“Gantilah pakaianmu.” Joseph bertitah meminta Isabel mengganti pakaiannya yang sudah basah kuyub, akibat gadis itu tercebur di kolam.
Isabel menarik handuk putih yang diberikan oleh Joseph, agar semakin membalut tubuhnya yang kedinginan. “I-iya, Joseph. Terima kasih.”
“Kau terlalu banyak mengucapkan terima kasih dan juga minta maaf. Masuklah ke kamarmu. Ganti pakaianmu,” balas Joseph dingin tak ingin dibantah.
Isabel mengangguk patuh, lalu melangkah pergi meninggalkan Joseph menuju kamarnya. Namun di kala Joseph hendak ingin menuju kamarnya—langkahnya terhenti melihat Ian—asistennya—datang menghampirinya.
“Tuan, Nona itu—” Ian bingung melihat Isabel masuk ke dalam kamar.
“Aku membiarkannya tinggal di sini,” jawab Joseph dingin.
Ian hendak ingin bertanya lagi, tapi tatapan tajam dari Tuannya membuatnya mengurungkan diri untuk kembali bertanya.
“Ada apa kau ke sini, Ian?” tanya Joseph to the point pada sang asisten.
“Hm, Tuan. Ayah Anda tadi menghubungi saya. Beliau meminta Anda untuk segera kembali ke New York,” jawab Ian sopan.
Joseph berdecak kesal. “Tua bangka itu masih saja memaksaku.”
Ian menggaruk tengkuk lehernya tidak gatal. “Tuan, tapi ayah Anda meminta Anda untuk menangani project besar di New York. Dua kakak Anda tengah sibuk dengan project mereka. Hanya Anda yang bisa diandalkan, Tuan.”
Joseph mengembuskan napas kasar. “Katakan padanya, aku di sini juga sibuk. Ayahku memiliki banyak orang kepercayaan. Minta saja orang kepercayaannya untuk menangani project besarnya.”
“Tuan, tapi—”
“Jangan menggangguku. Pergilah. Aku sedang tidak ingin diganggu.” Joseph memotong ucapan sang asisten. Dia berjalan meninggalkan sang asisten menuju kamar sambil mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk kering.
Ian menggaruk kepalanya tidak gatal menatap Joseph yang mulai lenyap dari pandangannya. “Bagaimana ini? Masalah akan datang lagi.”
***
Makan malam tiba. Isabel menikmati makan malamnya bersama dengan Joseph. Makanan yang terhidang adalah makanan lezat. Joseph memperjakan chef khusus untuk membuatkan makanan. Pria itu tidak sembarangan dalam mengkonsumsi makanan yang dia telan.
“Joseph, boleh aku bertanya?” tanya Isabel pelan sambil menatap Joseph.
“Ada apa?” Joseph menatap Isabel.
“Bahasa Spanyolmu lancar sekali. Tapi ada beberapa aksen yang kau kental sebagai orang Amerika. Apa kau darah campuran?” tanya Isabel hati-hati.
Joseph mengangguk samar. “Ya, ibuku memiliki darah Spanyol dan ayahku Amerika.”
“Ah, begitu.” Isabel sekarang paham kenapa Joseph lancar berbicara Spanyol.
“Apa kau bisa bahasa inggris?”
“Bisa, Joseph. Sejak kecil, ibuku selalu menggunakan bahasa inggris setiap kali berbicara denganku.”
“Di mana ibumu sekarang?”
Isabel langsung muram mendengar pertanyaan Joseph. “Sepuluh tahun lalu, ibuku pergi meninggalkanku selamanya.”
“Kau memiliki kakak atau adik?” tanya Joseph lagi ingin tahu lebih dalam tentang kehidupan Isabel.
Air mata Isabel berlinang jatuh, dan buru-buru dia menyeka air matanya. “Aku memiliki satu kakak perempuan, tapi dia meninggal dalam kecelakaan pesawat. Tubuhnya ditemukan dalam keadaan sudah hancur.”
Joseph langsung diam ketika Isabel menceritakan tentang kakaknya. “Habiskan makananmu, dan segera kembali ke kamar.” Dia memutuskan untuk tidak lagi menanyakan kehidupan pribadi Isabel.
Isabel mengangguk dan kembali melanjutkan makan malamnya. Tidak ada percakapan yang terjalin lagi. Hanya wajah muram Isabel yang ditampilkan. Sejak di mana Joseph menanyakan tentang ibu dan kakak gadis itu.
Setelah makan malam selesai, Isabel memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Joseph memutuskan untuk menuju ke ruang kerjanya. Pria itu harus menyelesaikan beberapa pekerjaannya.
Di kamar, Isabel nampak sangat muram. Sepasang iris matanya memancarkan jelas kerapuhan dan perasaan sedih yang tidak bisa tertahankan. Hingga kemudian tiba-tiba lampu mati. Sontak Isabel menjerit ketakutan di kala lampu kamarnya mati.
Suara jeritan Isabel sangatlah keras sampai membuat Joseph berlari menuju ke kamar Isabel. Pria itu menggunakan cahaya di ponselnya agar bisa melihat jalan. Dalam hati, Joseph mengumpat karena mesin diesel tidak langsung aktif.
“Isabel?” seru Joseph masuk ke dalam kamar.
“Joseph…” Isabel terisak di kala mendengar suara Joseph.
Joseph menyorotkan sinar di ponselnya ke arah Isabel—dia melihat gadis itu bersimpuh di lantai sambil menangis. Hatinya tergerak untuk mendekat mensejajarkan tubuhnya pada Isabel.
“Isabel—” Baru saja Joseph mengeluarkan suara, Isabel sudah langsung memeluk Joseph dengan erat dan menangis sesegukan dalam pelukan Joseph.
“Joseph, jangan pergi. Aku takut,” cicit Isabel ketakutan.
“Ini hanya mati lampu. Tunggulah sebentar. Harusnya lampu sudah menyala karena di gedung apartemen mewah seperti ini pasti ada mesin diesel,” jawab Joseph membiarkan Isabel memeluknya.
Tak selang lama, lampu menyala. Isabel masih tetap dalam keadaan dipeluk Joseph. Baik Isabel dan Joseph sama-sama tidak sadar kalau lampu sudah menyala. Malah sekarang Joseph membalas pelukan Isabel yang meringkuk seperti anak kucing yang meminta pertolongan.
“Tuan Joseph—” Pelayan masuk ke dalam kamar Isabel, dan raut wajahnya langsung berubah melihat adegan di mana Isabel dan Joseph berpelukan. “M-maaf, Tuan, Nona.” Buru-buru pelayan itu menundukkan kepalanya.
Isabel yang menyadari lampu sudah menyala langsung melepaskan pelukannya di tubuh Joseph. Tampak wajahnya menjadi semakin salah tingkah. Dia menyeka sisa air matanya sambil berkata, “J-Joseph maafkan aku.”
Joseph tak menggubris ucapan maaf Isabel. Pria itu melayangkan tatapan dingin pada sang pelayan. “Kenapa mesin diesel tidak langsung berfungsi saat listrik mati!”
“M-maaf, Tuan. Tadi saya baru saja mendapatkan informasi kalau mesin diesel sedang mengalami gangguan. Pihak apartemen meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Ke depannya, mereka tidak akan membiarkan kejadian seperti hari ini terulang,” tutur sang pelayan sopan memberikan penjelasan.
Joseph mengembuskan napas kasar. “Pergilah. Selesaikan pekerjaanmu yang lain.”
Sang pelayan segera menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Joseph dan Isabel.
Joseph bangkit berdiri sambil membantu Isabel yang juga bangkit berdiri. Terlihat sejak tadi Isabel menjadi salah tingkah. Bagaimana tidak? Moment memeluk sambil menangis adalah hal yang membuat Isabel malu. Tapi nasi sudah menjadi bubur.
“Lampu sudah menyala, kau tidurlah.” Joseph berbalik, dan hendak meninggalkan Isabel, namun dengan cepat Isabel menahan lengan Joseph—meminta Joseph untuk tidak langsung pergi.
“Joseph tunggu,” ucap Isabel pelan.
“Ada apa?” Joseph menatap dingin Isabel.
Isabel sedikit salah tingkat, namun entah kenapa ada sesuatu keberanian dalam dirinya. Dia mendekat dan memberikan kecupan di rahang Joseph. “Terima kasih banyak, kau selalu menolongku.”
Joseph terdiam ketika Isabel mencium rahangnya. Yang dia tangkap adalah Isabel sosok gadis pemalu dan penakut. Tapi ternyata rupanya dibalik rasa takut ada sisi keberanian yang harus Joseph acungi jempol.
Joseph melangkah mendekat mengikis jarak di antaranya dan Isabel. Pria itu memeluk pinggang Isabel, merapatkan tubuh gadis itu ke tubuhnya. Sontak, Isabel terkejut akan tindakan Joseph.
“J-Joseph—” Isabel terjerat dalam pelukan Joseph, hingga membuatnya panik.
Joseph menundukkan kepalanya, bersejajar menatap Isabel. “Kau semakin banyak memiliki hutang budi padaku, Isabel. Menurutmu apa yang harus kau lakukan untuk membalas budi?”
Isabel menggigit bibir bawahnya, memberanikan diri menatap Joseph. “Apa pun aku akan turuti, selama aku bisa, Joseph.”
Joseph tersenyum samar mendengar jawaban Isabel. Dia kian mendekatkan bibirnya ke bibir gadis itu. “Artinya, sekalipun keinginanku adalah tidur denganmu, kau tidak akan menolak, kan?” bisiknya serak—dan sontak membuat wajah Isabel memucat.
Isabel merasa hidupnya tidak tenang. Benaknya berputar mendengar permintaan gila Joseph. Kata-kata Joseph layaknya ucapan menyejukan, namun memiliki makna menusuk hingga membuatnya merinding ketakutan. Napas Isabel terengah-engah akibat rasa takut sudah menyelimutinya.Permintaan bentuk balas budi membuat Isabel seakan ingin berhenti bernapas. Sungguh, permintaan Joseph benar-benar membuat Isabel ingin terjun bebas dari penthouse megah ini.Joseph adalah pria yang baru Isabel temui. Bahkan bisa dikatakan dalam seumur hidupnya, belum pernah dia dekat dengan seorang pria, seperti dirinya dekat dengan Joseph.Akan tetapi, satu hal yang Isabel tidak lupa adalah Joseph banyak menolongnya, termasuk menolongnya dari ambang kematian. Jika waktu itu Joseph tidak membawanya pergi, maka sudah pasti hidup Isabel akan berakhir tragis.“Isabel tidurlah. Ucapan Joseph tadi pasti omong kosong.” Isabel menarik selimut, menutup rapat wajahnya dengan selimut tebal itu. Joseph telah pergi meninggalkan I
“Siapa Aubree?”Pertanyaan pertama yang Isabel tanyakan di kala dirinya dan Joseph berada di ruang makan. Setelah Nathan pergi, mereka memutuskan untuk makan bersama, karena Joseph merasa lapar. Efek marah-marah sepertinya yang memicu Joseph menjadi lapar.Joseph yang tengah makan steak menghentikan makannya mendengar pertanyaan Isabel. “Aubree adalah istri kakaku.”Isabel terdiam sebentar. “Hm, Joseph … kenapa tadi kau bilang pada kakakmu kalau aku adalah kekasihmu?” tanyanya pelan dan hati-hati. Ini pertanyaan yang sejak tadi Isabel tahan-tahan.Joseph mengambil wine yang ada di atas meja, dan meminum wine itu perlahan. “Kalau aku mengatakan kau adalah temanku, maka dia tidak akan percaya. Aku malas untuk menjelaskan banyak hal padanya. Aku paling tidak suka ada orang yang ikut campur dengan urusan pribadiku.”Isabel mengangguk paham.“Kau keberatan kalau aku mengatakan kau sebagai kekasihku?” Joseph menatap Isabel, menunggu jawaban gadis itu.Isabel menggeleng cepat. “T-tidak seper
Isabel menatap cincin dan kalung milik mendiang ibunya yang tadi diberikan oleh pelayannya. Tampak jelas raut wajah Isabel menunjukkan kerapuhan dan kesedihan di kala melihat cincin dan kalung milik mendiang ibunya.Kepingan memori Isabel teringat tentang mendiang ibunya. Air mata Isabel pun berlinang jatuh membasahi pipinya, mengingat kenangan manis ketika ibunya masih ada di dunia ini.Isabel sangatlah merindukan ibunya. Jika ada mesin waktu yang Isabel inginkan adalah membuat ibunya kembali ada di dunia ini. Setiap kali gadis itu mengingat kenangan itu pastinya dia akan sedih dan sesak.“Nona?” Seorang pelayan mengetuk pintu kamar Isabel.Isabel sedikit tersentak karena pelayan itu menyerukan memanggil namanya. Detik itu juga Isabel menyimpan cincin dan kalung mendiang ibunya ke tempat semula—lalu dia bangkit berdiri—melangkah menghampiri pintu kamarnya—dan membuka pintu kamarnya perlahan.“Iya?” Isabel menatap sang pelayan yang ada di hadapannya.“Nona Isabel, saya akan mememasak
Tubuh Isabel bergerak-gerak. Peluh membanjiri seluruh tubuhnya. Gadis itu seperti tenggelam dalam mimpi buruknya hingga membuatnya sulit membuka mata, akibat mimpi buruknya itu seakan mencekam raganya untuk tidaklah sadar.“Tidak!!” Isabel terbangun dengan napas terengah-engah. Keringat semakin membanjiri tubuhnya. Dia mengendarkan pandangannya—melihat dirinya berada di kamarnya.Isabel terdiam sebentar menatap ke sekitarnya. Ya, kepingan memorinya teringat bahwa dia masih berada di penthouse Joseph. Untungnya malam itu, Joseph menyelamatkannya. Jika tidak, entah bagaimana dengan kehidupannya. Isabel mengambil tisu menyeka keringatnya menggunakan tisu itu. Lantas, dia melihat ke jam dinding—waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Sekujur tubuhnya benar-benar terasa lelah akibat mimpi buruk yang dideritanya.Isabel berusaha mengatur napasnya di tengah-tengah rasa cemas menyelimutinya. “Lebih baik aku berendam saja.” Isabel bergumam ingin berendam malam-malam, demi menenangkan pikiran y
Otak Isabel tidak bisa tenang. Debaran jantungnya sekarang bahkan jauh lebih kencang dari biasanya. Isabel tak pernah merasakan ini sebelumnya. Perasaan yang benar-benar tak menentu.Tangan Isabel berkeringat dingin. Kegugupan pun melanda dirinya bercampur dengan debaran jantung yang jauh lebih kencang. Jika dibiarkan, bisa-bisa Isabel akan pingsan akibat perasaan yang tak menentu ini.Sumber utama yang membuat Isabel seperti ini adalah Joseph. Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya ada pria yang melihat tubuh telanjangnya. Ditambah Joseph bukanlah suami ataupun pacar. Itu sangat memalukan!Isabel merutuki kebodohannya yang berendam di dalam jacuzzi sampai terlelap. Bisa-bisanya dia berendam dan berakhir tertidur pulas. Bahkan dia sampai tidak sadar kalau tubuhnya telah berpindah dari jacuzzi ke ranjang.Kegilaan macam apa ini? Isabel sungguh malu. Kalau saja bisa, dia ingin bersembunyi di kutub utara. Pergi sejauh mungkin. Dia sangat malu. Setiap kali melihat Joseph, ingin dirinya be
Esok hari, Isabel sudah berpakaian khusus untuk berkuda. Ya, tadi pagi-pagi sekali pelayan mengantarkan pakaian yang telah disiapkan oleh Joseph. Entah, Isabel tak tahu kapan Joseph memesan pakaian perempuan untuk berkuda. Dia yakin pasti Joseph meminta asistennya untuk memesan pakaian ini.Joseph memiliki selera yang tinggi. Isabel bisa membuktikan dari pakaiannya yang disiapkan oleh Joseph. Semua pakaian yang dibelikan Joseph merupakan pakaian yang memiliki gaya terbaik dalam arti modern, tidak ketinggalan jaman. Selain modelnya yang menawan, juga merk dari pakaian yang diberikan Joseph, bukanlah merk dari brand sembarangan.Isabel menatap cermin, dia memakai sedikit riasan tipis di wajahnya. Rambut merah gadis itu diikat messy bun—membuatnya cantik dan segar. Isabel memiliki rambut yang cukup panjang. Jika ingin berkuda, pasti akan membuatnya tidak nyaman kalau harus membiarkan rambut panjangnya tergerai. Itu kenapa Isabel memutuskan untuk mengikat rambutnya dengan model messy bun.
“Isabel, ternyata kau sangat hebat berkuda.” Pujian pertama lolos di bibir Aubree sambil menatap Isabel dengan tatapan bangga. Ya, saat ini mereka tengah duduk bersantai di kafe sambil menikmati makanan. Setelah selesai berkuda, Aubree mengajak Isabel, Joseph, dan Nathan untuk makan di kafe terdekat. Kelelahan berkuda, pastinya mereka membutuhkan asupan makanan.Isabel tersenyum mendapatkan pujian dari Aubree. “Tidak hebat, Kak. Kebetulan saja aku bisa.”“Well, dulu aku sangat takut setiap kali ibuku mengajakku berkuda. Kau tahu? Berkuda itu tidak mudah. Jika aku lihat tadi sepertinya kau sangat terlatih,” ujar Aubree yang kagum pada Isabel.“Hm, dulu aku belajar dari mendiang kakakku. Dia yang mengajariku untuk berkuda,” balas Isabel dengan suara tenang.“Kakakmu sudah tiada?” sambung Nathan yang kini penasaran.Isabel mengangguk. “Ya, aku hanya seorang diri di sini. Tidak memiliki siapa pun. Kakakku dan ibuku sudah tiada.”“Ayahmu?” sambung Aubree.Isabel terdiam sebentar ketika Aub
Aroma masakan lezat menyerbak ke ruang dapur. Sang pelayan sampai dibuat terkejut ketika masuk dapur—sudah tercium aroma lezat dari makanan. Hal yang membuat pelayan itu tercenang adalah Isabel yang memasak.“Nona?” Seorang pelayan melangkah terburu-buru mendekat pada Isabel.“Hm?” Isabel mengalihkan sekilas tatapannya pada sang pelayan.“Nona, kenapa Anda memasak? Harusnya saya saja. Nanti Tuan Joseph bisa marah,” kata sang pelayan yang sudah ketakutan.Isabel tersenyum hangat. “Joseph tidak akan mungkin marah. Aku sengaja ingin membuatkan makan siang special untuk Joseph.”Pagi tadi ketika sarapan bersama dengan Joseph, ide di kepala Isabel adalah membuatkan makan siang untuk Joseph. Meskipun tak terlalu hebat dalam memasak, tapi Isabel pernah diajari memasak oleh ibu dan kakaknya. Itu kenapa dia sekarang ingin kembali mempraktekan apa yang dirinya bisa.“Nona, tapi—”“Lebih baik kau membantuku mengeluarkan buah-buahan yang ada di kulkas. Sekaligus bantu aku menyiapkan minuman,” uca
Beberapa bulan berlalu … Tangis bayi kembar pecah memenuhi ruang bersalin VIP khusus untuk anggota Kerajaan. Tangis bayi itu bersamaan dengan Isabel dan Joseph yang juga meneteskan air mata penuh haru bahagia atas kelahiran bayi kembar mereka. Isabel melahirkan secara normal. Awalnya, Joseph ingin Isabel melahirkan bayi kembar mereka melalui tindakan operasi, tapi Isabel menolak karena dia ingin dirinya melahirkan secara normal.“Selamat, Tuan Putri, Anda melahirkan sepasang bayi laki-laki dan perempuan. Mereka lahir sempurna, tidak ada kekurangan apa pun,” ucap sang dokter—dan Isabel semakin menangis haru.“Joseph, anak kita lahir dengan selamat,” bisik Isabel.Joseph mengecupi pipi Isabel. “Kau adalah ibu yang hebat. Terima kasih, Sayang.”Sang dokter menyerahkan bayi kembar itu pada Isabel, untuk melakukan proses IMD. Dua bayi kembar itu sangat gemuk dan sehat. Mereka sama-sama minum ASI secara langsung. Isabel tidak tahan untuk tak menangis. Wanita itu menangis saat melihat bayi
Pesta pertunangan Gaspar diadakan secara tertutup. Tidak ada media, dikarenakan Gaspar tak ingin kehidupannya disorot oleh media. Bagi pria itu, dia tidak memiliki kehidupan menarik yang harus sampai media liput.Keluarga Kerajaan hadir di pesta pertunangan Gaspar. Pun keluarga Afford diundang oleh Gaspar. Pertunangan yang diadakan di salah satu hotel di Madrid itu diadakan benar-benar sangat tertutup.Kamera yang ada di sana adalah kamera dari fotografer yang dibayar Gaspar. Bukan dari kamera media. Padahal sebenarnya sosok Gaspar sudah lama sekali ditanyakan oleh publik. Hanya saja memang sejak ibu dan adiknya membuat masalah, Gaspar merasa sangat malu. Itu yang membuat pria itu memutuskan menjauh dari media. Malam itu Isabel tampil cantik dengan balutan gaun berwarna maroon. Rambut indahnya digulung ke atas, menunjukkan leher jenjang yang indah. Joshua berada digendongan Joseph. Pesta diadakan jam tujuh malam, membuat Isabel dan Joseph masih bisa membawa Joshua keluar.“Isabel?”
Joseph menjadi orang yang paling tak bisa tenang. Dia mondar-mandir gelisah di depan ruang rawat. Ya, Isabel langsung dibawa ke rumah sakit di kala pingsan. Joseph dan Benicio mengambil keputusan untuk membawa Isabel ke rumah sakit.Joshua tidak ikut. Joseph ataupun Benicio tak ingin Joshua berada di rumah sakit. Pengasuh menjaga Joshua. Di depan ruang rawat ada Joseph yang ditenangkan oleh Hazel. Lalu ada Benicio yang sejak tadi ditenangkan oleh Lena. Semua orang khawatir, terjadi sesuatu hal buruk pada Isabel.“Isabel akan baik-baik saja.” Lena membelai lengan Benicio, berusaha menenangkan calon suaminya itu.“Istrimu akan baik-baik saja, Kak. Dia wanita yang kuat.” Hazel berusaha menenangkan saudara kembarnya. Joseph mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Lalu, di kala dirinya tengah berusaha menenangkan diri—suara pintu terbuka. Refleks, semua orang di sana menatap dokter yang kini berdiri di ambang pintu sambil membuka masker. Tanpa menunda-nunda, semua orang yang ada di sana
“Ah! Joshua, keponakanku tersayang yang tampan!” Hazel berseru seraya mengambil alih Joshua yang ada di gendongan Isabel. Di tengah-tengah percakapan Hazel dan Joseph—Isabel muncul sambil menggendong Joshua. Tentu Hazel tak menyia-nyiakan itu. Dia segera menggendong keponakannya. Sudah lama dia tidak melihat keponakannya tersayang. Joshua tertawa-tawa di kala Hazel menciuminya. Bayi laki-laki tampan itu tampak suka berada di dekat Hazel. Ya, ini memang bukan pertama kalinya Hazel berada di dekat Joshua. Bayi laki-laki tampan itu sudah beberapa kali digendong Hazel. Jadi wajar jika Joshua sangat nyaman berada di sisi Hazel.“Apa kabar, Hazel?” tanya Isabel seraya memberikan pelukan singkat pada adik iparnya.“Baik, kau sendiri apa kabar?” balas Hazel sambil menimang-nimang Joshua.Isabel tersenyum lembut. “Aku juga baik. Senang sekali melihatmu. Belakangan ini kau sangat sibuk.”“Iya, maafkan aku. Belakangan ini memang aku sangat sibuk.” Hazel kembali duduk di sofa bersama dengan Isab
Joseph tersenyum melihat Joshua yang tengah minum ASI. Bayi laki-lakinya itu tampak sangat lahap. Dia yang gemas langsung menciumi pipi bulat putranya itu. Isabel yang tengah memberikan ASI—sedikit memberikan cubitan pada sang suami yang menciumi Joshua.“Joseph, kau selalu mengganggu Joshua. Kapan dia tidur kalau kau ganggu terus?” protes Isabel dengan bibir yang mencebik kesal.“Joshua pasti hanya ingin minum susu saja, Sayang.” Joseph tak henti menciumi pipi bulat Joshua. “Putra kita mirip sekali sepertiku. Suka minum susumu.”Mata Isabel mendelik mendengar ucapan vulgar dari Joseph. Sepasang iris matanya menunjukkan jelas bagaimana dia kesal dan jengkel pada suaminya itu, yang bicara sembarangan di depan Joshua—yang sedang menyusu padanya.“Joseph! Kenapa kau bicara seperti itu di depan Joshua!” Mata Isabel mendelik tajam.Joseph menatap sang istri. “Apa yang salah, Sayang? Kan memang benar Joshua mirip aku yang suka minum susumu.”“Joseph, kau ini menyebalkan sekali,” rengek Isab
Isabel masuk ke dalam kamar, membaringkan tubuh di samping sang suami yang berkutat dengan MacBook-nya. Mereka masih berada di Kerajaan. Mereka belum kembali ke mansion, karena Isabel memutuskan tetap tinggal di istana untuk sementara waktu. Pun tentu Joseph menyetujui keinginan sang istri.Isabel adalah anak semata wayang di Kerajaan Spanyol, sejak di mana kakak Isabel meninggal dunia. Joseph sangat mengerti bahwa Isabel sangat dibutuhkan di Kerajaan. Hal tersebut yang membuat Joseph tak mengajak Isabel tinggal di New York. Joseph yang mengalah menjadi pindah ke Madrid.“Joshua sudah tidur?” tanya Joseph pada Isabel yang berbaring di sampingnya. Tatapan pria tampan itu masih berfokus pada MacBook-nya, tak melihat sang istri.“Sudah. Joshua sudah tidur.” Isabel menjawab sambil menyentuh tangan Joseph.Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang tampak tengah memikirkan sesuatu. “Ada apa, Sayang? Masih memikirkan tentang Lena, hm?”“Tadi pagi aku melihat pelayan tidak sengaja
Joseph membaca email masuk dari Ian, yang melaporkan tentang Lena. Sorot matanya menunjukkan jelas keseriusan nyata. Laporan yang diberikan sang asisten sangatlah jelas dan lengkap—membuat Joseph langsung paham.Suara pintu terbuka. Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang baru saja masuk ke dalam kamar. Pria tampan itu menatap Isabel yang tampak muram seperti telah memikirkan sesuatu.“Isabel?” panggil Joseph yang seketika itu membuyarkan lamunan Isabel.“Ya, Sayang?” Isabel mengalihkan pandangannya, menatap Joseph.Joseph melangkah mendekat, menghampiri Isabel. “Apa yang kau pikirkan? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanyanya sambil membelai lembut pipi sang istri.Isabel terdiam di kala mendapatkan pertanyaan dari sang suami. Dia merasa bingung harus bercerita dari mana. Sebab, ada rasa tak enak pada Joseph. Meskipun sudah menikah, tapi ada fase di mana Isabel sulit bercerita.Joseph tersenyum samar melihat Isabel yang hanya diam, tak mengatakan apa pun padan
Keheningan membentang ruang makan megah itu, akibat keterkejutan dari ucapan Benicio. Sepasang iris mata Isabel menunjukkan jelas keterkejutannya. Kata-kata sang ayah yang akan menikah lagi membuat emosi Isabel terpancing.“Dad! Kenapa ini mendadak sekali? Aku bahkan tidak mengenal wanita itu! Kau ingat bagaimana jahatnya Inez dulu? Dia ular betina yang menghancurkan kedua anakmu. Sekarang kau masih ingin menikah lagi?” seru Isabel dengan emosi.Isabel menumpahkan amarah dalam dirinya. Entah kenapa emosi dalam diri Isabel benar-benar tidaklah stabil. Dia langsung meledakkan emosinya, di hadapan wanita bernama Lena. Dia tak peduli. Kepingan ingatannya teringat akan kekejaman Inez, sampai membuat dirinya harus kehilangan kakak pertamanya.“Isabel—”“Dad, cukup. Aku tidak ingin mendengar apa pun penjelasan darimu. Aku tidak akan merestui kau menikah lagi. Sudah cukup kekejian Inez. Aku tidak mau hal buruk terulang kedua kalinya.” Isabel menyudahi makannya, dan langsung meninggalkan ruang
Setiap pagi Isabel selalu mual. Joseph sudah memaksanya untuk diperiksa ke dokter, tapi yang diinginkan wanita itu adalah pulang ke Madrid. Entah kenapa Isabel sekarang ingin sekali kembali ke Madrid. Pun kebetulan pekerjaan Joseph bisa dipantau dari jarak jauh. Jadi tidak masalah sama sekali, jika kembali ke Madrid.“Isabel, aku mohon kau harus periksa kondisimu ke dokter.” Joseph memaksa Isabel. “Joseph, aku tidak mau diperiksa dokter. Aku ingin pulang saja. Aku rindu rumah kita. Pekerjaanmu sudah selesai, kan? Ayo kita pulang, Sayang.” Isabel menatap Joseph dengan tatapan penuh permohonan.Joseph mengembuskan napas panjang. “Hazel, kau mual setiap pagi. Mungkin saja—”“Mungkin apa, Joseph?” tanya Isabel sedikit kesal.Joseph ingin menjawab, tapi belakangan ini sang istri sangatlah sensitive. Pun dia takut dugaannya salah, dan berujung membuat istrinya itu kecewa. Joseph memutuskan untuk tidak meneruskan ucapannya.“Baiklah, besok kita akan kembali ke Madrid.” Joseph membelai pipi