"Ririn."
Mata Ririn berkali-kali mengerjap, untuk menyakinkan kalau apa yang ada hadapannya ini bukan khayalan semata.
"Ririn," ucap Miko dengan telapak tangannya yang masih menyentuh pergelengan tangan Ririn.
Ririn menghiraukan panggilan dari pria bajingan tersebut. Matanya hanya fokus ke arah kanan tubuhnya, yang mana terdapat orang yang baru dirinya kenal.
"Ini benar Ririn bukan?"
"Roy," ucap Ririn pelan.
Tanpa aba-aba, tubuh mungil Ririn langsung saja dipeluk erat oleh Roy. Ririn tak bisa menghindar, karena gerakan Roy sangat cepat.
Sedangkan Miko yang melihat juga, sangat terkejut karena Ririn tiba-tiba saja dipeluk oleh pria yang dirinya tak kenal.
Miko yang terbakar api cemburu, melihat kedekatan Ririn dengan pria lain. Langsung saja dengan cepat, menarik kasar tangan Ririn dan mendorong kuat pria itu, hingga membuat pelukannya terlepas.
"Ish," geram Roy dengan tatapan mata tajam menusuk ke arah pria asing tersebut.
Otak Ririn masih belum mencerna dengan apa yang terjadi hari ini dan detik ini juga. Ririn masih tak menyangka kalau Roy ada di negara ini.
Saat Ririn sedang melamun, kedua pria itu sedang saling bertatapan tajam dan siap akan berperang.
Hingga Ririn menyadari suasana menyeramkan tersebut. Ririn menarik tangan Roy agar menjauh dari Miko.
"Siapa pria bajingan itu Ririn?" tanya Miko dengan pandangan mata yang tajam melihat ke arah Ririn.
"Bukan urusan elu," jawab Ririn dengan raut wajah malas.
"Siapa!!" bentak Miko seraya menarik tangan Ririn, hingga membuat Ririn merintih kesakitan.
"Jangan kasar sama perempuan," sentak Roy yang menarik tangan Ririn juga.
Kepala Ririn denyut nyeri, saat mendengar pertengkaran mereka, ditambah lagi kedua tangannya ditarik oleh Miko dan juga Roy.
"Lepaskan tangan gue!!" bentak Ririn.
Namun ucapan Ririn seperti angin lalu saja, kedua pria itu masih saja berseteru dengan sorot tajam mata mereka.
"Oh, jadi pria ini yang pergi bersama kamu? jawab Ririn!!" Miko bicara sangat tegas kepada Ririn.
Ririn berdecak kesal sama Miko, yang terus saja membahas tentang kepergiannya yang keluar negeri.
Pandangan mata Ririn menatap ke arah Miko. "Sekali lagi apa urusannya dengan elu?" Ririn benar-benar geram akan Miko,
"Aku itu pacar kamu Ririn!!" tegas Miko.
"Jadi ini pria brengsek itu." Roy yang menatap Miko dari atas sampai bawah tubuh Miko.
"Siapa yang kau bilang brengsek?" tanya Miko.
"Wajah-wajah brengsek adalah elu," jawab Roy sambil menunjuk ke arah wajah Miko.
"Kurang ajar!!!" teriak Miko yang tak terima.
Kepala Ririn semakin pusing mendengar keributan yang terjadi diantara Roy dan Miko. Ditambah orang-orang yang sedang menunggu dipanggil untuk wawancara, menatap ke arah dirinya dan kedua pria yang sedang bertengkar ini.
Ririn sudah berkali-kali meminta untuk diam dan jangan membuat keributan, tapi tak ada yang mendengar.
Hingga Ririn yang merasa geram, akhirnya lebih memlih untuk mengabaikan mereka. Tubuh Ririn sudah merasa tak nyaman, makanya dirinya lebih memilih untuk pergi.
"Sampai jumpa." Ririn masuk kedalam lift dan meninggalkan kedua pria aneh tersebut.
Miko dan Roy yang menyadari Ririn memasuki lift, mereka berdua juga ikut masuk lift berikutnya untuk mengejar Ririn.
Ririn sedikit merasa lega karena tak melihat kedua pria tersebut. Tubuh dan pikirannya suah lelah dan tak bisa meladeni kedua pria itu.
Pilihan tepat menurut Ririn, pergi dari mereka. Ririn berjalan menuju ke lobi utama, seraya memijat kepalanya yang mana semakin pusing sekali.
Ririn juga merasa sangat aneh akan tubuhnya ini, yang tadi pagi cepat lelah dan sekarang dirinnya merasakan pusing.
"Kenapa kau menjadi lemah Ririn," ucap Ririn kepada dirinya sendiri.
Walaupun Ririn pusing, tak menyurutkan langkahnya untuk tetap keluar dari hotel ini dan juga menjauh dari Roy dan Miko.
"Ririn!!"
Telinga Ririn mendengar jelas suara dari kedua orang pria tersebut yang memanggil namanya. Ririn semakin mempercepat langkah kakinya.
Pandangan mata Ririn semakin buram, kepalanya berdenyut sakit dan BRUK. Tubuh Ririn yang lemah sedari pagi, akhirnya tumbang juga.
Ririn jatuh pingsan dan membuat orang-orang yang melihat sangat terkejut. Terutama Miko dan Roy yang melihat langsung Ririn jatuh pingsan dilobi utama hotel.
Roy dan Miko bergerak cepat, berlari menuju ke arah Ririn yang sudahh jatuh pingsan dilantai dingin lobi utama hotel.
Tiba-tiba saja langkah kaki Roy dan Miko terhenti, disaat pandangan matanya melihat ke arah Ririn.
"Ririn." Miko yang tersadar dari keterdiamannya langsung saja berlari kembali menuju Ririn.
Lain halnya dengan Roy yang masih terdiam, disaat Ririn sudah dibawa pergi. Tiba-tiba saja otaknya penuh dengan berbagai macam pertanyaan.
"Kenapa kakak gue, mengendong Ririn?"
Perlahan-lahan mata Ririn mulai terbuka, telinganya mendengar sekilas suara orang-orang yang sepertinya sedang bicara.Pandangan maat Ririn masih buram, hingga membuatnya harus mengedipkan matanya berkali-kali, agar membuat pandangan mata Ririn kembali seperti semula.Hingga akhirnya pandangan mata Ririn kembali normal dan dirinya bisa melihat jelas. Pertama kali yang Ririn lihat adalah langit-langit ruangan sepertinya.Mata Ririn melihat sekeliling dan dirinya melihat kalau ia sepertinya sedang berada diruangan yang mewah.Ririn menyadari dirinya sedang berada dirumah sakit, disaat ada infus yang tepasang dipergelangan tangan miliknya ini.Dikepala Ririn muncul berbagai pertanyaan, kenapa dirinya bisa berada dirumah sakit dan bagaiamana dirinya bisa berada di kamar Vvip rumah sakit."Ririn."Saat Ririn sedang melamun memikirkan akan dirinya sendiri. Pintu terbuka d
Ririn bahkan tak bisa mengeluarkan kata-kata lagi, dirinya sudah terlalu shock dengan kedatangan pria itu, secara tiba-tiba.Ririn tak menyangaka kalau hari ini dirinya mendapatkan banyak sekal kejutan, disaat dirinya akan kembali memulai hidup yang baru.Pandangan mata Ririn hanya berfokus kepada punggung Ares, Ririn berkali-kali mengedipkan matanya, untuk menyakinkan dirinya kalau pria yang ada didepan matanya ini adalah Ares.Ririn segera mengalihkan matanya disaat tiba-tiba saja Ares menatap dirinya dan membuat jantung Ririn berdetak gugup."Apa pria ini?" tanya Ares sambil menatap Ririn."Apa?" tanya Ririn, tanpa melihat ke arah pria yang sudah membuat dirinya menjaid salah tingkah.Ares kembali menatap pria yang ada didepan matanya ini, mata tajamnya melihat dari atah hingga ke bawah tubuh pria itu.Bibir Ares menyeringai tipi
Ririn sekarang berada dihadapan dokter kandungan, dengan raut wajah yang ditekuk, akibat paksaan pria yang ada disampingnya ini.Ririn dan Ares sempat berdebat berkali-kali, karena Ririn yang memaksa untuk keluar dari rumah sakit, sedangka Ares menginginkan dirinya tetpa berada dirumah sakit.Pada akhirnya Ririn menang dan membuat Ares mengalah dengan keinginan dirinya. Dengan syarat dirinya harus bisa bertemu dokter kandungan terlebih dahulu, sebelum keluar dari rumah sakit.Ririn melakukan USG dan dirinya bisa melihat bayinya yang masih saja kecil sekali. Melihat hal itu perasaan Ririn menjadi campur aduk.Terutama saat dirinya melihat ke arah Ares, yang hanya diam dengan raut wajah tanpa ekspresi sama sekali, dengan pandangan mata Ares menatap monitor.Sejujurnya Ririn sangat penasaran dengan isi kepala Ares, tentang mengetahui kabar kehamilan dirinya yang sangat mendadak seka
Jantung Ririn berdegup kencang, bahkan saking takutnya Ririn tak bisa menelan ludahnya sendiri, sejarang Ririn sudah berada didalam rumahnya.Bagaimana Ririn tak merasakan takut, jika saja kedua orangtuanya sudah berada dihadapan dirinya, dengan mata menatap ke arah Ares.Satu hal yang membuat Ririn juga merasakan kekesalan adalah pria bernama Ares itu, sangat santai sekali dan tak ada rasa takut di raut wajah pria itu.Saat Ririn meliriknya, malah Ares tersenyum kepadanya dan tak menunjukkan rasa takut sama sekali."Siapa dia Ririn?" Tanya Fahri, Ayahnya Ririn.Ririn yang menatap sinis ke arah Ares, berubah menatap ke suara Ayahnya. Suara yang dirinya tunggu-tunggu untuk mengeluarkan suaranya itu."Calon kekasih dan ibu anak-anak saya."Bukan Ririn yang menjawab tapi pria berengsek itu yang menjawab pertanyaan yang dilontarkan sama Ares.
Ririn yang tadi sedang memotong bahan-bahan seraya bicara dengan Mamahnya, terhenti saat mendengat suara itu.Tadi Ririn berniat ingin melanjutkan memasaknya, tapi saat mendengar suara lain. Membuat Ririn menghentikan apa yang dirinya lakukan.Ririn berjalan keluar dari dapur dan menemukan Miko yang bersama kakaknya itu. Ririn sejujurnya tak peduli dengan keberadaan Miko.Tapi keberadaan Miko sekarang sangat menakutkan, karena Miko mengetahui tentang dirinya yang hamil.Ares yang tadi sedang bicara santai bersama dengan Om Fahri, terhenti saat mendengar suara wanita.Bukan ada wanita saja, tapi pria yang tadi dirinya hajar juga berada dirumah ini. Entah kenapa Ares sangat senang sekali.Mata Ares menatap ke arah pria pengecut itu, dengan tatapan mata meremehkan. Sugguh hari ini sangat menarik sekali.Tentu saja menarik, pertama dirinya be
"Jangan dipercaya apa yang dikatakan oleh Ares," timpal Ririn dengan cepat kepada Mamahnya yang terlihat sangat shok bercampur bingung."Semua yang saya katakan memang benar. Jika Tante tak percaya, bisa tanyakan kepada mantan pacar Ririn," ucap Ares.Ririn mengangga saat mendengar kata-kata itu yang keluar dari mulut Ares, yang berkata dengan mudah sekali, tanpa adanya rasa takut sama sekali."Jangan bercanda, katakan apa yang terjadi!!" Mamahnya Ririn berkata dengan tegas."Ririn hamil dan mengandung anak saya. itulah kebenarannya," sahut Ares yang masih saja menampakan wajah biasa saja."Apa yang dikatakan sama Ares itu benar Ririn. Jangan berbohong dan katakan yang sebenarnya!!" tegas Luna.Melihat raut wajah Mamahnya yang menakutkan, membuat Ririn ketakutan dan gugup. Ririn bisa merasakan kalau Mamahnya itu sedang dalam mode serius.
Ares keluar dari mobilnya, setelah perjalanan yang cukup panjang dari rumah Ririn menuju rumah miliknya. Saat dirinya sudah keluar dari mobil mewah, dirinya sudah disambut oleh para pengawal yang menundukan kepalanya saat dirinya berjalan memasuki rumah. Matanya melirik sekilas ke sebuah deretan mobil yang terpakir di garasi mobil miliknya, bibirnya menyerigai melihat mobil-mobil yang bukan miliknya itu. Ares masuk ke dalam rumah milinya, setelah salah satu pengawal membukakan pintu untuk dirinya. "Cepat sekali menyebar," gumam Ares. Ares dengan pandangan matanya menuju ke arah ruang tamu, yang mana sudah terdapat kumpulan manusia itu. "Duduklah!!" Ares mengikuti perintah, untuk duduk di sofa. Tepatnya disamping adik sepupunya yang menyebalkan itu. "Kakak, kau akan mendapatkan masalah yang besar," bisi
Pukul 8 pagi, Ririn sudah dibangunkan oleh Mamahnya, tentang bicara Ares. Mamahnya itu bicara selama 1 jam lebih, hanya untuk memarahi dirinya yang mana tidak mengetahui apapun tentang Ares."Bagaimana kamu tidak tau tentang Ares!!" bentak Mamahnya."Mamah hentikanlah. Ini masih pagi,"gerutu Ririn yang man kupingnya sudah panas sekali mendengar segala ocehan yang keluar dari mulut Mamahnya."Ririn, apa kau gila!! tidak tau apapun tentang Ares!!""Aku saja baru bertemu lagi dengan pria itu kemarin.""Kamu punya nomernya?""Tidak.""Jadi apa yang kamu ketahui!!!""Tidak tau apapun," balas Ririn dengan raut wajah polos.Bugh."Mah!!" teriak Ririn saat kepalanya dipukul oleh Mamahnya ini."Bagaimana kalau pria itu tak bertanggung jawab sama kamu?" Luna semak
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me
Tubuh Vanya berada di atas ranjang, dalam keadaan tak berbusana sama sekali. Itu semua karena ulah Miko yang menyentuhnya secara paksa dan ancaman, membuat Vanya tak bisa berkutik dan melakukan apa yang dikatakan sama Miko, padahal dirinya tak ingin sama sekali disentuh oleh bajingan seperti Miko.Cairan bening keluar dari matanya, tubuhnya tak terlalu merasakan sakit walaupun Miko melakukannya dengan kasar. Perasaanya saja yang sangat terluka, akibat perbuatan dari Miko. Hiks.. hiks.. Sungguh hatinya merasakan sakit bertubi-tubi ini semua karena Miko. Pria itu sudah melukai perasaanya dan sekarang melukai tubuhnya.Vanya hanya bisa tergeletak di kasur ini saja, tubuhnya lemas dan tak bisa melakukan apapun. Lagian kamar yang Vanya tempati terkunci dari luar oleh Miko. Pria itu juga keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri dengan air mata yang bercucuran.Vanya hanya berharap semoga saja adiknya tidak datang ke
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi