**Azan subuh berkumandang, Senja mengerjap-ngerjapkan dan berusaha untuk membuka matanya yang terasa masih sangat mengantuk. Lengan kekar suaminya masih melingkar di perutnya, perlahan ia melepaskan pelukan itu dengan sangat hati-hati, takut pemiliknya terbangun karena pergerakan di tangannya.Kemudian, Senja beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Berdiri di depan cermin dan menatap dirinya lekat-lekat, hal itu di lakukannya setiap kali sebelum mandi. Namun, kali ini bayangannya seolah sedang menertawakannya."Jangan baper, semua perlakuan yang di lakukan oleh Tuan Sagara itu cuma untuk sebatas balas budi! Bukankah, kamu ini hanya perempuan yang di bayar untuk melahirkan anaknya saja?"Senja perlahan mundur beberapa langkah menjauhi cermin lalu mengucapkan istighfar berkali-kali. Senja cepat-cepat menanggalkan pakaiannya, lalu segera mengguyur kepalanya dengan air hangat. Berharap setelah itu, pikirannya ha
**"Senja, kenapa rasanya sakit sekali?" tanya Ariana di sela tangisnya."Memangnya apa yang terjadi dan mana tamunya, Kak?" tanya Senja sambil memeluk Kakak madunya untuk menenangkannya."Tamunya adalah perempuan yang di tawarkan Mama untuk menjadi istri Mas Sagara," ucap Ariana lirih."Ya, Allah," ucap Senja pelan, sambil mengusap punggung Ariana dengan lembut. Entah kenapa, sekarang tangisan Arina menjadi kesedihannya juga."Senja, apa boleh aku membenci mertuaku? Mereka terlalu mencampuri rumah tanggaku, mereka seenaknya mengatur ini dan itu tanpa menghargai keberadaanku. Aku lelah, Senja!""Kak, istighfar. Asal Kak Ariana tau, Allah tak akan menguji kesabaran hambanya di luar batas kemampuan hambanya sendiri," jawab Senja. "Aku sudah cukup bersabar, Senja. Lima tahun sudah kuhabiskan untuk diam dan diam atas perlakuan mereka padaku, tapi apa? Mereka malah semakin meremehkan kelemahanku." Tangis Ariana sem
**"Ariana!" teriak lelaki itu sambil berlari untuk menyelamatkan Ariana, ia tak peduli dengan guyuran hujan yang langsung membasahi tubuhnya. Ia berhasil mendorong tubuh Ariana meskipun ia juga ikut tersungkur di pinggiran jalan."Ariana, apa kamu baik-baik saja?" tanya lelaki itu sambil memegangi perempuan yang tampak tak sadarkan diri. "Astaga, kamu pingsan!" pekiknya. Ia sedikit panik dengan keadaan sahabatnya itu."Bertahan 'lah, aku akan membawamu ke rumah sakit!" ucapnya lagi sambil berusaha untuk menggendong tubuh kurus sahabatnya.Ya, dia adalah Dokter Adnan, sahabat Ariana sekaligus Dokter yang menangani penyakitnya selama ini. Dokter Adnan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, rasa khawatirnya telah melupakan untuk mengabari Sagara. Ia hanya fokus pada jalanan dan sesekali menengok ke belakang untuk memastikan Ariana sudah siuman atau belum."Tolong bertahan, Ariana!" gumam Dokter Adnan lagi.Jalanan yang lenggang membuatnya mampu lebih cepat sampai di rumah sakit. I
** "Dokter Adnan, bukankah aku pernah bercerita kalau dia pelayan pribadiku? Dia datang bersama Mas Saga pastinya memang Mas Saga yang memintanya untuk menjagaku selama di rumah sakit. Iya, kan, Mas?" sela Ariana dengan cepat sambil melirik ke arah suaminya yang tampak gugup mendengar pertanyaan dari Dokter Adnan. "Em, iya begitu," sahut Sagara gelagapan.Dokter Adnan tampak mengangguk mendengarkan penjelasan dari Ariana, meskipun sesekali ia menangkap gelagat mencurigakan dari tatapan Ariana pada suaminya."Baiklah, kalau begitu aku tinggal dulu," sahut Dokter Adnan. Sebagai seorang sahabat ia tak mungkin memaksa untuk mencampuri urusan sahabatnya terlalu dalam lagi.Sepeninggalnya Dokter Adnan Sagara menghambur memeluk istrinya dan menciumi pucuk kepalanya dengan lembut. Namun, perlahan Ariana melepaskan pelukan Sagara dari tubuhnya."Kenapa, Ariana?" tanya Sagara bingung dengan sikap istrinya yang tampak dingin, malah seperti bukan Ariana yang di kenalnya."Aku baik-baik saja, kam
**Ariana berbincang sebentar dengan Dokter Adnan. Setelah itu, ia segera mengajak suaminya dan Senja untuk langsung pulang ke rumah. Di perjalanan, Ariana sudah tak bisa lagi menahan keingintahuannya tentang Senja, madunya."Senja, apa kamu terlambat datang bulan?" tanya Ariana mulai menyelidik."Sepertinya sudah telat lima harian, Kak," jawab Senja terlihat santai."Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu terlambat datang bulan?" sela Sagara."Aku cuma nggak mau memberi Kak Ariana harapan palsu, Mas," jawab Senja sambil menundukkan wajahnya. Ia tak bisa berpikir panjang dan tak bermaksud merahasiakannya, cuma ia nggak ingin melihat kakak madunya kecewa jika ia hanya terlambat biasa."Ya ampun, Senja, mulai sekarang kalau ada apa-apa kamu bilang saja, jangan sungkan, ya!" ujar Ariana. Wajahnya tampak bersinar dengan senyum yang terus menghiasi di bibirnya."Iya, Kak."Sesampainya di rumah, Sagar
**Arisa gusar ketika panggilan teleponnya di abaikan oleh Sagara, umpatan demi umpatan untuk sang menantu pun keluar begitu saja dari bibirnya yang menghitam."Ini semua pasti karena Ariana!" gerutunya. Tangannya mengepal kuat demi meredam amarah yang terus membuncah di dadanya."Mama ini kenapa, sih? Pagi-pagi sudah ngomel-ngomel nggak jelas," kata Alex yang baru saja keluar dari kamar mandi."Ini semua gara-gara kamu, Pa. Andai dulu kamu nggak tergoda sama Liliana, aku tak akan sekacau sekarang. Sagara yang selalu membangkang dan menantu yang mandul, semua itu membuat hari-hariku semakin stres!" sahut Arisa sedikit membentak lelaki yang tubuhnya masih terlilit handuk setengah badan."Sudahlah, Ma, jangan bahas-bahas masa lalu terus. Lagipula, pada Akhirnya Papa masih bersama Mama, kan?""Iya. Tapi tetap saja jejak pengkhianatanmu membuatku pusing setengah mati. Selama anak haram itu masih hidup, Mama nggak bisa tenan
**Deru suara mobil berhenti di depan rumah mewah itu, serta sambutan Ariana yang menggema untuk kedua mertuanya, membuat Senja merasa penasaran dengan apa yang akan di sampaikan Ariana di acara makan malam itu."Kamu mau kemana?" tanya Riris yang sengaja di tugaskan oleh Ariana untuk menemaninya di dalam kamar selama acara makan malam berlangsung."saya mau membuat teh hangat sebentar, Bude," jawab Senja beralasan."Biar Bude saja yang buatkan," potong Riris dengan cepat."Bude, biar saya saja. Saya janji tak akan lama, kok!" ucapnya meyakinkan sang Bude kalau ia keluar hanya benar-benar untuk membuat teh hangat."Baiklah, tapi kamu harus segera kembali," sahut Riris lagi."Iya, Bude."Rasa penasaran membawa langkahnya mendekat ke arah ruang tengah, di mana mereka semua tengah asik bercengkrama. Benar saja dugaan Ariana tentang mertuanya yang akan berubah sikap jika ia bisa berhasil hamil, t
**Perhatian-perhatian kecil Sagara untuk Senja mulai berani ia tunjukkan secara terang-terangan di depan Ariana, istri pertamanya. Secara tidak langsung itu membuat Ariana merasakan cemburu, namun Ariana berusaha menekan rasa itu sebuah kewajaran karena rasa cintanya pada suami yang luar biasa."Perhatiannya hanya untuk anak yang tengah berada dalam kandungan Senja, bukan untuk senja!" ucapnya dalam hati, ia terus meyakinkan dirinya sendiri untuk meredam kecemburuan yang mulai tumbuh di hatinya.Ariana sibuk dengan pikirannya, hingga ia tak sadar Senja sudah berada di kamarnya."Kak, di tunggu Mas Saga di bawah," ucap Senja dengan pelan."Astaga, sejak kapan kamu ada di sini?" tanya Ariana, ia cukup kaget dengan kehadiran Senja di kamarnya."Baru saja, jangan melamun terus, Kak!" jawab Senja sambil terkekeh pelan, "saya tadi udah mengetuk pintu beberapa kali tapi sepertinya Kakak tak mendengarnya.""Oh, maaf a
Senja Yang di Hadirkan 39**Beberapa jam berlalu dan kesadaran Senja mulai kembali, ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia merasa ada yang tengah menepuk-nepuk pipinya dengan lembut dan berharap itu suaminya.Harapannya memang terlalu tinggi untuk perempuan seperti dirinya yang berstatuskan istri siri juga sebagai istri rahasia. Karena begitu ia membuka matanya bukan Sagara yang ia temukan melainkan Ariana."Kakak," gumam Senja. Seketika harapan yang sebelumnya menggebu, perlahan menguap dan hilang bersama udara yang mulai membuatnya menggigil kedinginan."Bagaimana keadaanmu, Senja?" tanya wanita itu pelan."A-aku," Senja berusaha mengingat apa saja yang sudah ia lewati, kemudian tangannya menyentuh perutnya yang mulai terasa sakit dan mulai kebingungan. "Di mana bayiku? A-aku tadi akan melahirkan dan aku tak ingat apa-apa lagi setelah itu," jelas Senja, namun lebih mirip meracau dan keringat dingin mulai mengucur di ken
** Sagara kembali ke kantor dan tentunya di sambut baik oleh Arisa dan Alex juga Calesya. Namun, Sagara tak mau membuat mereka tersenyum lega, karena Sagara mengajak Ariana turut serta."Selamat datang kembali di perusahaan Adijaya, anakku! Kantor ini terasa sepi tanpa kehadiran pemimpin seperti kamu!" sambut Alex sambil tersenyum bahagia. "Terimakasih, tapi aku rasa ini terlalu berlebihan, Pa," sahut Sagara. Ia terus berusaha mengendalikan egonya yang sebenarnya tak terima dengan mereka yang selalu ikut campur dalam urusannya, termasuk memata-matai dirinya."Tidak apa-apa, ini tak seberapa dengan hasil yang akan di capai oleh kamu nantinya, Sayang!" sela Arisa dengan senyum yang mengembang. "Mana Riko? Apakah dia tak ikut bersamamu?" selisik Arisa, ia menyipitkan matanya mencari mejujuran di sorot mata elang putranya."Riko sedang ada urusan, Mama." "Oh, baiklah kita akan segera memulai makan-makan, ya!" u
Senja Yang Di Hadirkan 37**Sagara benar-benar menghabiskan hari itu bersama wanita keduanya, kebahagiaan yang tercipta membuat ia melupakan masalahnya dengan orang tuanya. Bahkan, ia lupa ada orang yang tengah mengincar keberadaannya di kota ini. "Aw!" pekik Senja sambil memegangi perut bagian bawahnya. "Kenapa?" tanya Sagara panik."Tidak apa-apa, cuma gerakannya membuat tulang saya terasa ngilu," jawab Senja sambil tersenyum."Uh ... kembarnya Ayah, lagi nakalin Bunda,ya?" bisik Sagara di perut buncit istri keduanya."Jangan kencang-kencang nendangnya, ya! Nanti Bunda kesakitan," sambung Sagara, tangannya lihai mengelus perut Senja sengan lembut."Permisi, Tuan Saga," ucap Riko menggagetkan keduanya hinga baik Senja ataupun Sagara terlihat gugup."Tak bisakah kamu mengetuk pintu dahulu, sebelum masuk ke dalam rumah?" gerutu Sagara menahan kesal. "Saya sudah mengetuk pintu depan beberapa
Senja Yang Di Hadirkan 36**Brak!!Sagara menggebrak meja di depannya dengan kuat, melampiaskan semua kekesalannya pada Calesya yang telah membuat mamanya selalu mencampuri dan menyentuh ketenangan rumah tangganya.Sementara itu, Riko melihat Nyonya Arisa bersama gadis yang selalu mengejar Sagara keluar dari ruangan itu dengan langkah gontai, bahkan kilat amarah terlihat dari raut wajah Nyonya Arisa. Setelah mereka melewatinya, ia segera mengecek keadaan Sagara di ruangannya."Tuan Saga, apa anda baik-baik saja?" tanya Riko dengan cemas ketika ia mengetuk pintu dan Sagara tak menjawab atau mempersilakannya untuk masuk."Mood-ku sedang buruk, Riko," desisnya pelan. "Apa yang terjadi?" tanya Riko, penasaran."Mama minta aku untuk tetap menikahi Calesya," jawab Sagara pelan, wajahnya terlihat sangat gundah gulana."Bukankah Nyonya Arisa sudah membatalkan perjanjian itu, lantas kenapa perjodohan itu harus
**Ariana dan Sagara telah bersiap untuk kembali ke kota J, di mana istana yang berdiri kokoh dan menjadi saksi bisu perjalanan rumah tangganya yang tak jarang di hantam badai. Namun, karena keduanya saling mencintai, mereka berhasil melaluinya tanpa tapi."Apa kamu sudah siap, Sayang?" tanya Sagara, ia mendekat pada istrinya yang tengah menyisir rambut yang mulai menipis."Sudah," jawab Ariana setengah berbisik."Kamu sudah pamit dengan Senja, Mas?" sambung Ariana, mendongak sebentar menatap suaminya."Sudah. Cuma ... mungkin aku akan sering datang ke sini untuk menemaninya. Apa kamu setuju?" Sagara menatap Ariana lewat pantulan cermin di depannya."Em, apa dia kesepian?""Masalah itu aku nggak tau, hanya saja aku harus memastikan calon kembarku baik-baik saja, bukankah anak yang sehat terlahir dari ibu yang bahagia. Aku khawatir Senja tertekan di tempat ini sementara kalau di rumah utama itupun tak aman untuk
**Ariana menyambut kabar bayi kembar yang tengah berkembang di dalam rahim Senja dengan rasa haru. Ia menekan rasa cemburunya agar tak berlebihan dan menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.Senja sangat senang ketika dokter yang menanganinya memperbolehkan untuk pulang ke rumah. Ia cukup bosan dengan aroma dan suasana rumah sakit, meskipun sesekali perawat akan datang dan menemaninya bicara. Sementara Sagara selalu sibuk dengan aktivitasnya, Entah itu sibuk dengan pekerjaan atau mengurus Kakak madunya yang memang rentan sakit juga."Kamu tiduran saja, Senja! Jika kamu perlu sesuatu kamu bisa meminta padaku atau pada Bi Arum, ya!" ucap Ariana."Iya, Kak." "Tolong, jaga dua malaikatku, ya!"Degh!Entah kenapa mendengar kata-kata itu Senja merasakan hatinya teramat perih. Bahkan, rasa itu terasa hingga ke dasar hatinya. Air mata mulai merebak di pipinya dengan dada yang berguncang hebat akibat tangisnya yang mu
**Ariana gelisah melewati malam-malam tanpa suaminya, apalagi ketika ia mencoba mendapati nomor ponsel sang suami dan Adik madunya yang tak aktif-aktif sejak sore tadi."Astaga, jangan-jangan terjadi sesuatu yang buruk dengan Senja," gumamnya. Ia semakin khawatir, bahkan sampai di ujung malam pun matanya masih terjaga.Menjelang pagi, Ariana mencoba menghubungi suaminya kembali. Namun, lagi-lagi sambungan teleponnya terhubung dengan operator."Argh, kamu kemana sih, Mas?" gumam Ariana. Ia tak bisa lagi menyembunyikan semua kecemasan di hatinya.Ide bermunculan di kepalanya, kemudian ia mencoba menghubungi Riko, asisten sang suami. Ia yakin Riko tahu sesuatu dan memintanya untuk mengirimkan alamat rumah sakit di mana Senja sedang di rawat tersebut. Ting.Pesan balasan dari Riko sudah masuk, ia membaca sekilas isi pesan itu kemudian ia meminta sopir di rumahnya untuk mengantarkan nya ke alamat tersebut.
**Perempuan cantik dengan tubuh tinggi semampay berjalan terburu-buru masuk ke dalam rumah sakit. Sesampainya di depan ruangan dokter Hilma, ia mengetuk pintu ruangan itu terlebih dahulu."Masuk!" teriaknya dari dalam. "Selamat malam, Kak Hilma," ucap Calesya."Hai, Calesya. Akhirnya kamu datang juga!" sambut dokter Hilma pada Calesya, adik sepupunya. Mereka berpelukan sebagai bentuk meluapkan rasa rindunya yang sudah beberapa bulan tak berjumpa."Maaf, ya, aku kemarin nggak bisa datang ke acara pernikahanmu. Aku benar-benar ada urusan di luar negri, padahal aku ingin sekali datang untuk melihat Kakak sepupuku duduk di pelaminan." Calesya berucap dengan wajah sedih."Tidak apa-apa. Aku paham jadwalmu sibuk, Calesya." "Terimakasih, untuk pengertianmu. Oya, ini aku bawa sesuatu untukmu!" Calesya menyodorkan amplop warna putih ke hadapan sepupunya."Apa ini?" tanya Hilma. Perempuan itu mengernyitkan ke
**Sagara menunggu di depan ruangan IGD dengan perasaan yang begitu cemas, ia sangat khawatir terjadi apa-apa pada Senja dan bayinya. Jika itu sampai terjadi, ia tak mungkin bisa memaafkan keteledorannya.'Sagara, bagaimana bisa kamu membiarkan istrimu sendirian, padahal dia sedang hamil?' hatinya bermonolog.Ponselnya terus berdering, pertanda seseorang tengah sibuk menghubunginya."Ariana," gumam lelaki itu, ia meraup wajahnya dengan kesal. Ia terdiam beberapa detik, lalu ia memutuskan untuk mengangkat panggilan telepon dari istrinya. "Halo," ucapannya. "Mas, bagaimana? Apa Senja baik-baik saja? Kenapa kamu tak mengabariku?" tanya Ariana hampir tanpa jeda, membuat Sagara menjauhkan benda pipih itu dari telinganya."Belum, aku sedang di rumah sakit dan dokter sedang menanganinya. Kamu berdo'a saja semoga tidak terjadi hal buruk padanya. Karena ... sesampainya di sana Senja sudah mengalami pendarahan." Sagar