Share

53, Kencan [?]

Penulis: Sandra Setiawan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-23 10:43:31

“KITA mau ke mana ini, Vlad?” tanyaku ketika Vlad tidak mengarahkan kemudi ke arah rumahku. Vlad menjawab dengan kedikan bahu.

“Kok gitu?”

“Nanggung banget. Sudah jam segini. Mending sekalian pulang siang. Sore sekalian juga nggak apa-apa.”

“Astaga, Vlad! Kebiasaan banget deh kamu tuh.”

Vlad terkekeh.

“Ke Pak Burhan yuk,” ajaknya tanpa merasa bersalah.

“Nggak mau. Aku ngantuk ah.”

“Aku siapin tempat tidur lagi di belakang oke?”

“Nggak mau.” Aku langsung teringat tumpukan bed cover empuk dan boneka sapi.

Sh*t!” Dia memaki tanpa meminta maaf lagi seperti dulu. “Reseh memang tuh bonyok. Coba mereka nggak ada. Enakan di sana kan.”

“Kamu kenapa sampai mereka seperti itu?” Aku kembali ke topik semula. “Nggak bakalan orangtua sampai pasang muka cemas seperti itu kalau kamu baik-baik aja. Sudahlah nggak sama baby sitter, nggak bawa HP pula. Beneran kabur itu sih namanya.”

Dia menghela

Sandra Setiawan

Vlad mah selama ada Anna ke mana juga ayo aja. Ke pasar oke, makan buryam oke. Anna harus beneran kuat-kuat iman kalau mau ngejauhin Vlad. Makasih masih stay di sini. Happy reading.

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sembilan Tahun Lagi   54, Vlad yang Anna Kenal

    DI awal hari, lepas shalat subuh—Anna lagi-lagi berhasil membuat Vlad ikut shalat—Vlad memilih menikmati mi instan cup di pinggir jalan. Anna memilih menikmati teh manis panas dan gorengan. Uap panas dari gelas menghangatkan wajahnya. Harum teh melati membuatnya sangat santai. Dia melihat Vlad memasukkan potongan bakwan ke dalam cup. “Ih, baunya menggoda amat tu mi,” ujar Anna ketika Vlad membuka penutup cup. Bau kuah mi menggoda Anna yang ketika ditawarkan menolak. Santai, Vlad mengaduk-aduk mi. Dia bahkan mendekatkan cup ke wajah Anna. Membuat Anna terkekeh sambil menghidu uap mi. Tapi suapan pertama Vlad berikan untuk Anna. Ketika Anna benar memakan isi garpunya, tersenyum, Vlad langsung memesankan yang baru untuk Anna. “Makanya kalau orang makan mi mending pesan aja juga. Cuma malaikat yang diciptakan nggak punya nafsu yang bisa tahan godaan mi.” Akhirnya mereka menganggap makan kali ini sebagai makan pagi. Mereka duduk di balai-balai membelakangi

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Sembilan Tahun Lagi   55, Ada Apa Ini?

    “WAKTU dia dapat kabar kamu nikah, dia kayak gini.” Satu kalimat yang membuatku terhenyak. “Anna, tolong maafkan kami. Kami meminta terlalu banyak.” Wanita cantik itu jelas menampakkan aura gelisah. Aku diam, tak tahu harus berkata apa. “Tolong temani Vlad dulu sementara kami menyiapkan mentalnya.” Aku tak bisa berkata-kata, bibirku bergerak membuka dan menutup tapi tak mengeluarkan suara. “Tapi Vlad yang saya kenal tidak selemah itu.” Akhirnya aku bisa bersuara. “Ini nggak melulu cuma soal kamu, Anna. Kamu nggak di sana waktu Vlad terpuruk. Dia merasa semua hal di hidupnya terjungkal. Semua yang dia yakini salah. Bukan cuma kamu yang dia sayang yang dia pikir mengkhianati dia. Dan semua terjadi bersamaan. Termasuk bersamaan dia juga harus menerima bahwa saya tidak seperti yang selama ini dia pikir.” “Saya nggak ngerti, Ibu….” Aku putus asa dengan masalah yang harus membelitku. “Maafkan saya, Anna. Ini semua salah saya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-25
  • Sembilan Tahun Lagi   56, Pembahasan yang Berat

    “SEDEKAT apa kamu sama Mama?” Vlad tidak bisa langsung menjawab. Anna menunggu jawaban sambil memperhatikan ekspresi berpikir Vlad. Pertanyaan itu seharusnya dijawab tanpa berpikir kan? “Bisa nggak sih kita nggak bahas yang dulu-dulu?” “Loh, itu kan Mama kandung kamu. Kok dulu? Ya sekarang gimana kan bisa jadi jawabannya.” “Siapa bilang? Bisa aja dulu dekat sekarang jauh kan? Atau sebaliknya, dulu jauh sekarang dekat. Semua bisa berubah.” Anna mengedikkan bahu, membenarkan ucapan Vlad. “Iya sih, manusia bisa berubah. Bisa aja kamu dulu dekat sama mama kamu, tapi karena mereka bercerai kamu jadi nggak dekat. Apalagi secara fisik kalian memang tinggal berjauhan banget.” “Kedekatan itu nggak harus berasosiasi dengan fisik kan, Bu. Banyak orang tanpa sentuhan fisik bisa merasa dekat. Berjauhan tapi tetap merasa dekat. Istilahnya jauh di mata dekat di hati. Tapi ada juga yang tiap hari ketemu malah nggak merasa dekat. Nggak

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-26
  • Sembilan Tahun Lagi   57, Move On

    “AKU mau tau siapa orang yang ambil kamu dari aku.” Aku mendesah. “Anna, aku nggak akan lupa ucapan kamu waktu kita habis antar Bowo ke Lido,” lanjut Vlad lagi. Aku makin pasrah. “Kamu nggak mau LDR-an.” “Kamu lupa bab compromising.” “Jadi kalian berpisah seperti ini artinya berkompromi?” “Iya.” “Lalu apa hasil kompromi kalian sekarang?” “Ya kami tetap LDR.” “Kompromi kalian harus diperbaharui karena kamu sekarang nggak mau LDR sementara Bhaga nggak mau pindah kerja dan kamu nggak mau ke sana.” “Sok tau.” “Loh, itu kan yang kamu minta yang Bhaga nggak bisa kasih? Kanu lupa dulu bilang apa di mal?” Bahuku melorot. Tentu saja Vlad ingat. Dan sejak dulu dia menghubungkan ceritaku tentang Bhaga dengan keinginanku dulu. “Dulu pilihannya banyak. Aku seleksi sampai sisa Singapura dan Australia. Akhirnya aku pilih Singapura karena itu paling dekat dan Singapura lebih enak untuk mu

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-27
  • Sembilan Tahun Lagi   58, Hadiah Spesial

    TERNYATA Anna pun mengantuk. Ranjang empuk, hawa dingin khas pegunungan, selimut lembut, bantal harum pewangi, kamar nyaman, dan lain sebagainya membuatnya langsung lelap tak lama setelah merebahkan tubuh. Di kamar sebelah justru Vlad yang tadi menguap berkali-kali malah sekarang tidak bisa tidur. Terlentang dengan lengan bersilang di bawah kepala, matanya terbuka lebar menatap plafond kamar. Membayangan Anna di kamar sebelah membuatnya ingin menyusul ke sana lalu tidur di dekatnya. Sampai akhirnya dia keluar, meminta segelas minuman hangat, lalu mengendap mengintip ke kamar sebelah. Anna tidur lelap sekali. Tidur miring meringkuk memeluk guling tenggelam di selimut. Tanpa sadar, tak bisa menahan dirinya sendiri, perlahan Vlad melangkah masuk. Setelah memastikan jendela tertutup tapi masih ada udara masuk dari ventilasi, dia menonton Anna. Kali ini dari jarak dekat dan bukan hanya mengintip. Berlutut dengan sebelah kaki sedepa di depan Anna, tanpa dia sadari di

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-28
  • Sembilan Tahun Lagi   59, Rindu Bhaga

    VLAD DWangsa : Kamu sudah makan? Aku mendesah. Matahari baru saja hilang. Mungkin dia belum sampai di rumahnya, tapi sudah menanyakan soal makan. Savannah Gayatri : Kamu sudah sampai? Sudah makan? Dia hanya membalas pesanku dengan emoticon senyum. Mengingat Vlad, aku pun teringat Bhaga juga. Sedang apa dia sekarang? Ini hari Minggu, seharusnya dia masih ada di rumah. Ini hari keempat dia tidak berkabar. Savannah Gayatri : Bhaga, kamu di mana? Kutunggu beberapa saat, tapi tanda ceklist hanya ada satu. Terkirim tapi tak sampai. Sampai selesai aku makan ransum dari Vlad, tanda itu tidak berubah. Artinya dia tidak pulang ke rumah akhir pekan ini. Kutelepon saja dia. Dering pertama dan langsung terangkat. “Ya, Na?” sapanya tapi diikuti suara musik dari speaker rumahan. Tidak berdentam, hanya keras saja. Suara musik ditingka

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-29
  • Sembilan Tahun Lagi    60, Fantasi

    ANNA melambai sambil tersenyum lebar bahkan tertawa kecil pada Vlad ketika dia mengantar Vlad pulang. Vlad mengantar Anna pulang sampai ‘menyerahkannya’ kembali kepada ibu. Membiarkan ibu Anna memastikan anak gadisnya masih utuh dan baik-baik saja setelah hampir 24 jam pergi, baru dia berpamit pulang. Ketika mobil Vlad menghilang dari hadapannya, Anna berbalik masuk. Begitu melewati pintu, Anna seperti kembali ke dunia nyata. Setelah berlibur hampir sehari penuh dia harus kembali ke realita bahwa tugasnya belum selesai. Bahunya melorot ketika masuk rumah. Melirik jam, dia makin mendesah malas. Sudah jam sepuluh. Kali ini dia benar-benar bisa tidak tidur sampai pagi. Tidak ada tapi, tanpa bisa menawar lagi, dia harus menghadapi kenyataan ini. Dua belas jam ke depan dia harus berangkat ke kampus menyerahkan tugasnya. Malam itu Anna berakhir di meja dengan laptop menyala dan segelas besar kopi hitam. *** Sampai di rumah, Vla

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-30
  • Sembilan Tahun Lagi   61, Pesan dan Telepon

    VLAD memang tidak pernah memaksa bertemu lagi. Tapi pesan teks dan teleponnya setiap hari pasti ada. Dia hanya menanyakan hal remeh temeh yang jika sudah kujawab maka pesan atau telepon selesai. Menanyakan sudah makan atau belum adalah yang paling sering. Seakan jadwal makanku sudah masuk di agenda kerjanya. Sering dia mengirimkan makan siang ke sekolah. Atau hanya kudapan saja. Kadang hanya minuman atau jus yang sangat segar di tengah hari. Sampai aku merasa absennya yang seperti jadwal minum obat menjadi rutinitas harian yang jika dia terlambat bisa membuatku menunggu. Sudah sebulan begitu saja kelakuannya. Hanya sesekali dia menelepon cukup lama. Biasanya jika dia merasa jenuh atau lelah. Seperti saat ini. Saat ini ponsel kami tersambung dengan video call. Dia minta ditemani menyelesaikan pekerjaannya yang besok sudah harus selesai. Memang belum terlalu malam, belum jam sembilan. Tapi dia masih berkutat dengan berkas di kantor. Ada yang sedang aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31

Bab terbaru

  • Sembilan Tahun Lagi   122, [END] Malam Pertama

    AKU tentu hanya sebentar di pos jaga. Aku berlari kembali ke Vlad. Keringat sebesar biji jagung mengucur di wajahnya. Wajahnya kembali pucat menahan sakit. Kubantu dia melepas jas, dasi, kemeja, dan kaus dalam. Tubuhnya kuyup. Kupakaikan pakaian khusus pasien. Perawat sudah datang dan langsung memeriksanya. Tentu mereka melaporkan pada dokter. “Matilah aku, Anna. Pasti dokter marahin aku.” Dia berkata sambil meringis. “Kamu dari kapan tahan sakit begini sih.” Dia sudah terbaring pasrah ketika perawat memasang selang.” “Sesak ya, Pak?” tanya perawat. Dia mengangguk. “Tapi nggak terlalu.” Namun dia pasrah dipasangi selang lain. “Malam pertama, keringetan, kamu buka baju aku buru-buru, sesak napas.” “Vlad!” Sungguh, kali ini aku ingin menyentil bibirnya. “Pas amat ya deskripsinya sama kondisi aku.” Aku tahu dia masih menahan sakit. Dia meringis, tapi matanya bercahaya. Membuatku bisa sedikit bernapas lega dan tertawa kecil. Perawat sudah berpamit sambil mengulum senyum. “Anna, c

  • Sembilan Tahun Lagi   121, Get Married

    OTW ke sana. Aku tak tahu di mana meeting room rumah sakit ini. Yang pasti masih di gedung ini, dan itu berarti mereka tidak perlu waktu lama untuk sampai di sini. Mama dan Mbak Rethi merapikan penampilanku yang sudah rapi. Apa yang harus dirapikan? Make up dan gaunku begitu sederhana. Tak lama terdengar suara pintu diketuk yang tidak menunggu jawaban dari dalam pintu itu langsung terbuka. Aku berdiri menunggu. Dan di sanalah dia, Vladimir Darmawangsa, berjalan perlahan diiringi dua ayah di samping kiri dan kanannya. Aku menggigit bibir bawah, ketika kulihat dia seperti orang tertatih menahan sakit. Namun dia tetap berjalan ke arahku dengan tatapan tak lekang mengunci mataku. Lima langkah lagi, kuangkat tanganku, menyuruhnya berhenti. “Kamu masih kuat, Vlad?” tanyaku. Dia mengangguk. “Ada yang aku mau omongin dulu.” Dia mendesah. “Savannah, jangan bikin aku semaput.” “Nggak, Vlad, aku harus ngomong sekarang mumpung masih bisa batal.” Suara tarikan napas terdengar dan ruangan sem

  • Sembilan Tahun Lagi   120, In A Hurry

    “I’LL take the risk. I’ll marry you, Vlad. Now.” Dua wajah langsung menoleh ke arahku. Vlad meski lemah, dia tersenyum. Ibunya, meski tegar, dia menangis. Dia merangkum wajah anaknya lalu mengecup dahi Vlad setelahnya dia menatap mata Vlad, begitu lama sambil tersenyum dan menangis. “Bunda, tolong urus semuanya ya,” ujarnya pelan. Ibunya mengangguk lalu menggenggam tanganku. “Terima kasih, Anna.” Lalu dia keluar meninggalkan kami berdua saja. Kami berdua lagi. Kulihat wajahnya, memang makin pias, tapi matanya… ibunya benar, matanya menyala meski tatapannya lemah. “Terima kasih, Anna,” lirih di sela desis meringis. Aku baru ingin bersuara tapi ketukan di pintu kembali terdengar. Kali ini ibunya dan seorang perawat yang langsung menyiapkan jarum suntik. “Sudah lebih lama jeda sakitnya ya, Pak.” “Ini belum terlalu mengganggu kok. Nanti aja. Saya butuh sadar sekarang.” “Vlad, Bunda senang kamu nggak minta obat itu lagi.” Ibunya mengelus rambut Vlad. “Kemarin Dokter mau kurangin do

  • Sembilan Tahun Lagi   119, I’ll Take The Risk.

    MESKI lemah, tapi dia terkekeh. “Kamu sama siapa ke sini?” tanyanya masih lemah. Aku masih membungkuk, membiarkan tangannya membelai wajahku sementara tanganku juga bermain di wajahnya. “Aku dijemput mereka semua.” “Kamu tuh aku harus sekarat dulu ya baru kamu ke sini? Telat dikit kamu beneran datang ke kuburan aku.” “VLAD!” Mendesis tapi berteriak. “Kamu sama siapa ke sini?” tanyanya mengabaikan teriakan histerisku. Aku berkeryit kening mendengar pertanyaan itu. “Sama siapa? Sendirilah. Aku habis bagi rapot.” Dia terkekeh lemah lagi. “Bagi rapot lagi ya.” Dia tersenyum, aku mengangguk. Ada kenangan di momen itu. “Mana Papa?” “Ya?” Ayahnya mendekat. “Ck. Bukan Papa. Papanya Anna.” “Eh, kenapa nyariin Papa?” Aku bertanya berkeryit dahi. “Marry me. Now.” “Hah?” “Perjanjiannya kamu yang datang. Lalu kita nikah.” “Astaga, kambing bandot, b*ngs*t!” Erlan mendadak bersuara. “Lu napas aja pakai selang, mau nikah sekarang. Memang kuat, Sat?” “Nikah dulu baru kawin, Nyong. Gue

  • Sembilan Tahun Lagi   118, Wake Up, Vlad. It’s Me.

    DI sanalah Vlad terbaring. Aku terpaku di kaki ranjang. Wajahnya pucat dan tirus, bibirnya kering dan tubuhnya kurus dengan selang infus dan oksigen. Kakiku makin lemah, aku ingin berlari memeluknya, tapi aku hanya bisa terpaku berdiri di kaki ranjang. “Bangunkan dia, Anna,” bisik Ibu Vienna yang membuatku langsung menoleh dengan pandangan heran. Kenapa harus mengganggu tidurnya? “Vlad kenapa, Bu?” Ibu Vienna mendesah dan menyusut lendir di hidungnya. “Kurang lebih dua atau tiga minggu lalu Bunda lihat dia gelisah sekali. Tapi dia nggak mau ngomong apa-apa. Cuma dia makin gila kerja. Kadang Bunda sampai di flatnya jam sepuluh dia belum pulang, Bunda susul ke kantornya dia masih sibuk banget.” Tangannya bergerak menyelusup ke balik selimut memijat kaki Vlad. “Mas, kakinya dingin lagi…” Dia nyaris merengek. Aku hanya bisa mencengkeram tepi ranjang sampai berbuku putih. Ayahnya langsung memberikan minyak kayu putih, menuangkan ke tangan istrinya yang gesit membalurkan sambil memijat

  • Sembilan Tahun Lagi   117, Do You Love Him?

    JAM berapa ini? tanyaku dalam hati sambil melirik pergelangan tangan. Fyuhh… hampir tengah hari. Tapi masih ada satu kolom belum terisi di daftar hadir. Kubuka ponsel dan chat paling atas menampilkan nama orang yang kutunggu. Bunda Rania VIII-1, 2025 : Maaf, Bu Anna, sebentar lagi ya. Bunda Rania VIII-2, 2025 : Saya baru keluar kantor. Savannah Gayatri : Baik, Bunda. Santai aja. Savannah Gayatri : Saya masih di kelas kok. Savannah Gayatri : Hati-hati di jalan. Fyuh… Masih di kantor. Itu bisa berarti tiga puluh menit sampai satu jam lagi. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tanpa sadar aku menoleh ke arah lapangan. Sekarang, setiap momen pembagian rapot, selalu saja ada saat aku melirik ke lapangan itu. Mengingat saat empat tahun lalu saat dia berdiri di sana lalu datang mengacak-acak semuanya. Hatiku, dan hidupku. Seharusnya aku tidak perlu mengingat momen itu. Atau… aku boleh mengingat, tapi jangan berharap dia tiba-tiba datang. Bukankah dia su

  • Sembilan Tahun Lagi   116, Di Tahun Ke Sembilan

    SEKOLAH hiruk pikuk hari ini. Tenpat parkir penuh sampai ke lapangan upacara bahkan memakan badan jalan. Petugas keamanan dan tukang parkir dadakan sibuk mengatur kendaraan yang keluar masuk dan mencari celah parkir. Wajah-wajah cemas bercampur dengan wajah lega dan bahagia berbaur jadi satu. Anak-anak berkerumun dengan kelompoknya, beberapa berdiri di depan pintu kelas siap merebut rapor dari tangan orangtua. Tak peduli matahari yang semakin terik, kerumunan itu tak berkurang. Vlad dengan outfit formal keluar dari pintu belakang mobil sambil merapikan jas. Mobil itu harus diparkir di badan jalan. Aviator sunglasses melindungi matanya dari matahari sekaligus menyembunyikan arah tatapannya. Dengan langkah santai tapi mantap dia berjalan melewati gerbang. Di tengah lapangan, dia berhenti. Berdiri tegak seperti tongkat penunjuk jam matahari di praktikum IPA anak sekolah dasar. Matanya tertuju ke satu kelas yang masih ramai. Meski lapangan itu ramai dan riuh rendah berbagai suara, tapi s

  • Sembilan Tahun Lagi   115, (Closure?) Rendezvous

    “TERIMA kasih,” aku berpamit sambil memasukkan uang ke sling bag. Tapi pekerjaan hari ini belum selesai. Lepas berpamit, aku berjalan perlahan menikmati matahari sore yang sangat redup terhalang rinai hujan. Hanya rinai kecil yang tidak akan membuat kulitku basah. Aku malah mendongak menatap langit. Melihat langsung titik-titik air yang jatuh. Terasa lembut di wajah. Aku tersenyum. Ada kenangan akan hujan. Ah, menurutku nyaris semua orang memiliki kenangan atas hujan. Entah kenangan indah atau buruk, kenangan manis atau pahit. Aku? Aku tak tahu hujan berarti apa. Tapi hujan sering mengingatkan aku pada satu sosok— “Bu Anna, ngapain ngelihatin langit?” Sebuah suara menginterupsi lamunanku. Aku menoleh ke sumber suara. Tetanggaku. “Eh, Bu Tedjo. Nggak kok, Bu. Suka aja.” “Mari, Bu Anna,” ujarnya berpamit. “Mari.” Aku melanjutkan langkah kaki. Sepanjang jalan tak putus senyum, sapa, dan salam. Beginilah kehidupan di gang kecil ini. Rumah berdekatan membuat penghuninya dekat. Saling

  • Sembilan Tahun Lagi   114, Strategi

    VLAD sudah mengantongi cukup data Bhaga untuk mulai mencari tahu. Sebenarnya dia ingin mencari tahu semuanya sendiri, tapi Bagas benar, jika dia terlalu sering ada di sekitar Bhaga, orang akan lebih mudah curiga. Sebenarnya Bagas mau Vlad terima jadi saja, tapi Vlad tidak mau. Menurut Vlad, ada banyak hal yang tidak bisa orang lain dapatkan. Harus dia yang ke sana melihat keseharian Bhaga. Dari sana dia bahkan bisa membaca ekspresi dan intonasi Bhaga. Akhirnya Bagas menyerah. Dia menyerahkan data sampai di titik di mana Bhaga biasa berkumpul dengan teman-temannya. Anak nongkrong. Vlad sudah terbiasa menjadi anak nongkrong. Seharusnya ini bukan hal yang sulit. Sejauh ini, yang dia rasa sulit adalah mencari alasan kenapa sampai dia ada begitu jauh dari pusat kegiatan masyarakat. *** Dan di sanalah dia sekarang. Di sebuah warung makan sangat sederhana sehingga bisa dibilang hanya berupa bedeng. Dari info yang dia terima, Bhaga paling sering nongkrong di sini. Masih jam sepuluh ketika

DMCA.com Protection Status