Kabar gembira, AC di kamar Carla sudah kembali berfungsi dengan baik. Setelah di perbaiki kurang dari dua jam, akhirnya AC itu hidup kembali usai di kutak-katik dengan tangan magic tukang servis.
"Sudah adem, kan?" Savian datang mengecek kembali suhu di kamar Carla. Memastikan kalau AC di servis dengan betul-betul.
"Udah, pak." balas Carla sedikit malas, "Ngapain masuk, pak?!" protes Carla melihat Savian yang semula hanya berdiri di ambang pintu kini berjalan menuju jendela kamarnya.
Savian tidak menjawab, ia hanya berdiri di depan jendela sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Pandangan menatap lurus ke depan, mengamati halaman di luar.
"Kamu suka baca buku?" pandangan Savian beralih ke rak buku yang letaknya di samping jendela, bersebelahan dengan meja belajar gadis itu.
"Hm... lebih tepatnya aku suka baca buku novel." jawab Carla yang masih mempertahankan posisinya, duduk di sis
Carla akhirnya bisa bernapas lega. Teman-temannya sudah pulang, dan menyisakan ruang tengah yang berantakan. Carla memijat keningnya, memandang ruang tengahnya yang sudah seperti kapal pecah. Bantal sofa yang kabur dari tempatnya, lantai dan sofa yang kotor karena remahan cemilan, belum lagi piring serta gelas kotor yang menumpuk di wastafel.Suara decitan pintu kamar yang terbuka membuat Carla spontan menoleh ke sumber suara. Savian muncul dari balik pintu sana, dari raut wajahnya, pria itu terlihat kaget dan tidak kalah stressnya dengan Carla. Kediaman mungil mereka yang baru saja di bersihkan tadi pagi berubah seperti kapal pecah dalam hitungan jam."Pak, maaf..." lirih Carla penuh dengan rasa bersalahnya.Savian menghela napas pelan, tak menduga senyuman simpul malah terlukis di wajah yang beberapa detik lalu terlihat frustrasi itu. "It's okay, Car. Rumah aku dulu juga selalu berantakan kalau habis di pakai ngumpul sama teman." ujar Savian mencoba mema
"Jangan ngintip ya, pak!" ancam Carla menatap punggung Savian tajam sebelum akhirnya melepas tali handuknya dan hanya menyisakan pakaian dalam yang sempat ia pakai di dalam kamar mandi.Savian yang tidak pernah mengucapkan janji untuk tidak menolehkan kepalanya ke belakang tentu saja segera melakukan larangan dari Carla diam-diam. Pria itu meneguk ludah menatapi lekuk tubuh menggoda milik Carla yang selama ini selalu di tutupi dengan kaus oversize. Satu kata yang dapat Savian simpulkan, Perfect. Kulitnya yang mulus, lingkar pinggang yang ramping dan bokongnya sintal. Savian tidak kuat jika harus mendeskripsikan bentuk tubuh Carla satu persatu, tampak belakangnya saja berhasil membuat pikiran Savian berkelana, apa lagi bagian depan tubuh gadis itu."Jangan ngintip, pak!" ucap Carla tanpa membalikkan badannya, hanya memperingatai kembali pria itu saja."Iya, Car, aku gak ngintip, kok," sahut Savian, tapi pandangannya m
"Yang bener aja, pak, masa kita di hukum kayak anak sekolahan?!" Dinne protes, mendapatkan hukuman dari Savian untuk berdiri di depan pintu kelas sambil mengangkat sebelah kaki dan memegang daun telinga masing-masing."Saudari juga berantem seperti anak sekolahan." tegas Savian sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Menambah kesan ketegasan dan tidak ingin di bantah."Terus seperti ini sampai jam mata kuliah saya selesai." tekan Savian kemudian menutup pintu kelas.Dinne menghela napas, menurunkan satu kakinya dan tangannya dari telinga, "Kantin yuk, Car!" ajaknya sambil mengambil tasnya yang tergeletak di lantai."Nne, kita lagi di hukum." jawab Carla, kaki dan tangannya berada di tempat yang sesuai Savian perintahkan."Yaelah, emang lo gak malu di hukum di depan kelas gini!" ujar Dinne dengan nada jengkel. Carla mendengarkan pandangannya, menatap mata mahasiswa lain yang tertuju k
“Gimana rasanya, enak?” Chaka menyelesaikan kunyahannya lebih dulu sebelum menjawab pertanyaan dari Carla, “Gue gak bilang kalau makanan kafe itu gak enak, cuma porsinya aja gak sesuai sama porsi perut gue,” jeda, Chaka menusuk Chicken Fingers menggunakan garpu di tangannya. “Lihat Chicken Fingers aja rasanya gue pengen pake nasi.” sambungnya lantas melahap potongan daging ayam itu ke dalam mulutnya dalam satu kali suapan. “Pesen nasi putih aja, kamu mau?” tawar Carla hendak mengangkat tangannya, memanggil salah satu waitress untuk memesan nasi putih. “Eh, gue bercanda, Carla.” Chaka menurunkan kembali tangan Carla yang hampir terangkat itu, untung belum ada satu pun waitress yang sadar. Carla menggelengkan kepalanya, ia terkekeh, “Cobain ini deh,” titahnya sembari menyodorkan piring berisi Onion Ring ke hadapan Chaka, “Onion di sini beda dari yang lain, manis dan gurihnya pas!” lanjutnya Carla makin antusias memperkenalkan menu andalan kafe lan
Chaka: gue jemput after isya ya Malam minggu datang lagi, dan ini kali kedua Carla menikmati malam minggunya di luar rumah. Gadis manis itu saat ini sedang memilah baju, meski masih jam lima sore tapi semangatnya untuk pergi bersama Chaka sudah menggebu-gebu. Carla sangat antusias dan tidak sabar menyambut dewi malam. Katanya, Chaka mau mengenalkan Carla ke teman-temannya. Itu berarti Carla harus tampil cantik supaya tidak mempermalukan Chaka di hadapan teman-teman cowok itu. Carla memandang dirinya dari pantulan cermin. Meletakkan semua baju pilihannya ke atas ranjang, kemudian ia mendudukkan bokongnya di kursi meja rias. Wajahnya fresh, ia baru saja mandi beberapa menit lalu dan belum mengaplikasi make-up sedikitpun ke wajahnya. Memang, Carla tidak terlalu obsesi dengan make-up, ia bukan tipikal cewek yang ke supermarket saja harus mengoles lipcream, pensil alis dan memakai bedak. Carla terlalu cuek dengan penampilannya. "Apa karena in
"Jangan bilang lo masih virgin?" "Shit! jadi benar lo masih virgin?' cewek berambut pirang itu membekap mulutnya melihat wajah tegang Carla setelah mendengar pertanyaan dari Meisya. "Em... memangnya salah, ya?" Carla kebingungan melihat para cewek-cewek itu tertawa mendengar jawabannya. Seakan menjaga kesuciannya di jaman sekarang adalah sebuah lelucon bagi mereka. Carla yang terlalu kolot atau mereka yang terlalu bebas? entahlah, rasanya Carla hanya ingin cepat-cepat pergi dari sini. "Memang ada ya jaman sekarang pacaran tanpa sex?" Miesya bertanya lagi. Dan Carla semakin merasa terpojokan. "Kayaknya masih pendekatan sama Chaka makanya belum, you know lah, Chaka gak pernah mau asal tidur sama cewek." cewek berambut pendek dengan sebatang rokok di sela jemarinya itu menimpali. Fica, namanya. "Yuki bilang mainnya Chaka oke, tapi kayaknya lebih oke Bian makanya Chaka di tingga
Carla terdiam sambil memandang wajah Savian yang tertidur pulas, sementara tangan Carla sedang menekan handuk yang sedang mengompres perut lebam Savian. Rupanya, pria itu sempat berkelahi dengan pacarnya Kristal. Lukanya tidak terlihat di bagian wajah, namun perut Savian membiru. Katanya sih kena tonjok. "Udah tahu luka, bukannya ke rumah sakit, kek! malah mabuk-mabukan!" omel Carla. Diam-diam Savian tersenyum tipis, ternyata dia belum sepenuhnya tertidur. "Udah tahu aku lagi luka, bukannya di obatin baik-baik, malah di omelin." sahut Savian, Carla mendengus sebal. "Aku obatin bapak gak cuma-cuma ya, pokoknya besok pagi bikinin aku roti bakar sama kopi." ujar Carla ternyata tidak mau sukarela mengobati dosennya itu. Savian terkekeh pelan, membuka matanya kembali lalu menarik tangan Carla hingga cewek itu tumbang dan tiduran di sebelahnya. Spontan Savian memiringkan badannya, menghadap sepenuhnya ke arah Carla yang sudah
"Aku pastikan kamu tidak akan menyesal sudah berkata seperti tadi," Savian berbisik diantara ciuman panasnya. Tangannya yang berada di pinggang Carla merambat naik, menyetuh payudara sintal milik Carla. Sementara gadis itu mengigit bibir bawahnya menahan lenguhan yang memaksa ingin keluar. Savian melepaskan ciumannya. Memberi kesempatan Carla untuk menarik napas dalam, sembari Savian angkat tubuh gadis itu untuk duduk di atas pangkuannya. Tangan Savian mengarahkan kedua kaki Carla untuk melingkar di pinggangnya, membuat Carla merasakan sesuatu yang menonjol itu kembali menekan pangkal pahanya. Ciuman Savian kali ini jatuh di sela leher Carla, sesekali menggigit lembut kulit leher Carla hingga membuat gadis lugu itu terpekik dan mengerang nikmat. Diterpa sebuah sensasi asing yang membuat perutnya seperti di gelitiki ribuan kupu-kupu, Carla tak bisa mengelak selain menikmati. "Perhatikan," Savian menghentikan aktifitasnya sejenak, kedua tangannya mengusap wajah