waktu 20 menit saja, karena dirinya mengendarai mobil mahal miliknya dengan kecepatan tinggi.Pintu gerbang yang menjulang tinggi, sudah terbuka saat mobil Ares telah tiba dirumah milik kakeknya atau lebih tepatnya dengan mansion utama.Ares melirik sekilas kearah mobil yang mengikuti dirinya dari belakang, orang yang mengikuti adalah Roy.Pria itu selalu saja mengikuti diirnya jika sudah berhubungan dengan kakek tua dan anaknya itu. Ares tak protes atau komen dengan apa yang dilakukan
Pukul 8 pagi hari. Ririn yang sudah siap akan bekerja lagi, dirinnya sudah bolos kemarin, akibat ulah Vanya yang menyebalkan tersebut. Ririn sangat yakin betul, kalu Vanya adalah pelaku atas kejadian kemarin. Dirinya ingin sekali marah dan mengamuk, tapi ia tak ingin mencari gara-gara kembali dan membuat kedua orang tuanya merasa khawatir. Sudah cukup dirinya membuat masalah dan Ririn tak ingin menambah kembali masalah lagi. Hari ini Ririn hanya bisa berharap, semoga saja Ayahnya sudah ingin bicara kembali kepada dirinya dan bisa memaafkan segala kesalahannya. "Semoga kamu bisa melewati hari ini," ucap Ririn seraya melihat dirinya sendiri dipantulan cermin kamarnya. Ririn keluar dari kamarnya. Menuruni anak tangga yang akan membawanya ke lantai 1. Jantungnya masih saja berdegup kencang, karena merasa takut dengan Ayahnya. Saat dirinya sudah menginjakan kaki di lantai 1.
Ririn tersenyum senang karena Ares membawanya kesebuah desa yang cantik, indah dan sejuk. Tapi sangat disayangkan desa ini angat pelosok, hingga tak ada jaringan. Tangannya digenggam dengan erat oleh Ares, yang berada didepan dirinya. Sedangkan Roy, si pria berisik itu berada disampingnya, sambil terus tersenyum kepadanya. "Ares, apa sudah sampai?" tanya Ririn, yang sudah mulai lelah karena harus menaki bukit. "Mau aku gendong?" tanya Ares yang menatap wanita hamil ini. "Tidak perlu." Ririn menaiki anak tangga satu persatu, dengan perlahan-lahan karena dirinya sedang hamil. Ririn tak lagi bersuara, karena tak ingin semakin lelah. Brugh. Ririn tanpa sengaja menabrak punggung kekar Ares. "Kenapa berhenti?" tanya Ririn sambil mengusap dahinya. "Sudah sampai."
Pukul 12 siang hari. matahari yang sudah sangat terik sekali. Bukannya kembali ke rumah. Tapi Ares malah membawanya ke tempat yang tak terduga."Rumah sakit?"Selepas kembali dari tempat makam ibunya Ares. Tiba-tiba saja pria menyebalkan ini membawanya ke rumah sakit.Ririn tak bisa menebak didalam pikiran pria itu yang sellau saja tiba-tiba. Bahkan Ririn sudah bertanya berkali-kali di dalam mobil, alasan dibalik dirinya yang dibawa ke makam ibunya itu, tanpa memberitahu lebih dahulu.Tapi Ares hanya diam saja dan tak menanggapi ucapannya. Membuatnya semakin kesal akan tingkah Ares yang selalu saja berubah-ubah."Kenapa ke rumah sakit?" bingung Ririn seraya melihat ke arah Ares.Tapi bukan jawaban yang dirinya dapatkan, melainkan pria itu hanya diam saja dan malah menarik perngelangan tangan Ririn dan membawanya ke dalam rumah sakt, yang mana meru
Pukul 8 malam hari. Ririn yang masih berada didalam kamarnya, memadanggi dirinya sendiri dipantulan cermin. Ririn sudah menyiapkan mentalnya untuk mneghadapi Miko.Ririn sangat yakin alasan dibalik makan malam ini adalah dirinya yang harus minta maaf kepada Miko. Tak masalah Ririn harus meminta maaf, daripada nanti kedepannya malah semakin rumit.Lebih baik dirinya saja yang disalahkan. Padahal yang sebenarnya dirinya tak bersalah, seharusnya Miko dan kakaknya itu yang meminya maaf kepada dirinya.Ririn menghela nafasnya, saat dirinya terus saja mengingat hal yang dilakukan kakaknya dan Miko dibelakang dirinya.Ririn mengelengkan kepalanya, agar dirinya menghentikan memikirkan hal yang tak perlu dipikirkan lagi.Ting.Ponselnya menyala dan ia melihat notifikasi masuk dari Ares. Bibirnya sontak saja tersenyum saat pria itu mengirimkan pesan kepadanya.&
"Minumlah hingga banyak, agar membuatnya cepat hilang dan kau tak terikat kembali dengan pria itu." Miko tersenum puas melihat Ririn meminum-minuman yang Vanya buat, yang mana sudah ia campur dengan bubuk magic yang akan membawanya kembali bersama dengan Ririn. Ririn terus saja melirik ke arah jam, ia sangat takut jika Ares belum juga datang. Pria itu memang sudah berani membuatnya begitu cemas. Hingga suara pintu rumahnya terbuka dan menampikan sosok yang ia sudah tunggu-tunggu. Sontak saja bibirnya tersenyum senang dan pasti hatinya sudah sangat lega, disaat Ares berjalan mendekati meja makan. "Maaf, Om dan Aunty saya terlambat." "Hanya terlambat sedikit saja. Duduklah nak, pasti kamu lelah habis kerja langsung datang kerumah ini," ucap Luna. "Duduklah," perintah Fahri yang melihat Ares akhirnya datang juga, padahal ia sudah akan berburuk sangka jika pria itu tak juga
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me
Tubuh Vanya berada di atas ranjang, dalam keadaan tak berbusana sama sekali. Itu semua karena ulah Miko yang menyentuhnya secara paksa dan ancaman, membuat Vanya tak bisa berkutik dan melakukan apa yang dikatakan sama Miko, padahal dirinya tak ingin sama sekali disentuh oleh bajingan seperti Miko.Cairan bening keluar dari matanya, tubuhnya tak terlalu merasakan sakit walaupun Miko melakukannya dengan kasar. Perasaanya saja yang sangat terluka, akibat perbuatan dari Miko. Hiks.. hiks.. Sungguh hatinya merasakan sakit bertubi-tubi ini semua karena Miko. Pria itu sudah melukai perasaanya dan sekarang melukai tubuhnya.Vanya hanya bisa tergeletak di kasur ini saja, tubuhnya lemas dan tak bisa melakukan apapun. Lagian kamar yang Vanya tempati terkunci dari luar oleh Miko. Pria itu juga keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri dengan air mata yang bercucuran.Vanya hanya berharap semoga saja adiknya tidak datang ke
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi