Share

84, In A Rush

last update Last Updated: 2022-04-23 10:22:59

VLAD mengarahkan Anna berjalan di jalan setapak keluar area lapangan. Masih area penginapan tapi bersisian dengan hutan kecil. Entah hutan atau apalah namanya. Hanya pohon berkayu di sini lebih banyak daripada di area penginapan.

Di sebuah area agak lapang, cahaya bulan purnama menembus sampai ke dasar dan terbias indah di antara gemersik daun tertiup angin. Semesta menari di malam yang indah. Bulan bulat sempurna menggantung di langit hitam. Di sini, jauh dari polusi kota, langit malam terlihat jernih bersama kerlip bintang di hamparan hitam.

Vlad mempersilakan Anna duduk. Hanya ada rumput di sana. Anna memilih duduk bersandar di bawah pohon. Dia tak tahu apa yang akan Vlad bicarakan. Tapi melihat aura Vlad, sedikit ketegangan terasa sebagai degub jantung yang bertalu lebih cepat.

“Bu Anna…” Vlad duduk bersila sedepa di depan Anna. Tatapannya lurus menembus bola mata Anna. Membuat Anna makin bergidik. Tapi tatapan itu lembut, begitu lembut. Kelembutan yang t

Sandra Setiawan

Sembilan tahun lagi in a rush.

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Sembilan Tahun Lagi   85, Dua Dunia Yang Berbeda

    AKU berusaha membuka mata, berusaha mengenali di mana aku. Dan pelukan hangat ini, kenapa nyaman sekali? Ketika aku mengenali di dada siapa aku tertidur, aku mendesah. Tapi bukannya menjauh aku malah merengsek makin dalam ke dada itu. “Kamu kenapa, Savannah?” Suara serak khas bangun tidur terdengar di atasku. Tapi kesadaran bahwa Vlad sudah terbangun tidak membuatku pergi dari kenyamanan pelukannya. Aku hanya menghela napas memeluk Vlad makin erat ketika belainya terasa di kepalaku. Ingin kulanjutkan kegilaan ini tapi gerakanku membuat aku merasakan ada yang mengganjal d antara kami yang berusaha Vlad sembunyikan dari tubuhnya. Membuatku tersadar lalu langsung melepas pelukan kami. Aku bergegas duduk, dan memukul bahunya. Vlad hanya terkekeh. “Man!” Dia makin terkekeh. “Sorry, Bu Anna” Dia meletakkan bantal kursi di atas pangkuannya. “Nanti juga jinak sendiri.” Aku melirik tajam, dia makin terkekeh. “Anna, ya

    Last Updated : 2022-04-24
  • Sembilan Tahun Lagi   86, Vlad Yang Lama Telah Mati

    VLAD benar-benar tergesa meninggalkan area penginapan. Meski begitu dia masih sadar tidak membuat keributan yang bisa membuat perhatian teman-temannya teralihkan. Setelah mengemudi beberapa saat, cukup jauh dari penginapan, dia mencari tempat menepi. Tentu itu sangat sulit. Kiri-kanan dipenuhi bangunan. Sampai akhirnya dia menemukan ceruk yang merupakan jembatan ke sebuah bangunan berpagar tinggi. Di sanalah akhirnya dia memarkirkan mobil. Dia hanya butuh jeda sesaat untuk menenangkan hati. Cukup tenang dulu, untuk mengurus hati butuh waktu yang lama. Di ceruk itu, dia menyandarkan kepala ke kemudi beralas lengan. Napasnya memburu menahan sesak. Meski yakin dengan rencananya, tapi tetap terselip keraguan. Apa Anna akan bertahan menunggunya? Sembilan tahun lagi…. Usia Anna menjelang tiga puluh tahun. Banyak gadis merasa insecure di usia itu jika masih sendiri. Seharusnya Anna tidak merasa seperti itu. Ada dia yang akan kembali padanya. Ah, seandainya bisa leb

    Last Updated : 2022-04-25
  • Sembilan Tahun Lagi   87, Komunikasi Hati

    SEMUA berjalan biasa. Komunikasi kami—aku dan Vlad—makin dekat. Vlad tidak pernah menyinggung perasaannya lagi, apalagi bertanya soal hubungan aku dan Bhaga. Yang kami bahas hanya masalah-masalah receh, obrolan random, dan chat absurd. Tentu saling berkirim paket makanan makin lancar. Tapi Vlad tidak pernah lagi mengajakku pergi. Jadilah sebulan ini kami tidak pernah bertemu langsung. Aku hanya menjalani saja. Ketika jalan itu bisa kunikmati, maka aku menikmatinya. Termasuk keinginan bertemu Vlad. Meski tidak terucap, aku tahu, aku merindukan pertemuan langsung dengannya. Tidak hanya sekadar bertemu di udara saja. Bhaga? Aku tidak pernah lagi menghubunginya. Komunikasi kami—aku dan Bhaga—makin hancur seiring makin jarangnya dia berkirim pesan. Entah apa yang akan kami bincangkan nanti ketika bertemu. Aku yakin, suasananya akan sangat kaku. Dan kamar di rumah ini hanya satu. Padahal aku malas sekali seranjang dengannya seperti dengan tamu. Kaku.

    Last Updated : 2022-04-26
  • Sembilan Tahun Lagi   88, Vlad Yang Baru

    VLAD sadar ada yang mengenalinya. Itu membuat dia makin melajukan kecepatan. Sendirian di mobil membuatnya kesepian tapi bebas. Termasuk bebas menginjak pedal gas. Bayangan Anna dan besok hari terus menemaninya di sepanjang jalan. Sampai di rumah, dia sampai disambut wajah lega Vienna. “HP kamu kenapa?” tanya Bagas yang langsung dihadang tubuh istrinya. “Sudah, Mas. Yang penting Vlad sudah pulang.” Vlad tertunduk dan langsung lari ke kamar. Kopernya sudah siap. Surat-suratnya pun sudah siap. Terutama surat keterangan lulus. Dan sebuah kotak berisi hadiah dari Anna. Dia buka kembali seakan memastikan isinya masih utuh. Empat hiasan. Tapi yang sering dia pegang adalah gabungan namanya dan nama Anna. Tak ingin berkelakuan lebih gila lagi, dia segera menutup semuanya. Lalu merebahkan tubuh, tidak berusaha tidur, hanya ingin melamun saja. *** Keesokan harinya dia turun sudah bersama koper dan backpack.

    Last Updated : 2022-04-27
  • Sembilan Tahun Lagi   89, Pause

    SEMINGGU ini sepertinya kami berhasil mengurangi frekuensi vcall. Pagi hari Vlad hanya menyapaku melalui pesan teks. Siang saat di sekolah sudah pasti hanya pesan teks juga. Malam yang sulit. Seakan malam adalah akumulasi cerita sehari itu. Ada saja yang kami bincangkan. Kalau pun tidak, kami bisa saja hanya bekerja bersama atau menonton film bersama. Ya macam itu lah. Yang penting bersama. Seperti malam ini. Kami menonton bersama. Sebuah film lama. Anaconda sekuel kedua di Kalimantan. Pulau yang Bhaga sangat kerasan di sana. Seandainya Bhaga mengajakku tinggal di ibukota provinsi, tentu aku mau. Tapi Bhaga mengajakku tinggal di tepi hutan. Untuk pecinta alam dan penjelajah macam Bhaga, Kalimantan adalah surga. Tapi untuk makhluk kota seperti aku— “Anna...” Suara Vlad mengganggu lamunanku “Hm.” “Kamu kenapa?” Aku melepas headset yang memperdengarkan audio film yang kami tonton. Dia pun melakukan hal yang sama. “Pause,

    Last Updated : 2022-04-28
  • Sembilan Tahun Lagi   90, Berita

    [2018] [Enam tahun sejak pertemuan pertama] [Tiga tahun sebelum bertemu lagi] . BAGI Vlad, kecepatan putaran waktu bisa dalam dua kecepatan yang berbeda. Cepat dan lambat sekaligus. Dia merasa waktu berjalan sangat cepat. Sudah dua pertiga waktu targetnya terpakai. Sisa tiga tahun lagi, tapi baru setahun perusahaannya berdiri. Memang dia sudah memulai usahanya sejak awal di negara ini, tapi baru tahun lalu dia resmikan. Apa cukup tiga tahun untuk membangun dan memperluas jaringan? Apalagi selama ini semua yang dia peroleh full atas usaha sendiri tanpa bantuan orangtua. Ayahnya berkali-kali menawarkan bantuan, tapi selalu Vlad tolak. Namun, di sinilah dia sekarang, menjadi founder usaha miliknya sendiri juga atas usahanya sendiri. Enam tahun sudah berlalu, diisi belajar sampai mabuk dan bekerja nyaris mati. Hasilnya memang luar biasa. Vlad berhasil mengejar dua tahun ketertinggalannya. Dia hanya dua tahun di sekolah lanjutan, lalu tiga tahun menyelesaikan S1. Dua kali tinggal kela

    Last Updated : 2022-04-29
  • Sembilan Tahun Lagi   91, Reuni

    VLAD DWangsa : Aku sudah mau jalan nih. Aku tersenyum membaca absen paginya. Alih-alih membalas pesan, aku malah menelepon, yang langsung dia angkat. “Yaps.” Suara mencecap khas mulut mengunyah. “Katanya sudah mau jalan. Kok masih makan?” “Loh, tadi memang bilang mau jalan ke mana? Nggak kan?” jawabnya yang membuat aku memutar mata sambil mendengus. “Aku sudah mau jalan ke ruang makan. Sudah mandi, sudah ganteng maksimal.” Aku langsung terkekeh. “Mana coba lihat yang sudah ganteng maksimal.” Tak lama masuk permintaan sambungan video darinya yang ketika kuterima dia sudah menjauhkan kamera. Dia berdiri sehingga tubuhnya terlihat jelas tak hanya wajahnya. Aku makin terkekeh. “Gimana? Ganteng kan?” Dia berdiri sambil memasukkan tangan ke saku celana. Dia hanya mengenakan kemeja yang digulung asal dan memadukannya dengan jeans. Aku melihatnya dengan dahi berkeryit sampai wajahku miring. “Oh, come on, Anna, akuilah…” Aku tak lagi terkekeh tapi tergelak lepas. Masih dengan tangan

    Last Updated : 2022-04-30
  • Sembilan Tahun Lagi   92, Runtuh

    “SAVANNAAAHHH….” Lengkingan itu terdengar menyayat hati. Ponsel di tangannya jatuh tapi tidak dia pedulikan. Erlan dan Bowo berteriak-teriak tidak dia dengar. Vlad jatuh terpuruk berlutut dengan tangan menarik keras rambutnya. Begitu keras sampai Vlad ingin melepas kulit kepalanya, melepaskan tengkorak, lalu membiarkan otaknya yang berdarah-darah terburai ke luar menemani hatinya yang lebur. Vlad terus menarik rambutnya sampai kepalanya menyentuh lantai. Bahunya berguncang hebat. Setelah teryakini dengan fakta pernikahan Anna dan Bhaga adalah nyata, isaknya tidak bisa lagi dia tahan. Terpuruk di lantai dan menangis. Ini bukan lagi sakit. Ini… sakit sekali. Vlad tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya. Semua mimpinya hancur. Lalu buat apa enam tahun ini dia jungkir balik banting tulang peras keringat menyiksa otak jika akhirnya Anna menikah dengan lelaki lain. Buat apaaa…??? Semua yang dia lakukan hanya untuk Anna. untuk membuktikan kesungguhan hatinya

    Last Updated : 2022-05-01

Latest chapter

  • Sembilan Tahun Lagi   122, [END] Malam Pertama

    AKU tentu hanya sebentar di pos jaga. Aku berlari kembali ke Vlad. Keringat sebesar biji jagung mengucur di wajahnya. Wajahnya kembali pucat menahan sakit. Kubantu dia melepas jas, dasi, kemeja, dan kaus dalam. Tubuhnya kuyup. Kupakaikan pakaian khusus pasien. Perawat sudah datang dan langsung memeriksanya. Tentu mereka melaporkan pada dokter. “Matilah aku, Anna. Pasti dokter marahin aku.” Dia berkata sambil meringis. “Kamu dari kapan tahan sakit begini sih.” Dia sudah terbaring pasrah ketika perawat memasang selang.” “Sesak ya, Pak?” tanya perawat. Dia mengangguk. “Tapi nggak terlalu.” Namun dia pasrah dipasangi selang lain. “Malam pertama, keringetan, kamu buka baju aku buru-buru, sesak napas.” “Vlad!” Sungguh, kali ini aku ingin menyentil bibirnya. “Pas amat ya deskripsinya sama kondisi aku.” Aku tahu dia masih menahan sakit. Dia meringis, tapi matanya bercahaya. Membuatku bisa sedikit bernapas lega dan tertawa kecil. Perawat sudah berpamit sambil mengulum senyum. “Anna, c

  • Sembilan Tahun Lagi   121, Get Married

    OTW ke sana. Aku tak tahu di mana meeting room rumah sakit ini. Yang pasti masih di gedung ini, dan itu berarti mereka tidak perlu waktu lama untuk sampai di sini. Mama dan Mbak Rethi merapikan penampilanku yang sudah rapi. Apa yang harus dirapikan? Make up dan gaunku begitu sederhana. Tak lama terdengar suara pintu diketuk yang tidak menunggu jawaban dari dalam pintu itu langsung terbuka. Aku berdiri menunggu. Dan di sanalah dia, Vladimir Darmawangsa, berjalan perlahan diiringi dua ayah di samping kiri dan kanannya. Aku menggigit bibir bawah, ketika kulihat dia seperti orang tertatih menahan sakit. Namun dia tetap berjalan ke arahku dengan tatapan tak lekang mengunci mataku. Lima langkah lagi, kuangkat tanganku, menyuruhnya berhenti. “Kamu masih kuat, Vlad?” tanyaku. Dia mengangguk. “Ada yang aku mau omongin dulu.” Dia mendesah. “Savannah, jangan bikin aku semaput.” “Nggak, Vlad, aku harus ngomong sekarang mumpung masih bisa batal.” Suara tarikan napas terdengar dan ruangan sem

  • Sembilan Tahun Lagi   120, In A Hurry

    “I’LL take the risk. I’ll marry you, Vlad. Now.” Dua wajah langsung menoleh ke arahku. Vlad meski lemah, dia tersenyum. Ibunya, meski tegar, dia menangis. Dia merangkum wajah anaknya lalu mengecup dahi Vlad setelahnya dia menatap mata Vlad, begitu lama sambil tersenyum dan menangis. “Bunda, tolong urus semuanya ya,” ujarnya pelan. Ibunya mengangguk lalu menggenggam tanganku. “Terima kasih, Anna.” Lalu dia keluar meninggalkan kami berdua saja. Kami berdua lagi. Kulihat wajahnya, memang makin pias, tapi matanya… ibunya benar, matanya menyala meski tatapannya lemah. “Terima kasih, Anna,” lirih di sela desis meringis. Aku baru ingin bersuara tapi ketukan di pintu kembali terdengar. Kali ini ibunya dan seorang perawat yang langsung menyiapkan jarum suntik. “Sudah lebih lama jeda sakitnya ya, Pak.” “Ini belum terlalu mengganggu kok. Nanti aja. Saya butuh sadar sekarang.” “Vlad, Bunda senang kamu nggak minta obat itu lagi.” Ibunya mengelus rambut Vlad. “Kemarin Dokter mau kurangin do

  • Sembilan Tahun Lagi   119, I’ll Take The Risk.

    MESKI lemah, tapi dia terkekeh. “Kamu sama siapa ke sini?” tanyanya masih lemah. Aku masih membungkuk, membiarkan tangannya membelai wajahku sementara tanganku juga bermain di wajahnya. “Aku dijemput mereka semua.” “Kamu tuh aku harus sekarat dulu ya baru kamu ke sini? Telat dikit kamu beneran datang ke kuburan aku.” “VLAD!” Mendesis tapi berteriak. “Kamu sama siapa ke sini?” tanyanya mengabaikan teriakan histerisku. Aku berkeryit kening mendengar pertanyaan itu. “Sama siapa? Sendirilah. Aku habis bagi rapot.” Dia terkekeh lemah lagi. “Bagi rapot lagi ya.” Dia tersenyum, aku mengangguk. Ada kenangan di momen itu. “Mana Papa?” “Ya?” Ayahnya mendekat. “Ck. Bukan Papa. Papanya Anna.” “Eh, kenapa nyariin Papa?” Aku bertanya berkeryit dahi. “Marry me. Now.” “Hah?” “Perjanjiannya kamu yang datang. Lalu kita nikah.” “Astaga, kambing bandot, b*ngs*t!” Erlan mendadak bersuara. “Lu napas aja pakai selang, mau nikah sekarang. Memang kuat, Sat?” “Nikah dulu baru kawin, Nyong. Gue

  • Sembilan Tahun Lagi   118, Wake Up, Vlad. It’s Me.

    DI sanalah Vlad terbaring. Aku terpaku di kaki ranjang. Wajahnya pucat dan tirus, bibirnya kering dan tubuhnya kurus dengan selang infus dan oksigen. Kakiku makin lemah, aku ingin berlari memeluknya, tapi aku hanya bisa terpaku berdiri di kaki ranjang. “Bangunkan dia, Anna,” bisik Ibu Vienna yang membuatku langsung menoleh dengan pandangan heran. Kenapa harus mengganggu tidurnya? “Vlad kenapa, Bu?” Ibu Vienna mendesah dan menyusut lendir di hidungnya. “Kurang lebih dua atau tiga minggu lalu Bunda lihat dia gelisah sekali. Tapi dia nggak mau ngomong apa-apa. Cuma dia makin gila kerja. Kadang Bunda sampai di flatnya jam sepuluh dia belum pulang, Bunda susul ke kantornya dia masih sibuk banget.” Tangannya bergerak menyelusup ke balik selimut memijat kaki Vlad. “Mas, kakinya dingin lagi…” Dia nyaris merengek. Aku hanya bisa mencengkeram tepi ranjang sampai berbuku putih. Ayahnya langsung memberikan minyak kayu putih, menuangkan ke tangan istrinya yang gesit membalurkan sambil memijat

  • Sembilan Tahun Lagi   117, Do You Love Him?

    JAM berapa ini? tanyaku dalam hati sambil melirik pergelangan tangan. Fyuhh… hampir tengah hari. Tapi masih ada satu kolom belum terisi di daftar hadir. Kubuka ponsel dan chat paling atas menampilkan nama orang yang kutunggu. Bunda Rania VIII-1, 2025 : Maaf, Bu Anna, sebentar lagi ya. Bunda Rania VIII-2, 2025 : Saya baru keluar kantor. Savannah Gayatri : Baik, Bunda. Santai aja. Savannah Gayatri : Saya masih di kelas kok. Savannah Gayatri : Hati-hati di jalan. Fyuh… Masih di kantor. Itu bisa berarti tiga puluh menit sampai satu jam lagi. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tanpa sadar aku menoleh ke arah lapangan. Sekarang, setiap momen pembagian rapot, selalu saja ada saat aku melirik ke lapangan itu. Mengingat saat empat tahun lalu saat dia berdiri di sana lalu datang mengacak-acak semuanya. Hatiku, dan hidupku. Seharusnya aku tidak perlu mengingat momen itu. Atau… aku boleh mengingat, tapi jangan berharap dia tiba-tiba datang. Bukankah dia su

  • Sembilan Tahun Lagi   116, Di Tahun Ke Sembilan

    SEKOLAH hiruk pikuk hari ini. Tenpat parkir penuh sampai ke lapangan upacara bahkan memakan badan jalan. Petugas keamanan dan tukang parkir dadakan sibuk mengatur kendaraan yang keluar masuk dan mencari celah parkir. Wajah-wajah cemas bercampur dengan wajah lega dan bahagia berbaur jadi satu. Anak-anak berkerumun dengan kelompoknya, beberapa berdiri di depan pintu kelas siap merebut rapor dari tangan orangtua. Tak peduli matahari yang semakin terik, kerumunan itu tak berkurang. Vlad dengan outfit formal keluar dari pintu belakang mobil sambil merapikan jas. Mobil itu harus diparkir di badan jalan. Aviator sunglasses melindungi matanya dari matahari sekaligus menyembunyikan arah tatapannya. Dengan langkah santai tapi mantap dia berjalan melewati gerbang. Di tengah lapangan, dia berhenti. Berdiri tegak seperti tongkat penunjuk jam matahari di praktikum IPA anak sekolah dasar. Matanya tertuju ke satu kelas yang masih ramai. Meski lapangan itu ramai dan riuh rendah berbagai suara, tapi s

  • Sembilan Tahun Lagi   115, (Closure?) Rendezvous

    “TERIMA kasih,” aku berpamit sambil memasukkan uang ke sling bag. Tapi pekerjaan hari ini belum selesai. Lepas berpamit, aku berjalan perlahan menikmati matahari sore yang sangat redup terhalang rinai hujan. Hanya rinai kecil yang tidak akan membuat kulitku basah. Aku malah mendongak menatap langit. Melihat langsung titik-titik air yang jatuh. Terasa lembut di wajah. Aku tersenyum. Ada kenangan akan hujan. Ah, menurutku nyaris semua orang memiliki kenangan atas hujan. Entah kenangan indah atau buruk, kenangan manis atau pahit. Aku? Aku tak tahu hujan berarti apa. Tapi hujan sering mengingatkan aku pada satu sosok— “Bu Anna, ngapain ngelihatin langit?” Sebuah suara menginterupsi lamunanku. Aku menoleh ke sumber suara. Tetanggaku. “Eh, Bu Tedjo. Nggak kok, Bu. Suka aja.” “Mari, Bu Anna,” ujarnya berpamit. “Mari.” Aku melanjutkan langkah kaki. Sepanjang jalan tak putus senyum, sapa, dan salam. Beginilah kehidupan di gang kecil ini. Rumah berdekatan membuat penghuninya dekat. Saling

  • Sembilan Tahun Lagi   114, Strategi

    VLAD sudah mengantongi cukup data Bhaga untuk mulai mencari tahu. Sebenarnya dia ingin mencari tahu semuanya sendiri, tapi Bagas benar, jika dia terlalu sering ada di sekitar Bhaga, orang akan lebih mudah curiga. Sebenarnya Bagas mau Vlad terima jadi saja, tapi Vlad tidak mau. Menurut Vlad, ada banyak hal yang tidak bisa orang lain dapatkan. Harus dia yang ke sana melihat keseharian Bhaga. Dari sana dia bahkan bisa membaca ekspresi dan intonasi Bhaga. Akhirnya Bagas menyerah. Dia menyerahkan data sampai di titik di mana Bhaga biasa berkumpul dengan teman-temannya. Anak nongkrong. Vlad sudah terbiasa menjadi anak nongkrong. Seharusnya ini bukan hal yang sulit. Sejauh ini, yang dia rasa sulit adalah mencari alasan kenapa sampai dia ada begitu jauh dari pusat kegiatan masyarakat. *** Dan di sanalah dia sekarang. Di sebuah warung makan sangat sederhana sehingga bisa dibilang hanya berupa bedeng. Dari info yang dia terima, Bhaga paling sering nongkrong di sini. Masih jam sepuluh ketika

DMCA.com Protection Status