Beranda / Romansa / Sembilan Tahun Lagi / 46, Suatu Malam Berhujan

Share

46, Suatu Malam Berhujan

Penulis: Sandra Setiawan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-16 09:44:47

MAKSUD hati hanya sebentar di dalam tapi teryata mereka harus menemani dulu ibu Bowo menangis berterima kasih. Dia juga menanyakan tentang kebenaran info dari Vlad bahwa ada celah untuk Bowo sembuh. Anna menjanjikan padanya untuk mencari info lebih jelas dan itu membuat si ibu lagi-lagi menangis berterima kasih. Setelah lebih satu jam akhirnya mereka berpamit dan ibu Bowo berjanji sebentar lagi akan pulang beristirahat di rumah lalu kembali lagi pukul enam pagi.

Sudah nyaris pukul sepuluh ketika Anna dan Vlad berjalan menuju parkir motor.

“Bu.”

“Ya?’

Are you okay?”

“Maksudnya?”

“Kemarin sakit, sekarang sampai jam segini belum pulang.”

Anna terkekeh.

“Berita gembira itu mood booster banget. Apalagi ibu Bowo mau kalau anaknya direhab.”

“Ibu ada channel ke sana?”

“Ya nggak ada lah. Memang saya kayak kamu, anak penggede. Kamu ada nggak?”

Vlad menggeleng. “Saya aja baru tau

Sandra Setiawan

Huhuyyy… akhirnya Vlad ngaku juga. Ah, andai dia tau, jatuh cinta pada Anna akan sesakit ini, dia akan menyesal. Atau bersyukur? Mengenal Anna membuat dia mengenal dirinya sendiri. Yah, balik ke sana lagi… Menyesal atau bersyukur.

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sembilan Tahun Lagi   47, Rewind

    KUTUTUP mulutku yang telah memaki dengan sebelah tangan sementara sebelah lagi terus memegang ponsel. Napasku menderu dan aku terus melihat video itu. kuputar ulang lagi dan lagi. Di akhir video, jika kutegaskan pendengaranku, terdengar suara desah menghela napas. My God, Vlad, please stop. Jangan hancurkan dirimu seperti ini. Tapi aku sendiri tidak berhenti melihat video itu. Kenangan malam berhujan, bermotor memeluknya dari belakang, membuatku semakin sakit. Dia melapisi tubuhku dengan dua hoodie mengingat aku baru sembuh. Hoodie itu memang utuh kuyup, tapi itu cara dia menjagaku. Anak seperti Vlad. Yang egois, tidak pernah mau mengalah, bisa sedemikian lembut mengurusku. Aku yakin, video yang aku lihat berulang-ulang mengacu ke kenangan malam itu. Aku yakin, malam itu adalah malam dia jatuh cinta padaku. Dan aku tidak pernah berpikir lain selain rasa segan murid pada gurunya. Aku sebebal itu. Kesa

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-17
  • Sembilan Tahun Lagi   48, Another Side of Vlad

    JALAN memang tidak berujung, tapi hujan dan Anna yang erat memeluknya membuat Vlad semakin ingin jika tujuannya ada di ujung jalan. Tapi Anna baru sembuh. Dan dia sejak pagi beraktivitas tanpa henti. Vlad tidak mau Anna kembali sakit. Mengingat itu, Vlad menggerutu sambil mengambil jalur tercepat. Hujan tersisa rinainya yang semakin lemah. Tapi mereka kadung kuyup ulah hujan yang sengaja mereka terabas. Sampai di depan rumah Anna, Vlad mengeluarkan tas Anna dari backpack di dadanya. Lalu dia bermaksud membantu Anna melepas dua lapis hoodie yang Anna pakai. “Saya cuci dulu aja, Vlad.” “Nggak usah, ada yang cuci di rumah. Sini lepas aja.” Dia memaksa Anna melepas hoodie kuyup itu. “Basah kayak gini, nanti Ibu masuk netes-netes malah kepleset.” Vlad tentu langsung membantu Anna yang kesulitan melepas barang basah dari tubuhnya. Dia menarik hoodie ke belakang ketika Anna berusaha meloloskan lengannya. Lapis kedua pun begitu. Vl

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-18
  • Sembilan Tahun Lagi   49, Candu

    “KENAPA dulu kamu nggak percaya, Anna?” Aku tak tahu harus menjawab apa. Haruskah aku jujur mengatakan apa adanya? Jujur sampai begitu detail yang bisa menyakitinya lebih lagi. “Kamu murid aku, Vlad. Aku nggak pernah mikir sejauh itu.” “Kenapa memang kalau aku murid? Banyak cerita guru menikahi muridnya.” “Iya. Guru cowok dengan murid cewek. Kita dulu terbalik.” Aku menjawab singkat. Itu faktanya. “Lalu kenapa?” “Umur, Vlad.” Dia terkekeh lalu terbatuk. “Kamu cuma tiga tahun lebih tua dari aku. Aku bukan Emmanuel Macron yang selisih lima belas tahun lalu ngambil istri orang. Waktu itu kamu masih gadis.” “Tetap aku nggak mikir sejauh itu. Memang kedekatan kita aku anggap spesial, bukan cuma kedekatan guru dan murid. Tapi aku pikir kita teman.” Dia terkekeh sinis. Terdengar menyakitkan di telinga. “Cuma teman, Rite?” Aku diam tak mau menjawab. Aku sadar ucapanku itu menyakiti Vlad

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-19
  • Sembilan Tahun Lagi   50, Mengantar Bowo

    SEJAK itu Vlad memang nyaris tidak pernah terlambat lagi. Dia pun begitu tenang, hampir tidak membuat ulah. Tapi dia terlalu banyak diam dan melamun di kelas. Nilai pelajarannya kembali hancur padahal ujian nasional makin mendekat. Tapi tidak ada yang bisa guru lakukan selain menasehatinya untuk memperbaiki nilai. Vlad begitu tenang, begitu penurut. Terlebih ketika Bowo sudah kembali sekolah. Dia mundur dari tim perayu Bowo rehab. Baginya, rehab sekarang atau bersekolah dulu adalah pilihan yang sulit. Hatinya pun sekarang mengalami masa sulit. Dia berusaha menjauh dari Anna. Tak pernah lagi duduk menunggu jam mata pelajaran berikutnya di meja piket. Lagi-lagi Anna mendapat tugas tambahan mencari tahu tentang keanehan Vlad. Tapi kesempatan berbincang dengan Vlad nyaris tak ada kecuali dia memanggil Vlad. Dan Anna tidak mau seperti itu. Seminggu ini dia menunggu kesempatan yang tidak kunjung datang. Sharing Your Happiness bisa dianggap telah selesai. Seluruh da

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-20
  • Sembilan Tahun Lagi   51, Baby Sitter

    BELAINYA… begitu lembut. Aku merasa dia tidak menyentuh kulitku. Jarinya hanya mengambang bergerak di atas punggung tanganku. Jika ada getar yang kurasa, mungkin itu dari medan magnet tubuhnya saja. Medan magnet yang mengalirkan listrik statis yang membuatku bergidik. Ingin melepaskan diri dari sengatan listrik itu tapi sekaligus terpaku pada sensasi rasa yang dia timbulkan. Sampai suara batuk lemah terdengar darinya dan aku tersadar dari gerak menghipnotis jarinya di area kecil kulitku. Perlahan kugerakkan tanganku. Mengerti kode gerakan itu, Vlad yang memang tidak menggenggam membuka lebih lebar tangannya. Melepaskan tanganku. “Kamu sering ke sini?” tanyaku ketika dia masih tetap tak bergerak dari posisi telentang dengan tangan terentang ke tengah ranjang. “Nggak juga. Sesekali aja.” “Kamu memang bagusnya ke tempat kayak gini. Kalau nggak ke pantai. Bagus buat paru-paru kamu.” “Ya tinggal ke villa Opa aja. Ada Pak Burhan, tapi aku lebih suka

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-21
  • Sembilan Tahun Lagi   52, Mengantar Bowo [2]

    ANNA merasakan mobil bergerak agak kasar. Gerakan yang membuatnya tersadar dari tidur lelapnya. Kenapa ranjangnya bergerak-gerak? Gempa? Mengingat itu matanya yang tadi berat terbuka mendadak terbuka lebar. Musik yang lembut dan embusan penyejuk ruangan ditambah pemandangan gelap yang ternyata bergerak masih membutuhkan waktu beberapa detik untuknya sadar. Tidurnya memang sangat lelap. “Sudah bangun, Bu?” Bowo menoleh untuk memastikan. “Sudah mau sampai kok.” Anna duduk dan menggeliatkan tubuh berusaha menyadari posisi. “Astaga!” Dia sudah sadar. “Maaf ya, Vlad, saya beneran sibuk banget sebulan ini. Kurang tidur, jadi kalau ada kesempatan tidur pasti langsung pelor deh.” Sungguh, dia sangat tidak enak hati. “Nggak apa-apa.” Anna memang tidak bisa melihat senyum di bibir Vlad, tapi ya… Vlad tersenyum. “Ibu kamu sudah sampai mana, Wo?” tanya Anna. “Sudah di TKP, Bu,” jawabnya singkat. “Eh, pelan-pelan, Vlad.” Bowo tiba-tiba menu

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-22
  • Sembilan Tahun Lagi   53, Kencan [?]

    “KITA mau ke mana ini, Vlad?” tanyaku ketika Vlad tidak mengarahkan kemudi ke arah rumahku. Vlad menjawab dengan kedikan bahu. “Kok gitu?” “Nanggung banget. Sudah jam segini. Mending sekalian pulang siang. Sore sekalian juga nggak apa-apa.” “Astaga, Vlad! Kebiasaan banget deh kamu tuh.” Vlad terkekeh. “Ke Pak Burhan yuk,” ajaknya tanpa merasa bersalah. “Nggak mau. Aku ngantuk ah.” “Aku siapin tempat tidur lagi di belakang oke?” “Nggak mau.” Aku langsung teringat tumpukan bed cover empuk dan boneka sapi. “Sh*t!” Dia memaki tanpa meminta maaf lagi seperti dulu. “Reseh memang tuh bonyok. Coba mereka nggak ada. Enakan di sana kan.” “Kamu kenapa sampai mereka seperti itu?” Aku kembali ke topik semula. “Nggak bakalan orangtua sampai pasang muka cemas seperti itu kalau kamu baik-baik aja. Sudahlah nggak sama baby sitter, nggak bawa HP pula. Beneran kabur itu sih namanya.” Dia menghela

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-23
  • Sembilan Tahun Lagi   54, Vlad yang Anna Kenal

    DI awal hari, lepas shalat subuh—Anna lagi-lagi berhasil membuat Vlad ikut shalat—Vlad memilih menikmati mi instan cup di pinggir jalan. Anna memilih menikmati teh manis panas dan gorengan. Uap panas dari gelas menghangatkan wajahnya. Harum teh melati membuatnya sangat santai. Dia melihat Vlad memasukkan potongan bakwan ke dalam cup. “Ih, baunya menggoda amat tu mi,” ujar Anna ketika Vlad membuka penutup cup. Bau kuah mi menggoda Anna yang ketika ditawarkan menolak. Santai, Vlad mengaduk-aduk mi. Dia bahkan mendekatkan cup ke wajah Anna. Membuat Anna terkekeh sambil menghidu uap mi. Tapi suapan pertama Vlad berikan untuk Anna. Ketika Anna benar memakan isi garpunya, tersenyum, Vlad langsung memesankan yang baru untuk Anna. “Makanya kalau orang makan mi mending pesan aja juga. Cuma malaikat yang diciptakan nggak punya nafsu yang bisa tahan godaan mi.” Akhirnya mereka menganggap makan kali ini sebagai makan pagi. Mereka duduk di balai-balai membelakangi

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24

Bab terbaru

  • Sembilan Tahun Lagi   122, [END] Malam Pertama

    AKU tentu hanya sebentar di pos jaga. Aku berlari kembali ke Vlad. Keringat sebesar biji jagung mengucur di wajahnya. Wajahnya kembali pucat menahan sakit. Kubantu dia melepas jas, dasi, kemeja, dan kaus dalam. Tubuhnya kuyup. Kupakaikan pakaian khusus pasien. Perawat sudah datang dan langsung memeriksanya. Tentu mereka melaporkan pada dokter. “Matilah aku, Anna. Pasti dokter marahin aku.” Dia berkata sambil meringis. “Kamu dari kapan tahan sakit begini sih.” Dia sudah terbaring pasrah ketika perawat memasang selang.” “Sesak ya, Pak?” tanya perawat. Dia mengangguk. “Tapi nggak terlalu.” Namun dia pasrah dipasangi selang lain. “Malam pertama, keringetan, kamu buka baju aku buru-buru, sesak napas.” “Vlad!” Sungguh, kali ini aku ingin menyentil bibirnya. “Pas amat ya deskripsinya sama kondisi aku.” Aku tahu dia masih menahan sakit. Dia meringis, tapi matanya bercahaya. Membuatku bisa sedikit bernapas lega dan tertawa kecil. Perawat sudah berpamit sambil mengulum senyum. “Anna, c

  • Sembilan Tahun Lagi   121, Get Married

    OTW ke sana. Aku tak tahu di mana meeting room rumah sakit ini. Yang pasti masih di gedung ini, dan itu berarti mereka tidak perlu waktu lama untuk sampai di sini. Mama dan Mbak Rethi merapikan penampilanku yang sudah rapi. Apa yang harus dirapikan? Make up dan gaunku begitu sederhana. Tak lama terdengar suara pintu diketuk yang tidak menunggu jawaban dari dalam pintu itu langsung terbuka. Aku berdiri menunggu. Dan di sanalah dia, Vladimir Darmawangsa, berjalan perlahan diiringi dua ayah di samping kiri dan kanannya. Aku menggigit bibir bawah, ketika kulihat dia seperti orang tertatih menahan sakit. Namun dia tetap berjalan ke arahku dengan tatapan tak lekang mengunci mataku. Lima langkah lagi, kuangkat tanganku, menyuruhnya berhenti. “Kamu masih kuat, Vlad?” tanyaku. Dia mengangguk. “Ada yang aku mau omongin dulu.” Dia mendesah. “Savannah, jangan bikin aku semaput.” “Nggak, Vlad, aku harus ngomong sekarang mumpung masih bisa batal.” Suara tarikan napas terdengar dan ruangan sem

  • Sembilan Tahun Lagi   120, In A Hurry

    “I’LL take the risk. I’ll marry you, Vlad. Now.” Dua wajah langsung menoleh ke arahku. Vlad meski lemah, dia tersenyum. Ibunya, meski tegar, dia menangis. Dia merangkum wajah anaknya lalu mengecup dahi Vlad setelahnya dia menatap mata Vlad, begitu lama sambil tersenyum dan menangis. “Bunda, tolong urus semuanya ya,” ujarnya pelan. Ibunya mengangguk lalu menggenggam tanganku. “Terima kasih, Anna.” Lalu dia keluar meninggalkan kami berdua saja. Kami berdua lagi. Kulihat wajahnya, memang makin pias, tapi matanya… ibunya benar, matanya menyala meski tatapannya lemah. “Terima kasih, Anna,” lirih di sela desis meringis. Aku baru ingin bersuara tapi ketukan di pintu kembali terdengar. Kali ini ibunya dan seorang perawat yang langsung menyiapkan jarum suntik. “Sudah lebih lama jeda sakitnya ya, Pak.” “Ini belum terlalu mengganggu kok. Nanti aja. Saya butuh sadar sekarang.” “Vlad, Bunda senang kamu nggak minta obat itu lagi.” Ibunya mengelus rambut Vlad. “Kemarin Dokter mau kurangin do

  • Sembilan Tahun Lagi   119, I’ll Take The Risk.

    MESKI lemah, tapi dia terkekeh. “Kamu sama siapa ke sini?” tanyanya masih lemah. Aku masih membungkuk, membiarkan tangannya membelai wajahku sementara tanganku juga bermain di wajahnya. “Aku dijemput mereka semua.” “Kamu tuh aku harus sekarat dulu ya baru kamu ke sini? Telat dikit kamu beneran datang ke kuburan aku.” “VLAD!” Mendesis tapi berteriak. “Kamu sama siapa ke sini?” tanyanya mengabaikan teriakan histerisku. Aku berkeryit kening mendengar pertanyaan itu. “Sama siapa? Sendirilah. Aku habis bagi rapot.” Dia terkekeh lemah lagi. “Bagi rapot lagi ya.” Dia tersenyum, aku mengangguk. Ada kenangan di momen itu. “Mana Papa?” “Ya?” Ayahnya mendekat. “Ck. Bukan Papa. Papanya Anna.” “Eh, kenapa nyariin Papa?” Aku bertanya berkeryit dahi. “Marry me. Now.” “Hah?” “Perjanjiannya kamu yang datang. Lalu kita nikah.” “Astaga, kambing bandot, b*ngs*t!” Erlan mendadak bersuara. “Lu napas aja pakai selang, mau nikah sekarang. Memang kuat, Sat?” “Nikah dulu baru kawin, Nyong. Gue

  • Sembilan Tahun Lagi   118, Wake Up, Vlad. It’s Me.

    DI sanalah Vlad terbaring. Aku terpaku di kaki ranjang. Wajahnya pucat dan tirus, bibirnya kering dan tubuhnya kurus dengan selang infus dan oksigen. Kakiku makin lemah, aku ingin berlari memeluknya, tapi aku hanya bisa terpaku berdiri di kaki ranjang. “Bangunkan dia, Anna,” bisik Ibu Vienna yang membuatku langsung menoleh dengan pandangan heran. Kenapa harus mengganggu tidurnya? “Vlad kenapa, Bu?” Ibu Vienna mendesah dan menyusut lendir di hidungnya. “Kurang lebih dua atau tiga minggu lalu Bunda lihat dia gelisah sekali. Tapi dia nggak mau ngomong apa-apa. Cuma dia makin gila kerja. Kadang Bunda sampai di flatnya jam sepuluh dia belum pulang, Bunda susul ke kantornya dia masih sibuk banget.” Tangannya bergerak menyelusup ke balik selimut memijat kaki Vlad. “Mas, kakinya dingin lagi…” Dia nyaris merengek. Aku hanya bisa mencengkeram tepi ranjang sampai berbuku putih. Ayahnya langsung memberikan minyak kayu putih, menuangkan ke tangan istrinya yang gesit membalurkan sambil memijat

  • Sembilan Tahun Lagi   117, Do You Love Him?

    JAM berapa ini? tanyaku dalam hati sambil melirik pergelangan tangan. Fyuhh… hampir tengah hari. Tapi masih ada satu kolom belum terisi di daftar hadir. Kubuka ponsel dan chat paling atas menampilkan nama orang yang kutunggu. Bunda Rania VIII-1, 2025 : Maaf, Bu Anna, sebentar lagi ya. Bunda Rania VIII-2, 2025 : Saya baru keluar kantor. Savannah Gayatri : Baik, Bunda. Santai aja. Savannah Gayatri : Saya masih di kelas kok. Savannah Gayatri : Hati-hati di jalan. Fyuh… Masih di kantor. Itu bisa berarti tiga puluh menit sampai satu jam lagi. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tanpa sadar aku menoleh ke arah lapangan. Sekarang, setiap momen pembagian rapot, selalu saja ada saat aku melirik ke lapangan itu. Mengingat saat empat tahun lalu saat dia berdiri di sana lalu datang mengacak-acak semuanya. Hatiku, dan hidupku. Seharusnya aku tidak perlu mengingat momen itu. Atau… aku boleh mengingat, tapi jangan berharap dia tiba-tiba datang. Bukankah dia su

  • Sembilan Tahun Lagi   116, Di Tahun Ke Sembilan

    SEKOLAH hiruk pikuk hari ini. Tenpat parkir penuh sampai ke lapangan upacara bahkan memakan badan jalan. Petugas keamanan dan tukang parkir dadakan sibuk mengatur kendaraan yang keluar masuk dan mencari celah parkir. Wajah-wajah cemas bercampur dengan wajah lega dan bahagia berbaur jadi satu. Anak-anak berkerumun dengan kelompoknya, beberapa berdiri di depan pintu kelas siap merebut rapor dari tangan orangtua. Tak peduli matahari yang semakin terik, kerumunan itu tak berkurang. Vlad dengan outfit formal keluar dari pintu belakang mobil sambil merapikan jas. Mobil itu harus diparkir di badan jalan. Aviator sunglasses melindungi matanya dari matahari sekaligus menyembunyikan arah tatapannya. Dengan langkah santai tapi mantap dia berjalan melewati gerbang. Di tengah lapangan, dia berhenti. Berdiri tegak seperti tongkat penunjuk jam matahari di praktikum IPA anak sekolah dasar. Matanya tertuju ke satu kelas yang masih ramai. Meski lapangan itu ramai dan riuh rendah berbagai suara, tapi s

  • Sembilan Tahun Lagi   115, (Closure?) Rendezvous

    “TERIMA kasih,” aku berpamit sambil memasukkan uang ke sling bag. Tapi pekerjaan hari ini belum selesai. Lepas berpamit, aku berjalan perlahan menikmati matahari sore yang sangat redup terhalang rinai hujan. Hanya rinai kecil yang tidak akan membuat kulitku basah. Aku malah mendongak menatap langit. Melihat langsung titik-titik air yang jatuh. Terasa lembut di wajah. Aku tersenyum. Ada kenangan akan hujan. Ah, menurutku nyaris semua orang memiliki kenangan atas hujan. Entah kenangan indah atau buruk, kenangan manis atau pahit. Aku? Aku tak tahu hujan berarti apa. Tapi hujan sering mengingatkan aku pada satu sosok— “Bu Anna, ngapain ngelihatin langit?” Sebuah suara menginterupsi lamunanku. Aku menoleh ke sumber suara. Tetanggaku. “Eh, Bu Tedjo. Nggak kok, Bu. Suka aja.” “Mari, Bu Anna,” ujarnya berpamit. “Mari.” Aku melanjutkan langkah kaki. Sepanjang jalan tak putus senyum, sapa, dan salam. Beginilah kehidupan di gang kecil ini. Rumah berdekatan membuat penghuninya dekat. Saling

  • Sembilan Tahun Lagi   114, Strategi

    VLAD sudah mengantongi cukup data Bhaga untuk mulai mencari tahu. Sebenarnya dia ingin mencari tahu semuanya sendiri, tapi Bagas benar, jika dia terlalu sering ada di sekitar Bhaga, orang akan lebih mudah curiga. Sebenarnya Bagas mau Vlad terima jadi saja, tapi Vlad tidak mau. Menurut Vlad, ada banyak hal yang tidak bisa orang lain dapatkan. Harus dia yang ke sana melihat keseharian Bhaga. Dari sana dia bahkan bisa membaca ekspresi dan intonasi Bhaga. Akhirnya Bagas menyerah. Dia menyerahkan data sampai di titik di mana Bhaga biasa berkumpul dengan teman-temannya. Anak nongkrong. Vlad sudah terbiasa menjadi anak nongkrong. Seharusnya ini bukan hal yang sulit. Sejauh ini, yang dia rasa sulit adalah mencari alasan kenapa sampai dia ada begitu jauh dari pusat kegiatan masyarakat. *** Dan di sanalah dia sekarang. Di sebuah warung makan sangat sederhana sehingga bisa dibilang hanya berupa bedeng. Dari info yang dia terima, Bhaga paling sering nongkrong di sini. Masih jam sepuluh ketika

DMCA.com Protection Status